DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….. ABSTRAK ………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ………
BAB I PENDAHULUAN ………..
A. Latar Belakang Masalah ……….. B. Rumusan Masalah ………
C. Tujuan Penelitian ………..
D. Manfaat Penelitian ………
E. Definisi Operasional/ Batasan Istilah ……….. F. Kajian Pustaka ………..
G. Asumsi ………
H. Metode Penelitian ………... I. Lokasi dan Subjek Penelitian ………..
BAB II KAJIAN TEORETIS ………..
A. Koreografi ………. B. Rias dan Busana ………
BAB III METODE PENELITIAN ………..
A. Metode dan Pendekatan Penelitian ….……….... B. Lokasi dan Subjek Penelitian .………. C. Variabel Penelitian .………... D. Definisi operasional ………... E. Instrument Penelitian ………... F. Teknik Pengumpulan ……… G. Teknik Pengolahan Data ………..
H. Tahap-tahap Penelitian ………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………
A. Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Menor) ……….. B. Struktur Gerak (Koreografi) Topeng Klana di lingkung
seni Cinta Pusaka Serbaguna Subangpimpinan Carini
(Menor) ………..………
C. Rias dan Busana………....
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………
A. Kesimpulan ...……….
B. Rekomendasi .………
DAFTAR PUSTAKA ………
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………...
RIWAYAT HIDUP
75
85 87 89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 1 Ragam Topeng ……… 56
Gambar. 2 Topeng Klana ………. 58
Gambar. 3 Mincid Lemes……….. 64
Gambar. 4 jangkung ilo………. 66
Gambar. 5 Adeg-adeg……… 67
Gambar. 6 Papagah (marentah)……….. 68
Gambar. 7 Ngalaga (lagaan)……… 69
Gambar. 8 Busana topeng Menor………. 74
Gambar. 9 Busana Topeng Menor (atas)……….. 75
Gambar. 10 Busana Topeng Menor (bawah)……… 75
Gambar. 11 Busana Topeng Menor (belakang)……… 75
Gambar. 12 Tulisan “Menor” pada busana……….. 76
Gambar. 13 busana gaya “Bandungan”………... 77
Gambar. 14 busana gaya “Bandungan”tampak atas………... 77
Gambar. 15 busana gaya “Bandungan” tampak bawah……… 77
Gambar. 16 “kangkalung” dan gelang……….. 79
Gambar. 17 karakter Topeng dan “Tekes”……… 81
Gambar. 18 kedok Topeng Klana………. 82
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Uraian Gerak Topeng Klana Carini (Menor………. 62
Tabel 2 Notasi angka Baksaray Genjing……….…….. 74
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan tidak hanya merupakan aset suatu bangsa melainkan jati diri yang
muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, dan untuk melestarikan nilai-nilai
budaya bangsa, perlu adanya berbagai upaya yang harus dilakukan, karena budaya tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena kebudayaan merupakan hasil dari
pemikiran dan perbuatan manusia. Indonesia memiliki budaya yang sangat
melimpah¸keanekaragaman kebudayaan tersebut meliputi berbagai sistem pengetahuan,
organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan kesenian (Koeutjaraningrat, 1981;204).
Begitu pula Jawa Barat merupakan salah satu daerah Indonesia yang sarat dengan
kebudayaan tradisonal yang beranekaragam dan kita sebagai bangsa Indonesia harus
merasa bangga akan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu.
Kuatnya arus globalisasi membuat keberadaan kesenian tradisional suatu daerah di
Indonesia kian memperihatinkan. Hal itu diperparah dengan minimnya minat generasi
muda dalam mempelajari kesenian tradisional tersebut, generasi muda kurang
Adapun kebudayaan Indonesia yang berada di Jawa Barat salah satunya adalah
kesenian Topeng. Umumnya kesenian Topeng yang masyarakat ketahui berasal dari
Cirebon Jawa Barat, yang biasa ditampilkan dalam upacara-upacara tertentu. R.I Maman
Suryaatmaja (1980:19), menyatakan, dulunya karena melihat keberhasilan Sunan
Gunung Jati mensyiarkan agama Islam, maka masyarakat percaya bahwa kesenian
topeng bisa dijadikan penangkal serangan dari kekuatan – kekuatan jahat, maka pihak
penguasa Cirebon menerapkan kesenian Topeng ini untuk meruat suatu daerah yang
dianggap angker. Walau Topeng Cirebon asal mulanya dari kebudayaan Hindu-Budha
pada jaman Majapahit yang membawakan cerita Panji, tetapi oleh para penyebar Islam
(Wali) ke dalam kesenian Topeng ini dimasukan unsur-unsur Islam yang secara tidak
langsung memberikan pendidikan agama kepada masyarakat. Dan kelanjutannya
kesenian Topeng ini masih digunakan di desa – desa untuk upacara Ngunjung, Nadran,
Sedekah bumi dan lain–lainnya (1980: 22). Setelah masyarakat menerima tradisi Ngaruat
itu, di samping harus diadakannya pagelaran Wayang Kulit juga harus menampilkan tari
Topeng, maka tumbuh suburlah penari – penari Topeng di Cirebon. Awalnya yang
menarikan tari Topeng ini kebanyakan para Dalang Wayang Kulit yang sebelum pentas
Wayang, pada siang hari sang dalang harus menari Topeng terlebih dahulu. Oleh
karenanya para dalang Wayang Kulit yang lahir sebelum tahun 1930 diwajibkan untuk
hubungannya pihak keraton selalu melibatkan kesenian untuk media dakwah dalam
penyebaran agama Islam, dan pihak keraton memberikan nama Ki Ngabei untuk seniman
yang juga berdakwah. Kesenian tari Topeng Cirebon menjalankan sisi dakwah
keagamaan dengan berpijak kepada tata cara mendalami Islam di Cirebon yang
mempunyai 4 (empat) tingkatan yang biasa disebut : Sareat, Tarekat, Hakekat dan
Ma’ripat. (R.I, Suryaatmadja, 1980: 25 ). Seperti halnya topeng Cirebon, ternyata di
daerah Subang pun memiliki kesenian topeng yaitu Topeng Jati (topeng Menor). Topeng
Jati atau Topeng Menor yaitu kesenian Topeng yang muncul dan berkembang di Desa
Jati. Penamaan kesenian Topeng Jati berdasarkan pada tempat berkembangnya kesenian
yaitu di Desa Jati Kecamatan Cipunagara. Dinamakan Topeng Menor karena seni
Topeng tersebut memiliki penari Topeng yang bersuara merdu pandai menari, dan cantik
sehingga banyak yang memanggilnya Menor. Ditambah pula dengan keahlian penari
tersebut bisa menarikan beberapa karakter Topeng, baik karakter gaya Rahwana atau buta
dengan gaya menari yang gagah dan menakutkan ditarikan dengan luwes, maupun satria
yang bergaya lemah lembut. Kesenian Topeng Jati merupakan hasil persebaran dari suatu
individu atau masyarakat, karena kesenian ini sebenarnya berasal dari luar Subang
tepatnya dari daerah Cirebon. Beberapa unsur-unsur seni yang melekat pada Topeng Jati
antara lain dari unsur Topeng, waditra, nayaga, penari, dan busana. Sebutan Topeng
dibelakang kata Topeng adalah kebiasaan yang sudah sangat umum untuk menunjukan
profesi seseorang, yakni profesi sebagai penari, misalnya Topeng Sujana, Topeng
Rasinah, Topeng Menor, Topeng Sawitri, dan lain-lain. (wawancara 25 Juni 2012).
Menor adalah nama lain dari Carini , seorang dalang Topeng berdarah Cirebon yang
tinggal di Dusun Babakan Bandung, Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten
Subang. Sebutan Menor diberikan karena ia merupakan anak perempuan dari empat
bersaudara (Sunaryo, Supendi, dan Komar), dari Sutawijaya dan Sani. Sutawijaya adalah
dalang Wayang Kulit dan istrinya Sani adalah Dalang Topeng. Sani, berasal dari daerah
Kalisapu, Kanoman, Cirebon, sementara Suta berasal dari daerah Pamayahan, Kabupaten
Indramayu. Suta masih mempunyai pertalian saudara dengan Rasinah, seorang Dalang
Topeng terkenal dari daerah Pekandangan Indramayu. Ia juga masih punya pertalian
saudara dengan Rasinah, seorang Dalang-dalang Wayang terkenal seperti Rusdi dan
Tomo, dari daerah Celeng, Indramayu. Keberadaan topeng Cirebon di Cipunagara pada
mulanya berasal dari dua daerah pusat penyebaran topeng, yaitu Indramayu dan cirebon.
Menurut penuturan Carini (Menor), sekitar tahun 1930 Aki Resa (kakek buyutnya)
diminta Nopeng (menari Topeng) oleh pejabat tinggi setempat yaitu Ama Patih dan
Juragan Demang di Cimerta. Pada saat itu para pelaku seni tidak hanya diberi imbalan
berupa uang, Ia diberi imbalan rumah tempat tinggal di daerah Pagaden Subang. Pada
Sebagai pemimpin rombongan Topeng, ia pun seringkali dipanggil untuk nopeng oleh
Juragan Demang dengan mendapatkan imbalan rumah dan tanah di daerah Sindang
Kasih. Kemudian mereka menetap di daerah tersebut. Pangga mewariskan seni Topeng
kepada keturunannya, yaitu Winda, Talim, Aminah, Sutawijaya, dan Rudiah. Sekitar
tahun 1940, Pangga dan keluarga pindah ke Desa Jati dikarenakan jembatan Cigadung
yang berada dekat dengan rumahnya akan dihancurkan oleh Belanda. Rumah dan tanah
di Babakan Bandung, Desa Jati, yang kini ditempati itu, pada awalnya adalah pemberian
Lebe Pahing Desa Jati. Di Desa Jati-lah kesenian Topeng berkembang hingga dinamai
topeng Jati dan belakangan setelah Carini yang mendapat julukan si Menor menjadi
penerus, maka nama Topeng Jati pun menjadi Topeng Menor. Seperti tempat asalnya
(Cirebon), Topeng Jati mempunyai beberapa Topeng dengan mempunyai karakter
masing-masing. Topeng Samba berwarna merah muda berambut diibaratkan sebagai
seorang kesatria yang memiliki sifat gandang. Topeng Rumyang diibaratkan sebagai
seorang kesatria yang mempunyai karakter pemberani dan gandang. Topeng
Tumenggung atau Punggawa memiliki karakter yang berani sebagai halnya prajurit
kerajaan yang siap berperang. Warna Topeng biasanya merah muda dan berkumis.
Topeng Kelana atau Rahwana, berkarakter garang, serakah, dan suka membuat onar.
garang, menakutkan, dan berperilaku jahat. Warna topeng biasanya merah dan berkumis
tebal. (wawancara 29 Juni 2012).
Dalam perkembangannya saat ini, Topeng Jati (menor) mengalami kemunduran
dalam eksistensi di dalam masyarakat. Seperti halnya kesenian tradisi lainnya, yang
tergusur oleh kesenian modern seperti organ tunggal dan semacamnya. Begitu pula di
pihak pemerintah yang kurang memperhatikan dan melestarikan kesenian topeng Jati
(Menor) ini, yang membuat minimnya pengetahuan masyarakat tentang keberadaan
kesenian Topeng Jati (Menor) ini. Ditambah pula perkembangan ekonomi yang pesat dan
memaksa para pelaku seni tradisional ini untuk beralih profesi demi memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga.
Dari beberapa karakter topeng yang sering ditampilkan oleh Topeng Jati (Menor),
terdapat salah satu karakter yang cukup menarik untuk peneliti bedah lebih dalam, yaitu
Topeng Klana. Karena disini, Topeng Klana yang ditampilkan memiliki sesuatu yang
berbeda dengan gerakannya yang lebih luwes dan bertenaga. Topeng Menor (Jati) dalam
proses pembentukannya telah mengalami berbagai pengaruh budaya, dengan demikian
meskipun berbagai aspek dalam penyajiannya mirip dengan Topeng Cirebon, namun
apabila dicermati lebih teliti terdapat perbedaan yang membentuk ciri khasnya, ciri khas
topeng Menor ini dapat ditelusuri melalui analisis gerak, busana dan rias. Karena disini
pertunjukan. Untuk mendapatkan data mengenai salah satu tarian topeng Klana di
lingkung Seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Topeng Jati atau
Menor), maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian ini. Untuk
menfokuskan analisis permasalahan, maka dipilih Topeng Klana sebagai sampel untuk
untuk analisis : gerak, busana dan rias.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka diambil beberapa rumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan, sebagai berikut .
1. Kenapa topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini
(Menor) dijadikan materi tari unggulan?
2. Bagaimana struktur koreografi tari topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka
Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Menor)?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Memperoleh gambaran mengenai tari Topeng Klana sehingga dijadikan unggulan di
lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor).
2. Memperoleh data mengenai struktur koreografi Tari Topeng Klana di lingkung seni Cinta
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, peneliti berharap tulisan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi :
1. Bagi Lembaga perguruan tinggi
Menambah sumber kepustakaan yang dapat dijadikan bahan kajian metode pembelajaran
khususnya di Jurusan Pendidikan Seni Tari
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan inspirasi baru untuk semua lapisan masyarakat dan
pemerintah tentang salah satu kesenian daerah Subang.
3. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk penelitian. Dan menambah wawasan peneliti
mengenai tari Topeng Jati (Menor).
G. Definisi Operasional/Batasan istilah
Definisi operasional peneliti diuraikan untuk menghindari salah satu penafsiran
mengenai judul penelitian yang akan peneliti ajukan, dengan demikian pembaca akan
memperoleh gambaran apa yang dimaksud dengan judul tersebut, maka peneliti akan
Kesenian Topeng Jati (Menor) adalah kesenian Topeng yang muncul dan
berkembang di Desa Jati. Alasan penamaan terhadap kesenian Topeng Jati didasarkan
pada tempat berkembangnya kesenian ini yaitu di Desa Jati Kecamatan Cipunagara.
Dinamakan Topeng Menor, karena seni topeng tersebut pada saat itu mempunyai penari
Topeng yang cantik, bersuara merdu dan pandai menari, sehingga orang memanggilnya
Menor. Keahlian penari tersebut bisa menari beberapa karakter Topeng dengan luwes,
baik karakter satria yang bergaya lemah lembut, maupun gaya Rahwana atau buta dengan
gaya menari yang gagah dan menakutkan.
Lingkung Seni adalah tempat berkumpulnya orang-orang seni yang mempunyai
tujuan yang sama dalam mewujudkan semua inspirasi dalam berkarya. Dengan demikian
maka dipilihlah judul Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni cinta pusaka
serbaguna Subang sebagai judul penelitian ini.
H. Kajian Pustaka
Topeng memiliki bentuk yang bermacam-macam, dan menggambarkan berbagai
karakter mulai dari wajah binatang, makhluk menakutkan, bentuk stilisasi
karakter-karakter dari berbagai drama tari, hingga dalam bentuk yang hampir realistis mendekati
wajah manusia. Kenneth MacGowan dan Wiliam Melnitz berpendapat, bahwa topeng
masyarakat primitif berkaitan dengan kepercayaan kepada binatang totem atau
totemisme. Dalam buku mereka “The Living stage”.( The Living Stage; A History of the
World Theater: 1962)
Toto Amsar Suanda dan Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat dalam buku
“Revitalisasi Seni Topeng Menor” mengatakan bahwa “Topeng Menor” produksi Cinta
Pusaka Serbaguna pimpinan Supendi merupakan salah satu jenis seni dari kabupaten
Subang yang jampir punah, dan pada tahun anggaran 2011 Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Barat melalui balai pengelolaan Taman Budaya berupaya
untuk menumbuh kembangkan kembali jenis kesenian tersebut dari kepunahan.
Mendukung dalam penelitian karena di buku ini ada pembahasan Topeng Jati (Menor) di
lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor).
Dalam disertasi Trianti Nugraheni yang berjudul “Karakter pada Dramatari Klasik
di wilayah Budaya Jawa, Bali dan Sunda (sebuah studi komparasi)” terdapat pernyataan
Richard Corson, dalam bukunya yang berjudul Stage Make Up yang mengulas rias. Dari
penjelasan Corson menjelaskan bahwa ada dua jenis make-up, pada karakter make-up
diperlukan makeup yang cocok untuk memperkuat peran yang dimainkannya. Adapun
pada Corective make up merupakan make up tanpa spesifikasi karakter, hanya
menggunakan make up koreksi agar tampak lebih cantik.
Jakob Sumardjo dan kawan-kawan dalam bukunya yang berjudul Seni
upacara, sisa-sisa seni pertunjukan lama yang sekarang dalam masyarakat Indonesia,
selalu diselenggarakan untuk alasan-alasan yang berhubungan dengan upacara peralihan.
Dalam melakukan upacara pernikahan atau khitanan, biasanya diselenggarakan sebuah
seni pertunjukan lama, misalnya pertunjukan Wayang atau Topeng. Tetapi juga sudah
muncul gejala bahwa pertunjukan lama terdapat juga seni produk masyarakat modern
seperti sandiwara atau layar tancap. Disini jelas terlihat bahwa seni pertunjukan selalu
dihubungkan dengan peristiwa upacara peralihan.
Pada buku yang berjudul Sosisologi Tari pada tahun 2007 oleh Y.Sumandiyo
Hadi mengungkapkan bahwa tari juga dapat hadir pula untuk hiburan kesenangan yang
disiapkan dengan penataan artistik yang garapannya cukup baik, seperti dalam sajian
pertunjukan untuk resepsi perkawinan, ulang tahun, atau acara pertemuan yang lain.
Beberapa jenis tarian lain yang dapat dimasukan dalam kelompok tarian yang bersifat
sakral ini, masih terdapat pula tarian yang berfungsi dengan daur kehidupan seperti
kelahiran, inisiasi pubertas, perkawinan, dan kematian; tarian penyembuhan atau
pengobatan; dan tarian “magi perburuan, menirukan binatang serta jenis tarian menirukan
perang di lingkungan masyarakat yang masih melanjutkan warisan budaya primitif.
Kajian pustaka yang telah di uraikan diatas, diharapkan bisa menunjang dalam
membantu peneliti dalam menganalisis aspek yang akan diteliti. Selain tentang
dalam penelitian ini. Dimana kedua aspek tersebut sangat mendukung dalam
memperjelas pokok bahasan dalam penelitian ini. Di dalam menganalisis tarian sangat
diperlukan dengan beberapa ilmu diantaranya ilmu komposisi tari, koreografi yang
spesifik sesuai dengan latar belakang tarian itu sendiri. Pada tari Topeng Jati (Menor)
dapat dianalisis mengenai kostum, koreografi, rias. Dari analisis tersebut dapat diambil
banyak makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam tarian. Koreografi akan dianalisis
dan dikategorikan, selanjutnya ditelaah dengan teori deskriptif analitis. Rias dan busana
dalam sebuah pertunjukan tari mempunyai kedudukan penting pula dalam memperkuat
karakter dan mempercantik penari. Ditambah pula busana yang memiliki arti dan fungsi
masing-masing dalam sebuah tarian, yang bisa menjadikan sebuah pembahasan menarik.
I. Asumsi
Asumsi atau anggapan dasar yang melandasi penelitian ini dan dijadikan tolak ukur bagi
peneliti adalah bahwasannya sebuah perkembangan sebuah kesenian yang berkembang di
masyarakat Subang yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam koreografi, rias dan
busana. Apabila dicermati memiliki sesuatu yang berbeda yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan masyarakat Subang. kesenian tersebut memiliki sebuah keunggulan yang
dengan perkembangannya di daerah yang berbeda, maka memiliki sebuah perkembangan
yang berbeda pula.
J. Metode Penelitian
A. Metode dan Pendekatan
Metode adalah suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip dan teknik
ilmiah yang dipakai oleh disiplin (ilmu) untuk mencapai suatu tujuan, sehingga dalam
penelitian kali ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan
kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian pada kondisi
objek yang alamiah. Metode ini dianggap peneliti sebagai langkah konkrit guna memperoleh
informasi data dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam penelitian.
B. Lokasi dan Sampel Penelitian
Kesenian Tari Topeng Jati (menor) yang diselenggarakan khusus dari Lingkung
Seni Cinta Pusaka Serbaguna, di kampung Babakan Bandung, Dusun. Sindang, Desa.
Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Untuk lokasi penelitian di Desa. Jati,
Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, dengan sampel yang dipilih yaitu Tari
C. Instrumen penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi
yang diperlukan dalam penelitian. Sebelum melakukan penelitian ke lapangan peneliti
menyiapkan beberapa panduan diantaranya panduan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Dengan adanya panduan penelitian tersebut peneliti akan lebih fokus
terhadap topik pembahasan.
a. Lembar observasi
Lembar panduan observasi ini digunakan untuk mengamati kesenian Topeng Jati
(Menor) pada lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang untuk mengetahui latar
belakang munculnya Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang
Pimpinan Carini (Menor), koreografi, dan mengetahui bagaimana rias dan busana Topeng
Klana tersebut.
b. Lembar Wawancara
Lembar wawancara ini digunakan untuk mendapatkan data dan informasi untuk
mengetahui latar belakang munculnya Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka
Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor), koreografi, dan mengetahui bagaimana
rias dan busana kesenian Tari Topeng Jati (Menor) tersebut.
a. Observasi, dalam penelitian kali ini peneliti memusatkan perhatian terhadap
hal-hal dengan objek yang diteliti, dan yang peneliti lakukan adalah datang langsung
dan melihat pertunjukan kesenian Tari Topeng Jati (menor).
b. Wawancara, dilakukan untuk mengumpulkan informasi verbal, memperoleh
kelengkapan dan kejelasan. Mengumpulkan data dan wawancara merupakan
deretan pertanyaan yang ditunjukan kepada orang-orang yang dapat memberikan
informasi yang jelas, dengan wawancara yang tidak terstruktur.
c. Dokumentasi, dalam penelitian ini berupa video dan foto-foto yang dilampirkan,
juga kamera adalah salah satu alat dokumentasi yang dipakai untuk meneliti.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Setiap penelitian mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Oleh karena itu,
metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Begitupun dalam
penelitian ini, untuk mendapatkan hasil dan tujuan yang diharapkan, maka peneliti
menggunakan metode penelitian deksriptif analisis, karena peneliti berusaha untuk
mendeskripsikan dan menganalisis suatu tindakan dan peristiwa yang berlangsung.
Seperti yang diungkapkan oleh Winarno Surakhmad, bahwa.
Metode deskriptif analisis adalah metode yang dalam pelaksanaannya tidak
terbatas hanya pada pengumpulan data saja, akan tetapi analisis dan interprestasi,
sehingga data itu pelaksanaannya dilakukan kepada pemecahan masalah yang terjadi
secara aktual, setelah data dan informasi yang diperoleh diklasifikasikan untuk dijadikan
acuan sebagai bahan analisis pada langkah berikutnya agar menghasilkan kesimpulan dan
implikasi pada langkah yang bermakna secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta yang diteliti (Surakhmad, 1985: 139).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan pokok
yaitu pendekatan dengan cara melihat objek pengkajian sebagai suatu sistem, dengan
kata lain obyek kajian dilihat sebagai satuan yang terdiri dari unsur yang saling terkait.
Penelitian kualitatif lebih mengutamakan kualitas data, oleh karena itu tekhnik
pengumpulan datanya banyak menggunakan wawancara yang berkesinambungan dan
observasi langsung. Seperti halnya yang Kuntjara kemukakan bahwa : metode yang
digunakan dalam penelitian kebudayaan akan lebih tepat jika menggunakan pendekatan
naturalistis atau pendekatan kualitatif. Alasannya karena jenis penelitian tersebut lebih
mencari ke dalam suatu permasalahan dari pada suatu jawaban yang bisa digeneralisir
secara umum (Kuntjara, 2006: 3).
Penelitian yang dilakukan ini bersifat kualitatif, artinya penelitian yang
menghasilkan data deskriptif analisis yang berupa kata-kata tertulis terhadap apa yang
diamati, atau dengan kata lain data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk
deskriptif sesuai dengan data yang ada di lapangan dengan menggunakan instrumen
pengumpul data yang telah dipersiapkan sebelumnya.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah kampung Babakan Bandung, Dusun. Sindang,
Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Untuk lokasi penelitian di
lokasi ini untuk dijadikan tempat penelitian, karena di lingkungan inilah kesenian
Topeng Jati (Menor) tumbuh dan berkembang.
2. Subjek Penelitian
Sampel atau subjek penelitian ini adalah Lingkung Seni Cinta Pusaka Serbaguna
Kabupaten Subang, karena di lingkung seni inilah pertama kali Topeng Jati (Menor)
berkembang dan lahir. Dengan demikian besar kemungkinan data yang diperoleh
akan lebih akurat.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu
gambaran adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sikap, ukuran yang dimiliki oleh
satuan penelitian tentang sesuatu konsep penelitian tertentu. Misalnya umur, jenis
kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, pengetahuan, pendapatan, penyakit
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel tunggal yaitu Topeng Klana di
D. Definisi Operasional
Sebagai batasan istilah dan untuk menghindari salah penafsiran serta mendapatkan
gambaran yang jelas terhadap judul penelitian ini, maka peneliti akan mendefinisikan
istilah-istilah sebagai berikut.
1. Topeng, menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang Susukan Cirebon,
Marsita, kata topeng berasal dari kata “Taweng” yang berarti tertutup atau menutupi.
Adapun menurut pendapat umum, istilah kata topeng mengandung pengertian sebagai
penutup muka/kedok. Seperti yang diungkapkan oleh Sedyawati, (1993: 1) bahwa:
Topeng dapat didefinisikan sebagai suatu tiruan wajah yang dibentuk atas bahan dasar
yang tipis atau ditipiskan, dengan memperhitungkan kelayakan untuk dikenakan di muka
wajah manusia, sehingga wajah yang mengenakannya sebagian atau seluruhnya tertutup
(http://sanggarssekarpandan.wodpress.com/definisi-topeng).
2. Kesenian Topeng Jati (Menor) adalah kesenian Topeng yang muncul dan berkembang di
Desa Jati. Alasan penanaman terhadap kesenian Topeng Jati didasarkan pada tempat
berkembangnya kesenian ini yaitu di Desa Jati Kecamatan Cipunagara. Adapun
penamaan Topeng Menor, karena seni topeng tersebut pada saat itu mempunyai penari
topeng yang cantik, bersuara merdu dan pandai menari, sehingga orang memanggilnya
baik karakter satria yang bergaya lemah lembut, maupun gaya Rahwana atau buta dengan
gaya menari yang gagah dan menakutkan.
3. Topeng adalah sebuah penutup muka atau wujud penyamaran karakter sesuai dengan
karakter tarian yang dibawakan oleh penarinya. (wawancara 28 Juni 2012).
4. Lingkung Seni adalah tempat berkumpulnya orang-orang seni yang mempunyai tujuan
yang sama dalam mewujudkan semua inspirasi dalam berkarya.
E. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data-data dalam sebuah penelitian yang
berada di lapangan itu memerlukan adanya sebuah alat pengumpul data, seperti handycam,
tape recorder, camera digital, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan penelitian dalam
hal pengumpulan data.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus diuji kelayakannya mengenai
kesiapan peneliti dalam melakukan penelitian dan yang selanjutnya terjun langsung ke
lapangan. Uji kelayakan terhadap si peneliti yang sebagai instrumen penelitian meliputi
pengujian terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap
bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara
itu sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif,
penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal
memasuki lapangan, (Sugiyono, 2010: 222).
Berdasarkan apa yang diungkapkan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam penelitian
kualitatif merupakan sebuah kunci yang akan membuka suatu permasalahan, menelaah serta
mengeksplorasi data yang ada. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono, (2010:222)
bahwa “peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya”.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui serta mengungkapkan kebenaran suatu permasalahan yang ada di
lapangan, maka diperlukan beberapa data yang menunjang penelitian tersebut. Dimana dalam
mengumpulkan data memerlukan beberapa tekhnik. Teknik pengumpulan data yang dimaksud
adalah kegiatan meneliti kembali, catatan-catatan yang diperoleh peneliti untuk mengetahui
apakah data yang didapatkan itu sudah tepat untuk menyimpulkan kebenaran yang dapat
dipergunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dimaksudkan memperoleh bahan-bahan, keterangan, atau informasi yang benar
dan dipercaya. Pengumpulan teknik dan alat pengumpul yang tepat memungkinkan data yang
Pengumpulan data merupakan suatu peristiwa dimana ada proses pencatatan data-data
yang bertujuan untuk mendukung dari penelitian yang sedang dilakukan.
Keterangan-keterangan yang akan membantu proses penelitian. Semakin banyaknya data yang diperoleh,
maka akan mempermudah peneliti dalam melakukan penelitiannya. Dimana data-data yang
dikumpulkan haruslah yang menunjang dalam penelitian tersebut. Seperti yang dikatakan oleh
Iqbal (2002: 83) bahwa “pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau
hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen
yang akan menunjang atau mendukung penelitian.”
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang sesuai
dengan permasalahan yang sedang diteliti , yaitu sebagai berikut.
1. Observasi
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini dengan maksud untuk mendapatkan
informasi dan data secara langsung dari lokasi penelitian, yaitu untuk melihat secara langsung
bagaimana perkembangan kesenian topeng Jati (Menor) di llingkung seni cinta Pusaka
Serbaguna Kabupaten Subang. Kegiatan observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti terbagi menjadi dua tahap, pertama berupa observasi awal (survey) yang berisi dengan
kegiatan pengecekan lokasi dan sasaran penelitian dan tahap kedua sebagai penelitian inti
Observasi pertama dilakukan selama satu minggu, karena dalam observasi pertama ini hanya
mencari informasi mengenani pengecekan lokasi dan sasaran penelitian. Adapun observasi
kedua dilakukan selama satu bulan untuk mendapatkan seluruh informasi yang dapat
menunjang pada penelitian yang sedang dilakukan.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini merupakan observasi
langsung. Dimana peneliti dapat melakukan pengamatan tarian tersebut dari dekat, dan
meninjau secara langsung dari kesenian secara utuh. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M.
Nazir (1983: 212) bahwa”pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan
pengamatan langsung adalah cara pengambilan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain
untuk keperluan tersebut.”
Peneliti melakukan observasi secara langsung untuk mendapatkan informasi-informasi
yang dibutuhkan dengan mengamati objek penelitiannya yaitu kesenian Topeng Jati ( Menor)
di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang. Observasi ini didasarkan pada pengalaman
secara langsung.
Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika
sesuatu yang diperoleh kurang meyakinkan, peneliti bisa menanyakan langsung hal tersebut
kepada subjek. Teknik ini juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
kecenderungan perilaku seseorang terhadap suatu kegiatan dapat dilakukan dengan cara
menyaksikan secara langsung. Dengan cara inilah kita dapat mempercayai apa yang
sesungguhnya terjadi, karena kita melihat dengan mata kepala sendiri.”
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh keterangan dalam pengumpulan data penelitian dengan cara tanya jawab. Selain
itu juga wawancara dapat digunakan apabila peneliti menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan
narasumber lebih mendalam. Begitupun sama dengan apa yang dipaparkan oleh Satori dan
Komariah (2010: 130):”wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya
jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam, karena ingin
mengeksplorasi informasi secara holistik dan jelas dari informan. Wawancara dilakukan
kepada dua orang yaitu kepada Mimih Carini selaku pelaku kesenian Topeng Menor (Jati) dan
selanjutnya kepada masyarakat sekitar lingkungan yang sekiranya mengalami perkembangan
Topeng Jati (Menor) yang berhubungan dengan penelitian.
Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah teknik
dengan narasumber yang akan diminta informasinya. Peneliti bisa datang berkali-kali kepada
informan sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang ditemukan.sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Satori dan Komariah (2010: 131) bahwa. Wawancara bertahap adalah
Wawancara yang mana peneliti dengan sengaja datang berdasarkan jadwal yang ditetapkan
sendiri untuk melakukan wawancara dengan informan dan peneliti tidak sedang observasi
partisipasi, ia bisa tidak terlibat intensif dalam kehidupan sosial informan, tetapi dalam kurun
waktu tertentu, peneliti bisa datang berkali-kali untuk melakukan wawancara. Sifat
wawancaranya tetap mendalam tetapi dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan pokok. Istilah lain
dari bertahap bisa disebut juga wawancara bebas terpimpin atau terarah, yaitu wawancara
dengan merujuk pada pokok-pokok wawancara.
Maksud dari peneliti menggunakan teknik wawancara dalam penelitiannya yaitu untuk
mengungkap data dan informasi dari sumbernya langsung yang sifat datanya berhubungan
dengan makna-makna yang berada dibalik perilaku atau situasi sosial yang terjadi. Seperti
yang dijelaskan oleh Lincoln dan Guba dalam Satori dan Komariah (2010: 132) bahwa
maksud dari penggunaan teknik wawancara yaitu:
a) Mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntunan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan;
c) Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami
pada masa yang akan datang;
d) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang
lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi)
e) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
Dengan alasan yang dipaparkan di atas peneliti dapat menggunakan metode wawancara
dalam penelitiannya. Pada saat melakukan wawancara peneliti terus mengembangkan tema
wawancara baru yang dapat memperkaya informasi mengenai masalah yang sedang diungkap.
Berkenaan teknik pengumpulan data ini, wawancara mendalam dilakukan kepada tokoh
dan budayawan sebagai pelaku, pendukung, pemerhati, dan masyarakat sekitar yang sekiranya
mengetahui perkembangan tari Topeng Jati (Menor) yang diteliti. Dan orang itu adalah:
1.Mimih Carini (Menor), 57 tahun sebagai pelaku kesenian Topeng Jati (Menor) yang
benar mengalami kemunduran dan perkembangan tari Topeng Jati (Menor). Wawancara
dengan beliau dilakukan secara berkala dari tanggal 25 juni dan 29 juni 2012,
dilanjutkan bulan berikutnya 5 juli dan 8 juli 2012. Wawancara mendalam dengan
gerak hingga rias dan busana sebagai fokus dalam penelitian ini. Terkait pula karena
beliau adalah pelaku tari Topeng Jati (Menor) yang akan diteliti.
2.Kursidi, 46 tahun. Pengrajin wayang Golek. Beliau adalah salah satu masyarakat asli
yang peneliti temui tanggal 29 juni 2012. Kursidi mengetahui tentang Topeng Jati
(Menor) dari mulai kemunduran yang beliau rasakan hingga kemajuan yang dirasakan
dan cukup memperhatikan kedua aspek tersebut. Yang mudah-mudahan bisa membantu
peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.
Dalam melakukan wawancara penelitipun dibantu dengan beberapa alat bantu wawancara.
Alat bantu wawancara digunakan agar wawancara lebih efektif dan efisien. Pada saat proses
digunakannya instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan wawancara untuk membantu
mengingatnya, maka wawancara tersebut direkam dengan alat bantu seperti tape recorder,
handphone, dan handycam.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data yakni informasi dengan cara
mempelajari beberapa literatur. Pemecahan masalah akan lebih mudah dengan menggunakan
studi literatur pustaka karena didukung dengan buku-buku yang relevan dan dijadikan sumber
untuk mendapatkan hasil kajian yang lebih tepat. Penggunaan buku-buku sebagai sumber
penelitian serta sebagai bahan dalam pengolahan data. Penggunaan studi pustaka dapat
digunakan untuk mengumpulkan data dan mengutip beberapa pendapat atau teori para ahli
yang relevan dengan penelitian dengan cara membaca dan mempelajari berbagai sumber
bacaan, kemudian sumber-sumber itu peneliti pelajari, sehingga memperoleh data dan teori
dari literatur tersebut. Literatur yang dimaksud dalam penelititan ini yaitu sumber-sumber
yang mendukung, baik dari hasil penelitian berupa skripsi, tesis, disertasi, buku sumber,
makalah, artikel, koran-koran, dan internet. Diantaranya : (1) Toto Amsar Suanda dan
DepDikBud dengan judul buku ;”Revitalisasi Seni Topeng Menor”dan judul buku :“Topeng
Cirebon”,(2) Tati Narawati dan R. M. Soedarsono (P4ST UPI) dengan judul buku;“Tari
Sunda Dulu, Kini dan Esok” (3) Tesis dari Trianti Nugraheni dengan judul : “Karakter Putri
pada Dramatari Klasik di wilayah budaya Jawa, Bali dan Sunda”.(4) R.I, Suryaatmadja,”
Laporan Penelitian Tentang Topeng Cirebon dalam Masyarakat Jawa Barat Khususnya daerah
Cirebon”. ASTI Bandung 1908
Peneliti dapat saja mengutip beberapa substansi yang terkandung dalam literatur sebagai
bahan referensi. Berkenaan dengan hal ini Cronin dalam Satori dan Komariah (2010: 151)
menyebutkan “ bila ingin mengetahui signifikasi suatu sitiran, terlebih dahulu harus
memahami perilaku ilmuwan dalam berkomunikasi. Kebiasaan mengutip pendapat atau teori
dipahami untuk mendukung tulisan, dan hal itu telah menjadi keharusan dalam dunia
komunikasi ilmiah.”
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang melengkapi dari penggunaan
metode observasi dan wawancara. Kegiatan pendokumentasian dapat membantu memberikan
data di dalam menganalisis, mencari data, dan mengenai hal-hal variabel yang berupa
benda-benda tertulis, sperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian, dan lain sebagainya (Arikunto, 202: 135). Hal ini diperjelas oleh pendapat
Satori dan Komariah. Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan
dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara
intens, sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu
kejadian. Hasil observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau
didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus penelitian (Satori dan Komariah, 2010:
149).
Hal ini diperjelas oleh pendapat Satori dan Komariah. Bahwa: Studi dokumen dalam
penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens, sehingga dapat mendukung dan
menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi atau wawancara,
akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus
penelitian (Satori dan Komariah, 2010: 149).
Berdasarkan dari pendapat di atas, jelas sudah bahwa studi dokumentasi sangat penting
untuk memperkuat dan mensyahkan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan. Dimana
dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumen seperti piagam-piagam, makalah, serta
hasil dari rekaman yang berupa audio dan audio visual.
Ditambah pula dalam mendokumentasikan peneliti terbantu dalam mengamati
gerak/koreografi Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan
Carini (Menor), dan bisa melihat kostum dan gerak dari tarian yang diteliti. Teknik ini
dilakukan untuk mengupas dan menganalisis gerak melalui beberapa tahap, antara lain :
a.Menguraikan urutan gerak.
b.Mengkategorikan gerak berdasarkan teori.
c.Menganalisis kostum dan rias.
d.Memberi kesimpulan
G. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan
terus-menerus hingga mencapai titik puncaknya. Oleh karena itu diperlukan adanya proses
pengolahan data untuk menyaring dan mengkelompokan data yang penting dan mendukung
penelitian. Selanjutnya data yang dianggap mendukung penelitian dianalisis berdasarkan
metode yang digunakan peneliti.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data diantaranya sebagai berikut.
1.Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan langkah awal dalam
menganalisis data, kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data
yang telah terkumpul. Dari hasil kerja lapangan yang terkumpul direduksi dengan cara
merangkum, mengklasifikasi sesuai dengan aspek dan fokus permasalahan yang sedang
diteliti. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sugiyono bahwa data yang
diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan
rinci. Seperti yang telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah
data yang diperolehpun akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu agar segera
dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,2010: 247).
2. Penyajian Data
Setelah melakukan reduksi data, langkah selanjutnya adalah penyajian data yaitu
menyajikan data secara jelas dan rinci. Penyajian data secara jelas dan rinci akan
mempermudah dalam memahami aspek-aspek yang diteliti, baik secara keseluruhan
maupun bagian demi bagian. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk deskripsi dan
interpretasi sesuai dengan data yang diperoleh. Seperti yang telah dipaparkan oleh
Sugiyono (2010: 249) bahwa “dengan mendisplaikan data, maka akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah dipahami tersebut.”
3. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan tujuan utama dari analisis data yang dilakukan
sejak awal. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan makna terhadap data yang telah
dianalisis. Kesimpulan disusun dalam bentuk pernyataan singkat agar mudah dengan
mengacu kepada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan dari awal hingga akhir
penelitian. Dalam hal ini peneliti berupaya menggali informasi lebih dalam lagi.
Kesimpulan sementara yang sudah dirumuskan masih terus diverifikasi berulang-ulang,
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori
(Sugiyono, 2010: 253).
Berdasarkan dari teori di atas bahwa dalam penelitian kualitatif bisa menghasilkan
suatu temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini bisa berupa deskripsi.
Begitupun dalam penelitian ini, hasil dari penelitiannya berupa deskripsi dari
perkembangan Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna.
H. Tahap-tahap penelitian
Dalam setiap proses pencapaian suatu tujuan, maka didalamnya terdapat beberapa
tahapan yang harus dilalui. Begitupun dalam penelitian ini terdapat pula tahapan-tahapan
yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut.
1. Pra penelitian
Langkah-langkah yang terdapat dalam pra penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Survei
Kegiatan survei awal dilaksanakan pada bulan Desember 2011. Survei awal ini
dilakukan guna untuk menentukan objek yang akan diteliti dan mengetahui apa yang akan
penelitian dan judul yang kemudian diajukan kepada dewan skripsi Jurusan Pendidikan
Seni Tari untuk ditetapkan sebagai penelitian. Kegiatan ini dilakukan di lingkung seni
Cinta Pusaka Serbaguna kab.Subang.
b. Pengajuan judul
Pada tahapan ini peneliti mengajukan beberapa judul yang akan diteliti kepada
dewan skripsi. Dimana dari beberapa judul tersebut akan dibahas satu persatu guna
mendapatkan judul yang tepat untuk dijadikan penelitian.
c. Penyusunan Proposal
Setelah judul ditentukan oleh dewan skripsi, maka langkah berikutnya yaitu
penyusunan proposal penelitian. Proposal yang telah di susun selanjutnya akan disidangkan
atau diseminarkan.
d. Sidang proposal
Pada saat sidang proposal dilanjutkan pada tahap ujian sidang proposal/seminar
proposal penelitian yang telah diajukan kepada dewan skripsi. Hasil dari ujian proposal
tersebut yaitu mendapatkan masukan dari para penguji dan dewan skripsi mengenai fokus
permasalah penelitian yang akan dilakukan. Dan selanjutnya yaitu penentuan pembimbing I
dan pembimbing II yang mana nantinya akan membimbing peneliti dalam penulisan hasil
penelitian berupa skripsi.
Setelah sidang/seminar proposal dilaksanakan, selanjutnya adalah tahap revisi
proposal sesuai dengan masukan dari para penguji. Setelah proposal direvisi dan kemudian
disahkan oleh pembimbing I, II dan ketua jurusan, proposal tersebut dijadikan pengajuan SK
untuk melakukan penelitian.
f. Tahap akhir
Tahap akhir dalam pra penelitian ini yaitu penetapan instrumen penelitian yang akan
diteliti. Peneliti mengadakan bimbingan dengan pembimbing I dan II sebelum terjun ke
lapangan untuk melakukan penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah melewati beberapa tahapan di atas, maka sampailah kepada tahap selanjutnya
yaitu tahapan pelaksanaan penelitian. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan
penelitian ini meliputi observasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data.
a. Observasi
Peneliti melakukan observasi awal ke lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna
sebagai data awal untuk mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang akan diteliti.
Selanjutnya peneliti melakukan observasi secara keseluruhan mengenai objek yang akan
diteliti yaitu kesenian Topeng Jati (Menor) yang berada di lingkung seni Cinta Pusaka
Serbaguna.
Data yang diperoleh pada pengumpulan data menggunakan beberapa cara
diantaranya observasi, wawancara, studi pustaka, dokumentasi. Pengumpulan data ini
peneliti lakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2012.
c. Pengolah Data
Kegiatan ini dilakukan untuk menguji atau memantapkan kebenaran informasi dan
data yang diperoleh dengan cara pengecekan kembali atas data sebelumnya. Hal ini
dilakukan dengan melengkapi data, selalu diperbaharui, dilengkapi dan diperjelas untuk
validasi hasil penelitian. Dalam langkah ini peneliti menganalisis data-data yang telah
diperoleh yang kemudian disusun menjadi sebuah skripsi.
3. Penulisan Hasil Penelitian /Akhir
Dalam tahap ini peneliti menuangkan semua data-data yang telah diperoleh dari
lapangan melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dokumentasi yang telah diolah dan
dianalisis ke dalam sebuah deskripsi yaitu berupa skripsi. Dimana hasil tersebut akan
peneliti pertanggungjawabkan kepada dewan skripsi melalui sidang skripsi guna
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap Topeng Klana di
lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna kabupaten Subang pimpinan Carini (Menor).
Dimana fokus dari penelitian ini mengenai keberadaan Topeng Klana sebagai unggulan
di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna pimpinan Carini (Menor) ditambah sedikit
analisis koreografi, rias dan busana yang ditarik menjadi kesimpulan bahwa :
Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang lahir
dari sebuah perkembangan tari topeng Cirebon yang merupakan hasil dari beberapa tahun
proses perkembangan.
Salah satu karakter yang paling diunggulkan (dikedepankan) dalam setiap
pertunjukan lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna yaitu topeng Klana karena karakter
Topeng Klana lah yang paling Carini (Menor) kuasai dan sangat menikmati, baik dari
karakter, hafalan gerak, dan tenaga. Dan itulah sebabnya, Topeng Klana dijadikan
unggulan (dikedepankan) dalam setiap pertunjukan lingkung seni Cinta Pusaka
Dari unsur koreografi pula dari hampir semua tarian yang disajikan mengalami
perkembangan yang cukup bisa dirasakan, karena seorang Carini mempunyai ciri khas
lincah dan bertenaga, sehingga tariannya pun tidak terlepas dari kedua unsur tersebut.
Setelah sedikit dianalisis dengan menggunakan empat kategori yaiu gerak berpindah,
gerak murni, gerak maknawi, dan gerak penguat ekspresi. Terdapat empat macam gerak
yang mewakili Topeng Klana, yaitu: (1) mincid lemes untuk kategori gerak berpindah
tempat, dan gerak tangannya mewakili gerak murni; (2) adeg-adeg untuk kategori gerak
murni; (3) jangkung ilo untuk kategori gerak maknawi; (4) lagaan/ngalaga untuk
kategori gerak penguat ekspresi.
Dalam rias, cenderung sederhana dengan tujuan hanya untuk mempercantik diri tanpa
menunjukan karakter apapun. Adapun dalam busana, mengalami perkembangan yang
sangat tinggi, sehingga mengalami perbedaan yang cukup menarik.terlihat dari gelang
dan kangkalung yang digunakan dalam kedua jenis busana yang dipakai. Dua gaya
kostum yang dipakai yaitu gaya “subang” dan gaya “bandungan”, itu semua adalah hasil
kerja tangan Carini yang mengalami beberapa apresiasi yang diaplikasikan pada bentuk
dan jenis kostum yang beliau pakai dalam tarian.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan penelitian penulis merekomendasikan
a. Para peneliti selanjutnya, masih banyak sekali hal yang bisa digali dan diteliti lagi
mengenai unsur-unsur pertunjukan kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta
Pusaka Serbaguna di kabupaten Subang dengan menggunakan tekhnik-tekhnik penelitian
yang lebih sempurna sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk
kelangsungan dan perkembangan kesenian tersebut kelak di kemudian hari.
b. Jurusan Pendidikan Seni Tari, dilihat dari sudut pandang keilmuan tari Topeng Jati
(Menor) memiliki unsur gerak yang bisa dipelajari. Melalui dunia pendidikan tari Topeng
Jati (Menor) secara utuh bisa dijadikan bahan ajar bagi mahasiswa. Dan bisa diambil
dari perwatakannya juga, sehingga pengetahuan mengenai kesenian topeng bisa
bertambah.
c. Guru, dengan adanya penelitian ini diharapkan guru bisa menggunakannya sebagai bahan
ajar di sekolah. Sebagai perbendaharaan keunikan dan keanekaragaman kesenian
1
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.
Danadibrata, R.A (2006). Kamus Basa Sunda. Bandung. Kiblat Buku Utama.
Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta. Ghali Indonesia.
Khayam, Umar. (1981). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta. Balai Pustaka.
Nurgraheni, Triyanti. (2010). “Karakter Putri Pada Dramatari Klasik di Wilayah Budaya Jawa,
Bali dan Sunda”. Diaertasi untuk memperoleh gelar doctor ilmu budaya di Universitas
Gadjah Mada.
Rosala, Dedi dkk. (1999). Bunga Rampai Tarian Khas Jawa Barat. Bandung. Humaniora Utama Press Bandung.
Sardirman. (2008). Sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial. Jakarta. Quadra Yudhistira
Sedyawati, Edi. (1993). Seni Pertunjukan Indonesia. Jakarta. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dengan Gasindo.
Soedarsono. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di era Globalisasi. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Suanda, Toto Amsar. (2011). Revitalisasi Seni Topeng Menor. Bandung. DisParBud Jawa Barat.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.
Surakhmad, Winarno. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda dan Teknik. Bandung. Tarsitu.