• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Tutorial. Blok Pembelajaran Pencernaan & Endokrin Semester 5 Fase III Proses Sehat - Sakit. Editor dr. Isbandiyah, Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Tutorial. Blok Pembelajaran Pencernaan & Endokrin Semester 5 Fase III Proses Sehat - Sakit. Editor dr. Isbandiyah, Sp."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

1

Modul Tutorial

Blok Pembelajaran

“Pencernaan & Endokrin 2 - 2021”

Semester 5 Fase III Proses Sehat - Sakit

Editor

dr. Isbandiyah, Sp.PD

Kontributor Materi:

Dr. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD., FINASIM

Dr. dr. Febri Endra Budi Setyawan, M.Kes., FISPH., FISCM dr. Hawin Nurdiana SpA

Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang All right reserved

@ Faculty of Medicine Press

This publication is protected by Copyright law and permission should be obtained from publisher prior to any prohibited reproduction, storage in a retrieval system, or transmission in any form by any means, electronic,

mechanical, photocopying, recording or likewise

(2)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan anugerah sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul Tutorial Blok Pencernaan dan Endokrin 2. Kegiatan akademik dari blok ini akan selesai dalam waktu 5 minggu yang meliputi 3 unit pembelajaran (gastrointestinal, hepatobilier, dan endokrin) yang terbagi menjadi 3 skenario. Blok ini akan memberikan para mahasiswa pengetahuan dan ketrampilan tentang kelainan atau penyakit dalam ilmu kedokteran terutama yang menyangkut sistem pencernaan, dan endokrin termasuk dasar etika (bioetika Islam). Blok ini akan mengintegrasikan berbagai aspek ilmu antara lain: penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu bedah, mikrobiologi, parasitologi, IKM, PK, PA ,Gizi dan farmakologi yang berkaitan dengan sistem pencernaan dan endokrin. Berbagai strategi pembelajaran akan dilaksanakan dalam beberapa kegiatan seperti kuliah, tutorial dan praktik laboratorium serta belajar mandiri untuk membantu mahasiswa secara aktif dan efektif mempelajari isi blok. Mahasiswa juga harus mempelajari berbagai keterampilan klinis seperti pemeriksaan fisik abdomen, pemasangan NGT, pemakaian insulin, Pembuatan formula gizi buruk pada anak dan pemeriksaan feses cacing dan protozoa usus, pemeriksaan mikrobiologi. Ujian akhir blok digunakan untuk menilai pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisa mahasiswa sedangkan OSCE (objective structured clinical examination) digunakan untuk menilai ketrampilan klinik. Ketrampilan critical appraisal, clinical reasoning,keterampilan komunikasi dan perilaku profesional juga akan dinilai melalui proses tutorial.

Penulis menyadari bahwa modul ini meskipun telah diupayakan dengan maksimal akan tetapi masih terdapat kekurangan baik dari isi, tata bahasa, tata urutan maupun referensi yang menjadi rujukan,.

Untuk itu penulis sangat berharap adanya masukan dan kritik untuk menyempurnakan modul ini.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran, waktu dan telah mendukung terhadap kehadiran modul ini. Mudah-mudahan modul ini memberikan manfaat bagi seluruh umat, Amien.

Malang, November 2021

penulis

(3)

3 SEBARAN KURIKULUM BLOK 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Tahun SEMESTER GANJIL SEMESTER GENAP

I

TEMA

Blok 1.1 Belajar, Humaniora dan Etika

Blok 1.2 Muskuloskel etal I

Blok 1.3 Respirasi &

Cardiovaskular I

Blok 1.4 Pencernaan I

Blok 1.5 Uropoetika

&

Reproduksi I

Blok 1. 6 Cerebro &

Pancaindera I

FASE I GENERAL EDUCATION

FASE II

SISTEM NORMAL

II

TEMA

Blok 2.1 Hematologi Sistem Limfatik

&

Endokrin

Blok 2.2 Tumbuh Kembang

Blok 2.3 Infeksi &

Imunologi

Blok 2.4 Neoplasma dan Degeneratif

Blok 2.5

IKM Blok 2.6

Metodologi Penelitian

FASE III

PROSES SEHAT-SAKIT FASE IV

RISET III

TEMA

Blok 3.1 Neuromuskulos keletal II

Blok 3.2 Pencernaan

&

Endokrin II

Blok 3.3 Respirasi, Cardiovaskular

& Hematologi II

Blok 3.4 Cerebro &

Pancaindera II

Blok 3.5 Uropoetika

&

Reproduksi II

Blok 3.6 Perilaku &

Kesehatan

FASE V

GANGGUAN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN (KELUHAN DAN PENYAKIT) IV

TEMA

Blok 4.1 Trauma dan Kegawatan

Blok 4.2 Kesehatan Industri &

Lingkungan

Blok 4.3 Elektif dan

Proses Klinik KEPANITERAAN KLINIK FASE V

GANGGUAN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN (KELUHAN DAN PENYAKIT)

V KEPANITERAAN KLINIK

VI KEPANITERAAN KLINIK

(4)

4 DAFTAR ISI

Kata pengantar

Sebaran Blok Kurikulum 2013 Daftar isi

BAB 1 Pendahuluan

1.1. Tujuan Belajar 1.2. Ilmu Terkait

1.3. Hubungan dengan Blok Lainnya 1.4. Persyaratan

BAB 2 Pohon topik (topic tree) BAB 3 Kegiatan pembelajaran

BAB 4 SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) BAB 5 Blueprint penilaian dan Kisi-kisi Soal Ujian

BAB 6 UNIT BELAJAR

Unit Belajar 1. GASTROINTESTINAL Unit Belajar 2. HEPATOBILIER Unit Belajar 3. ENDOKRIN

BAB 7 MATERI KULIAH PAKAR

BAB 8 JADWAL PEMBELAJARAN

BAB 9 KISI-KISI SOAL UJIAN

(5)

5 BAB 1

PENDAHULUAN

Blok Pencernaan dan Endokrin adalah blok kedua pada tahun III fase III tentang proses sehat- sakit. Dalam blok 3.2 ini mahasiswa belajar tentang ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit anak, ilmu penyakit bedah, yang berkaitan dengan kelainan pada sistem pencernaan serta gangguan endokrin. Selanjutnya, mahasiswa juga akan mempelajari ilmu farmakologi, bioetika Islam, serta gizi dan kedokteran keluarga dalam kaitannya dengan penanganan penyakit atau kelainan pada sistem tersebut.

Blok ini terdiri dari tiga 3 unit pembelajaran (gastrointestinal, hepatobilier, endokrin) yang terbagi menjadi 3 skenario.

1.1 TUJUAN BELAJAR TUJUAN UMUM

Mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dasar dan beberapa penyakit dari sistem pencernaan dan endokrin dalam tubuh manusia, sehingga selanjutnya mampu menerapkan pengetahuan ini sebagai bekal ilmu di klinik nantinya. Pada akhir blok ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Menguasai beberapa kelainan atau penyakit pada sistem penecernaan dan endokrin 2. Memahami beberapa obat yang digunakan pada kelainan atau penyakit pada sistem

pencernaan dan endokrin

3. Memahami tinjauan islam mengenai makanan haram dan alkohol terhadap sistem pencernaan

4. Mempraktekkan pemeriksaan fisik abdomen, injeksi insulin pada orang diabetes serta pemasangan Nasogastric tube

5. Mempraktekkan pembuatan makanan gizi buruk pada anak

(6)

6 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TARGET KOMPETENSI AREA

KOMPETENSI SKDI 2012 A KETERAMPILAN Mahasiswa memperoleh keterampilan dan

pengetahuan untuk:

1. Pemeriksaan status gizi 2. Pemeriksaan abdomen normal

Area 6 :

Ketrampilan Klinis

B. PENGETAHUAN Mahasiswa mampu memahami:

 Anatomi traktus Gastrointestinal dan hepatobilier

 Fisiologi traktus Gastrointestinalis dan hepatobilier

 Histologi traktus Gastrointestinalis dan hepatobilier

 Enzim pencernaan

 Metabolisme karbohidrat, lipid, asam amino

 Vitamin dan mineral

 Mekanisme kerja Obat-obat dalam traktus Gastrointestinal dan hepatobilier

 Tes fungsi Hati

 Gizi dasar dan pemeriksaan status gizi

 Puasa dan kesehatan

 Adab makan dan minum

 Makanan yang halal dan toyyib

 Faktor risiko timbulnya penyakit

 Pencegahan penyakit

Area 4 :

Pengelolaan informasi

Area 5 :

Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

C. ASPEK KLINIS Mahasiswa dapat mengamati (paparan awal) pasien atau kasus simulasi dengan masalah sistem pencernaan / gastroenterohepatologi melalui seluruh skenario pembelajaran.

Area 6 :

Ketrampilan Klinis D. ASPEK ILMIAH Mahasiswa dapat menganalisis informasi

bagaimana cara mengatasi masalah sistem pencernaan / gastroenterohepatologi pada individu dan masyarakat.

Area 4 :

Pengelolaan informasi

Area 7 :

Pengelolaan masalah kesehatan E. ASPEK ETIKA DAN

PROFESIONALITAS PERILAKU

1. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pengumpulan data yang valid

2. Mahasiswa dapat belajar bekerja dan berkomunikasi dalam tim selama proses tutorial

Area 4 :

Pengelolaan informasi

Area 1:

Profesionalitas

yang luhur

(7)

7

Area 3 :

Komunikasi efektiff F. ASPEK SOSIAL Mahasiswa dapat menggali informasi

bagaimana cara masyarakat mengatasi

masalah sistem pencernaan /

gastroenterohepatologi

(8)

8 ILMU TERKAIT :

NO BIDANG ILMU

KULIAH PAKAR PRAKTIKUM SKILL TUTORIAL

IPD  GEA, Colitis, Thypoid

 Hepatitis, Cirrhosis hepatis, amoebiasis hepar

 Perdarahan saluran cerna atas

 Kolesistitis akut , Pancreatitis akut

 Gastritis, Ulkus peptikum

 Penyakit Metabolik dan manajemen o Diabetes Melitus

(Komplikasi akut dan kronis) o Cushing

Syndrome o Hyperthyroid,

Hypothyroid o Metabolik

Sindrom (Dislipidemia, Obesitas)

 Pemerik saan abdome n.

 NGT

 Insulin

IKA  Malabsorsi,

Intoleransi Laktosa

 Diare dan dehidrasi

 GER dan GERD, Worms

 Konstipasi

 Keracunan makanan

 Ikterus pada anak, Cholestasis

 Perdarahan saluran cerna

 Pembuatan formula gizi buruk pada anak

 10 tata laksana Gizi buruk

BEDAH  Hernia

 Appendicitis

 Hemoroid

 Hirschprung

disease

(9)

9

 Manajemen pembedahan pada gangguan

endokrin (struma dan diabetic foot) PARASITOL

OGI

Parasitologi : cacing usus dan protozoa usus

Pemeriksaan tinja (protozoa usus dan cacing usus) Mikrobiologi Enterobacteriaceae

(bakteri batang gram negatif)

Enterobacteria ceae (bakteri batang gram negatif) Farmakologi  Obat Hipo dan

Hipertiroid

 OAD dan Insulin

 Obat hiperlipid dan anti obesitas

 Obat sistem bilier dan farmakoterapi pada pasien gangguan fungsi hepar

 Farmakotera pi obat GIT dan

endokrine

 Farmakotera pi obat sistem bilier dan fungsi hepar

RADIOLOGI  Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan (colon inlop, polos abdomen, abdomen 3 posisi, USG

abdomen) PATOLOGI

KLINIK

 Seromarker Hepatitis

 Pemeriksaan laboratorium diagnosis DM dan dislipidemia

 Pemeriksaan fungsi tyroid

IKM  Terapi dietetik pada penyakit pencernaan dan endokrin : jenis2 diet, diare, DM, obesitas.

 Konselin

g Gizi :

DM+obe

sitas

dewasa

(10)

10

 Makanan sebagai media interaksi lingkungan dan kesehatan

 Penyakit2 Gizi Masyarakat

 Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan (Gastritis, Gastric/duodenal ulcer, Gastrointestinal bleeding, obesitas) Kedokteran

Keislaman

 Hikmah pengharaman makanan (babi,bangkai, darah)

 Efek alkohol pada tubuh Kedokteran

keluarga

 Behaviour

modification change family conference and conseling DM,

hepatitis and diarrhoe

Patologi Anatomi

 Patologi Anatomi Gastrointestinal

 Patologi Anatomi Hepatik dan Sistem Bilier

 Patologi Anatomi Sistem Endokrine

 Praktikum Gastroenter ohepatikum dan

Praktikum

Endokrine

(11)

11 BAB 2

POHON TOPIK Blok Topik

gangguan pencernaan pada anak-anak Ikterus pada anak, Cholestasis

hepatobilier

Endokrin

Praktikum Praktikum

Gastroenterohepatikum Praktikum Endkrine Pemeriksaan tinja (protozoa usus dan cacing usus) Gizi

Pemeriksaan penunjang Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan Seromarker Hepatitis Pemeriksaan lab.diagnosis DM dan dislipidemia Pemeriksaan fungsi tyroid Kelainan pada gaster dan

intestin (Gastritis,Ulkus peptikum, kolitis, typhoid,

GEA,

Gastrointestinal

Penyakit Metabolik dan manajemen (DM, hypertyroid , hypothyroid

)

Hernia, Appendicitis, Hemoroid, Hirschprung disease, Manajemen pembedahan pada gangguan endokrin (struma dan diabetic foot)

Pengobatan

Obat –obat pada gangguan endokrin (DM , Hipo dan hipertiroid) Obat gangguan metabolisme Obat sistem bilier dan farmakoterapi pada pasien gangguan fungsi hepar

Terapi dietetik pada penyakit pencernaan dan endokrin : jenis2 diet, diare, DM

, obesitas.

Makanan sebagai media interaksi lingkungan dan kesehatan

Penyakit2 Gizi Masyarakat

Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan (Gastritis, Gastric/duodenal ulcer,

Gastrointestinal bleeding, obesitas)

Behaviour modification change family conference and conseling DM, hepatitis and diarrhoe

Hikmah pengharaman makanan (babi,bangkai, darah)

Efek alkohol pada tubuh

P E N C E R N A A N

&

E

N

D

O

K

R

I

N

(12)

12 BAB 3

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Blok 3 ini dibagi menjadi tiga UNIT BELAJAR (gastrointestinal, hepatobilier, endokrin) dan tiga skenario. Tujuan pembelajaran berikut siap untuk membimbing mahasiswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran blok ini.

a. Tutorial (Diskusi kelompok dengan tutor)

Tutorial dijadwalkan dua kali seminggu. Selama diskusi, kelompok perlu memastikan bahwa mereka MEMBAWA sumber referensi yang relevan untuk belajar. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, diskusi kelompok dilakukan metode seven jump. Diskusi pada pertemuan pertama mencakup langkah 1 s.d 5, sedangkan langkah 6 dan 7 dilakukan dalam diskusi pada pertemuan kedua.

Metode Seven jump meliputi :

Langkah 1: mengklarifikasi istilah dan konsep Langkah 2: mendefinisikan masalah

Langkah 3: menganalisis masalah

Langkah 4: membuat kerangka sistematis berbagai penjelasan yang ditemukan di step3 Langkah 5: merumuskan tujuan pembelajaran

Langkah 6: mengumpulkan informasi tambahan di luar diskusi kelompok Langkah 7: mensintesis dan menguji informasi yang diperoleh

Pada akhir pertemuan kedua, mahasiswa diharapkan dapat membuat suatu refleksi diri yang akan dikoreksi oleh tutor dan selanjutnya diserahkan kepada PJMK dan Koordinator Keislaman. Adapun refleksi diri yang dibuat mencakup :

 Pendahuluan

 Manfaat Ilmu yang dipelajari bagi diri sendiri dan masyarakat

 Keterkaitan ilmu yang dipelajari dengan nilai-nilai keislaman (dikaitkan dengan Al Quran dan Al Hadits)

 Rencana implementasi dari ilmu yang sudah dipelajari tersebut

b. Belajar mandiri (belajar mandiri)

(13)

13 Sebagai pelajar dewasa, mahasiswa diharapkan melakukan belajar mandiri, keterampilan yang sangat penting bagi pengembangan karir dan masa depan. Keterampilan ini meliputi menemukan apa yang dianggap penting bagi mereka, mencari informasi lebih lanjut dari sumber belajar yang tersedia, memahami informasi dengan strategi belajar yang berbeda dan menggunakan berbagai kegiatan pembelajaran, menilai pembelajaran mereka sendiri, dan mengidentifikasi kebutuhan belajar lebih lanjut. Mereka tidak akan pernah puas untuk belajar hanya dari catatan kuliah atau buku teks. Belajar mandiri adalah fitur penting dari pendekatan PBL dan pada tahap tertentu pembelajaran akan menjadi perjalanan yang tak pernah berakhir tanpa batas.Mahasiswa belajar mandiri berdasarkan tujuan blok dan tujuan skenario, namun dapat dikembangkan sesuai dengan referensi yang sudah direkomendasikan.

c. Kuliah Pakar

Kuliah pakar ditujukan untuk memberikan konsep dasar penyakit pada sistem pencernaan dan kemudian mengkaitkannya dengan aspek klinis untuk mempermudah dan memperkaya pemahaman mahasiswa. Selama blok 3 ini akan ada beberapa kuliah yang terkait dengan topik modul pada minggu berjalan. Para mahasiswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan dari masalah yang belum terpecahkan

dalam tutorial.

d. Praktikum

Selama blok 3 akan ada beberapa sesi praktikum yang diselenggarakan oleh beberapa bagian/ departemen untuk mengembangkan dan memperkaya pemahaman mahasiswa yang terkait dengan topik modul pada minggu berjalan.

e. Skill’s Lab (ketrampilan klinik)

Pada blok 3 ini akan ada latihan skill’s lab untuk mempelajari ketrampilan klinik yang harus

dikuasai sesuai dengan tujuan modul. Metode yang digunakan adalah demonstrasi, praktek

mandiri dan bimbingan oleh instruktur serta asisten saat skill mandiri.

(14)

14 BAB 4

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Skenario/

Topik Area Kompete

nsi Tujuan Instruksional Khusus

Topik dan Sub Topik Bahasan

Alokasi

Waktu Metode

Evaluasi Refer ensi

Gastro-

intestinal 4,5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang:

1. Patofisiologi penyakit pada penyakit gastrointestina 2. Pemeriksaan l

penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit gastrointestina l

3. Gejala dan keluhan yang timbul pada penyakit gastrointestina 4. Pemeriksaan l

fisik penyakit gastrointestina l

5. Penegakkan diagnosis penyakit gastrointestina l

6. Tata laksana farmakologi dan non farmakologi serta terapi diet pada penyakit gastrointestina l

7. Konseling gizi pada kelainan gastrointestina l

1 Kelainan gaster:

gastritis, ulkus gaster,

perdarahan saluran cerna 2 Kelainan intestin

(GEA, Colitis, thypoid)

3 gangguan pencernaan pada anak; diare dan dehidrasi

4 malabsorbsi, intoleransi laktosa 5 WORM,GER,

GERD 6 Obstipasi,

konstipasi, soiling, incopresis fungsional 7 Perdarahan

saluran cerna pada anak dan food poisoning 8 hernia,

appendisitis dan penyakit

Hirschprung 9 Pemeriksaan

tinja (protozoa usus dan cacing usus)

10 Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan (colon inlop, polos abdomen, abdomen 3 posisi, USG abdomen

11 Patologi Anatomi Gastrointestinal

@2X50me

nit Penilaian

keaktifan

diskusi

tutorial

(15)

15 12 Terapi dietetik

pada penyakit pencernaan dan endokrin : jenis2 diet, diare, DM, obesitas.

13 Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan (Gastritis, Gastric/duodenal ulcer,

Gastrointestinal bleeding, 14 Hikmah

pengharaman makanan (babi,bangkai, darah)

Hepatobilier 4,5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang:

1. Patofisiologi penyakit pada sistem hepatobilier 2. Pemeriksaan

penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit pada sistem hepatobilier 3. Gejala dan

keluhan yang timbul pada penyakit hepatobilier 4. Pemeriksaan

fisik pada penyakit hepatobilier 5. Penegakkan

diagnosis penyakit hepatobilier 6. Tata laksana

awal pada

1. Hepatitis, sirosis hepatis,

amoebiasis hepar 2. Kolesistitis akut,

pankreatitis akut 3. Kolelithiasis dan

kolesistitis 4. Ikterus pada

anak, Cholestasis 5. Pemeriksaan

Seromarker Hepatitis

6. Patologi Anatomi Hepatik dan Sistem Bilier 7. Obat sistem

bilier dan farmakoterapi pada pasien gangguan fungsi hepar

@2X50me

nit Penilaian

keaktifan

diskusi

tutorial

(16)

16 penyakit

hepatobilier 7. Dasar

pengobatan

farmakologis

dan non

farmakologi

penyakit

hepatobilier

(17)

17 BAB 5

BLUEPRINT PENILAIAN DAN KISI-KISI SOAL UJIAN

Prasyarat ikut ujian Blok :

- Kehadiran tutorial dan pleno minimal 80%

- Kehadiran skill laboratorium dan praktikum 100%

Instrumen Ujian :

PROPORSI PENILAIAN UJIAN BLOK Jenis Ujian Prosentase Penilaian

5SKS 6SKS 7SKS

MCQ 40 50 42,86

Tutorial 20 16,67 14,29

Skill Laboratorium 20 16,67 28,57

Praktikum 20 16,67 14,29

MCQ :

1. UTB (Ujian Tengah Blok ) 2. UAB (Ujian Akhir Blok)

:

Nilai MCQ Blok 5 minggu = (1 x UTB ) + (2 x UAB) / 3

(18)

18 BAB 6

UNIT PEMBELAJARAN

Unit belajar 1: Gastrointestinal

Tujuan Pembelajaran unit 1

Skenario 1.

...

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke FKTP dengan mengeluh epigastric pain. Keluhan dirasakan semakin sering terjadi disejak 3 bulan yang lalu, yaitu sejak dimana penderita setiap pagi mengkonsumsi roti yang diproduksi perusahaan tempat bekerjanya. Penderita ini adalah seorang karyawan bagian quality control staff pabrik roti, dan mendapatkan tugas dari pimpinan untuk mendaftarkan hasil proses produksi roti pada lembaga terkait tentang logo halal. Staf ini mengetahui bahwa salah satu proses produksinya menggunakan bahan yang

Pada akhir unit pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat :

Metode

Kuliah Praktikum Tutorial 1. Mengetahui dan memahami penyakit gaster

(gastritis, ulkus gaster), intestin (GEA, Colitis, Thypoid), perdarahan saluran cerna

 

2. Mengetahui dan memahami gangguan pencernaan pada anak (malabsorbsi, diare, konstipasi), GER, GERD

  

3. Mengetahui dan memahami penyakit hernia,

appendik dan penyakit Hirschprung  

4. Mengetahui dan memahami cacing dan protozoa

penyebab kelainan pada usus   

5. Mengetahui dan memahami Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan, Terapi dietetik pada penyakit pencernaan

 

6. Mengetahui dan memahami bakteri batang gram negatif sebagai penyebab penyakit saluran pencernaan

 

7. Memahami hikmah Hikmah pengharaman

makanan (babi,bangkai, darah)  

8. Mengetahui dan memahami Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan (colon inlop, polos abdomen,

abdomen 3 posisi, USG abdomen) 

(19)

19 disebut ragi instan yang akan mengalami proses fermentasi. Pada proses ini diketahui bahwa dapat terbentuk alkohol yang dapat menjadi salah satu risiko occupational disease dan menjadi salah satu titik kritis halal yang harus di ketahui. Staf ini berkoordinasi dengan tim SMK3 untuk melakukan upaya hierarchy of risk control terhadap risiko occupational disease dan sekaligus dapat mendapatkan sertifikat halal dari lembaga terkait.

Klarifikasi Istilah:

quality control staff , ragi instan, titik kritis halal, occupational disease, SMK3, hierarchy of risk control

Topik

1. occupational disease

2. Hikmah pengharaman makanan Tujuan Pembelajaran:

1. Memahami tentang konsep occupational disease 2. Menganalisis faktor kimia pada occupational disease 3. Memahami konsep hierarchy of risk control

4. Titik kritis halal

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana konsep occupational disease?

Jawaban:

Occupational disease adalah penyakit akibat kerja. Suatu diagnosis penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau suatu aktifitas. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

2. Bagaimana pemahaman tentang hierarchy of risk control?

Jawaban:

5 tahap hirarki pengendalian risiko nadalah:

a. Eliminasi b. Subtitusi

c. Rekayasa Teknik d. Administrasi e. Alat Pelindung Diri

3. Apasajakah faktor kimia pada occupational disease?

Jawaban:

Berdasarkan Peraturan Presiden No 7 tahun 2019, yang termasuk faktor kimia pada Occupational disease adalah:

1) Berillium

2) Cadmium

3) Fosfor

4) Krom

5) Mangan

6) Arsen

(20)

20 7) Raksa

8) Timbal 9) Fluor

10) Karbon disulfida;

11) Derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatic;

12) Benzene atau homolognya;

13) Derivat nitro dan amina dari benzene atau homolognya;

14) Nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;

15) Alcohol, glikol, atau keton;

16) Gas penyebab asfiksia seperti karbon monoksida, hydrogen sulfida, hydrogen sianida atau derivatnya;

17) Acrylonitrile;

18) Nitrogen oksida;

19) Vanadium 20) Antimon 21) Hexane;

22) Asam mineral;

23) Bahan obat;

24) Nikel 25) Thalium 26) Osmium 27) Selenium 28) Tembaga 29) Platinum 30) Timah 31) Zinc 32) Phosgene;

33) Benzoquinon 34) Isosianat;

35) Pestisida;

36) Sulfur oksida;

37) Pelarut organik;

38) Lateks atau

39) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lain di tempat 4. Apa yg dimaksud titik kritis halal ?

Titik Kritis Kehalalan Produk adalah suatu fase dalam tahapan proses produksi Halal seperti dalam memproduksi Makanan,Minuman,Obat-obatan Kosmetika serta barang kegunaan lain nya yang akan dipakai atau dikonsumsi oleh konsumen. Di titik kritis ini sangat Vital dimana kemungkinan suatu produk bisa menjadi haram jika tidak di awasi dengan ketat.

5. Dimana titik ktitis halal ragi instan?

Ragi banyak dipakai pada produk-produk bakery sebagai bahan pengembang (bread improver) terkadang ada juga ragi yang dibuat dari hasil samping industri beer.

Semua bentuk ragi isinya tak hanya yeast tapi juga sejumlah kecil bahan aditif. Inilah yang perlu dicermati kehalalannya. Pada pembuatan compressed yeast sering

ditambahkan pengemulsi (emulsifier) yang syubhat. Anti menggumpal E542 (edible bone phosphate) yang berasal dari tulang hewan. Bahan aditif lain yang mungkin ada pada ragi instan bisa juga berupa E570 (asam stearart) dan E572 (magnesium stearat).

Asam stearat dapat berasal dari tanaman atau dari hewan, magnesium stearat dibuat

(21)

21 dengan menggunakan bahan asam stearat. Disamping gum dan desktrin, gelatin

kadang digunakan sebagai bahan pengisi pada ragi instan

.

Tinjauan Pustaka Occupational Disease

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud meliputi jenis penyakit:

a. Yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan;

Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis ini sebagai berikut:

1) penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia 2) penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika

3) penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi dan penyakit infeksi atau parasit b. Berdasarkan sistem target organ;

Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis ini sebagai berikut:

1) penyakit saluran pernafasan 2) penyakit kulit,

3) gangguan otot dan kerangka 4) gangguan mental dan perilaku.

c. Kanker akibat kerja; dan d. Spesifik lainnya.

Penyakit spesifik lainnya merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau proses kerja, dimana penyakit tersebut ada hubungan langsung antara paparan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.

Terdapat beberapa faktor utama sebagai penyebab PAK ditempat kerja, secara garis besar dapat dikelompokan kedalam 5 bagian, yaitu:

1. Faktor Fisik, seperti:

o Suara atau kebisingan yang dapat merusak pendengaran.

o Radiasi sinar radioaktif yang dapat merusak sel-sel tubuh dan kelainan kulit.

o Suhu yang terlalu tinggi yang dapat meyebabkan heat stress seperti heat stroke, heat cramp, dst.

o Tekanan yang terlalu tinggi yang dapat menyebabkan “caisson disease”.

o Penerangan yang kurang baik yang dapat merusak mata.

2. Faktor Kimia, seperti:

o Debu yang dapat menyebabkan pneumoconioses, diantaranya> silicosis, asbestosis dan lain-lain.

o Fume dari metal yang dapat menyebabkan metal fume fever.

o Uap beracun yang dapat menyebabkan keracunan.

o Gas, misalnya keracunan H2S, CO dan lain-lain.

o Larutan bahan kimia, misalnya menyebabkan dermatitis.

o Dll.

3. Faktor Biologis/Infeksi, seperti virus atau bakteri. Misalnya Avian Flu, HIV, dst.

4. Faktor Ergonomi, yang disebabkan oleh kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan, dll.

5. Faktor Mental –Psikologis, seperti stress akibat kerja, hubungan yang kurang baik, tekanan

dari atasan, dst.

(22)

22 Diagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud merupakan diagnosis jenis Penyakit Akibat Kerja yang dilakukan oleh:

a. dokter; atau b. dokter spesialis,

yang berkompeten di bidang kesehatan kerja

Penyakit yang telah didiagnosis sebagai Penyakit Akibat Kerja dilakukan pencatatan dan pelaporan.

Beberapa permasalahan yang terkait PAK di Indonesia diantaranya:

1. Minimnya pemahaman tenaga kerja dan Pengurus Serikat Pekerja tentang PAK dan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh pekerja atas Jaminan Penyakit Akibat Kerja yang saat ini dimasukan dalam kategori Kecelakaan Kerja sehingga:

a. Ada kecenderungan hak-hak tenaga kerja tidak dibayar apabila terkena PAK b. Pemberian hak jaminan kecelakaan kerja dan PAK yang lebih kecil dari ketentuan

perundangan yang berlaku (sub standar)

c. Tenaga kerja dan serikat pekerja masih sangat jarang mengajukan tuntutan atas kasus tidak dipenuhinya hak atas perlindungan K3 termasuk dalam hal PAK dan kompensasi BPJS Katenagakerjaan

2. Ada kecenderungan PAK yang terdiagnosa tidak dilaporkan, dokter di perusahaan sering berstatus sebagai tenaga paruh waktu sehingga kurang leluasa dalam melaksanakan program kesehatan kerja secara komprehensif;

3. PAK dalam peraturan perundangan termasuk kategori Kecelakaan Kerja sehingga perusahaan cenderung tidak melaporkan kasus PAK, terkait penghargaan Nihil Kecelakaan (Zero Accident).

4. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja belum banyak dilakukan, sebagian besar belum dilakukan secara benar sehingga penyakit yang dilaporkan sebagai PAK masih sangat jarang. Hal ini juga disebabkan karena belum banyaknya dokter yang memahami mengenai PAK. Meskipun di bawah kementrian kesehatan sudah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat melatih para dokter untuk dapat mendiagnosa PAK, termasuk dokter-dokter di Puskesmas.

Hierarchy Of Risk Control

Hierarchy Of Risk Control adalah pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya K3. Ada beberapa kelompok kontrol yang dapat dibentuk untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya K3. Tujuan hirarki pengendalian risiko adalah untuk menyediakan pendekatan sistematik guna peningkatan keselamatan dan kesehatan, mengeliminasi bahaya dan mengurangi atau mengendalikan risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam hirarki pengendalian bahaya, pengendalian yang lebih atas disepakati lebih efektif daripada pengendalian yang lebih bawah. Kita bisa mengkombinasikan beberapa pengendalian risiko dengan tujuan agar berhasil dalam mengurangi risiko terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja kepada level yang serendah mungkin yang dapat dikerjakan dengan pertimbangan (as low as reasonably practicable). Lima (5) tahap hirarki pengendalian risiko adalah:

1. Eliminasi

Eliminasi berarti menghilangkan bahaya. Contoh tindakan eliminasi adalah berhenti

menggunakan zat kimia beracun, menerapkan pendekatan ergonomic ketika

merencanakan tempat kerja baru, mengeliminasi pekerjaan yang monoton yang bisa

menghilangkan stress negatif, dan menghilangkan aktifitas forklift dari sebuah area.

(23)

23 2. Substitusi

Substitusi berarti mengganti sesuatu yang berbahaya dengan sesuatu yang memiliki bahaya lebih sedikit. Contoh tindakan substitusi adalah mengganti aduan konsumen dari telepon ke on line, mengganti cat dari berbasis solven ke berbasis air, mengganti lantai yang berbahan licin ke yang tidak licin, dan menurunkan voltase dari sebuah peralatan.

3. Rekayasa Teknik, Reorganisasi dari Pekerjaan, atau Keduanya

Tahapan rekayasa teknik dan reorganisasi dari pekerjaan merupakan tahapan untuk memberikan perlindungan pekerja secara kolektif. Contoh perlindungan dalam rekayasa teknik dan reorganisasi pekerjaan adalah pemberian pelindung mesin, system ventilasi, mengurangi bising, perlindungan melawan ketinggian, mengorganisasi pekerjaan untuk melindungi pekerja dari bahaya bekerja sendiri, jam kerja dan beban kerja yang tidak sehat

4. Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan bahaya dengan peraturan-peraturan terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat.

Contoh pengendalian administrasi adalah melaksanakan inspeksi keselamatan terhadap peralatan secara periodik, melaksanakan pelatihan, mengatur keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas kontraktor, melaksanakan safety induction, memastikan operator forklift sudah mendapatkan lisensi yang diwajibkan, menyediakan instruksi kerja untuk melaporkan kecalakaan, mengganti shift kerja, menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan dan risiko pekerjaan (missal terkait dengan pendengaran, gangguan pernafasan, gangguan kulit), serta memberikan instruksi terkait dengan akses kontrol pada sebuah area kerja.

5. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 8 Tahun 2010 adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja ..

Gambar 1. Hirarki Pengendalian Risiko

(24)

24 Gambar 2. Studi Kasus Hirarki Pengendalian Risiko

Tanpa implementasi dari hirarki pengendalian risiko, tingkat risiko pastinya akan sangat tinggi. Sebagai ilustrasi, risiko tertabrak kereta dapat dieliminasi dengan membangun jalan layang di atas perlintasan kereta. Dengan cara ini, risiko yang tersisa akan sangat kecil karena tidak ada jalan lagi yang sebidang dengan perlintasan kereta. Pengendalian jenis ini sangat efektif, namun memang memerlukan biaya yang lebih besar.

Pengendalian risiko dengan cara rakayasa tekniki dapat diterapkan dengan memasang palang pintu yang akan menutup jika ada kereta lewat. Cara jenis ini memang lebih murah untuk diterapkan namun pengendara kadang masih bisa menerobos palang pintu dan juga akan berdampak pada peningkatan kemacetan lalu lintas di sekitar perlintasan kereta. Risiko tertabrak kereta dapat dikurangi dengan pengendalian administratif melalui pemasangan rambu-rambu peringatan tentang risiko tertabrak kereta. Pengendalian ini sangat murah namun risiko yang ada masih sangat besar karena pengendara bisa saja tidak menghiraukan rambu dan langsung melintas meski kereta sudah dekat.

Referensi

British Standard Institution. 2018. Occupational Health and Safety Management Systems.

Geneva, Swiss. ISO 45001: 2018

Republik Indonesia. 2019. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2019 Tentang Penyakit Akibat Kerja, Jakarta.

Jaswir I, Rahayu EA, Dewim NY, Priangani A R, 2020 DAFTAR REFERENSI BAHAN- BAHAN YANG MEMILIKI TITIK KRITIS HALAL DAN SUBSTITUSI BAHAN NON-HALAL, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Diunduh dari https://knks.go.id/storage/upload/1611664891-Buku%20Referensi%

20Titik%20Kritis%20Halal%20dan%20Substitusi%20Non%20Halal-min.pdf

(25)

25 Tujuan pembelajaran unit 2: Hepatobilier

Skenario 2.

Kenapa anakku susah BAB?

Seorang anak laki-laki umur 5 tahun, dibawa ibunya berobat ke RS dengan keluhan konstipasi sejak 4 bulan yang lalu. Menurut orang tuanya, anak selalu terlihat kesakitan setiap BAB. Feses keluarnya sedikit sekali dengan konsistensi keras. Feses berwarna kuning kecoklatan, ...tidak ada lendir maupun darah. Anak BAB sekitar 4 hari sekali, demikian beulang-ulang. Sampai sejak 2 minggu yang lalu anak selalu menahan kalau mau BAB dan selalu berdiri setiap terasa mulas dan tidak mau ke toilet. Sering terjadi soiling atau encopresis. Pada pemeriksaan fisik oleh dokter teraba skibala pada regio iliaca sinistra abdomen

Klarifikasi istilah

Konstipasi, soiling, encopresis, skibala, region iliaca sinistra

Tujuan Pembelajaran

Pada akhir unit pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat :

Metode

Kuliah Praktikum Tutorial 1. Mengetahui dan memahami penyakit hati: Hepatitis,

Cirrhosis hepatis, amoebiasis hepar. penyakit pada

saluran empedu: kolelitiasis, pankreatitis  

2. Mengetahui dan memahami Ikterus pada anak,

Cholestasis  

3. Mengetahui dan memahami Patologi Anatomi

Hepatik dan Sistem Bilier  

4. Mengetahui dan memahami obat-obat yang dipakai

sebagai terapi pada kelainan hati dan sistem bilier   5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan seromarker

hepatitis  

6. Mengetahui dan memahami Patologi Anatomi

Hepatik dan Sistem Bilier   

(26)

26 1. Mahasiswa mengetahui mekanisme defekasi

2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis konstipasi dan komplikasi yang terjadi 3. Mahasiswa mampu melakukan tatalaksana konstipasi dan komplikasinya

4. Mahasiswa mampu memberikan edukasi upaya antisipasi dampak komplikasi 5. Mahasiswa mengetahui pemantauan setelah dilakukan tatalaksana

Topik

1. Obstipasi, Konstipasi, Soiling, Encopresis Fungsional pada Anak

Rumusan Masalah

1. Mengapa anak terlihat kesakitan setiap BAB?

Nyeri saat BAB disebabkan oleh adanya tinja yang besar dan keras menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus menimbulkan rasa sakit, biasanya disertai fisura ani 2. Mengapa feses konsistensi keras?

Kebiasaan menahan tinja(retensi tinja) yang berulang menyebabkan tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit sehingga tinja menjadi keras 3. Bagaimana mekanisme terjadinya soiling atau ancopresis?

Distensi tinja kronis sebagai akibat retensi tinja menyebabkan menurunnya kemampuan sensor terhadap volume tinja, yang sebetulnya merupakan panggilan atau rangsangan untuk BAB. Temuan terbanyak pada pemeriksaan manometri anak denagn konstipasi kronis adalah meningkatnya ambang rangsang sensasi rektum

4. Mengapa teraba skibala pada abdomen sebelah kiri?

Kebiasaan menahan tinja(retensi tinja) yang berulang akan meregangkan rectum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala.

KONSTIPASI

Gambaran umum

Secara umum definisi konstipasi menurut the North American Society for Pediatric

Gastroenterology and Nutrition (NASPHGAN) adalah kesulitan atau keterlambatan melakukan

defekasi selama dua minggu atau lebih, dan mampu menyebabkan stres pada pasien. Sedangkan

(27)

27 konstipasi fungsional pada bayi dan anak menurut kriteria Roma III adalah paling sedikit selama dua minggu mengalami feses keras, seperti kerikil pada sebagian besar defekasi, atau defekasi dengan feses yang normal kurang dari tiga kali seminggu; tanpa ada kelainan struktural, endokrin, atau metabolik.

Batasan konstipasi menyangkut 2 aspek, yaitu frekuensi defekasi dan konsistensi tinja. Pada konstipasi, frekuensi defekasi berkurang dari biasanya, umumnya kurang dari 3 kali defekasi per minggu. Sedangkan konsistensinya lebih keras dari biasanya, yaitu tinja berbentuk bulat-bulat seperti pelet atau kotoran kambing. Temuan penting lainnya yang menunjukkan adanya konstipasi adalah terabanya masa tinja yang keras (skibala) pada palpasi abdomen. Aspek lain adalah rasa nyeri yang timbul saat defekasi.

Mekanisme defekasi

Tahap 1. Rektum merenggang karena adanya tekanan dari feses yang sudah mengumpul di rektum

Tahap 2. Adanya regangan pada rektum akan memacu reseptor regangan pada dinding rektum.

Adanya pacuan pada reseptor ii akan menyebabkan refleks pendek dan refleks panjang

Tahap 3 a. Refleks pendek ini akan memacu pleksus mesenterikus di sigmoid, kolon dan rektum sendiri

Tahap 3 b. Refleks panjang akan memacu neuron motor parasimpatik di medula spinalis sakrum

Tahap 3 c. Refleks panjang juga akan memacu motor neuron somatik

Tahap 4a. Rangsangan pada tahap 3a akan dilanjutkan dengan peningkatan peristaltik direktum, kemudian berlanjut dengan lingkaran umpan balik 1, dimana memperkuat tahap 1

Tahap 4 b. Rangsangan pada tahap 3b berlanjut dengan peningkatan peristaltik seluruh usus besar, kemudian diteruskan dengan lingkaran umpan balik 2, dimana akan memperkuat tahap 1. Selain itu 3b akan memacu relaksasi sfingter ani internus yang menyebabkan feces terdorong ke kanalis anorektal

Tahap 3c akan berlanjut dengan kontraksi sfingter ani externus

Jika ada relaksasi sengaja dari sfingter ani externus maka akan terjadi defekasi

Konstipasi fungsional terjadi jika ada gangguan pada tahap tahap defekasi tersebut diatas (lihat

gambar dibawah ini)

(28)

28 Gambar 1. Mekanisme Defekasi

Perasaan untuk defekasi dipacu oleh kontraksi sfingter anal eksternal dan meningkatnya tegangan anal dalam waktu yang singkat dan diteruskan tegangan di kanalis analis.

Defekasi adalah adanya material fecal di rektum karena pacuan peristaltik. Akibatnya stimuli sensor di kanalis anal terpacu untuk menurunkan tegangan di sfingter anal internal

Sensasi pada pada squemus epitel dari anus menimbulkan rasa adanya feses atau flatus dan dengan pengendalian sengaja maka ada rasa untuk mulai defekasi dengan relaksasi muskulus puborektal yang berakibat menegangnya angulasi anorektal dan membukanya saluran anal dengan relaksasi muskulus levator

Adanya distensi di rektum memacu gelombang kontraksi dari rektum dan defekasi dapat sempurna dengan meningkatnya tekanan intraabdominal menutupnya glottis, fiksasi diafragma dan kontraksi abdomen dimana semuanya membantu mendorong tinja melewati saluran anal yang dilanjutkan dengan keluarnya gas, cairan atau feces.

Batasan

Konstipasi pada anak memerlukan perhatian khusus karena dapat merupakan manifestasi berbagai kelainan. Definisi konstipasi pada orang dewasa dan pada anak-anak berbeda, hal ini disebabkan oleh karena perbedaan persepsi konstipasi pada dokter dan pada pasien. Laporan penelitian di Belanda menyatakan bahwa konstipasi mencapai 3% dari kunjungan RS Pendidikan , sekitar 10%

sampai 25% untuk pasien-pasien yang ditujukan ke gastroenterologi anak dan hanya 1% untuk anak

berusia 0-4 tahun yang berobat ke dokter umum

(29)

29 Pada orang dewasa (kriteria dari Roma) :

1) meningkatnya gerakan usus lebih dari 25%

2) Perasaan tidak puas pengeluaran feses sampai 25% jumlah feses 3) feses yang keras dan lengket lebih dari 25% feses

4) buang air besar kurang dari 3 kali / minggu

Pada anak > 4 tahun:

1) 2-3 kali gerakan usus dalam 1 minggu tanpa laksansia 2) 2-3 kali soiling atau encopresis per minggu

3) pengeluaran feses dalam ukuran besar dan banyak sekali dalam periode 7-30 hari 4) teraba masa abdomen atau rectal

Pada anak < 4 tahun

1) frekuensi buang air besar < 3 kali dalam seminggu 2) gerakan usus yang terasa sakit serta retensi feses

Soiling:

Bab yang tidak disengaja sehingga memberikan bercak tinja di celana

Enkopresis:

Bab tanpa disadari

Perbedaan dua keadaan tersebut diatas adalah dalam kuantitas feses.

Etiologi

Meskipun sebagian besar konstipasi pada anak adalah fungsional kita perlu mempertimbangkan suatu kelainan organik bila kita menemukan tanda tanda seperti yang tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Tanda kelainan organik pada konstipasi

Tanda yang perlu diwaspadai Kemungkinan diagnosis Mekonium keluar lebih dari 48 jam,

kesulitan defekasi sejak lahir, gagal tumbuh, distensi abdomen, spingter anus

sempit, rektum tidak terisi feses pada colok dubur, feses menyemprot setelah

colok dubur

Penyakit Hirschprung

(30)

30 Distensi abdomen, muntah hijau, ileus Pseudo-obstruksi

Penurunan reflek anus, ekstremitas inferior, dan tonus otot.

Terdapat dimple atau hair tuft

Anomali tulang belakang

Tampak lemah, perkembangan terhambat, kulit kering, hernia umbilikalis, makroglosi

Hipotiroidism

Posisi anus tampak abnormal pada pemeriksaan fisis

Malformasi anorektal kongenital

Patofisiologi

Sangat komplex

Yang berperan multiple faktor :

- kolon

- rectum, rectal capasity, rectal compliance - anorectal sensation - Fungsi sphincter ani interna/ externa

- M. pelvic floor - perianal nerves

- kematangan dan komponent psychologic

Kelainan diluar kolon:

endokrin: hipothyroid, hiperparathyroid, hiperkalsemia, diabetes insipidus, asidosis renal infantil, hipokalemia, hiponatremia, uremia, porfiria, feokhromositoma, CF

Neuromuskular:

kerusakan sakrum, kelainan syaraf pusat, infeksi polineuritis, miopaties, sclerosis sistemis, DM, Down sindrom

Manifestasi klinis

(31)

31 Anamnesis : terpenting untuk diagnosis, riwayat bab ( frekuensi, ukuran, konsistensi feses, kesulitan saat bab, bab berdarah, nyeri saat bab), riwayat makanan, masalah psikologi, dan gejala lain seperti nyeri abdomen. Pada konstipasi kronis dapat terjadi gejala kecepirit (enkopresis), perut kembung dan nafsu makan yang menurun. Upaya menahan defekasi tampak dari tingkah laku anak dengan menyilangkan kedua kakinya dan posisi tubuh tertentu.

Pemeriksaan fisik : dapat teraba massa feses pada abdomen kiri, pada pemeriksaan anorektal ditentukan lokasi anus, adanya prolaps, peradangan perianal, fissura, dan tonus dari saluran anus

Kriteria Diagnosis

1. Frekuensi defekasi < 3 kali seminggu, tinja yang keras, rasa sakit pada defekasi, kecepirit dan terabanya skibala pada palpasi abdomen merupakan petunjuk adanya konstipasi.

2. Bila ada keterlambatan pengeluaran mekonium (>24 jam), pikirkanlah kemungkinan Morbus Hirschsprung (MH)

3. Bila riwayat konstipasi terjadi sejak lahir, pikirkanlah kemungkinan MH.

4. Bila konstipasi disertai gangguan tumbuh kembang, pikirkan penyebab organik.

5. Konstipasi yangt terjadi pada usia > 3 tahun umumnya fungsional.

Pemeriksaan Penunjang

1. Bila tidak tidak ada kecurigaan kelainan organik sebagai penyebab konstipasi (konstipasi fungsional), maka tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

2. Pemeriksaan enema barium untuk mencari penyebab organik seperti Morbus Hirschsprung dan obstruksi usus.

3. Biopsi hisap rektum untuk melihat ada tidaknya ganglion pada mukosa rektum secara histopatologis.

Tatalaksana

Prinsip penanganan konstipasi fungsional adalah menentukan adanya akumulasi feses (fecal impaction), evakuasi feses (disimpaction), pencegahan berulangnya akumulasi feses

dan menjaga pola defekasi menjadi teratur dengan terapi rumatan oral, edukasi kepada orang tua dan

evaluasi hasil terapi.

(32)

32 Penjelasan kepada orang tua tentang lamanya tatalaksana konstipasi fungsional dan meyakinkan orang tua dan pasien bahwa tidak ada solusi cepat pada kondisi seperti ini. Evakuasi feses dapat dilakukan dengan menggunakan terapi per rektal atau oral. NASPGHAN lebih menganjurkan evakuasi per oral dibandingkan per rektal karena lebih bersifat invasif dan traumatik bagi pasien. Tabel 2 dibawah ini memberikan informasi tentang obat yang dapat digunakan untuk evakuasi baik rektal maupun oral.

Tabel 2. Obat yang digunakan untuk evakuasi feses

Terapi rumatan dilakukan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa bulan bahkan tahun, untuk mencegah berulangnya konstipasi. Aspek penting dari terapi rumatan jangka panjang adalah membentuk kebiasaan defekasi yang teratur. Beberapa cara untuk metode ini antara lain modifikasi perilaku, pemberian diet serat, laksatif dan pendekatan psikologis.

Toilet training akan mengembangkan refleks gastrokolik bila dilakukan secra teratur, dan selanjutnya akan membangkitkan refleks defekasi. Sebagian besar anak telah siap memulai toilet training pada usia 3 tahun. Selaian toilet training, latihan dan aktifitas fisik secara teratur membantu untuk melatih otot- otot yang mengatur defekasi. Aktifitas fisik juga berguna untuk memperbaiki gerakan usus yang teratur sehingga membantu feses melewati anus. Monitor terhadap pola defekasi dan penggunaan obat serta efek samping dapat didapat dari catatan harian yang dibuat oleh orang tua. Salah satu cara untuk tetap mejaga kepatuhan terapi adalah menstimulasi anak yang telah berhasil dalam kegiatan ini dengan pemberian hadiah.

Diet tinggi serat memiliki efek meningkatkan retensi air pada feses dan sebagai substrat bagi

pertumbuhan bakteri komensal sehingga bersifat sebagai prebiotik. Sampai saat ini penggunaan diet

(33)

33 tinggi serat pada kasus konstipasi kronis masih kontroversial. Beberapa studi menyimpulkan manfaat serat pada pencegahan konstipasi.

Terapi rumatan dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi kekambuhan, berupa pemberian laksatif jangka panjang, karena itu harus digunakan laksatif yang aman dan nyaman bagi pasien. Polietilen glikol (PEG) merupakan laksatif osmotik yang sangat aman dan dapat diberikan jangka panjang. Alternatif lain adalah Laktulosa dan Sorbitol yang juga merupakan serat atau prebiotik dan dapat diberikan jangka panjang.

Daftar Pustaka

1. Evaluation and Treatment of Constipation in Infants and Children: Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition. JPGN 2006;43:e1-13

2. Baucke VL. Prevalence, symptoms and outcome of constipation in infants and toddlers. J Pediatr 2005;146:359-63

3. Hyman PE, Milla PJ, Benninga MA, Davidson GP, Fleisher DF, Taminiau J.

Childhood functional gastrointestinal disorder: neonate/toddler. Gastroenterology 2006;130:1519-26

4. Biggs WS, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and children. Am Fam Physician 2006;73:469-77, 479-80, 481-2.

5. Baucke VL, Miele E, Staiano A. Fiber (Glucomannan) is beneficial in the treatment of childhood constipation. Pediatrics 2004;113:259-64

Tujuan pembelajaran unit 3: Endokrin

Pada akhir unit pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat :

Metode

Kuliah Praktikum Tutorial 1. Mengetahui dan memahami penyakit Diabetes

melitus, diagnosis dan penatalaksanaan  

2. Mengetahui dan memahami kelainan hyperthyroid ,

hypothyroid, diagnosis dan penatalaksanaan  

3. Mengetahui dan memahami Pemeriksaan laboratorium diagnosis DM dan dislipidemia

Pemeriksaan fungsi tyroid  

(34)

34 Skenario 3.

Tidur lelap atau Koma ?

Pria usia 58 tahun diantar keluarganya ke IGD karena tidak bisa dibangunkan dari tidurnya. Penderita tersebut tidak bisa dibangunkan dari tidur sejak 2 jam yang lalu, penderita tetap mengorok walau anak dan istrinya berteriak dan mencubit-cubit penderita. Sebelumnya penderita mengeluhkan bila badannya terasa lemah, berat badan menurun sekitar 10 kg selama 2 bulan terakhir. Penderita sering haus dan berkali-kali buang air kecil. Pasien pernah didiagnosa DM sejak 2 tahun lalu dan minum OAD, tetapi tidak pernah kontrol. Di IGD dokter melakukan pemeriksaan fisik pasien didapatkan penurunan GCS. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 92 x/mnt, frekwensi nafas 24 x/mnt, nafas berbau khas, suhu axilla 36,4 oC, Mucosa bibir kering dan turgor menurun. Pada pemeriksaan reflek cahaya pupil masih isokor dan tidak ditemukan lateralisasi. Dokter menginformasikan kepada keluarganya bahwa pasien dalam kondisi koma dan disarankan untuk MRS untuk evaluasi lebih lanjut.

Kata sulit :

Rumusan masalah

Topik :

1. Koma Hipoglikemia 2. KAD

3. KHONK

4. Farmakoterapi insulin dan OAD Sasaran Pembelajaran :

1. Mampu menyebutkan macam-macam komplikasi akut Diabetes Melitus

2. Mampu menjelaskan macam-macam koma diabetikum (koma hipoglikemi, KAD, KHONH) 3. Mampu menjelaskan etiologi koma diabetikum

4. Mengetahui dan memahami Obat Hipo dan Hipertiroid,OAD dan Insulin, Obat hiperlipid dan

anti obesitas  

5. Mengetahui dan memahami managemen

pembedahan pada gangguan endokrin  

6. Mengetahui dan memahami Behaviour modification

change family conference and conseling DM

(35)

35 4. Mampu menjelaskan patofisiologi dari masing-masing koma diabetikum.

5. Mampu menjelaskan gejala dari masing-masing koma diabetikum.

6. Mampu menegakkan diagnosa dan diagnosa banding dari masing-masing koma diabetikum

7. Mampu mengusulkan pemeriksaan fisik dan penunjang (laboratorium) dari masing- masing koma diabetikum

8. Mampu menjelaskan dan melakukan penatalaksanaan (terapi) dari masing-masing koma diabetikum

9. Mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis dari masing-masing koma diabetikum 10. Mampu menjelaskan dan merumuskan pencegahan komplikasi koma diabetikum

Rumusan Masalah :

1. Mengapa penderita tersebut mengalami penurunan kesadaran (koma) ?

2. Mengapa pada penderita tersebut terjadi penurunan berat badan yang signifikan ? 3. Mengapa pada penderita tersebut sering kencing ?

Jawaban :

1. Kesadaran (kesigapan kesadaran) tidak hanya membutuhkan aferen spesifik yg ditransmisikan ke korteks serebri, tetapi juga membutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik dari ARAS (Ascending Reticular Activating System). Kerusakan yang luas di area korteks dan atau gangguan ARAS akan menyebabkan gangguan kehilangan kesadaran. Hiperglikemia pada DM, hiperosmolaritas karena gangguan eklektrolit (hipernatremia) dan gangguan keseimbangan asam basa akan meyebabkan gangguan eksitabilitas neoron di korteks dan ARAS sehingga menombulkan gangguan kesadaran sampai koma.

2. Adanya defisiensi insulin yang akut akan menyebabkan lonjakan gula darah yang akan memicu lipolisis dan proteolisis sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan pada diabetisi.

3. Pada kondisi hiperglikemia, terjadi penimbunan glukosa di ekstrasel yang akan meyebabkan

hiperosmolaritas. Transpor maksimal glukosa akan meningkat di ginjal sehingga gula

diekskresikan kedalam urin, hal ini menyebabkan diuresis osmotik yang disertai kehilangan air

(poliuria), Na+ dan K+ dari ginjal, dehidrasi dan kehausan.

(36)

36 KOMA DIABETIKUM

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe II. Peningkatan insidensi diabetes terutama diabetes melitus tipe II ini tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi akut maupun kronik diabetes.

Sebenarnya hanya terdapat dua bentuk komplikasi akut pada DM yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia sedangkan hiperglikemia terdiri dari Diabetes Keto Asidosis (DKA) atau Keto Asidosis Diabetikum (KAD), Non Ketotik Hiperosmolar (NKH) atau Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHONK).

Komplikasi akut seperti halnya: hipoglikemia dan ketosiadosis merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi pada perjalanan penyakit diabetes mellitus (DM). Komplikasi akut ini masih menjadi masalah utama karena angka kematiannya masih sangat tinggi. DKA menempati peringkat pertama angka kematian disusul oleh hipoglikemia.

Komplikasi kronik merupakan komplikasi yang sangat sukar ditangani karena berjalan pelan tetapi pasti dan karenanya akan memakan biaya sangat tinggi. Berbagai macam komplikasi kronik pada diabetes melitus adalah dislipidemia, kelainan saraf, penurunan kemampuan seksual, gangguan muskuloskeletal, katarak, TBC paru, kelainan ginjal, stroke, selulitis-gangren, dan batu kandung empedu simtomatik.

Koma Hipoglikemi

Definisi

Suatu keadaan dimana kadar glukosa darah dibawah 60 mg%. Kadar glukosa 60 mg%

merupakan batas terendah glukosa darah puasa (true glucose). Sehingga dengan dasar tersebut, setiap penurunan glukosa darah dibawah 60mg% disebut sebagai hipoglikemia. Gejala-gejala hipoglikemia pada umumnya baru timbul apabila kadar glukosa darah dibawah 45 mg%.

Hipoglikemia bisa terjadi pada pasien Diabetes Mellitus (DM), individu normal atau pasien

bukan DM. Hipoglikemia pada pasien Diabetes Mellitus dapat terjadi pada mereka yang

mendapatkan terapi insulin atau obat anti diabetes oral (golongan sulfonil urea).

(37)

37 Patogenesis

Untuk memahami patogenesis hipoglikemia perlu ditinjau kembali mengenai homeostasis glukosa dan energi tubuh. Saat individu makan (absorptive) tersedia cukup sumber energi yang diabsorbsi dari usus. Energi yang berlebih tersebut akan disimpan sebagai makro molekul, sehingga fase ini disebut sebagai fase anabolik. Pada fase ini hormon yang berperan adalah insulin. Kurang lebih 60% dari glukosa yang diabsorbsi usus dengan pengaruh hormon insulin akan disimpan sebagai glikogen di hati, sedangkan sebagian lagi disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga.

Metabolisme anaerob maupun aerob terjadi untuk sebagian glukosa yang lain guna memperoleh energi yang akan digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Hampir sebagian besar penggunaan glukosa (70%) berlangsung ke otak. Otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi, hal ini berbeda dengan jaringan tubuh yang lain.

Peningkatan asam amino didalam darah terjadi karena pencernaan dan penyerapan protein, dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otot sebagai protein. Melalui saluran limfe lemak diserap dari usus dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolisis oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak dengan gliserol mengalami esterifikasi dan terbentuk triglisrida yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses-proses tersebut terjadi dengan bantuan insulin.

Kadar glukosa darah mulai turun sewaktu sesudah makan (post absorptive) atau setelah puasa 5-6 jam, hal ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, tetapi hormon kontra regulator yaitu glukagon, kortisol, epinefrin dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadi keadaan yang berlawanan (katabolik), yaitu sintesis glikogen, protein dan trigliserida akan menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada kondisi dimana terjadi penurunan glukosa darah yang mendadak, maka glukagon dan epinefrin yang berperan penting. Hormon glukagon dan hormon epinefrin tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenesis dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Sehingga tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, piruvat, asam laktat dan gliserol. Hormon kortisol dan hormon pertumbuhan (hormon kontra regulator) berkerja secara sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi perannya lambat. Dalam keadaan puasa (post absorptive) terjadi penurunan hormon insulin dan kenaikan hormon kontra regulatorr. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan pemakaian glukosa di jaringan sensitif insulin, dengan demikian keterbatasan jumlah glukosa tersebut hanya disediakan untuk jaringan otak.

Hipoglikemia tidak akan terjadi selama homeostasis glukosa tersebut berjalan.

Ketidakmampuan hati memproduksi glukosa yang menyebabkan terjadinya hipoglikemia,

ketidakmampuan hati tersebut bisa karena penurunan bahan pembentuk glukosa, ketidakseimbangan

hormonal atau penyakit hati. Selama hati masih mampu mengimbangi dengan menambah produksi

glukosa, maka peningkatan penggunaan glukosa di jaringan perifer tidak akan menimbulkan

hipoglikemia.

(38)

38 Gejala Klinis

Ada 2 fase gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia : 1. Fase I :

Pada fase ini gejala-gejala yang timbul karena pelepasan hormon epinefrin akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus. Gejala yang timbul berupa palpitasi, tremor, keluar banyak keringat, rasa lapr, mual, ketakutan. Gejala klinis ini akan tampak bila kadar glukosa darah turun sampai 50 mg%.

Gejala-gejala yang muncul diawal ini merupakan alarm peringatan, karena pasien masih dalam kondisi sadar sehingga dapat mengantisipasi supaya tidak jatuh kekondisi hipoglikemia yang lebih berat. Apabila gejala-gejala pada fase I ini tidak dikenali dan tidak diantisipasi oleh pasien atau keluarganya maka dan glukosa darah akan semakin turun dan akan masuk ke fase II.

2. Fase II :

Pada fase ini timbul gejala neurologi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak. Gejala-gejala pada fase II ini yaitu pusing, pandangan kabur, hilangnya ketrampilan motorik yang halus, ketajaman mental menurun, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma. Gejala-gejala neurologi ini biasanya muncul bila kadar glukosa darah turun mendekati 20 mg%.

Riset pada individu normal yang bukan diabetes memperlihatkan adanya gangguan fungsi otak lebih awal dari fase I, kondisi ini dinamakan sebagai gangguan fungsi otak subliminal. Gangguan fungsi otak awal ini dapat diketahui dengan pengukuran auditory evoked potensial yang terjadi pada penurunan kadar glukosa darah ± 75 mg%. Untuk mencegah hipoglikemia pada kadar glukosa darah tersebut sekresi insulin menurun dan mulai terjadi sekresi glukagon dan epinefrin. Pada saat ini belum ada gejala-gejala klinik hipoglikemia.

Terkadang hipoglikemia menunjukkan gejala-gejala yang tidak khas (atypical) disamping gejala peringatan (gejala adrenergik) dan gejala neurologis. Gejala tidak khas tersebut bisa berupa : perubahan tingkah laku, syncope yang mendadak, pusing dan vertigo yang membaik pada pagi hari dengan makan pagi, banyak keringat pada malam hari, hemiplegia atau afasia transien, angina dan sebagainya (tabel 2).

Gejala-gejala yang tidak khas pada hipoglikemia

- Adanya perubahan perilaku (tingkah laku) - Sinkop yang terjadi secara mendadak

- Pusing dipagi hari dan menghilang dengan makan pagi

- Keringat malam yang berlebihan sewaktu tidur

Gambar

Gambar 1. Hirarki Pengendalian Risiko
Tabel 2. Obat yang digunakan untuk evakuasi feses
Gambar :  Skema patogenesis KHONK

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mencapai target tersebut, tentunya Garudafood harus bekerja keras dalam membangun merek Leo, apalagi pasar makanan ringan terdiri dari beraneka ragam jenis, sehingga

SEHRSNYA NYATANYA Diketahui Kepala Pusat Bahan Ajar

Seiring dengan persaingan dan tuntutan perkembangan dunia perumahsakitan dewasa ini, maka Rumah Sakit Umum Islam Harapan Anda Tegal terus berupaya meningkatkan mutu

Dari hasil pembahasan tersebut peneliti menyimbulkan bahwa cara-cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak tuna grahita di Nanga Bulik sudah mencakup

Autoclave dibuat dari bahan baja tahan karat SS 304 berbentuk silinder dengan diameter dalam 14 cm, tebal dinding 0,173 cm, volume 2,0 liter, tutup dengan sistem flanges tebal 0,425

Hal itu senada juga dengan yang dikemukakan Guterman (2001:2-3), bahwa latihan pada hakekatnya adalah proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk melatih siswa,

Setelah menganalisis tindak tutur persuasif dalam bahasa Jepang dari korpus data video kampanye Shinzo Abe, penulis menemukan beberapa strategi persuasif yang berwujud dalam

Stress dan gangguan tidur yang dialami oleh mahasiswa skripsi juga didapatkan oleh peneliti berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan menggunakan kuesioner skala