• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank

Bank merupakan lembaga keuangan intermediasi yaitu lembaga perantara yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit (Sari, 2010:38).

Para ahli dalam bidang perbankan memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai bank, berikut ini beberapa definisi bank menurut para ahli diantaranya :

Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah:

“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Menurut Dendawijaya (2009:14) bank merupakan suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries) yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.

Menurut Mishkin dalam bukunya Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan (2010:9), mengatakan Bank adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman.

(2)

Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana dalam bentuk simpanan kepada pihak yang kekurangan dana dalam bentuk pinjaman.

2.1.1.1 Fungsi Bank

Fungsi bank yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 berbunyi : “Fungsi utama perbankan indonesia adalah sebagai menghimpun dana dan menyalurkan dana ke masyarakat”. Di dalam penjelasan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tersebut mempunyai dua fungsi, diantaranya:

a. Penghimpun Dana Masyarakat

Penghimpunan dana masyarakat bisa berbentuk simpanan (deposito berjangka), giro, tabungan dan lain-lain yang dipersamakan dengan itu.

b. Menyalurkan Dana Masyarakat

Menyalurkan dana masyarakat bisa berbentuk kredit atau yang dipersamakan dengan itu.

Secara spesifik menurut Santoso dan Triandaru (2006), fungsi bank terdiri dari :

a. Agent of trust

Menurut Santoso dan Triandaru (2006) dasar utama dalam kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyrakat akan berminat menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayan.

(3)

b. Agent of development

Menurut Santoso dan Triandaru (2006) sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Sektor riil tidak akan dapat bekerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Jadi bank disini memiliki fungsi untuk membangun perekenomian di sektor riil.

c. Agent of services

Menurut Santoso dan Triandaru (2006) disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa- jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.

2.1.2 Teori Agensi (Agency Theory)

Dalam mencapai tujuan dan kinerja bank tidak terlepas dari pengaruh kinerja manajemen itu sendiri yaitu dari kinerja para pengurus bank atau para manajemen. Pada praktik perekonomian yang modern ini, manajemen dan pengendalian perusahaan semakin dipisahkan dengan kepemilikan sehingga dalam posisi ini pemilik bank menunjuk orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan proses tata kelola perusahaan atau untuk bertanggung jawab terhadap pelaksanaan operasional perbankan. Tujuan dari sistem pemisahan ini

(4)

adalah untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas dengsn mempekerjakan agen profesional dalam mengelola perusahaan.

Kaitannya terhadap hal ini, hubungan antara pihak manajemen terhadap pemilik bank akan dituangkan dalam suatu kontrak (performance contract) (Dewayanto, 2010:107). Hubungan kontrak antara pemilik dan manajemen ini sejalan dengan teori agensi (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Dewayanto, 2010:107). Pada prakteknya ada masalah dalam pemisahan manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Manajer mungkin akan memaksimalkan usaha untuk menjaga kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Selanjutnya pada sistem pemisahan ini akan menimbulkan kurangnya transparasi dalam penggunaan dana perusahaan dan dalam keseimbangan dari kepentingan antara pemegang saham dan manajer serta pengendalian dan pemegang saham minoritas.

Ada tiga asumsi yang melandasi teori keagenan menurut Darmawati dkk (2005) dalam Sari (2010:12), yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi.

1. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempunyai sifat mementingkan diri sendiri, memiliki keterbatasan rasional dan tidak menyukai risiko.

2. Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitias, dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent.

(5)

3. Asumsi informasi mengemukakan bahwa informasi dianggap sebagai komoditi yang dapat dijualbelikan.

Berkaitan dengan masalah teori keagenan ini, good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan dapat berfungsi sebagai konsep yang memberikan keyakinan terhadap para investor tentang return atas dana yang telah mereka investasikan ke dalam perusahaan, Che Haat, et al (2008) dalam Purno dan Khafid (2013 :4194) berpendapat bahwa untuk mengatasi konflik keagenan dibutuhkan pedoman yang lebih baik yaitu dengan adanya good corporate governance sehingga diharapakan konflik keagenan yang terjadi dapat dikurangi.

2.1.3 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001:

20). Good corporate governance muncul untuk mengurangi konflik keagenan yang terjadi didalam suatu organisasi. Ada berbagai pengertian Good Corporate Governance yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menurut Dalwai, Basirudin dan Abdul (2015:4) menyatakan bahwa good corporate governance merupakan peraturan yang ditegakkan melalui lembaga internal dan eksternal yang berbeda untuk menyelesaikan konflik keagenan dan

(6)

melindungi kepentingan pemegang saham organisasi dimana berguna untuk memastikan bahwa perusahaan dijalankan secara bertanggung jawab dan akuntabel yang meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Sedangkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 menjelaskan bahwa Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good corporate governance, merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang mengatur pola hubungan antara para pemangku kepentingan perusahaan dan melindungi kepentingan para pemegang saham serta dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

2.1.3.1 Prinsip Good Corporate Governance

Menurut Menteri BUMN No:Kep.117/M-MBU/2002, prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.

Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 bagian penjelasan umum memberikan definisi prinsip-prinsip GCG sebagai berikut:

“Pertama transparansi (transparency) diartikan sebagai keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materil dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pertangungjawaban bank sehingga pengelolaannya berjalan efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu

(7)

keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (2012:3) yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) mempaparkan mengenai arti dari kelima prinsip tersebut, yaitu prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value, sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fainess).

Pedoman tersebut merinci konsepsi dari kelima prinsip GCG (2012:4-5), yakni:

1. Transparansi (Transparency)

Transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses. Transparansi diperlukan agar bank menjalankan bisnis secara objektif, profesional, dan melindungi kepentingan konsumen.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi serta bagaimana cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan

(8)

pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel. Untuk itu bank harus dikelola secara sehat, terukur dan professional dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah, dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3. Tanggung Jawab (Responsibility)

Tanggung jawab mengandung unsur kepatuhan peraturan perundang- undangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good corporate citizen.

4. Independensi (Independency)

Independensi mengandung unsur kemandirian serta objektifitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), Bank harus dikelola secara independen agar masing‐ masing organ Perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

(9)

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fainess)

Kewajaran dan kesetaraan mengandung unsur perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan kegiatannya, bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham, konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dari masing‐masing pihak yang bersangkutan.

2.1.3.2 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance

Good corporate governance diterbitkan agar perusahaan memiliki acuan dalam menjalankan operasional serta melaksanakan pengawasan agar perusahaan dapat dikelola dan berjalan dengan baik dan efektif sehingga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Penerapan corporate governance yang baik merupakan kunci utama dalam membangun kepercayaan pasar serta mendorong operasional perusahaan berjalan dengan efektif. Menurut Bassel Committee on Banking Supervison dalam Oktapiyani (2009:28), tujuan dan manfaat good corporate governance antara lain sebagai berikut :

1. Mengurangi biaya agensi yang timbul karena penyalahgunaan wewenang atau biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah timbulnya suatu masalah.

2. Mengurangi biaya modal yang timbul dari manajemen yang baik untuk meminimalisir resiko.

3. Memaksimalkan nilai saham perusahaan.

(10)

4. Mendorong pengelolaan perbankan secara professional, transparan, efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris.

Direksi dan RUPS.

5. Mendorong dewan komisaris, anggota direksi, pemegang saham dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.

6. Menjaga Going Concern perusahaan.

Sependapat dengan hal itu, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengungkapkan bahwa setidaknya ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan good corporate governance yang baik, antara lain : 1. Dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan adanya proses pengambilan

keputusan yang lebih baik dan meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s value dan deviden.

2.1.3.3 Mekanisme Good Corporate Governance

Mekanisme corporate governance merupakan suatu cara kerja secara tersistem antara pihak yang mengambil keputusan dengan baik yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan tertentu untuk memenuhi persyaratan tertentu. Menurut Caprio, et al. (2003) dalam Totok Dewayanto

(11)

(2010:107) mekanisme corporate governance akan mampu mengurangi perampasan sumber daya bank dan mempromosikan efisiensi bank. Selain itu mekanisme corporate governance untuk meminimalkan konflik kepentigan antara prrincipal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan perusahaan. Ini adalah salah satu fakta mengenai pentingnya corporate governance dalam perbankan.

Mekanisme dalam pengawasan corporate governance menjadi salah satu praktek strategi khusus untuk melakukan tata kelola perusahaan. Menurut Iskandar dan Chamlao (2000) dalam Lastanti (2004) menjelaskan bahwa mekanisme dalam pengawasan good corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti komposisi dewan direksi, komposisi komisaris independen dan komposisi komite audit. Sedangkan external mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.

Dalam penelitian Hartono dan Nugrahanti (2014) mengkaji mengenai mekanisme tata kelola perusahaan dalam mengukur kinerja perusahaan perbankan melalui Mekanisme Pemantauan Kepemilikan (Ownership), Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal, dan Mekanisme Pemantauan Pengungkapan.

Dalam penelitian ini lebih banyak mengkaji secara mendalam mekanisme good corporate governance mengenai Mekanisme Pemantauan Kepemilikan meliputi Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Manajerial. Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal meliputi Ukuran Dewan Direksi dan Komisaris

(12)

Independen. Mekanisme Pemantauan Pengungkapan meliputi pengungkapan yang dilakukan oleh Komite Audit dan penggunaan KAP Big Four.

2.1.3.3.1 Mekanisme Pemantauan Kepemilikan

Dalam penelitian ini menggunakan struktur kepemilikan modal sebagai mekanisme pemantauan kepemilikan. Struktur kepemilikan terdiri dari struktur kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.

a. Kepemilikan Pemegang Saham Institusional

Terdapat beberapa pengertian kepemilikan institusional yang diuraikan beberapa penelitian, yaitu menurut Purno (2013:32) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh investor yang berasal dari pihak institusi perusahaan. Tarjo (2008) dalam Hisamuddin dan Tirta (2012:120) menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Menurut Rimardhani, Hidayat, dan Dwiatmanto (2016:3) menurut kepemilikan adalah saham yang dimiliki pemerintah, institusi berbadan hukum, dana perwakilan, institusi asing, dan lain sebagainya yang dapat memonitor manajemen dalam pengelolaan perusahaan.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh institusi perusahaan maupun pemerintah. Proporsi kepemilikan saham institusional dapat diukur melalui perbandingan jumlah saham yang dimiliki investor institusi dengan total modal saham perusahaan yang beredar.

(13)

Kepemilikan institusional di dalam suatu perusahaan memiliki peranan penting dalam meminimalkan konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham serta mampu dalam memonitor manajemen dalam mengelola perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi maka akan mengakibatkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajer. Dengan semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional maka semakin besar suara dan dorongan institusi untuk melakukan pengawasan.

b. Kepemilikan Pemegang Saham Manajerial

Terdapat beberapa pengertian kepemilikan manajerial yang diuraikan dari beberapa peneliti, yaitu menurut Wahidati (2002) dalam Purno (2013:49) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan. Susiana dan Herawaty (2007:7) menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial merupakan presentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk didalamnya presentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya. Sujoko (2009) dalam Tertius dan Christiawan (2015:3) menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik, dewan eksekutif dan manajemen dalam suatu perusahaan.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan yang dimiliki dari pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat diukur dengan cara

(14)

membandingkan jumlah kepemilikan pemegang saham manajerial dengan total saham yang beredar. Kepemilikan manajerial diterapkan pada perusahaan untuk memotivasi kinerja para manajer. Kebijakan ini dimasudkan untuk memberikan kesempatan kepada para manajer untuk terlibat dalam kepemilikan saham sehingga asimetri informasi di dalam suatu perusahaan dapat diminimalisasi. Hal ini sejalan dengan teori keagenan dimana diharapkan keterlibatan manajer pada kepemilikan saham dapat efektif meningkatkan kinerja para manajer.

2.1.3.3.2 Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal

Dalam penelitian ini mekanisme pemantauan terhadap pengendalian internal dalam rangka untuk mewujudkan terciptanya good corporate governance terdiri dari :

a. Komisaris Independen

Terdapat beberapa pengertian komisaris independen menurut beberapa peneliti, yaitu Susiana dan Herawaty (2007:9) menjelaskan bahwa komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, komisaris independen merupakan anggota dari dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang

(15)

saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut Code tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan memberikan nasihat bilamana diperlukan. Keberadaan Komisaris Independen dimaksudkan untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan Stakeholders lainnya.

Dapat disimpulkan keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integitas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak- pihak diluar manajemen perusahaan. Komisaris independen dapat diukur melalui rasio presentase anggota dewan komisaris independen terhadap seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.

b. Ukuran Dewan Direksi

Dalam rangka pemantauan terhadap pengendalian internal bank, direksi mempunyai tanggung jawab menetapkan kebijakan, strategi serta prosedur pengendalian intern, melaksanakan kebijakan dan strategi yang telah disetujui oleh dewan komisaris, memelihara suatu struktur organisasi, memastikan bahwa

(16)

pendelegasian wewenang berjalan efektif yang didukung oleh penerapan akuntabilitas yang konsisten dan memantau kecukupan dan efektivitas dari sistem pengendalian intern (Sari, 2010). Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Direksi merupakan Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006:17) menjelaskan bahwa direksi merupakan organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan serta masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Ukuran dewan direksi dapat diukur dengan jumlah dewan direksi dalam perusahaan dimana semakin banyak dewan dalam suatu perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang semakin lebih baik. Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance jumlah anggota direksi paling kurang 3 (tiga) orang.

2.1.3.3.3 Mekanisme Pemantauan Pengungkapan

Dalam penelitian kali ini mekanisme pemantauan pengungkapan dapat dilihat dengan keterlibatan adanya auditor baik auditor internal maupun auditor eksternal dalam penyelenggaraan penilaian terhadap tingkat kewajaran laporan keuangan perusahaan. Pada mekanisme ini akan dijelaskan seperti berikut :

(17)

a. Komite Audit

Menurut Tjager dkk (2003) dalam Hartono dan Nugrahanti (2014:196) komite aduit merupakan salah satu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dengan tugas dan tanggung jawab utama untuk memastikan prinsip-prinsip good corporate governance terutama transparansi dan disclosure diterapkan secara konsisten dan memadai.

Berdasarkan keputusan ketua BAPEPAM Kep. 29/PM/2004 menjelaskan bahwa komite audit yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit juga bertanggung jawab terhadap pengawasan proses pelaoran keuangan. Selain itu komite audit merupakan penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Susiana dan Herawaty (2007:8) menjelaskan bahwa dibentuknya komite audit oleh dewan komisaris memiliki tujuan diantaranya :

1. Memastikan laporan keuangan yang diterbitkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan praktik akuntansi berterima umum.

2. Memastikan bahwa pengendalian internal perusahaan memadai.

3. Menindaklanjuti terhadap adanya dugaan penyimpangan yang sifatnya material di bidang keuangan dan implikasi hukumnya.

4. Merekomendasikan seleksi auditor eksternal.

Menurut Sitorus (2012) dalam Hartono dan Nugrahanti (20014:196) menerangkan bahwa pembentukan komite audit dapat meningkatkan fungsi pengawasan dewan komisaris sebagai salah satu struktur tata kelola. Komite audit

(18)

dalam penelitian ini diukur menggunakan jumlah anggota komite audit yang terdapat di perusahaan.

b. KAP Big Four

Auditor eksternal dalam perusahaan memiliki pengaruh yang penting terhadap kualitas pengendalian internal melalui aktivitas audit mereka. Meskipun auditor eksternal tidak termasuk dalam bagian dari struktur organisasi bank tetapi auditor eksternal memiliki fungsi yang penting. Fungsi utama dari adanya audit eksternal adalah memberikan opini terhadap laporan keuangan bank serta menilai efektivitas sistem pengendalian internal bank.

Dalam menegakkan prinsip good corporate governance menurut Arifin (2005) dalam Sari (2010:37) keterlibatan akuntan akternal yang menjalankan fungsi sebagai auditor memainkan peranan yang penting karena auditor bertugas untuk memverifikasi kewajaran berbagai informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Dengan adanya peran penting yang dimainkan oleh auditor eksternal sebagai pengawas bank dalam rangka memastikan pengendalian laporan keuangan ini dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Terdapat beberapa perusahaan perbankan yang mempercayakan auditor eksternal berstandarisasi internasional untuk mengungkapkan kualitas audit mereka untuk meyakinkan kepercayaan para pemegang saham. Pada saat ini terdapat empat auditor eksternal yang berstandarisasi internasional yaitu Pricewater House Coopers, Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst & Young dan KPMG.

(19)

2.1.4 Kinerja Perbankan

Perbankan sebagai suatu organisasi pasti mempunyai suatu tujuan tertentu untuk dicapainya. Untuk menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah dicapai tidaklah mudah karena menyangkut proses manajemen dalam menjalankan operasional perbankan demi mencapai tujuan tersebut. Penilaian kinerja perusahaan merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah rencana yang diterapkan dalam menjalankan operasional perusahaan telah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya atau dengan kata lain penilaian kinerja perusahaan merupakan cara untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan.

Kinerja merupakan suatu tingkat pencapaian dari hasil tertentu atas pelaksanaan suatu tugas dalam proses mewujudkan tujuan, misi dan visi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja perusahaan merupakan tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Pada dasarnya penilaian tujuan dari penilaian kinerja perbankan tidak jauh berbeda dengan kinerja perusahaan pada umumnya. Penilaian kinerja perusahaan dilakukan untuk memperbaiki dan melakukan pengendalian atas kegiatan operasional perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Penilaian kinerja perbankan juga sangat penting mengingat untuk penetapan strategi dalam rangka mencapai tujuan dari perusahaan.

Penilaian kinerja bank sangat penting bagi setiap stakeholders bank. Bank yang dapat menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasnya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usaha yang dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking

(20)

regulation dengan baik maka akan ada kemungkinan nilai saham dan dana pihak ketiga akan naik.

Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau variabel untuk mengukur keberhasilan perusahaan. Pengukuran kinerja secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran non finansial dan finansial. Kinerja non finansial adalah pengungkuran kinerja dengan menggunakan informasi-informasi non finansial. Laporan keuangan merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam penilaian kinerja finansial perbankan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari kinerja manajemen perusahaan pada periode tertentu. Selain digunakan sebagai alat pertanggungjawaban manajemen, laporan keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan suatu keputusan ekonomi.

Kinerja perusahaan juga bisa diukur menggunakan rasio-rasio keuangan seperti Return On Invesment (ROI), Return On Asset (ROA), ROI growth, Return On Sales (ROS), Price Earning Ratio, Tobin’s Q dan rasio-rasio keuangan lainnya. Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur rasio ROA sebagai dasar pengukuran kinerja finansial keuangan. Menurut Dendawijaya (2009:118) menyatakan bahwa ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

(21)

2.2 Penelitian Terdahulu

Belkhir (2006) dari UAE University memeriksa hubungan antara ukuran dewan komisaris dengan kinerja perbankan dengan menggunakan sampel sebanyak 260 bank dan lembaga simpan pinjam atau keuangan lain selama periode 1995-2002. Kinerja perbankan diproksikan dengan Tobins’Q dan ROA.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol berupa bank size yang diproksikan dengan logaritma natural dari total aset, CEO ownership, serta CEO chairman duality. Penelitian ini menggunakan metode regresi didapatkan suatu hasil yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan kinerja perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Dewayanto (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap kinerja perbankan nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006 sampai 2008. Mekanisme good corporate governance diukur dengan indikator kepemilikan saham pengendali, kepemilikan asing, kepemilikan pemerintah, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komisaris independen, rasio kecukupan modal, auditor eksternal serta variabel kontrol berupa logaritma natural dari total aset. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pemantauan kepemilikan tidak signifikan, mekanisme pemantauan internal menunjukan hubungan yang negatif signifikan, rasio kecukupan modal dan auditor eksternal menunjukan hubungan positif signifikan.

Wijayanti dan Mutmainah (2012) meneliti tentang pengaruh penerapan corporate governance terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan

(22)

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011 dengan sampel 19 perbankan. Corporate governance diukur melalui ukuran dewan direksi, aktivitas (rapat) dewan komisaris, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah komite audit. Kinerja keuangan diproksikan menggunakan ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi, aktivitas (rapat) dewan komisaris, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah komite audit memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Hisamuddin dan Tirta (2012) meneliti tentang pengaruh good corporate governance terhadap kinerja bank umum syariah. Penelitian menggunakan sampel bank umum syariah sebanyak 17 perbankan periode 2008-2010. Good corporate governance diukur menggunakan indikator dewan direksi, dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan pengawas syariah, kepemilikan institusional, komite audit. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA dan ROE.

Penelitian ini menggunakan alat PLS untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara good corporate governance terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.

Hartono dan Nugrahanti (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kinerja perusahaan perbankan. Sampel pada penelitian ini terdiri dari 28 perbankan yang terdaftar di bursa Efek Indonesia periode 2011-2013. Mekanisme corporate governance diproksikan dengan kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, direktur dewan independen, dewan direksi dan komite audit. Kinerja bank diukur dengan Return

(23)

On Equity (ROE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan direksi memiliki efek positif terhadap kinerja bank. Kepemilikan Iinstitutional memiliki efek negatif terhadap kinerja bank. Namun, kepemilikan manajemen, dewan independen dan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja bank.

Syafiqurahman, Andiarsyah dan Suciningsih (2014) meneliti pengaruh corporate governance dan pengaruh keputusan pendanaan terhadap kinerja perusahaan perbankan di Indonesia. Sampel yang digunakan sebanyak 120 bank umum yang terdaftar di Bank Indonesia untuk tahun 2005-2010. Corporate Governance diukur dengan indikator proporsi dewan komisaris independen, frekuensi dewan komisaris rapat, frekuensi rapat direksi, direksi latar belakang pendidikan, proporsi independent komite audit, auditor keputusan big 4 dan kompetensi komite audit. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA dan ROE. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi komite audit memiliki dampak yang signifikan terhadap ROA dan ROE. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan pembiayaan diukur dengan Debt to Assets Ratio (DAR) dan Debt Jangka Panjang to Equity Ratio (LDER) memberikan pengaruh secara simultan dengan signifikan untuk Return On Assets (ROA) dan Return On equity (ROE). Diperiksa dengan sebagian , Debt to Assets Ratio (DAR) dan Debt Jangka Panjang to Equity Ratio (LDER) memiliki negatif dan berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets (ROA), tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return On Equity (ROE).

Tertius dan Christiawan (2015) melakukan penelitian pengaruh antara good corporate governance terhadap kinerja perusahaan pada sektor perusahaan.

(24)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor keuangan tahun 2011-2013. Corporate governance yang diproksikan dengan dewan komisaris, komisaris independen, dan kepemilikan manajerial. Kinerja perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan ROA dengan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan.. Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan regresi linier berganda. Secara simultan, dewan komisaris, komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan mempengaruhi ROA. Secara parsial, dewan komisaris dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap ROA. Sedangkan, komisaris independen dan ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap ROA.

Rimardhani, Hidayat, Dwiatmanto (2016) melakukan penelitian dengan menguji pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap profitabilitas perusahaan. Mekanisme good corporate governance diproksikan dengan kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan komite audit. Profitabilitas perusahaan diukur dengan Return On Asset (ROA).

Sampel dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap ROA. Secara parsial, kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Dewan komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan proksi

(25)

mekanisme good corporate governance yang lain, yaitu dewan direksi dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian-Penelitian Terdahulu

Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian Mohamed Belkhir

(2006)

Ukuran dewan komisaris dengan kinerja perbankan (Tobins’Q dan ROA) dengan menggunakan variabel kontrol berupa logaritma natural dari total aset (Bank Size)

Terdapat hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan kinerja perbankan dan lembaga keuangan lainnya

Totok Dewayanto (2010)

Kepemilikan saham pengendali, kepemilikan asing, kepemilikan pemerintah, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komisaris independen, rasio kecukupan modal, auditor eksternal serta variabel kontrol berupa logaritma natural dari total aset. Kinerja perbankan dengan ROA.

Mekanisme pemantauan kepemilikan tidak signifikan, mekanisme pemantauan internal menunjukan hubungan yang negatif signifikan, rasio kecukupan modal dan auditor eksternal menunjukan hubungan positif signifikan

Sri Wijayanti dan Siti Mutmainah (2012)

Ukuran dewan direksi, aktivitas (rapat) dewan komisaris, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah komite audit. Kinerja

Ukuran dewan direksi, aktivitas (rapat) dewan komisaris, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah komite audit

(26)

keuangan diproksikan menggunakan ROA

memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Nur Hisamuddin dan M. Yayang Tirta K (2012)

Dewan direksi, dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan pengawas syariah, kepemilikan institusional, komite audit. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA dan ROE.

Pengaruh positif antara good corporate governance terhadap kinerja keuangan bank umum syariah.

Daniel Felimanto Hartono dan Yeterina Widi Nugrahanti (2014)

Kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, direktur dewan independen, dewan direksi dan komite audit. Kinerja bank diukur dengan Return On Equity (ROE)

Dewan direksi memiliki efek positif terhadap

kinerja bank.

Kepemilikan

Iinstitutional memiliki efek negatif terhadap kinerja bank. Namun, kepemilikan manajemen, dewan independen dan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja bank.

M. Syafiqurrahman, Wahyu Andiarsyah&

Wahyu Suciningsih (2014)

Dewan komisaris

independen, frekuensi dewan komisaris rapat, frekuensi rapat direksi, direksi latar belakang pendidikan,

Kompetensi komite audit memiliki dampak yang signifikan terhadap ROA dan ROE. Hasil

penelitian ini

(27)

proporsi independent komite audit, auditor keputusan big 4 dan kompetensi komite audit. Kinerja perbankan diukur dengan menggunakan ROA dan ROE

menunjukkan bahwa keputusan pembiayaan diukur dengan DAR dan LDER memberikan pengaruh secara simultan dengan signifikan untuk Return On Assets (ROA) dan Return On equity (ROE). Diperiksa dengan sebagian DAR dan LDER memiliki negatif dan berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets (ROA), tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return On Equity (ROE).

Melia Agustina Tertius dan Yulius Jogi Christiawan (2015)

Dewan komisaris, komisaris

independen, dan

kepemilikan manajerial.

Kinerja perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan ROA dengan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan

Secara simultan, dewan komisaris, komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan

mempengaruhi ROA.

Secara parsial, dewan

komisaris dan

kepemilikan manajerial tidak berpengaruh

terhadap ROA.

(28)

Sedangkan, komisaris independen dan ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap ROA Helfina Rimardhani,

R. Rustam Hidayat dan Dwiatmanto (2016)

Kepemilikan institusional, dewan komisaris

independen, dewan direksi, dan komite audit.

Profitabilitas perusahaan diukur dengan Return On Asset (ROA).

Secara simultan variabel kepemilikan

institusional, dewan komisaris independen, dewan direksi, dan

komite audit

berpengaruh signifikan terhadap ROA. Secara parsial, kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Dewan komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan proksi

mekanisme good

corporate governance yang lain, yaitu dewan direksi dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.

(29)

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Hubungan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan

Good corporate governance merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomi dengan kemampuan untuk mengurangi perampasan sumber daya bank selain itu dapat memfasilitasi penentuan tujuan- tujuan yang hendak dicapai dari perusahaan serta sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja perusahaan.

Menurut Belkhir (2006) menjelaskan didalam mekanisme good corporate governance pemegang saham bekerja sama untuk memberikan insentif kepada manajer sehingga mampu mengurangi masalah keagenan yang muncul antara pemegang saham dan manajer yang dihasilkan dari pemisahan antara kepemilikan dan pengawasan. Klapper dan Love (2002) dalam Purno dan Khafid (2013:4192) menemukann adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan Tobin’s Q. Sejalan dengan itu Hisamuddin dan Tirta (2012) juga menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan ROE. Dengan adanya mekanisme good corporate governance yang baik diharapkan mampu meningkatkan kinerja perbankan. Mekanisme good corporate governance meliputi indikator kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan auditor eksternal KAP Big Four.

(30)

2.3.2 Hubungan Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Perbankan Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang mewakili presentase hak suara yang dimiliki oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, serta pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator presentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar.

Kepemilikan saham institusional yang biasanya merupakan pemilik saham mayoritas akan memiliki kecenderungan untuk berkompromi dengan pihak manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.

Kepemilikian saham institusional yang semakin besar akan memberikan pengaruh adanya kontrol eksternal atau intervensi yang lebih besar di dalam suatu perusahaan sehingga kebijakan yang akan diambil cenderung mengikuti kebijakan dari pihak institusi eksternal. Hal ini akan berdampak pada penurunan kinerja para manajemen perusahaan..

Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Purno (2013) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja perbankan. Sejalan dengan itu penelitian Hartono dan Nugrahanti (2014) juga menemukan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan hal ini dimungkinkan karena keberadaan kepemilikan institusional yang besar dalam perusahaan akan memberikan intervensi berlebih terhadap kinerja manajemen sehingga manajemen merasa

(31)

terikat dang ruang gerak pengelola menjadi terbatas. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

H1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan.

2.3.3 Hubungan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perbankan Kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Pada penelitian ini kepemilikan saham diukur dengan indikator presentase jumlah saham yang dimiliki dari pihak manajemen terhadap total keseluruhan modal saham perusahaan yang beredar. Dengan adanya kepemilikan manajerial ini akan memiliki dampak terhadap kinerja manajemen. Manajemen akan termotivasi dan berusaha dalam meningkatkan kinerja agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan agar keputusan yang diambil tidak merugikan perusahaan namun juga akan menanggung resiko apabila keputusan yang diambilnya salah. Jumlah proporsi kepemilikan saham dalam manajemen yang semakin besar pada perusahaan, maka manajemen cenderung berusaha giat serta meningkatkan kinerjanya karena laba yang diperoleh akan kembali kepada pemegang saham yang tidak lain untuk dirinya sendiri.

. Penelitian yang dilakukan oleh Wedari (2004) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Colpan, Yoshikawa, Hikino dan Miyoshi (2007) dimana penelitian menyatakan bahwa

(32)

executive ownership yang selaras dengan kepentingan shareholder aan membawa keuntungan yang lebih tinggi karena eksekutif akan menjadi lebih berorientasi pada profitabilitas. Jika manajemen memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik maka konflik kepentingan antara agen dan pemilik akan berkurang.

Dengan berkurangnya konflik kepentingan maka akan terjalin kesinambungan dalam perusahaan yang akan berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan shareholder dan stakeholder. Hal ini juga sejalan dengan penelitian El-Chaarani (2014) yang menyatakan bahwa internal ownership berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi good corporate governance dan kinerja perbankan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan

2.3.4 Hubungan Ukuran Komisaris Independen Terhadap Kinerja Perbankan

Menurut Farida, Prasetyo dan Herwiyanti (2010) dalam Wijayanti dan Muthmainah (2012) menjelaskan bahwa dewan komisaris independen adalah anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance (Fama dan Jensen, 1983 dalam Sari, 2010). Komisaris independen juga berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan serta bertujuan untuk menyeimbangkan dalam

(33)

pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak yang terkait.

Beasley (1996) dalam Purno (2013) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris dari luar perusahaan akan meningkatkan efektivitas dalam proses pengawasan terhadap manajemen dalam kecurangan laporan keuangan. Barnhart

& Rosenstein (1998) dalam Lastanti (2004) melakukan penelitian mengenai

“Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance”, yang membuktikan bahwa semakin tinggi perwakilan dari outsider director (komisaris independen), maka semakin tinggi independensi dan efektivitas corporate board sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut penelitian Wijayanti dan Muthmainah (2012) menemukan bahwa komisaris independen memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini juga senada dengan penelitian Hisamuddin dan Tirta (2012) yang menyimpulkan bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selain itu penelitian Muntiah (2014) juga menghasilkan kesimpulan yang sama dimana komisaris independen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi efektivitas proses pengawasan manajemen yang berujung dalam proses menghasilkan laporan keuangan yang terintegritas. Selain itu komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan masukan kepada manajemen.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

(34)

H3: Ukuran Komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan.

2.3.5 Hubungan Ukuran Dewan Direksi Terhadap Kinerja Perbankan Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan yang akan diterapkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ukuran dan komposisi dewan direksi dalam kegiatan perusahaan. Menurut penelitian Hisamuddin dan Tirta (2012) menyimpulkan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan. Sejalan dengan itu Faisal (2005) menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif tidaknya aktivitas monitoring. Selain itu juga dapat mempengaruhi hubungan kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan. Semakin besar ukuran dan komposisi dewan direksi akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Apabila struktur dewan direksi didominasi dari luar perusahaan maka akan berdampak pada kualitas pelaporan yang lebih baik karena dengan pertimbangan bahwa dewan direksi yang berasal dari luar perusahaan dapat melakukan fungsi monitoring dengan lebih baik, pengambilan keputusan dan juga fungsi perbaikan atas kesalahan maupun kecurangan dalam pelaporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H4: Ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap kinerja perbankan.

(35)

2.3.6 Hubungan Ukuran Komite Audit Terhadap Kinerja Perbankan

Komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia bahwa tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Pada saat komite audit menjalankan tugasnya dengan baik maka tugas pengawasan menjadi lebih baik sehingga kinerja perbankan akan meningkat dan konflik keagenan dapat diminimalisasi.

Menurut Wilopo (2004) dalam Purno dan Khafid (2013) mengutarakan bahwa kehadiran komite audit mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen laba di perusahaan. Ini dapat menandakan bahwa mekanisme good corporate governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil dan transparan. Berdasarkan dari uraian diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut:

H5: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan.

2.3.7 Hubungan Ukuran Auditor Eksternal KAP Big Four Terhadap Kinerja Perbankan

Dalam rangka menjaga kredibilitas dan kepercayaan para pemegang saham maka diperlukan adanya pengungkapan informasi keuangan yang transparan serta penilaian kesehatan perbankan. Zulkafli dan Ahmad (2007) dalam

(36)

Sari (2010) menuturkan bahwa transparansi keuangan merupakan hal yang paling penting setelah terjadinya krisisnya ekonomi dan moneter karena dapat menetapkan jaminan yang kredibel dari aktivitas perbankan. Dalam penelitian Sari (2010) KAP big four menjukkan pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan dimana KAP Big Four yang dimaksud adalah auditor eksternal yang berstandarisasi internasional Big 4 diantaranya KPMG, Ernst & Young, Deloitte Touche Tohmatsu, dan Pricewater House Coopers. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah :

H6: KAP Big Four berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan.

2.4 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang diuraikan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan H3: Ukuran komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan H4: Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan

H5: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan H6: KAP Big Four berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan

(37)

2.5 Model Penelitian

Berikut ini merupakan gambar kerangka pemikiran penelitian dalam penelitian ini :

ÿ Kepemilikan Institusional ÿ Kepemilikan Manajerial ÿ Komisaris Independen ÿ Dewan Direksi

ÿ Komite Audit ÿ KAP Big Four

Kinerja Perbankan Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tabulasi-tabulasi hasil pada tahap analisis deskriptif berupa: (1) Rangkuman hasil analisis aspek estetik dan aspek identitas pada ragam hias Batik Sumedang, Batik

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kepadatan total dan karakteristik bakteri pelarut fosfat yang di isolasi dari rizosfer tanaman pisang nipah ( Musa paradisiaca

(1985) Learning strategies used by beginning and intermediate ESL students . Language Learning,

Hasil studi ini menunjukkan bahwa tinggi badan anak remaja Indonesia 5-18 tahun masih di bawah standar WHO dan pertumbuhan linier tahun 2010 bertambah dibandingkan dengan

Melalui cara ini, perusahaan dapat mengetahui tentang kompensasi karyawan pada pekerjaan sebelumnya, tuduhan hukum dan catatan mengemudi.Pengujian kejujuran ini

Munculnya lapisan petani dengan status kesejahteraan miskin tidak hanya terjadi pada lapisan petani tunakisma mutlak maupun tunakisma tidak mutlak tetapi juga pada lapisan

Hasil analisis peneliti, Pekerja Anak di Bawah Umur termasuk dalam bentuk Pidana yang dilakukan oleh orang tua anak dengan cara memaksa dan membiarkan anaknya bekerja atau

Instagram merupakan aplikasi media sosial yang peneliti gunakan untuk mendapatkan sample penelitian, peneliti dapat melakukan tangkapan layar (Screenshot) yang