• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. SO2 (Sulfur Dioksida) 24 jam 365 ug/nm3 1 tahun 60 ug/nm3. 2. CO (Karbon Monoksida) 24 jam ug/nm3 1 tahun -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. SO2 (Sulfur Dioksida) 24 jam 365 ug/nm3 1 tahun 60 ug/nm3. 2. CO (Karbon Monoksida) 24 jam ug/nm3 1 tahun -"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara

Pencemaran udara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1407/MENKES/SK/XI/ Tahun 2002 adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Pada kasus yang lain, udara dapat dinyatakan bersih apabila tidak berbau, tidak berwarna, terasa segar dan ringan saat dihirup, mengindikasikan bahwa udara tersebut belum terpapar oleh gas- gas yang beracun. Sedangkan udara yang berbau, berwarna seperti yang terlihat dari cerobong asap hasil aktivitas pabrik dan kendaraan bermotor, mengindikasikan udara telah terpapar oleh gas-gas beracun (Mulyana et al., 2018). Indikator yang digunakan untuk mengetahui beban maksimal udara bebas (ambien). Hal ini, dijelaskan oleh tabel indikator baku mutu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Baku mutu udara ambien

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010

No Parameter Waktu

Pengukuran Baku Mutu

1. SO2 (Sulfur Dioksida)

1 jam 900 ug/Nm3 24 jam 365 ug/Nm3 1 tahun 60 ug/Nm3 2. CO (Karbon Monoksida)

1 jam 30000 ug/Nm3 24 jam 10000 ug/Nm3

1 tahun -

3. NO2 (Nitrogen Dioksida)

1 jam 400 ug/Nm3 24 jam 150 ug/Nm3 1 tahun 100 ug/Nm3 4. O3 (Oksidan)

1 jam 235 ug/Nm3

24 jam -

1 tahun 50 ug/Nm3 5. PM 10 (Partikulat Matter)

1 jam -

24 jam 150 ug/Nm3

1 tahun -

6.

Pb (Timah hitam) 1 jam -

24 jam 2 ug/Nm3 1 tahun 1 ug/Nm3

(2)

7 2.1.1 Sumber Pencemaran Udara

Kendaraan bermotor dan kegiatan industri selalu menjadi sumber utama pencemaran udara, selain itu alam sendiri seperti gunung meletus dan debu tanah yang tertiup angin juga dapat menjadi salah satu sumber pencemaran udara. Sumber pencemaran udara menurut PP No. 41 Tahun 1999 adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sumber pencemaran udara di bagi menjadi 2 menurut Abidin & Sunardi (2009) yakni sumber bergerak, contohnya polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan sumber tidak bergerak, contohnya polutan yang berasal dari asap pembakaran sampah dan hasil aktivitas industri kecil, sedang, dan besar.

Emisi, ambient, dan udara ruang digolongkan menjadi lokasi bahan pencemar udara menurut Cahyono (2017) sebagai berikut :

1. Emisi

Sumber polutan udara disebut emisi yang berasal dari sumber bergerak, contohnya kapal, motor, atau pesawat dan sumber tidak bergerak yang berasal dari pembakaran sampah dan asap hasil aktivitas industri.

Bahan pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor diantaranya CO, SOx, NOx, PM2.5 dan PM10. USEPA (U.S. Environmental Protection Agency) (1978); Soedomo (2001) dalam Cahyono (2017) menggolongkan karakteristik emisi spesifik berdasarkan golongan industri sebagai berikut : a. Pencemar udara seperti Fume (asap) oksida logam, debu abu peleburan, CO, SO, Pb, Ar, dan Cu berasal dari kegiatan peleburan biji besi dan baja, pembuatan campuran baja atau logam lain.

b. Asap logam dan debu peleburan, uap penyepuhan, solvent, protective coating berasal dari kegiatan fabrikasi produk logam diantaranya peralatan pemanas dan plambing, penerangan, alat kerja, besi atau baja struktur, dan seng.

c. CO, SO, gas eksplosif, debu, asap logam, uap bahan minyak, dan marcaptan berasal dari kegiatan pertambangan diantaranya penggilingan dan pengilangan mineral, besi dan biji logam, dan pengilangan minyak.

(3)

8

d. Debu halus penggergajian, cat dan solvent, dan asap berasal dari kegiatan penggergajian produk kayu, playwod, dan pembuatan kotak furniture.

e. Bahan kimia dan kimia memiliki sifat kegiatan untuk pembuatan bahan kimia, seperti produk petrokimia, serat rayon, kimia berat, plastic, ammonia, dan lainnya. Derivative dan produk reaksi dihasilkan dari produk dan bahan baku melalui reaksi pencemar udara.

f. Debu hasil bahan baku dan proses, asap logam peleburan berasal dari proses mekanika (penggerusan, penapisan, pencampuran, pengeringan, pembakaran) dalam pembuatan bahan galian (gelas, semen, asbestos, keramik).

g. Serat halus, uap organic, pembakaran,kabut asap, bahan bakar berasal dari kegiatan tekstil (pembuatan serat kain, proses pemintalan, pencelupan, dan pencetakan)

h. Debu tepung, asap dan bau yang dihasilkan dari makanan dan minuman berasal dari kegiatan pengasapan, fermentasi, penjagalan, penggilingan, dan pengalengan.

2. Ambien

Udara ambient merupakan udara bebas yang dihirup makhluk hidup tanpa batas di lingkungan seperti di jalan, lapangan, pegunungan, pantai, terminal, bandara, stasiun, dan lain-lain. Batas kimia udara ambient memiliki nilai ambang yang di atur dalam PP No.41 Tahun 1999 pada tabel 3 halaman 7 dan baku mutu ambien daerah pemukiman diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan sebagai berikut :

(4)

9

Tabel 2.1.1 Baku Mutu Udara Ambien Daerah Pemukiman

No Parameter Baku Mutu

1. PM 10 ˂ 150 ug/m3

2. SO2 ˂ 10 ppm

3. CO ˂ 100 ppm

4. Debu total ˂ 150 ug/m3

5. Asbes bebas ˂ 0,5 fiber/m3 per 4 jam

6. Suhu 180-300 C

7. Kelembaban udara 40%-70%

8. Gas formaldehid ˂ 120 mg/m3

Sumber : KepMenKes RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan

3. Udara ruang

Udara ruang merupakan udara yang di hirup makhluk hidup dibatasi oleh dinding yang memisahkan udara bebas (udara ambien) dengan udara di luar ruangan, meliputi ruangan di kamar, rumah, perkantoran, hotel, kamar ruamh sakit, dan lain-lain. Baku mutu udara ruang diatur dalam Permenkes No. 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara, KepMenKes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Permenkes No. 70 Tahun 2016 tentang Standard an Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, Permenaker No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Amabang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja Perkantoran, dan Permenkes No.

48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.

Proses pembentukan pencemar udara menurut Gusnita (2014) dibagi menjadi dua yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder sebagai berikut :

1. Pencemar primer merupakan zat pencemar yang dihasilkan langsung oleh sumber pencemaran udara, seperti proses pembakaran dalam kendaraan bermotor yang kurang sempurna menghasilkan karbon monoksida (CO).

2. Pencemar sekunder merupakan zat pencemar yang dihasilkan oleh reaksi pencemar primer di atmosfer.

(5)

10 2.1.2 Pola Penyebaran Polutan di Udara

Menurut Cahyono (2017), pola penyebaran polutan di udara memiliki tahap sebagai berikut :

1. Transfer (proses perpindahan)

Proses perpindahan polutan terjadi ketika keadaan udara yang stabil dengan angin yang bertiup sangat pelan akan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang telah diemisikan.

2. Collection (proses pengumpulan)

Proses pengumpulan polutan terjadi pada kondisi udara yang tidak terdapat angin atau tidak bergerak yang telah di emisikan dari sumbernya.

3. Dilusi (proses pengenceran) atau Dispersi (proses penyebaran)

Proses penyebaran polutan di suatu daerah terjadi karena adanya kecepatan dan arah angin yang berpindah hingga menyebar. Menurunnya konsentrasi polutan suatu daerah disebabkan oleh gerakan angin yang membuat pola dinamis. Hal ini, menyebabkan kondisi turbulensi hingga udara tanpa batas dan tidak menentu. Dengan demikian, polutan akan bercampur dan merata di udara.

4. Difusi (proses perubahan)

Zat pencemaran sekunder terbentuk melalui perubahan fisik dan kimia yang disebabkan oleh zat pencemar atau polutan yang berada di udara.

Pencemar udara SO2 yang memiliki uap air H2O yang berada di udara menjadi hasil dari hujan asam H2SO4. Reaksi fotokimia merupakan hasil dari proses interaksi energi matahari, oksida nitrogen dan hidokarbon, yang juga disebut sebagai Smog.

5. Diminution (proses pengurangan atau penghilangan)

Proses pengurangan atau penghilangan polutan dalam atmosfer dapat terjadi karena proses-proses meteorologi seperti suhu, kelembapan, angin, tekanan udara, dan hujan. Penyebaran polutan dalam atmoster terjadi karena proses pergerakan atmosfer atau disebabkan oleh peran penting dinamika atmosfer.

(6)

11

2.2 Tingkat Toleransi Tanaman terhadap Pencemaran Udara

Berbagai spesies tanaman memiliki kemampuan yang sangat bervariasi dalam menyerap polutan dan beberapa karakteristik diantaranya karakteristik morfologi, fisiologi, dan biokima menentukan daya serap tanaman terhadap polutan (Singh dan Verma, 2007 dalam Sharma et al., 2013). Toleransi tanaman terhadap pencemaran udara mencerminkan bahwa tanaman tersebut memiliki kemampuan sebagai penyerap polutan udara tanpa memperlihatkan keruskaan ekstrenal apapun, tetapi tidak menutup kemungkinan tanaman sensitif maupun toleran dapat mengalami kerusakan pada anatomi maupun fisiologi jika konsentrasi polutan udara di suatu wilayah tersebut sangat tinggi (Nimpun, 2016). Tingkat toleransi setiap spesies tanaman terhadap pencemaran udara dapat dinyatakan dalam suatu angka APTI (Air Pollution Tolerance Index).

2.2.1 APTI (Air Pollution Tolerance Index)

APTI (Air Pollution Tolerance Index) merupakan alat yang digunakan untuk memilih tanaman toleran terhadap pencemaran udara berdasarkan empat parameter fisiologis dan biokimia, yakni asam askorbat, klorofil total, pH daun, dan kadar air (Das & Prasad, 2010). Tanaman dapat menyerap dan mengakumulasi polutan yang mencemari bagian epidermis sebagai sink yang mengakibatkan perubahan pada proses biokimia atau penimbunan metabolisme tertentu tergantung tingkat kepekaan setiap tanaman (Prabhat, 2016; Smith, 1975 dalam Leghari et al., 2011). Air Pollution Tolerance Index pada tanaman dapat diukur setelah mengukur 4 parameter meliputi kadar asam askorbat, kandungan air pada daun, kandungan klorofil total, dan pH enktrak daun (Sing & Rao, 1983 dalam (Sadia et al., 2019).

a. Asam Askorbat

Asam askorbat merupakan redutor kuat, sangat berperan pada mekanisme fisiologis dan pertahanan atau antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Agbaire & Esiefarienrhe, 2010; Sari, 2019).

Fungsi lain asam askorbat yakni untuk sintesis dan pembelahan sel dinding yang berperan dalam fiksasi karbon fotosintesis serta merupakan anitoksidan yang dapat bertahan terhadap polutan udara (Seyyednjad et al.,

(7)

12

2011; Smirnoff & Wheeler, 2000 dalam Das et al., 2018; Deepalakshmi et al., 2013; Gholami et al., 2016). Gas emisi kendaraan bermotor seperti SOx dan NOx merupakan radikal bebas yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan lingkungan (Mutiasari et al., 2016; Mudway et al., 2020;

Widodo, 2011). SO2 akan berdifusi dan larut dalam sel mesofil dan membentuk sulfit atau belerang yang sangat beracun. Asam askorbat merupakan reduktor kuat sehingga akan mereduksi SO2 yang akan membentuk H2S, sehingga asam askorbat akan memberikan perlindungan bagi tanaman terhadap toksisitas SO2 (Varshney & Varshney, 1984).

Radikal bebas dapat dinetralkan dengan antioksidan agar tidak merusak sel (Widodo, 2011). Qonita et al (2016), menyatakan bahwa asam askorbat berfungsi sebagai pereduktor untuk radikal bebas sehingga meminimalisir kerusakan yang diakibatkan oleh oxidative stress. Kadar asam askorbat yang tinggi pada suatu spesies tanaman maka tanaman tersebut dianggap toleran terhadap polutan udara (Gholami et al., 2016).

b. Kandungan Air

Tanaman yang mengalami stres akibat polusi udara dapat menyeimbangkan tubuhnya dengan adanya kadar air yang relatif tinggi dan dapat mempertahankan keseimbangan fisiologis dalam tubuh tanaman (Govindaraju, 2011; Innes & Haron, 2000; Gharge & Menon, 2012; Dedio, 1975 dalam Agbaire & Esiefarienrhe, 2009). Tanaman juga dapat bertahan dari kekeringan jika memiliki kadar air yang tinggi. Akibat adanya polusi udara dapat menghambat proses transpirasi daun, sehingga tanaman tidak mampu menarik air dari akar ke daun tempat biosintesis terjadi untuk melakukan fotosintesis yakni berkisar 1-2% dari total dan tidak dapat menstabilkan suhu daun saat transpirasi karena kadar air daun menurun (Liu and Ding, 2008 dalam Sadeghian and Mortaaienehad, 2012). Meningkatnya permeabilitas protoplasma dapat menyebabkan penuaan yang dipengaruhi oleh menurunnya kadar air dan nutrisi pada daun tanaman akibat polutan di udara (Keller & Schwager 1977 dalam Manjunath & Reddy, 2019), sehingga tanaman yang memiliki kadar air tinggi akan toleran terhadap polutan udara (Nimpun, 2016).

(8)

13 c. Kandungan Total Klorofil

Kandungan total klorofil memiliki peran penting dalam proses fotosintesis yang dapat menentukan pertumbuhan tanaman dan kandungan total klorofil juga digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran udara di lingkungan (Singh et al., 1991 dalam Manjunath & Reddy, 2019). Tingkat polutan udara yang tinggi dapat menurunkan kandungan klorofil pada daun (Thawale et al., 2011); Allen et al., 1987 dalam Gholami et al., 2016).

Perubahan pada kandungan klorofil juga dapat berfungsi sebagai indikator relatif kualitas lingkungan (Carter & Knapp, 2001 dalam (Sulistijorini et al., 2008). Menurunnya kandungan klorofil diakibatkan oleh partikulat matter (PM) yang terkandungan dalam pencemaran udara dan memiliki korelasi peningkatan aktivitas enzim klorofil (Prajapati, 2012 dalam (Manjunath &

Reddy, 2019). Emisi dari kendaraan bermotor seperti SO2 dan NO2

merupakan polutan paling fototoksik yang dapat menyebabkan kerusakan daun dan dapat mereduksi pigmen fotosintesis, serta dapat mengganggu membrane tilakoid dalam kloroplas saat terjadi penurunan kandungan klorofil (Khan & Khan,1991 dalam Thawale et al., 2011; Tiaz & Zeiger, 2006 dalam Das et al., 2018). Tingginya kandungan polutan udara dapat menyebabkan degradasi molekul klorofil menjadi phaeopitin dan Mg2+, dimana Mg2+ akan diganti oleh dua atom hydrogen mengakibatkan perubahan spektrum cahaya yang jika terpapar dalam jangka waktu yang lama dapat berakibat hilangnya klorofil (Melsandi, 2019). Tanaman yang memiliki toleransi terhadap pencemaran udara salah satunya memiliki kandungan klorofil yang tinggi (Santosh et al., 2008 dalam Gholami et al., 2016).

d. pH Ekstrak Daun

pH ekstrak daun menjadi salah satu yang berperang penting dalam menentukan tingkat toleransi pada tanaman terhadap pencemaran udara.

Polutan udara seperti SO2 dan NO2 dapat menyebabkan pH ektrak daun menjadi asam (Agrawal, 1988; Swami et al., 20014 dalam Leghari et al., 2011). Polutan seperti SO2 diduga dapat mengakibatkan terjadinya proses asidifikasi pada tanaman yang menyebabkan pH dalam sitoplasma

(9)

14

menurun, sehingga terjadi dekarboksilasi atau pembongkaran asam organik untuk menstabilkan pH dalam sitoplasma dalam kisaran optimum (Nimpun, 2016). Kadar pH yang rendah mengindikasikan adanya korelasi tanaman yang sensitif terhadap pencemaran udara, sedangkan kadar pH ekstrak daun yang tinggi dapat membantu pengkonversian gula heksosa menjadi AA (Escobedo et al., 2008 dalam Sadeghian & Mortaaienehad, 2012). pH pada daun dapat menentukan efisiensi fotosintesis dan jika daun pada tanaman memiliki pH yang asam dapat menurunkan tingkat efisiensi fotosintesis (Yan-ju & Hui, 2008 dalam Manjunath & Reddy, 2019).

2.3 Faktor Lingkungan

Besarnya nilai APTI (Air Pollution Tolerance Index) juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya :

2.3.1 Suhu Udara

Suhu udara sangat berpengaruh terhadap fisiologis tumbuhan, diantaranya respirasi, fotosintesis, laju penyarapan nutrisi dan air, laju transpirasi, dan bukaan stomata (Daniel & Fathurrahman, 2017). Pertumbuhan dan produksi tumbuhan juga berpengaruh oleh suhu udara. Tumbuhan yang hidup di lingkungan dengan suhu di atas optimum akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan tersebut, sebab adanya ketidakseimbangan antara hasil fotosintesis dan berkurangnya karbohidrat yang diakibatkan oleh respirasi (Wuryan, 2008) dalam (Gustia, 2013). Besarnya suhu optimum yakni 300C dan suhu maksimum yakni 400C (Dewnti, 2012) dalam (Azizah &

Rahmadiarti, 2018).

Tinggi rendahnya suhu diakibatkan oleh relief bumi. Dimana semakin tinggi permukaan bumi (dataran tinggi) maka suhu di area tersebut rendah, sedangan permukaan bumi yang rendah (dataran rendah) memiliki suhu yang tinggi. Tak hanya itu, penutupan tauk dapat mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara (Handoko,2005) dalam (Wijayanto & Nurunnajah,2012).

Meningkatnya suhu dapat merusak jaringan daun tanaman, mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane sel dan elektrlit sel menyebar ke luar.

Akibat lain dari suhu yang meningkat yakni penurunan kandungan klorofil total daun dan creeping bentgrass karena penurunan biosintesis klorofil, sebab

(10)

15

suhu yang tinggi dapat menghambat sintesis klorofil (Tewari & Tripathy, 1998;

Liu & Huang, 2000; Balouchi, 2010) dalam (Handayani et al., 2013).

2.3.2 Intensitas Cahaya

Tumbuhan merupakan makhluk autotrof yakni dapat membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari, dimana stomata akan terbuka dan CO2 dalam daun akan berkurang (Suherman & Kurniawan, 2015). Menurut Omon et al (2007), pertumbuhan suatu tumbuhan akan sangat baik jika proses fotosintesis tumbuhan tersebut berjalan dengan baik (Wijayanto &

Nurunnajah, 2012). Peran cahaya matahari tak hanya untuk proses fotosintesis, juga berperan dalam proses respirasi dan translokasi.

Tingginya intensitas cahaya matahari dapat menaikkan translokasi ke akar tumbuhan dengan memproduksi asimilat dan menstimulasi pangambilan CO2 oleh daun, sebaliknya jika intensitas cahaya rendah dapat menghentikan translokasi. Translokasi merupakan gerakan berbagai materi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tumbuhan, seperti air, mineral, karbohidrat terlarut gas-gas, dan hormon (Daniel et al., 1987) daalm (Pamoengkas &

Randana, 2013).

Selain mempengaruhi pertumbuhan suatu tumbuhan, intensitas cahaya juga dapat berpengaruh terhadap morfologi tumbuhan. Tingginya intensitas cahaya menyebabkan tumbuhan pendek, sebab hormon auksin yang berperan dalam pemanjangan sel tidak dapat bekera secara aktif (Bugbee, 2000; Gardner et al., 1991) dalam (Sulistyaningsih et al., 2005).

2.3.3 Kelembaban

Kelembaban merupakan tinggi rendahnya kandungan total uapi air di udara. Kelembaban memiliki pengaruh yang besar terhadap laju transpirasi.

Rendahnya kelembaban dapat meningkatkan laju transpirasi, sehingga meningkatkan penyerapan zat-zat minral dan air. Tumbuhan dapat tumbuh dengan baik jika berada di lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan rendahnya laju transpirasi, sehingga ketersediaan air pada tumbuhan tetap terjaga (Sujadi & Nurhidayat, 2019).

(11)

16

Kelembaban udara juga dapat berpengaruh buruk terhadap tumbuhan jika kelembaban udara di lingkungan tumbuhan tersebut tinggi. Hal tersebut dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan suatu tumbuhan karena ketidakseimbangan antara intensitas cahaya dan unsur air. Tetapi tingginya kelembaban dapat meningkatkan tumbuhnya organ vegetative pada tumbuhan.

Pengaruh lain jika kelembaban tinggi dengan laju transpirasi yang rendah dapat menyebabkan rendahnya penyerapan zat-zat nutrisi. Jika ketersediaan nutrisi rendah maka pertumbuhan suatu tumbuhan akan terhambat (Muliani, 2014) dalam (Fajri & Ngtiaman, 2017).

2.4 Tinjauan mengenai Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan perangkat yang disusun untuk memungkinkan siswa/mahasiswa belajar secara individual dengan mengumpulan bahan atau situasi yang dikumpulkan secara sengaja dalam bentuk media pembelajaran atau media pendidikan (Syukur NC, 2008 dalam Praswoto, 2018).

Syarat sumber belajar yang cocok dan efektif menurut Syukur NC (2008) dalam Praswoto (2018) sebagai berikut :

1. Sumber belajar menjadi kekuatan dalam proses belajar mengajar untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Sumber belajar dapat mengubah dan mengarahkan pada perubahan tingkah laku, sesuai dengan tujuan yang diharapkan dengan memiliki nilai-nilai pembelajaran yang edukatif.

3. Sumber belajar dalam memenuhi kebutuhan para siswa untuk belajar yang bersifat individual diharapkan tersedia dengan mudah dan cepat Sumber belajar dapat membantu siswa untuk berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada siswa/mahasiswa dalam pengalaman belajar yang konkret, sehingga minat dan motivasi belajar siswa/mahasiswa meningkat demi tercapainya tujuan pembelajaran (Kasrina et al., 2012 dalam Imtihana et al., 2014).

Sumber belajar memiliki fungsi sebagaimana yang telah di kutip dari (Morrison, 2004 dalam Abdullah, 2012) sebagai berikut :

(12)

17

1. Meningkatkan pembelajaran yang produktif, dengan cara membina dan mengembangkan motivasi belajar dan mempercepat laju belajar siswa/mahasiswa serta dapat mengurangi beban guru/dosen dalam penyampaian informasi saat pembelajaran.

2. Memberikan pembelajaran yang bersifat individual, dengan cara mengembangkan kemampuan setiap siswa/mahasiswa yang mereka miliki dan mengurangi kontrol guru yang bersifat kaku atau tradisional.

3. Memberikan pembelajaran yang didasari secara ilmiah, dengan cara memanfaatkan hasil penelitian untuk pengembangan bahan pembelajaran dan merancang program pembelajaran yang sistematis.

4. Memantapkan pembelajaran secara maksimal, dengan cara menyajikan informasi dan bahan melalui sumber belajar yang lebih konkrit dan meningkatkan kemampuan setiap siswa/mahasiswa dalam penggunaan sumber belajar.

5. Memungkin belajar secara seketika, dengan cara memberikan pengetahuan secara langsung dan bersifat realitas yang sifatnya lebih konkrit dan mengurangi pembelajaran yang yang bersifat abstrak atau verbal.

6. Memberikan pembelajaran dengan menyajikan informasi yang lebih luas, dengan cara memanfaatkan segala sumber belajar seperti media massa yang menyajikan informasi secara cepat dan mudah diakses.

Sehingga siswa/mahasiswa mampu mengetahui segala informasi yang dapat menunjangan proses pembelajaran.

2.4.1 Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

Hasil penelitian sebagai sumber belajar memiliki tahapan yang harus dilalukan, meliputi mengidentifikasi proses dan produk penilaian, menyeleksi dan memodifikasi hasil penilitian, serta menerapkan dan mengembangkan hasil penelitian (Suhardi, 2008; Rachman et al., 2017).

Hasil penlitian memiliki potensi sebagai sumber belajar menurut Suhardi (2012) dalam Kurniawan & Utami (2014) sebagai berikut :

(13)

18 1. Kejelasan potensi

Obyek hasil penelitian memiliki potensi sebagai sumber belajar jika obyek tersebut terkandung permasalahan yang dapat dipaparkan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

2. Kesesuaian dengan tujuan belajar

Tujuan belajar pada proses kegiatan belajar mengajar harus sesuai yang dirumuskan dan mengacu pada kurikulum yang berlaku.

3. Kejelasan sasaran

Sasaran pada penelitian terdiri dari dua yakni obyek (sasaran pengamatan) dan subyek (sasaran peruntukan).

4. Kejelasan informasi yang dapat diungkap

Informasi yang diungkap harus berdasarkan dengan kurikulum yang berlaku dan informasi tersebut berupa proses dan produk.

5. Kejelasan pedoman kegiatan (eksplorasi)

Pedoman kerja dalam memaparkan suatu informasi, perlu adanya prosedur kerja meliputi penentuan lokasi dan waktu penelitian, penentuan variabel penelitian, penentuan sampel penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, cara kerja dalam kegiatan penelitian, pengolahan data dan penarikan kesimpulan hasil penelitian.

6. Kejelasan perolehan yang diharapkan

Kejelasan mengacu pada proses dan hasil penelitian sebagai sumber belajar serta kajian mengenai hasil seleksi dan modifikasi, sedangkan perolehan yang diharapkan meliputi perolehan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(14)

19 2.5 Kerangka Konsep

3

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian (Sumber : Dokumen Pribadi, 2020)

Taman 10 Nopember di Jalan Tambaksari Surabaya

Intensitas kemacetan tinggi

Mengindikasikan Menurunnya Kualitas

Udara

Parameter Kualitas Udara

Biologi

Kimia Fisika

Suhu dan Kelembaban Pemanfaatan daun Pterocarpus

indicus, Ruellia, Plumeria pudica dan Dracena tricolor

Tingkat toleransi tanaman di Taman 10 Nopember Surabaya berdasarkan nilai APTI (Air Pollution Tolerance Index)

Sebagai sumber belajar biologi Keterangan : Diteliti Tidak Diteliti

Gambar

Tabel 2.1 Baku mutu udara ambien
Tabel 2.1.1 Baku Mutu Udara Ambien Daerah Pemukiman
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian  (Sumber : Dokumen Pribadi, 2020)

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis yang telah didapat berdasarkan perhitungan menggunakan metode OCRA Index, kemudian akan diperoleh hasil berupa usulan perbaikan alat kerja

Indikator output sampai dengan bulan Juni 2015 tercapai 100% dimana sumber data yang digunakan untuk mengukur pencapaian indikator output adalah realisasi

Citizen Journalism dapat diartikan sebagai kegiatan jurnalisme yang meliputi proses pencarian, pengolahan, pelaporan, penganalisaan berita dan informasi oleh warga

Dengan berlakunya ketentuan hukum agama dan hukum yang berlaku untuk mengesahkan suatu perkawinan maka perlu juga diperhatikan pencegahan perkawinan jika

Material hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, FTIR, SEM, TGA dan dilakukan uji aktivitas katalis pada reaksi esterifikasi PFAD untuk menurunkan kadar Free

Intan Pariwara semakin membuktikan signifikansi teori dan juga para peneliti terdahulu yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini, khususnya dari segi

Dalam generasi kedua konsepsi hak asasi manusia, hak-hak dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya diberi perhatian yang sangat besar dan hal ini merupakan

Model sebaran pergerakan bertujuan untuk memperkirakan besarnya pergerakan dari setiap zona asal ke setiap zona tujuan, yang dipengaruhi oleh besarnya bangkitan setiap zona asal