• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kV DAN PENYULANG 20 kV

2.1. Transformator Daya

Transformator adalah suatu alat listrik statis yang berfungsi merubah tegangan guna penyaluran daya listrik dari suatu rangkaian ke rangkaian yang lain melalui gandengan magnet berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

Kerja Transformator yang berdasarkan induksi elektromagnet, menghendaki adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan sekunder.

Gandengan magnet ini berupa inti besi tempat melakukan fluks bersama.

Berdasarkan cara melilitkan kumparan pada inti, dikenal dua macam tipe transformator yaitu tipe core (inti) dan tipe shell (cangkang).

Gambar 2.1 Tipe Transformator : (a) tipe core (inti), (b) tipe shell (cangkang)

(2)

Transformator daya digunakan untuk merubah tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan rendah begitupun sebaliknya agar didapatkan penyaluran daya yang efisien. Kemampuan transformator untuk merubah tegangan ini diperoleh karena dua macam lilitan yaitu lilitan primer dan lilitan sekunder, sehingga perbandingan jumlah lilitan dengan langsung menetapkan perbandingan tegangan dan dengan terbalik menetapkan perbandingan arusnya.

Pada transformator inti jenis core dengan hubungan YNYn dimungkinkan adanya belitan ketiga delta virtual, dikarenakan apabila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah terdapat flux urutan nol yang keluar melalui udara. Besarnya impedansi dari belitan ketiga delta virtual (belitan tersier) tersebut bervariasi antara 8x sampai dengan 23x nilai impedansi trafonya tergantung dari kapasitas trafonya.

Transformator daya berfungsi sangat penting dalam penyaluran daya listrik, oleh karena itu trafo harus diamankan untuk mencegah kerusakan akibat gangguan, baik gangguan yang terjadi di dalam trafo itu sendri maupun gangguan yang terjadi di luar trafo yang dapat mengakibatkan kerusakan pada trafo tersebut.

2.2. Gangguan Pada Transformator Daya Dan Penyulang

Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu gangguan yang bersifat tetap (permanen) dan gangguan yang bersifat sementara (temporer). Gangguan yang bersifat permanen adalah gangguan yang dapat mengakibatkan kerusakan secara permanen, misalnya hubung singkat pada kabel atau belitan trafo karena tembusnya isolasi. Disini pada titik gangguan memang terjadi kerusakan yang permanen. Peralatan yang

(3)

terganggu tersebut bisa dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Penyebab gangguan permanen antara lain penuaan isolasi, kerusakan mekanis isolasi, tegangan lebih dsb.

Gangguan yang bersifat sementara adalah gangguan yang tidak mempunyai kerusakan secara permanen di titik gangguan, misalnya flashover antara penghantar fasa dan tanah/tiang karena sambaran petir, dahan pohon yang menyambar konduktor karena tertiup angin, atau burung/binatang lain yang terbang/merayap mendekati konduktor fasa dsb. Gangguan Hubung singkat yang terjadi antar fasa (dua fasa atau tiga fasa) atau antara satu fasa ke tanah, dapat bersifat sementara atau permanen.

2.3 Relai Arus Lebih Sebagai Pengaman Gangguan Antar Fasa Dan 1 Fasa Ke Tanah

Gangguan di dalam trafo dapat berupa gangguan satu fasa ke tanah, gangguan antar fasa, gangguan antar belitan, gangguan sadapan, gangguan bushing dsb. Gangguan yang terbanyak adalah gangguan satu fasa ke tanah, sedangkan gangguan antar fasa relatif sedikit karena kedudukan belitan setiap fasanya terpisah.

Gangguan tersebut kemungkinan akan menimbulkan kerusakan yang besar, disamping itu mempunyai resiko terjadinya kebakaran, sehingga gangguan tersebut harus dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat. Sambungan dari trafo daya dan sistem pembumiannya memegang peranan penting yang menentukan besar arus gangguan yang akan mengerjakan relai.

(4)

Untuk mengatasi gangguan fasa ke tanah dapat digunakan relai arus lebih yang terletak di sirkit sekunder trafo arus dari ketiga fasanya. Jadi arus yang diukur adalah arus penjumlahan dari arus ketiga fasanya. Arus ini disebut arus sisa (residual current), atau arus urutan nol yang memang baru muncul ketika ada gangguan fasa ke tanah.

Karena relai ini mendeteksi arus urutan nol maka relai gangguan tanah tidak dilalui arus beban baik yang seimbang ataupun yang tidak seimbang, juga tidak dialiri arus gangguan hubung singkat antar fasa, dua fasa atau tiga fasa, karena penjumlahan arus-arus itu dititik pertemuan ketiga fasanya sama dengan nol. Jadi relai gangguan tanah tidak sensitif terhadap arus beban maupun arus hubung singkat antar fasa. Arus gangguan satu fasa tanah hampir selalu lebih kecil daripada arus hubung singkat tiga fasa, bahkan lebih kecil dari arus beban nominalnya, oleh karena itu nilai settingnya bisa lebih kecil dari pada arus beban.

Nilai setting yang kecil ini bisa disebabkan karena :

• Gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu melewati tahanan gangguan.

• Titik netral sistem mungkin dibumikan melalui tahanan.

Arus gangguan satu fasa ke tanah pada sistem dengan pembumian langsung pada umumnya juga sedikit lebih kecil dari pada arus hubung singkat tiga fasa sebab impedansi urutan nol saluran pada umumnya lebih besar daripada impedansi urutan positifnya, kecuali jika lokasi gangguannya dekat dengan pusat pembangkit.

(5)

Gambar 2.2 Relai Arus Lebih

Relai hubung singkat yang settingnya diatas arus beban maksimum, kurang atau tidak sensitif terhadap gangguan fasa ke tanah, karena nilai arus gangguan tanah yang relatif kecil sedangkan nilai setting relai arus hubung singkat diatas arus beban. Relai gangguan tanah juga bisa salah kerja akibat arus hubung singkat yang besar jika nilai settingnya terlalu kecil karena kesalahan trafo arus diketiga fasanya. Oleh karena itu diperlukan relai gangguan gangguan tanah yang sangat sensitif dengan nilai setting arus yang sangat kecil, agar didapatkan kepekaan yang sangat tinggi bila terjadi gangguan yang jauh pada sistem distribusi.

2.4 Teori Komponen Simetris

Teori komponen simetris merupakan metode yang sangat penting dan merupakan pokok perubahan berbagai artikel dan penyelidikan uji coba gangguan tak simetris pada sistem transmisi, yang terjadi karena hubung singkat, impedansi

(6)

antar saluran, impedansi dari satu atau dua saluran ke tanah, atau penghantar yang terbuka.

Persoalan pada sistem tenaga listrik tiga fasa yang seimbang dapat diselesaikan dengan mengubah semua sistem menjadi satu fasa. Dua fasa lainnya sama dengan fasa pertama dengan pergeseran sudut fasa ± 120º. Metoda komponen simetris mencoba menyelesaikan sistem tiga fasa yang tidak seimbang menjadi sistem satu fasa dengan bantuan fasor tak seimbang. Fasor tiga fasa tidak seimbang diuraikan menjadi dua fasor fasa seimbang yang masing-masing disebut komponen urutan positif dan komponen urutan negatif dan satu fasor yang disebut komponen urutan nol.

Suatu sistem tak seimbang yang terdiri dari n fasor yang berhubungan dapat diuraikan menjadi n buah sistem dengan fasor yang dinamakan komponen- komponen simetris (symmetrical components) dari fasor aslinya, n buah fasor pada setiap himpunan komponennya adalah sama panjang dan sudut diantara fasor yang bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya. Tiga fasor tak seimbang dari sistem tiga fasa dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang.

Himpunan seimbang komponen itu adalah :

1. Komponen urutan positif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120º dan mempunyai urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya.

2. Komponen urutan negatif, terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120º dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan seperti fasor aslinya.

(7)

3. Komponen urutan nol, terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.

Pada umumya, ketika memecahkan permasalahan dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga fasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b dan c.

Dengan cara demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem adalah a b c, sedangkan urutan fasa dari komponen urutan negatif adalah a c b.

Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan subskrip tambahan ‘1’ untuk urutan positif, ‘2’ untuk komponen urutan negatif dan ‘0’ untuk komponen urutan nol.

Karena setiap fasor tak seimbang yang asli adalah jumlah komponen fasor asli yang dinyatakan dalam suku-suku komponennya adalah :

Va = Va1 + Va2 + Va0 ... (2.1) Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 ... (2.2) Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 ... (2.3)

(8)

Gambar 2.3. Tiga Himpunan Fasor Seimbang Yang Merupakan Komponen Simetris Dari Tiga Fasor Tak Seimbang

2.5 Sistem Per-Unit (p.u)

Dalam sistem per-unit terdapat empat besaran dasar yaitu besaran dasar daya dalam kilovolt-ampere (kVA) atau megavolt-ampere (MVA), besaran dasar tegangan dalam volt (V) atau kilovolt (kV), besaran dasar impedansi dalam ohm (Ω) dan besaran arus dalam ampere (A). Hubungan antara besaran dasar, besaran per-unit dan besaran sebenarnya adalah :

Besaran per-unit =

dasar besaran

sebenarnya besaran

Besaran sebenarnya = besaran per-unit · besaran dasar

Pada umumnya besaran daya dipilih pertama, lalu salah satu tegangan dipilih sebagai tegangan dasar, tegangan sistem yang lainnya dapat ditentukan dengan menggunakan referensi dari rating primer dan sekunder trafo. Tegangan dasar biasanya menggunakan tegangan fasa-fasa dalam kilovolt. Formula untuk menghitung besaran dasar adalah :

Va0

Vb0

Vc0

(9)

b b

b 3 kV

I kVA

= ⋅ ... (2.4)

b 2 b b

2 b b

b

b MVA

) (kV kVA

1000 )

(kV I

3 1000

Z kV = ⋅ =

= ⋅ ... (2.5)

dimana:

Ib = besaran dasar arus (A)

KVb = besaran dasar tegangan (kVl-l) kVAb = besaran dasar daya (kVA) MVAb = besaran dasar daya (MVA) Zb = besaran dasar impedansi (Ω/fasa)

Elemen impedansi biasanya dinyatakan dalam ohm atau milliohm atau dalam persen pada suatu peralatan. Impedansi kabel secara umum dinyatakan dalam ohm dan impedansi trafo dalam persen dengan rating kVA/MVA. Sebagai contoh 5% pada trafo 500 kVA. Besaran impedansi sebenarnya dapat dirubah ke dalam besaran per-unit dengan rumus :

2 b b e

pu 1000 kV

kVA Z Z

= ⋅ ... (2.6)

2

b e e b

%

pu kV

kV kVA 100

kVA

Z Z 



= ⋅ ... (2.7)

2

b e e

b e

pu

pu kV

kV kVA

kVA

Z Z 



⋅ 

= ... (2.8)

dimana :

Zpu = impedansi per-unit

Zpu e = impedansi per-unit pada rating kVA dari elemen

(10)

Ze = impedansi sebenarnya dalam ohm

Z% = impedansi yang dinyatakan dalam persen kVAe = daya sebenarnya dalam kVA

kVe = tegangan sebenarnya dalam kV

Jika resistansi diabaikan maka rumus tersebut menggunakan besaran reaktansi (X) sebagai pengganti dari impedansi (Z).

2.6 Analisa Gangguan Pada Sistem Distribusi 20 kV

Gangguan-gangguan yang terjadi pada penyulang sistem distribusi 20 kV dapat menyebabkan kerusakan pada trafo yang berada disebelah hulunya, oleh karena itu gangguan tersebut harus dapat diatasi agar tidak merusak peralatan.

Gangguan-gangguan pada sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan gangguan hubung singkat yang tidak simetris, terutama gangguan satu fasa ke tanah. Pada umumnya gangguan tiga fasa akan menghasilkan arus gangguan yang paling besar, tetapi ada kalanya gangguan satu fasa tanah akan menghasilkan arus gangguan yang besar.

Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat dikategorikan dengan : 1. Gangguan paralel (shunt faults) atau hubung singkat

2. Gangguan simultan (simultaneous faults) atau mempunyai lebih dari satu gangguan yang terjadi pada waktu yang bersamaan.

2.6.1 Gangguan Satu Fasa Ke Tanah

Pada umumnya gangguan satu fasa ke tanah terjadi karena satu penghantar fasanya terhubung singkat ke tanah baik secara langsung atau

(11)

terhubung dengan kawat tanah. Gambar 2.4 (a) berikut akan memperlihatkan gambaran umum dari gangguan satu fasa ke tanah pada titik F dengan impedansi gangguan Zf, gambar 2.4 (b) memperlihatkan rangkaian ekivalen jaringan urutan.

(a) (b)

Gambar 2.4 Gangguan Satu Fasa Ke Tanah : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan

Gangguan fasa ke tanah yang terjadi dimisalkan pada fasa a dengan Vf

adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1.0∠0º p.u).

Dimana :

f 2 1 0

o a2

a1

a0 Z Z Z 3Z

0 I 1,0

I

I + + +

= ∠

=

= ... (2.9)

Arus gangguan untuk fasa adalah

Iaf = Ia0 + Ia1 + Ia2 ... (2.10)

Zf

a

b

c Iaf Ibf = 0 Icf = 0 Vaf

F

(12)

Atau

Iaf = 3Ia0 = 3Ia1 = 3Ia2 ... (2.11)

2.6.2 Gangguan Fasa – Fasa langsung

Pada umumnya, gangguan antar fasa pada sistem tenaga listrik ketika dua penghantar terhubung singkat. Gambar 2.5 (a) menunjukkan gambaran umum dari gangguan antar fasa pada titik gangguan F dengan impedansi gangguan Zf. Gambar 2.5 (b) menunjukan rangkaian ekivalen jaringan urutan, dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1,0∠ 0º p.u).

(a) (b)

Gambar 2.5 Gangguan Fasa-Fasa : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan

(13)

Dari gambar 2.5 (a) diperoleh

Iaf = 0 ... (2.12) Ibf = - Icf ... (2.13) Vbc = Vb – Vc = Zf Ibf ... (2.14)

Dari gambar 2.5 (b), arus urutan dapat dirumuskan

Ia0 = 0 ... (2.15)

f 2 1

o a2

a1 Z Z Z

0 I 1,0

I + +

= ∠

= ... (2.16)

Dengan mensubsitusikan persamaan (2.15) dan (2.16) maka diperoleh arus gangguan untuk fasa b dan c adalah

Ibf = - Icf = 3 Ia1-90º ... (2.17)

2.6.3 Gangguan 2 fasa Ke Tanah

Pada umumnya, gangguan dua fasa ke tanah pada sistem transmisi terjadi ketika konduktor berhubungan langsung dengan netral dari sistem pentanahan tiga fasa. Gambar 2.6 (a) menunjukan gambaran umum dari gangguan dua fasa ke tanah pada titik gangguan F dengan impedansi gangguan Zf dan dengan impedansi dari saluran ke tanah Zg (yang mana nilainya sama dengan nol atau tak terhingga). Gambar 2.6 (b) menunjukan hubungan dari rangkaian

(14)

ekivalen jaringan urutan resultan, dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1,0∠0º p.u).

(a) (b)

Gambar 2.6 Gangguan Fasa-Fasa ke Tanah : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian ekivalen Jaringan Urutan

Untuk analisa gangguan fasa-fasa ke tanah dimisalkan fasa yang terganggu adalah pada fasa b dan c.

Iaf = 0 ... (2.18) Vbf = (Zf + Zg)Ibf + Zg Icf ... (2.19) Vcf = (Zf + Zg)Icf + Zg Ibf ... (2.20)

Dari gambar 2.6 (b) arus urutan positif dapat digambarkan :

Zf

a

b

c Iaf = 0 Ibf Icf

F

Zf

Zg Ibf + Icf

(15)

g f 2 0

g f 0 f 2 f 1

o a1

3Z 2Z Z Z

) 3Z Z )(Z Z ) (Z

Z (Z

0 I 1,0

+ + +

+ + + +

+

= ∠ ... (2.21)

Arus urutan negatif dan nol dapat terbentuk dengan menggunakan aturan pembagian arus, yaitu :

a1 f 2 g f 0

g f 0

a2 I

) Z (Z ) 3Z Z (Z

) 3Z Z I (Z





+ + +

+

+

− +

= ... (2.22)

a1 g f 0 f 2

f 2

a0 I

) 3Z Z (Z ) Z (Z

) Z I (Z





+ + + +

− +

= ... (2.23)

Arus gangguan untuk fasa b dan c maka diperoleh :

Ibf = Ia0 + a2 Ia1 + a Ia2 ... (2.24)

Dan

Icf = Ia0 + aIa1 + a2 Ia2 ... (2.25)

2.6.4 Gangguan Tiga Fasa ke tanah

Pada umumnya gangguan tiga fasa merupakan gangguan yang seimbang (symmetrical), tetapi juga bisa di analisa dengan menggunakan komponen simetris. Gambar 2.7 (a) memperlihatkan gambaran umum dari gangguan tiga fasa seimbang pada gangguan di titik F dengan impedansi Zf dan Zg. Gambar 2.7 (b) memperlihatkan rangkaian ekivalen jaringan urutan, dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1,0∠0º p.u).

(16)

(a) (b)

Gambar 2.7 Gangguan Tiga Fasa : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan

Arus urutan positif, negatif dan nol dapat digambarkan seperti :

Ia0 = 0 ... (2.26) Ia2 = 0 ... (2.27)

f 1

o

a1 Z Z

0 I 1,0

+

= ∠ ... (2.28)

Dari persamaan diatas maka didapat rumus arus gangguan masing-masing fasa adalah sebagai berikut:

f 1

o a1

af Z Z

0 I 1,0

I +

= ∠

= ... (2.29)

f 1

o a1

2

bf Z Z

0 24 I 1,0

a

I +

= ∠

= ... (2.30)

(17)

f 1

o a1

cf Z Z

0 12 I 1,0

a

I +

= ∠

= ... (2.31)

2.7 Sistem Pembumian Transformator Daya

Sistem pembumian pada trafo daya sangatlah penting, khususnya sejak gangguan yang sering terjadi adalah gangguan fasa ke tanah. Sehingga pengaman terhadap peralatan sangatlah dibutuhkan. Tujuan dari pembumian adalah untuk memperkecil tegangan lebih sementara, untuk pengamanan peralatan itu sendiri, mendeteksi gangguan dengan cepat dan untuk mengisolasi area yang terganggu.

Sistem pembumian pada trafo dibagi menjadi empat tipe yaitu :

• Trafo yang tidak dibumikan.

• Trafo yang dibumikan dengan tahanan tinggi.

• Trafo yang dibumikan dengan tahanan rendah.

Trafo yang dibumikan langsung (solid grounding).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan metode pembumian antara lain:

• Level tegangan sistem tenaga listrik

• Kemungkinan adanya tegangan lebih sementara (transient overvoltage)

• Tipe dari peralatan yang ada dalam sistem tenaga listrik

• Kontinuitas dari pelayanan

• Keadaan tanah di lingkungan peralatan

• Biaya dari peralatan, termasuk alat proteksi dan pemeliharaannya

(18)

• Keamanan

• Toleransi dari tingkat gangguan

Beberapa tipe pembumian memiliki keuntungan dan kerugian masing- masing. Berikut ini akan dibahas mengenai masing-masing tipe pembumian diatas.

2.7.1 Trafo Yang Tidak Dibumikan

Pada sistem berikut ini trafo tidak dibumikan sama sekali, pembumiannya hanya oleh kapasitansi dari sistem ke tanah. Keuntungan dari sistem ini adalah apabila terjadi gangguan tanah maka arus gangguan tanahnya sangat kecil, sehingga kemungkinan kerusakan peralatan menjadi kecil dan tidak terlalu penting untuk memisahkan area yang terganggu.

Sistem ini kadang-kadang digunakan di sistem pembangkitan industri- industri yang membutuhkan kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang tinggi dan sangat penting untuk memperkecil kerugian akibat kehilangan tenaga listrik.

Selain keuntungan yang telah disebutkan diatas pada sistem yang tidak dibumikan memiliki persoalan yang cukup penting, pada sisitem ini terdapat tegangan lebih sementara yang bersifat merusak dan selalu memiliki potensial yang berbahaya bagi peralatan dan manusia.

Gangguan fasa tanah pada sistem yang tidak diketanahkan memiliki perubahan dari segitiga tegangan normal yang seimbang. Arus yang melalui impedansi fasa seri akan menyebabkan sedikit perubahan pada segitiga tegangan.

(19)

IG

a

b c

Ketika terjadi gangguan satu fasa tanah, tegangan fasa tanah dari penghantar lainya naik sebesar 3.

Gambar 2.8 Trafo Yang Tidak Dibumikan

2.7.2 Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Tinggi

Sistem pembumian dengan tahanan tinggi dapat membatasi arus gangguan fasa tanah. Resistor pembumian dihubungkan pada netral trafo. Dengan tahanan tinggi kerusakan-kerusakan karena arus sangat berkurang. Pembumian ini dipilih untuk tujuan :

• Mencegah pemutusan yang tidak direncanakan

• Apabila sistem sebelumnya dioperasikan tanpa pengetanahan dan tidak ada relai tanah yang terpasang

• Apabila pembatasan kerusakan karena arus dan tegangan lebih diinginkan, tetapi tidak dibutuhkan relai tanah yang selektif.

Dalam sistem ini trafo dibumikan melalui resistor yang mempunyai nilai yang sama atau lebih rendah dari total kapasitansi ke tanah. Dalam sistem ini arus gangguan yang terjadi kecil untuk memperkecil kerusakan, dengan demikian

(20)

dapat membatasi tegangan lebih sementara sampai dengan 2,5 kali nilai tertinggi terhadap tanah. Resistor pembumian dihubungkan pada netral dari trafo hubungan bintang.

Pembumian trafo dengan tahanan tinggi di Indonesia diterapkan di daerah Jawa Timur dengan resistor pembumian sebesar 500 – 1000 Ω. Arus gangguan yang terjadi pada sistem ini sangat kecil sehingga apabila terjadi gangguan tidak terlalu berbahaya.

Gambar 2.9 Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Tinggi

2.7.3 Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Rendah

Pada sistem ini pembumian bertujuan untuk membatasi arus gangguan satu fasa ke tanah yang diperkirakan 50 sampai 600 A di sisi primer. Sistem ini memiliki keuntungan dari segi isolasi peralatan karena tegangan dari fasa yang tidak terganggu tidak naik secara besar bila terjadi gangguan fasa tanah penghantar yang lainnya. Pada umumya tipe pembumian dengan tahanan rendah menggunakan reaktor atau resistor yang diletakkan di netral dari trafo. Sistem

(21)

pembumian ini sebagian besar digunakan pada sistem yang bertegangan 2,4 – 13,8 kV yang pada umumnya menggunakan motor yang dihubungkan langsung.

Untuk sistem di Indonesia pembumian dengan tahanan rendah diterapkan di daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta dengan resistor pembumian sebesar 12 Ω dan 40 Ω pada sistem yang bertegangan 20 kV. Sistem pembumian dengan resistor 12 Ω pada umumnya digunakan pada saluran kabel (SKTM) dan sistem pembumian 40 Ω pada saluran udara (SUTM).

Gambar 2.10 Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Rendah

2.7.4 Trafo Yang Dibumikan Langsung

Sistem pembumian ini tidak menggunakan impedansi yang dihubungkan dengan tanah, jadi dalam sistem netral dari trafo tetap dihubungkan ke tanah tetapi tidak melalui impedansi. Pembumian ini disebut juga pembumian efektif dimana pada sistem ini memenuhi persamaan :

X 3 X

1

0 ≤ 1

X R

1

0 ≤ ... (2.32)

(22)

a

b

c

IG

ZG

dimana X0 dan R0 adalah reaktansi dan resistansi urutan nol dan X1 adalah reaktansi urutan positif dari sistem tenaga listrik. Pada sistem ini arus gangguan tanah yang terjadi sangat bervariasi dari arus yang sangat kecil sampai arus yang lebih besar dari arus gangguan tiga fasa. Hal ini dapat terjadi tergantung dari konfigurasi dan besaran-besaran sistem tenaga listrik itu sendiri dan lokasi gangguannya. Dengan bervariasinya arus gangguan fasa tanah yang terjadi terhadap lokasi gangguan, maka sistem pembumian ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi gangguan dan mengisolasi area yang terganggu secara selektif dengan relai proteksi.

Sistem pembumian langsung di Indonesia diterapkan pada sistem di Jawa Tengah dengan konsultan dari Amerika, sistem ini digunakan pada saluran udara (SUTM) tiga fasa empat kawat. Pada sistem ini arus gangguan yang terjdi sangat besar, tetapi memiliki keuntungan antara lain untuk beban yang tersebar seperti di pedesaan sehingga tidak perlu menarik saluran tiga fasa cukup dengan satu fasa saja karena bebannya cenderung jauh antara satu dengan yang lain.

Gambar 2.11 Trafo Yang Dibumikan Langsung

Gambar

Gambar 2.1 Tipe Transformator : (a) tipe core (inti),  (b) tipe shell (cangkang)
Gambar 2.2 Relai Arus Lebih
Gambar 2.4 Gangguan Satu Fasa Ke Tanah : (a) Gambaran Umum  (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan
Gambar 2.5 Gangguan Fasa-Fasa : (a) Gambaran Umum  (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ganguan hubung singkat 2 fasa ke tanah adalah gangguan hubung singkat yang terjadi ketika adanya hubung antara 2 fasa ke tanah. Hal ini dikarenakan gangguan hubung

Pada tugas akhir ini gangguan pada sistem berupa gangguan satu fasa ke tanah, ketika terjadi gangguan satu fasa ke tanah maka akan mengalir arus hubung singkat dan adanya

Rangkaian pengawatan rele arus lebih gangguan fasa dan rele hubung tanah Pada kondisi normal dengan beban seimbang IR, IS, IT adalah sama besar, sehingga pada kawat netral

Salah satu permasaalahan yang ada di Gardu Induk Waru adalah gangguan hubung singkat sering terjadi pada jaringan 20 kV yaitu antara fasa (3 fasa atau 2 fasa) atau gangguan

jalan balik arus hubung singkat ke bumi ,sehingga bila terjadi gangguan satu phase ke badan peralatan ,arus gangguan yang terjadi mengikuti sifat pada pembumian

Transformator daya berfungsi sangat penting dalam penyaluran daya listrik, oleh karena itu trafo harus diamankan untuk mencegah kerusakan akibat gangguan, baik

Dibandingkan dengan gangguan tiga fasa, besar arus gangguan satu fasa ke tanah lebih besar yakni 1,065 kali gangguan hubung singkat tiga fasa untuk keadaan

Asyrofi, “Analisis Koordinasi PMT Pemutus Tenaga Dengan Recloser Terhadap Gangguan Arus Hubung Singkat Pada Penyulang Rawalo-2 PT.PLN Persero Area Purwokerto,” Universitas Jenderal