• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gangguan Perilaku ( Hiperaktif ) 2.1.1 Definisi ADHD

Attention Deficit Hyperakctivity Disorder (ADHD) yang sering disebut juga hanya dengan hiperaktifitas (hyperaktifity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak mau menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri) (Kusumaningtyas, 2010). Memiliki kemampuan konsentrasi yang rendah yaitu ketidakmampuan untuk mempertahankan perhatian terhadap suatu kegiatan.

Dijelaskan bahwa anak yang mengalami gangguan ADHD mempunyai ciri-ciri sering gagal dalam memberi perhatian secara erat terhadap suatu kegiatan dan mengalami kesulitan dalam menjaga perhatian atau konsentrasi dalam menerima tugas dan kegiatan bermain.

Attention Deficit Hyperakctivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, gangguan pemusatan perhatian tanpa hiperaktif disebut sebagai Attention Deficit Disorder (ADD).

ADHD mencakup disfungsi otak, individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan. Gangguan ini merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku anak. Dalam beberapa tahun ini gangguan ADHD menjadi masalah yang mendapat banyak sorotan dan perhatian utama dikalangan medis ataupun masyarakat umum (Setianingsih, 2016)

Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas, kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan ini timbul pada masa perkembangan anak dibawah 7 tahun, dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan

(2)

impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan bahkan dapat berlanjut hingga dewasa (Fadhli, 2010)

2.1.2 Ciri - Ciri Umum

Anak dengan hiperaktif yaitu tidak fokus, sifat menentang, destruktif (perusak ulung), tidak mengenal lelah, tanpa tujuan jelas, bukan penyabar yang baik dan usil. Anak hiperaktif memiliki kelebihan disamping kekurangannya itu.

Tentunya orang tua sangat diharapkan lebih menaruh perhatian khusus kepada anak hiperaktif. Bukan berarti melebihkan dari anak lainnya, tetapi harus mendidik dengan cara yang berbeda dengan biasanya (Azenismail, 2011).

Kurangnya kemampuan memusatnya perhatian pada anak ADHD mempengaruhi proses belajar karena membuat mereka kesulitan memperhatikan instruksi, sulit memelihara perhatian untuk suatu tugas tertentu dan sering salah meletakkan benda pada tempatnya. Anak-anak ini biasanya sulit memperhatikan hal-hal detil, ceroboh dan menolak tugas-tugas yang menuntut konsentrasi. Ciri- ciri khas Anak Hiperaktif : (Baerkley, 2011)

a. Tidak fokus, tidak bisa konsentrasi lebih dari lima menit. Tidak memiliki focus yang jelas dan melakukan sesuatu tanpa tujuan. Cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik.

b. Sulit untuk dikendalikan, selalu bergerak, nakal. Keinginannya harus segera dipenuhi. Tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan.

c. Impulsif, melakukan sesuatu secara tiba - tiba tanpa dipikir lebih dahulu.

Selalu ingin meraih dan memegang apapun yang ada di depannya.

Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak usia prasekolah dasar atau sebelum mereka berusia 7 tahun.

d. Menentang, umumnya memiliki sikap penentang/pembangkang/tidak mau dinasehati, penolakannya ditunjukkan dengan sikap cuek.

e. Destruktif atau merusak. Merusak mainan yang dimainkannya dan cenderung menghancurkan sangat besar.

f. Tidak kenal lelah, hal inilah yang sering kali membuat orang tua kewalahan dan tidak sanggup meladeni perilakunya.

(3)

g. Tidak sabar dan usil, ketika bermain tidak mau menunggu giliran,tetapi langsung merebut. Sering pula mengusili temantemannya tanpa alas an yang jelas.

h. Intelektualitas rendah, sering kali anak dengan gangguan hiperaktif memiliki intelektualitas di bawah rata-rata anak normal, mungkin dikarenakan secara psikologis mentalnya sudah terganggu sehingga ia tidak bisa menunjukkan kemampuan kreatifnya.

2.1.3 Faktor Penyebab

Faktor neurologi, adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak.

Faktor toksik, beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak.

Disamping itu kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif. Faktor genetik, didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar. Faktor psikososial lingkungan, pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru antara orang tua dengan anaknya dalam hal pola asuh sehari-hari yang cenderung tidak memberikan perhatikan secara khusus kepada anaknya (Wahyu, 2010)

Penyebab anak hiperaktif sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa faktor penyebab yang diduga merupakan penyebabnya, antara lain faktor neurobiologis (gangguan saraf), genetis (keturunan), akuisital (didapat setelah lahir), serta psikososial (kejiwaan dan lingkungan). Terjadinya hiperaktif diperkirakan berkaitan dengan berbagai macam gangguan yang berpengaruh pada fungsi otak

(4)

Ada juga penyebab lainnya, yakni: tempramen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak, serta epilepsi. Bisa juga gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk dan alergi makanan. Ada beberapa faktor yang dicurigai ikut berperan terhadap terjadinya hiperaktif, antara lain (Mulyono, R, 2013)

2.1.4 Karakteristik

Anak yang hiperaktif umumnya bersifat agresif, penuh semangat, tidak dapat tenang, sulit diajar, tidak tahan lama melakukan satu aktivitas. Biasanya juga sulit bergaul dengan teman sebaya, tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan juga sulit menaati orangtua dan guru. Setelah dewasa umumnya mengalami masalah dalam emosi, suka bermabuk-mabukan atau melakukan pelanggaran hukum. Sebenarnya keaktifan itu tidak mereka inginkan, namun mereka sulit untuk duduk dengan tenang dan memperlambat gerakan mereka karena mereka didorong oleh suatu kekuatan yang sulit dijelaskan dan sulit diubah (Judarwanto, 2009). Anak-anak dengan ADHD juga beresiko dan sering didiagnosis dengan gangguan kejiwaan komorbid seperti gangguan perilaku, gangguan oposisi menentang, depresi dan gangguan belajar (Parker dkk, 2010).

Anak laki-laki dengan ADHD menunjukkan tingkat yang besar pada aktivitas motorik, agresif dan perilaku antisosial, sedangkan anak perempuan dengan ADHD menunjukkan pelemahan kognitif dan disfungsi bahasa.

Perempuan dengan ADHD juga menunjukkan abnormalitas metabolisme otak dibandingkan lakilaki (Young, 2013). Anak perempuan dengan ADHD lebih mungkin mengalami gangguan perhatian, perasan dan kecemasan, sedangkan anak laki-laki dengan ADHD lebih mungkin mengalami gangguan menentang (Waschbusch dkk, 2010). Meskipun memiliki perbedaan, ADHD pada anak perempuan memiliki tingkat keterhambatan yang sama dengan ADHD pada laki-laki. Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distress fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forceps, toksemia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Disamping

(5)

itu, faktor-faktor seperti bayi lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif dan perkembangan otak menjadi lambat (Biederman dkk, 2012).

2.1.5 Subkategori ADHD

a. Tipe Predominan Inatentif : Anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya tingkat Konsentrasi, menunjukan sekurang-kurangnya 6 simptom inattentive selama kurang lebih enam bulan.

b. Tipe Predominan Hiperaktif-Impulsif : Anak-anak yang masalah utamanya terutama diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif, symptom hiperaktivitas ditunjukan sekurang-kurangnya 6 simptom selama kurang lebih enam bulan

c. Tipe Kombinasi : Anak-anak yang mengalami kedua rangkaian di atas.

d. Anak yang nakal, mengganggu dan sulit dikendalikan karena banyak masyarakat yang belum memahami bahwa anak mereka mengalami gangguan hiperaktivitas atau ADHD. (Fatwikiningsih, 2014)

2.1.6 Penanganan ADHD

ADHD merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total.

Berdasarkan National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya di dunia seperti American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), menurut (Susanto & Sengkey, 2016) penanganan anak dengan ADHD dilakukan dengan pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal sebagai berikut :

a) Medikamentosis

(6)

Cara ini dapat mengontrol ADHD sampai 70-80%.Obat yang merupakan pilihan pertama ialah obat golongan psikostimulan.

Meskipun disebut stimulan, pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita ADHD. Yang termasuk stimulan antara lain: amphetamine, dextroamphetaminedan derivatnya.

Pemberian obat psiko-stimulan dikatakan cukup efektif mengurangi gejala-gejala ADHD. Efek sampingnya ialah penarikan diri dari lingkungan sosial, fokus yang berlebih, iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan.

b) Rehabilitasi medik

Mengembangkan kemampuan fungsio-nal dan psikologis seorang individu dan mekanismenya sehingga dapat mencapai kemandirian dan menjalani hidup secara aktif.

c) Terapi psikologi

sikoterapi yang diberikan pada penderita ADHD termasuk dalam pelatihan kepada orang tua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah.Terdapatberbagai pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan oleh seorang psikolog;penggunaannya tergantung kepada pasien dan simptomnyayang meliputi support groups, parent training,dan social skills training.

d) Terapi bermain

Sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat usia dewasa.Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi

2.1.7 Teori Psikologis ADHD

(7)

Teori Psikoanalisa Hiperaktivitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Seorang anak yang memiliki disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah moodnya mengalami stress karena orang tua yang mudah menjadi tidak sabar dan marah, anak tidak mampu menghadapi tuntutan orang tuanya untuk selalu patuh.

Teori Belajar Salah satu teori belajar terkait dengan gangguan ADHD adalah adanya penguatan yang diberikan sehingga meningkatkan frekuensi ataupun intensitas perilaku hiperaktif. Selain itu berdasarkan teori modelling, (Ross,2011) mengemukakan bahwa hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara kandung.

2.1.8 Teori Anak ADHD Pada Prasekolah

(Fauziah, 2013) menyatakan bahwa pada anak ADHD Prasekolah terdapat Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik (a) gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, dan posisi tubuh; (b) kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangan; (c) kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan orang lain, Gangguan kualitatif dalam komunikasi, keterlambatan perkembangan bahasa.

2.2 Konsep Pola Asuh 2.2.1 Definisi

(Putri,2010) menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah, maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Pola Asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab kepada anak seperti ( merawat, menjaga, mendidik ) atau bisa disebut sebagai “parenting is interaction between parent’s and children during their care” (Tridhonanto, 2012)

(8)

2.2.2 Pola Asuh yang Baik

Pola Asuh yang baik adalah terbentuknya tim pengasuh, tim yang terdiri dari orang tua, kakek, nenek, saudara ataupun pengasuh. Berikut pola asuh yang baik menurut (Sylvia, 2014): Menyusun kegiatan harian anak usia prasekolah, Memperkaya lingkungan sekitar anak ( dari mulai membaca, bermain dengan mainan yang mendidik), Hindarkan kegiatan yang terlalu padat, Selalu memberi pujian, meningkatkan kemampuan sosial dan kecerdasan emosi anak, mengajarkan selalu mematuhi peraturan, mendidik dan menerapkan disiplin, memberikan kasih sayang.

2.2.3 Teori Pola Asuh Pada ADHD

Menurut (Prasasti, 2018) Pola Asuh orang tua dalam penanganan perilaku hiperaktif anak ADHD sangat penting karena anak ADHD membutuhkan penanganan terutama perhatian yang khusus jika dibandingkan dengan anak – anak normal lainnya, baik dalam belajar maupun bersosialisasi. Seringkali seluruh keluarga berada dalam situasi yang mengkhawatirkan karena keadaan anak mereka yang mengalami ADHD, anak mereka mendapat label sebagai anak yang nakal, mengganggu dan sulit dikendalikan karena banyak masyarakat yang belum memahami bahwa anak mereka mengalami gangguan hiperaktivitas atau ADHD. Selain itu keluarga adalah lingkungan yang utama bagi anak ADHD khususnya orang tua karena Pola Asuh orang tua dalam memfasilitasi mensupport dan mengarahkan anak ADHD dalam memahami dan menjalani kehidupannya sangatlah penting. Anak ADHD membutuhkan bantuan dan pengertian dari orang – orang disekitar kita khususnya orang tua.

2.2.4 Jenis Pola Asuh

(Ayuningtyas, 2013) menyebutkan ada tiga macam sistem bagaimana orang tua mendidik atau menjalankan perannya sebagai orang tua:

(9)

a) Sistem Otoriter yaitu pola asuh dimana individu menggunakan peraturan yang ketat dan menuntut agar peraturan-peraturan itu dipatuhi. Orang yang bersikap otoriter dan memberikan kebebasan penuh menjadi pendorong bagi anak untuk berperilaku agresif.

b) Sistem Permisif yaitu pola asuh yang memberikan kebebasan pada individu tanpa mengambil keputusan tanpa adanya kontrol dan perhatian orang tua, atau cenderung sangat pasif ketika menanggapi ketidakpatuhan. Orang tua permisif tidak begitu menuntut, juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak- anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya.

c) Sistem Demokratis yaitu sikap orang tua yang memberi bimbingan tetapi tidak mengatur. Pola asuh otoratif menghargai anak-anaknya tetapi menuntut mereka memenuhi standar tanggung jawab yang tinggi kepada keluarga, teman sebaya dan masyarakat. Atau disebut pola asuh demokratif. Dengan adanya pola asuh otoratif anak lebih percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang yakni anak-anak dengan kecerdasan emosional berderajat tinggi.

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh a. Faktor Sosial Ekonomi

Orang tua yang berasal dari kelas ekonomi menengah cenderung lebih bersifat hangat dibanding orang tua dari kelas sosial ekonomi kebawah. Orang tua golongan ini cenderung menggunakan fisik dan menunjukkan kekuasaan mereka

b. Faktor Tingkat Pendidikan

Orang tua yang bersikap demokratis dan memiliki pandangan mengenai persamaan hak antara orang tua dan anak cenderung berkepribadian tinggi. Orang tua yang memiliki latar belakang rendah memiliki pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai kebutuhan perkembangan anak, kurang menunjukkan pengertian cenderung mendominasi anak.

c. Nilai-Nilai Yang Dianut

(10)

Paham equalitarium menempatkan kedudukan anak sama dengan orang tua, dianut oleh banyak orang tua dengan latar belakang budaya barat.

Sedangkan pada budaya timur orang tua masih menghargai kepatuhan anak.

2.2.6 Dampak Pola Asuh

Menurut (Suteja & Yusriah, 2017) dampak gaya pengasuhan orang tua terhadap perkembangan anak adalah sebagai berikut :

a. Pola asuh otoriter.

1) Dampak positif Pola asuh ini lebih banyak memiliki dampak negatif, akan tetapi pola asuh ini pun memiliki dampak positif. Dampak positifnya adalah anak akan lebih disiplin karena orang tua bersikap tegas dan memerintah.

2) Dampak negatif Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini sering terlihat tidak bahagia, dan cemas dengan perbandingan antara mereka dengan anak lain, gagal dalam inisiatif kegiatan, dan lemah dalam kemampuan komunikasi sosial.

b. Pola asuh demokratis.

1) Dampak positif Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini sering terlihat ceria, memiliki pengendalian diri dan kepercayaan diri, kompetn dalam bersosialisasi, berorientasi prestasi, mampu mempertahankan hubungan yang ramah, bekerja sama dengan orang dewasa, dan mampu mengendalikan diri dengan baik.

2) Dampak negatif Walaupun pola asuh demokratis lebih banyak memiliki dampak positif, namun terkadang juga dapat menimbulkan masalah apabila anak atau orang tua kurang memiliki waktu untuk berkomunikasi. Oleh karena itu,diharapkan orang tua tetap meluangkan waktu untuk anak dan tetap

(11)

memantau aktivitas anak. Selain itu, emosi anak yang kurang stabil juga akan menyebabkan perselisihan disaat orang tua sedang mencoba membimbing anak.

c. Pola asuh permisif.

1) Dampak positif Orang tua akan lebih mudah mengasuh anak karena kurangnya kontrol terhadap anak. Bila anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orang tua dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreatifitas dan bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif, dan kreatif. Dampak positif tergantung pada bagaimana anak menyikapi sikap orang tua yang permisif.

2) Dampak negatif Dampak dari gaya pola asuh permisif adalah anak mengembangkan perasaan bahwa orang tua lebih mementingkan aspek lain dalam kehidupan daripada anaknya. Oleh karenanya, anak banyak yang kurang memiliki kontrol diri dan tidak dapat mengatasi kemandirian secara baik.

Mereka memiliki harga diri yang rendah, tidak matang, dan mungkin terisolasi dari keluarga. Pada saat remaja mereka memperlihatkan kenakalan.

Anak jarang belajar menghormati orang lain dan memiliki kesulitan dalam mengendalikan tingkah laku mereka. Mereka bisa menjadi agresif, mendominasi.

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian nasabah terhadap feedback berupa manfaat positif yang didapat setelah mengikuti gathering dan event yang diselenggarakan Treasury Group di Kanwil VII Pada tabel

Hal ini disebabkan bebapa masalah pokok dalam ketentuan UU tersebut yang masih menititik-tekankan peranan kelembagaan yang bersifat formal dalam upaya pengetasan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering dari alat pengering tipe rak yang memanfaatkan udara panas sisa pembakaran biomass menggunakan

Lebih baik membeli jajan dari pada menyisihkan uang untuk DANSOS disetiap hari senin Saya belajar bersama teman dengan menggunakan buku catatan milik saya Saya tidak peduli kepada

[r]

setiap calon yang akan berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah harus lebih kompeten dan juga menawarkan program-program yang konkret bukan hanya sekedar janji-jani

Grouting merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan kekuatan massa batuan karena semen yang diinjeksikan kedalam tanah tersebut akan menutup

Bersama ini diumumkan daftar nama peserta yang berhak mengikuti seleksi Psikotes dan Diskusi Kelompok pada Rekrutmen Direct Shopping Lokasi Bandung. Ada pun bagi