I M A N S U G E M A
I N T E R N A T I O N A L C E N T E R F O R A P P L I E D F I N A N C E & E C O N O M I C S
I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R
Mencari formula subsidi BBM yang
adil dan fleksibel
OUTLINE
Kesalahan 1: prodoction & consumption mismatch
Kesalahan 2: mensubsidi energi mahal untuk orang kaya
Kesalahan 3: membiayai subsidi dengan utang
Kesalahan 4: mengadopsi formula yang berisiko tinggi
Memperbaiki kesalahan: strategi jangka pendek dan jangka menengah-panjang
2
Kesalahan 1: Production & Consumption Mismatch
3
Energy mix (2013)
4
Energy unit price (USD/BOE), 2013
5
Energy unit cost (2013)
energy mix X unit price
6
Implikasi terhadap neraca perdagangan
7 Total Oil&Gas Non O&G
2010Q1 4,848 1,142 3,706 2010Q2 4,572 967 3,605 2010Q3 5,439 988 4,450 2010Q4 6,445 135 6,310 2011Q1 7,442 365 7,077 2011Q2 6,090 (1,399) 7,489 2011Q3 7,137 409 6,729 2011Q4 3,481 (25) 3,506 2012Q1 1,826 (884) 2,710 2012Q2 (1,972) (1,156) (816) 2012Q3 830 (779) 1,609 2012Q4 (2,397) (2,421) 24 2013Q1 (985) (2,855) 1,870 2013Q2 (4,050) (2,104) (1,946) 2013Q3 (2,663) (2,626) (36) 2013Q4 1,646 (2,124) 3,770 2014Q1 1,332 (2,621) 3,953
Trade Balance
There is no easy way to improve trade balance in the short run:
The oil and gas deficits will continue to worsen as domestic production of oil and gas continue to decline and at the same time the consumption
continue to increase
The non-oil surplus have to be
increased, but that would depend on competitiveness and world demand In the near term, the government will maintain weak exchange rate to stimulate export and to tighten
imports (artificial competitiveness)
Kesalahan 2:
Mensubsidi energi mahal untuk orang kaya
8
Unit (juta) Subsidi (%)
Sepeda motor 83.2 40%
Mobil 12.3 53%
Lainnya 2.5 7%
60 % subsidi BBM dinikmati oleh 20%
keluarga decile teratas
Pemilik mobil adalah
orang kaya
Kesalahan 3: membiayai subsidi dgn utang
9
201 0 201 1 201 2 201 3 201 4 201 5
LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP RAPBN
A. Pendapatan Negara dan Hibah 995.3 1,210.6 1,338.1 1,438.9 1,635.4 1,762.3
I. Pendapatan Dalam Negeri 992.2 1,205.3 1,332.3 1,432.1 1,633.1 1,758.9
1 . Penerimaan Perpajakan 723.3 873.9 980.5 1,077.3 1,246.1 1,370.8
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 268.9 331.5 351.8 354.8 386.9 388.0
II. Penerimaan Hibah 3.0 5.3 5.8 6.8 2.3 3.4
B. Belanja Negara 1,042.1 1,295.0 1,491.4 1,650.6 1,876.9 2,019.9
I. Belanja Pemerintah Pusat 697.4 883.7 1,010.6 1,137.2 1,280.4 1,379.9
a.l. subsidi BBM,BBG, LPG 82.4 165.2 211.9 210.0 246.5 291.1
II. T ransfer Ke Daerah dan Dana Desa 344.7 411.3 480.6 513.3 596.5 640.0
C. Keseimbangan Primer 41.5 8.9 (52.8) (98.6) (106.0) (103.5)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (46.8) (84.4) (153.3) (211.7) (241.5) (257.6)
tanpa subsidi BBM, BBG, LPG 35.6 80.8 58.6 (1.7) 5.0 33.5
E. Pembiayaan 91.6 130.9 175.2 237.4 241.5 257.6
I. Pembiayaan Dalam Negeri 96.1 148.7 198.6 243.2 254.9 281.4
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (4.6) (17.8) (23.5) (5.8) (13.4) (23.8)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 44.71 46.55 21.86 25.72
Kesalahan 4:
Mengadopsi skema subsidi yang berisiko tinggi
10
6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000
0 20 40 60 80 100 120 140 160
WTI USD per barrel (kiri) Rp per USD (kanan) Linear (WTI USD per barrel (kiri))
38.2
41.4
44.8 46.4 46
30 35 40 45 50
2010 2011 2012 2013 2014
Kuota subsidi BBM (juta KL)
Tiga sumber risiko subsidi BBM:
(1) harga minyak dunia, (2) nilai tukar dan (3) kuota
Harga minyak dunia: dalam jangka panjang cenderung
meningkat terus. Volatilitas, bisa terjadi dalam jangka pendek
Nilai tukar: fluktuasi jangka pendek sangat tajam.
Kuota: cenderung meningkat terus
Implikasi: subsidi cenderung meningkat dalam jangka
panjang, dan sulit untuk
memprediksinya dalam
jangka pendek.
cenderung membengkak dan tak terkendali
RAPBN 2015 2010 2011 2012 2013 2014
Deviasi
Nilai tukar 0 -113 79 -384 860 1100
Harga minyak 0 -0.6 16.5 -7.7 -2 0
Nilai tukar 11,900 11,787 11,979 11,516 12,760 13,000 Harga minyak 105.0 104.4 121.5 97.3 103.0 105.0 Subsidi (Rp/liter) 4,238 4,089 5,860 3,222 4,748 5,147 Beban subsidi (Rp miliar) 199,817 192,785 276,290 151,919 223,871 242,704 Deviasi beban subsidi
Subsidi (Rp/liter) - (149) 1,622 (1,016) 510 910 Beban subsidi (Rp miliar) - (7,032) 76,473 (47,898) 24,054 42,888
Realisasi 2015 dengan menggunakan devisasi pada thn:
Realisiasi dengan menggunakan deviasi pada thn sebelumnya:
82.4
165.2
211.9 210.0
246.5
0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0
2010 2011 2012 2013 2014
Realisasi subsidi BBM BBG LPG (Rp Triliun)
Nilai subsidi membengkak 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir: rata-rata pertumbuhan 36% per tahun atau 3 kali lipat pertumbuhan
penerimaan negara
(beban tumbuh lebih cepat dibanding kemampuan menanggung beban)
Kenaikan harga di thn 2013, gagal menurunkan beban di thn 2014
Tabel: realisasi selalu meleset dari asumsi Kalau deviasi 2010- 2014 kita gunakan, kemungkinan
realisasi RAPBN 2015 akan berada di
kisaran Rp 152 triliun s/d Rp 276,3 triliun.
Implikasi: sulit untuk “menebak”
beban subsidi BBM
Implikasi kebijakan
Skema subsidi yang sekarang berlaku adalah skema harga tetap: pemerintah menetapkan harga eceran dan
akibatnya besaran subsidi tidak bisa dipastikan.
Pemerintah menanggung tiga risiko:
harga minyak dunia, yang dalam jangka panjang meningkat terus disertai volatilitas jangka pendek. Pemerintah sama sekali tidak memiliki instrumen untuk mengendalikan harga dunia
Nilai tukar yang seringkali memiliki volatilitas besar dalam jangka pendek
Kuota volume yang cenderung meningkat sesuai dengan daya beli masyarakat
Secara alamiah, beban subsidi meningkat dan sulit diprediksi
Skema harga tetap tidak cocok dengan upaya penurunan beban subsidi BBM
Perlu diadopsi skema lain untuk bisa secara efektif
menurunkan beban
Pilihan kebijakan
13
Jangka pendek:
Kenaikan harga
Beralih ke skema subsidi per liter tetap
Beralih ke skema subsidi proporsional
Jangka menengah:
Konversi BBM ke CNG
Sistem insentif/disinsentif pajak kendaraan bermotor
Perbedaan mendasar 3 skema subsidi
Thn 2014 Thn 2015 Selisiih Harga patokan 9,288 10,288 1,000
Harga konsumen 6,500 6,500 - Harga sebelum pajak 5,909 5,909 - Subsidi sebelum pajak 3,379 4,379 1,000 Subsidi + pajak (Rp/liter) 3,717 4,817 1,100
Subisidi per liter 3,717 3,717 - Subsidi sebelum pajak 3,379 3,379 - Harga sebelum pajak 5,909 6,909 1,000 Harga Konsumen 6,500 7,600 1,100
Proporsi subsidi 0.40 0.40 -
Subsidi per liter 3,717 4,117 400
Subsidi sebelum pajak 3,379 3,743 364
Harga sebelum pajak 5,909 6,545 636
Harga konsumen 6,500 7,200 700 Skema harga tetap
Skema Subsidi per liter tetap
Skema Subsidi proporsional
46.4
210 46
246.5
45.8 46 46.2 46.4 46.6
190 200 210 220 230 240 250
Thn 2013 Thn 2014
Konsumsi BBM Jt KL Subisidi Rp T
Skema subsidi harga tetap: harga ditetapkan pada level tertentu (mis Rp 6500/liter), tidak tergantung pada harga dunia maupun nilai tukar. Konsekuensinya, bila harga patokan naik maka nilai subsidi otomatis naik (lihat Tabel, kenaikan harga patokan sebesar Rp 1000 menyebabkan kenaikan subsidi sebelum pajak sebesar Rp 1000/liter. Dalam kasus 2013 ke 2014 (lihat grafik), kenaikan harga Premium Rp 2000/liter dan solar Rp 1000 per liter, tidak serta merta menurunkan beban subsidi di tahun 2014. Konsekuensi: kalaupun
harga BBM dinaikan di penghujung tahun 2014, belum tentu beban subsidi turun di 2015.
Skema subsidi per liter tetap: kenaikan harga patokan seluruhnya ditanggung konsumen sehingga beban subsidi dapat dibuat “pasti”, apakah mau
diturunkan atau dinaikan. Skema ini menjamin stabilitas APBN, tapi profil inflasi yang terlalu tinggi mungkin akan melemahkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Subsidi proporsional: merupakan jalan tengah
dimana rakyat tetap terlindungi dari kenaikan harga yang terlalu tinggi, dan APBN dapat dijaga dalam batas yang aman
Simulasi Montecarlo: Baseline
199.8 228.7
258.9
284.0
171.0
140.8
115.6 100
120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Optimis Moderat Pesimis
Hasil
Montecarlo Simulasi Montecarlo 5 juta kali
Baseline: harga minyak mentah (105 USD/barrel), nilai tukar (Rp 11 900/USD), dan kuota (47,15 juta kiloliter). Minyak tanah sebanyak 0.85 juta kiloliter tidak diperhitungkan dalam simulasi.
Skenario: optimis, moderat dan pesimis lihat tabel di halaman sebelumnya
Interpretasi:
Simulasi Montecarlo memberikan informasi tentang “rentang” beban subsidi BBM tahun 2015 dari angka terendah sampai yang tertinggi untuk setiap skenario
Optimis (koefisien variasi historis terendah): beban subsidi akan berada pada rentang Rp 171 triliun (bawah) sampai Rp 228.7 triliun (atas) dengan rataan Rp 199,8 triliun
Moderat (koefisien variasi rataan historis): beban subsidi akan berkisar antara Rp 140.8 triliun sampai Rp 258.9 triliun dengan rataan Rp 199,8 triliun
Pesimis (koefisien variasi historis tertinggi): beban subsidi akan berkisar antara Rp 115.6 triliun sampai Rp 284 triliun dengan rataan Rp 199.8 triliun
Implikasi: semakin volatile harga dunia dan nilai tukar, semakin tidak pasti besaran subsidi
BBM dan semakin tinggi pula risiko fiskal
Opsi 1: Menaikan harga BBM
152.7 181.3
211.6
236.8
124.0
93.7
68.5 199.8
50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250
Optimis Moderat Pesimis
Bisakah kenaikan harga premium dan solar sebanyak Rp 1000/liter
mengurangi beban subsidi di tahun 2015?
Jawaban: Belum PASTI
(mirip kasus tahun 2013 ke 2014)
Lihat rentang nilai subsidi pada grafik di samping ini
Perhitungan pemerintah hanya menyangkut nilai rataan dengan pagu awal Rp 199.8 triliun Kalau hanya mempertimbangkan nilai rataan, maka seolah-olah kenaikan harga BBM sebesar Rp 1000/liter akan menurunkan beban menjadi Rp 152.7 triliun (beban turun Rp 47.1 triliun) Hanya dalam skenario optimis saja beban subsidi dapat dipastikan berada di bawah pagu awal Dalam skenario moderat dan pesimis: tidak ada jaminan bahwa beban subsidi aktual di tahun 2015 akan berada di bawah Rp 199.8 triliun
Masalah: kita tidak punya “pengetahuan” yang cukup tentang skenario yang mana yang akan
terjadi di 2015. Kita hanya bisa membuat “skenario” saja.
Opsi 2: Subsidi per liter
199.8
152.7 156.4
148.9 100.0
120.0 140.0 160.0 180.0 200.0 220.0
Optimis Moderat Pesimis
8,433 9,303
10,709
7,500 6,610
5,848
4,748
- 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000
Optimis Moderat Pesimis
7,475 8,385
9,855
6,500 5,570
4,773
3,622 -
2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000
Optimis Moderat Pesimis
Beban subsidi BBM Rp triliun
Rentang harga eceran premium Rp/liter
Rentang harga eceran solar Rp/liter
Dengan menurunkan subsidi per liter premium dari Rp 3717 menjadi Rp
2717 untuk premium dan dari Rp 5201 menjadi Rp 4201, maka beban subsidi dapat turun di kisaran Rp 148.9 triliun s/d Rp 156.4 triliun. Penghematan dapat dilakukan secara pasti
Kelemahan: harga yang dihadapi konsumen dapat berfluktuasi secara tajam, karena konsumen menanggung 100% risiko harga (lihat gambar
rentang harga premium dan solar)
Opsi 3: Subsidi proporsional
152.7 162.3
171.4
179.1
143.0
133.9
126.2 199.8
100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0 220.0
Optimis Moderat Pesimis
152.7
158.5 162.4 166.1
146.9 142.9 139.2
199.8
100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0 220.0
Optimis Moderat Pesimis
Skema subsidi proporsional fleksibel
Skema subsidi proporsional sederhana
Dalam skema subsidi proporsional, yang dijadikan target adalah subsidi sebagai proporsi (persentase) dari harga patokan.Kalau kita ingin melakukan penghematan subsidi sebesar Rp 1000/liter, maka proporsi subsidi premium diturunkan menjadi 0.27 dan solar menjadi 0.39. Skema ini menjamin bahwa dalam situasi terburuk sekalipun, penghematan yang terealisasi paling sedikit sekitar Rp 20.7 triliun (kalau beruntung, penghematan bisa mencapai Rp 73.6 triliun). Disamping itu volatilitas harga yang dihadapi rakyat tidak akan seburuk pada skema subsidi per liter.
Fleksibilitas: Pada saat harga dunia dan nilai tukar stabil, maka pentargetan nilai subsidi lebih bisa dipastikan (tidak perlu khawatir dengan efek inflasi). Pada saat harga dunia atau nilai tukar terlalu tinggi, maka perhatian dapat difokuskan pada pengurangan efek inflasi.
Caranya: fine-tuning melalui rumus umum