• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONTRASTIF ONOMATOPE DALAM BAHASA JEPANG DENGAN BAHASA SUNDA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KONTRASTIF ONOMATOPE DALAM BAHASA JEPANG DENGAN BAHASA SUNDA."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

xviii

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 7

4. Anggapan Dasar……….. 8

5. Definisi Operasional……… 9

6. Metode Penelitian……… 11

7. Populasi dan Sampel……… 15

8. Sistematika Penulisan……….. 15

BAB II LANDASAN TEORI 1. Onomatope Dalam Bahasa Jepang……….…………. 18

(2)
(3)

xx

3. Tehnik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitiaan…………. 67

4. Tehnik Analisis Data………. 68

4.1 Pengumpulan Data... 69

4.2 Analisis Data... 69

4.3 Generalisasi... 70

(4)

xxi

1.14 Gusagusa... 122

1.15 Gyutto... 126

1.16 Gyuugyuu... 129

1.17 Biribiri... 133

1.18 Baribari... 137

1.19 Pokipoki... 141

2. Hasil Analisis... 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan………... 149

2. Saran………. 150

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1912, pemerintah Belanda mengumumkan secara resmi bahasa Sunda yang dipakai di sekitar Bandung sebagai bahasa standar (lulugu). Bahasa Sunda sebagai bahasa ibu memenuhi syarat untuk dijadikan bahasa standar karena pertimbangan jumlah pemakai, bahasa pemerintah, bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah, banyak buku yang ditulis dalam bahasa tersebut, dan dipakai sebagai alat komunikasi yang dipahami masyarakat Sunda pada umumnya (Mutual

Inteligibility). Oleh karena itu, bahasa sunda sebagai bahasa ibu sudah tercatat di

dalam World Languages Report dari UNESCO ETXEA yang berpusat di Bilbao Basque Country. (Djajasudarma, 2007 : 17).

Di dalam paragraf di atas terdapat istilah bahasa ibu yang berasal dari bahasa Inggris mother tongue, biasanya dianggap sebagai bahasa pertama yang diajarkan di rumah dan merupakan ujaran yang dipakai oleh ibu, ayah atau orang-orang disekitarnya.

(6)

ini beralasan karena menurut prediksi dalam satu abad mendatang 50 persen bahasa yang ada di dunia akan hilang. Salah satu yang terancam kepunahan adalah bahasa daerah di Indonesia yang berjumlah 731 bahasa.

Berdasarkan data di atas, maka penulis merasa mempunyai satu kepedulian untuk dapat memberi satu sumbang sih baik kepada bahasa Sunda sebagai bahasa ibu penulis dan juga kepada bahasa Jepang sebagai bahasa yang dipelajari oleh penulis di tingkat perkuliahan. Dalam bahasa Sunda terdapat paribasa (Peribahasa) “ngamunjung ka indung ngamuja ka bapa”. Peribahasa ini memberi satu pemahaman kepada penulis untuk dapat melestarikan bahasa Sunda yang mulai mengalami pergeseran jati dirinya akibat campur kode dan memperdalam linguistik bahasa Jepang sebagai apresiasi dari ketertarikan penulis terhadap bahasa nasional dari negara yang mempunyai julukan “matahari terbit”.

(7)

Chaer (2003 : 33) memasukkan sifat arbitrer bahasa ke dalam bagian dari hakikat bahasa, seperti yang dikemukannya bahwa :

hakikat bahasa antara lain, adalah (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan (13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya.

Kata arbitrer berasal dari bahasa latin arbitrare yang bisa diartikan

`sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka` (Chaer, 2003 : 45). Lebih lanjut lagi Chaer (2003 : 45) menjelaskan bahwa : “arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.” Lalu timbul pertanyaan, bagaimana dengan seorang anak yang menyebut binatang anjing dengan “gogog” dalam bahasa Sunda dan “wanwan” dalam bahasa Jepang, bukankah kedua kata tersebut melambangkan konsep yang dimaksud ?

(8)

bunyi’ dan mimesis adalah gitaigo yang secara harfiah berarti `sebuah kata yang meniru tindakan atau keadaan`. Sedangkan Yoko dkk (2002 : 3) mengemukakan pengertian dari onomatope yaitu “giseigo (giongo) dan gitaigo bergabung dalam onomatope yang bisa disebut juga kata simbol bunyi (Onshochogo).”

Onomatope merupakan salah satu aspek yang cukup sulit dipelajari dalam mempelajari bahasa Jepang. Hal ini dikarenakan dalam bangku perkuliahan, tidak diberikan materi mengenai onomatope yang merupakan bagian dari goi (kosakata). Dalam buku Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14

giongo gitaigo bagian bab mono no dasu oto (Hinata dan Junko hibiya, 1995 :

21-29) terdapat onomatope seperti dibawah ini :

• こ こ 爪先の上 たたく

Kotokoto to tsumasaki no ue wo tataku.

(= Mengetuk-ngetuk dengan mengetukan bagian atas ujung kaki) • 音楽にあわせて 太鼓 たたく

Ongaku ni awasete, taiko wo dondon tataku.

(= Bunyi pukulan taiko bersatu denga lagu)

Dari onomatope di atas, muncul pertanyaan apakah onomatope dalam bahasa Jepang terdapat padanan dalam onomatope bahasa Sunda ?

(9)

Dengan Bahasa Sunda” (kajian semantik terhadap onomatope dari bunyi

benda dalam buku Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14

giongo gitaigo).

2. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

2.1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah disusun untuk mengarahkan peneliti supaya dapat menyusun penelitian dengan sistematis. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah :

1. Apa saja onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda dalam buku Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo

gitaigo ?

2. Bagaimanakah makna dari setiap onomatope tersebut ?

3. Bagaimanakah padanan onomatope tersebut dalam onomatope bahasa Sunda ? 4. Bagaimanakah penggunaan onomatope dalam bahasa Jepang dan bahasa

Sunda tersebut ?

(10)

2.2. Batasan Masalah

Dari rumusan masalah di atas, maka disusun batasan masalah untuk memberikan ruang lingkup yang jelas dalam penelitian sehingga peneliti tidak membahas permasalahan di luar penelitian ini. Adapun batasan masalah yang penulis susun adalah :

1. Onomatope yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda dalam buku Gaikokujin no tameno

nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo.

2. Penelitian ini hanya akan menganalisis mengenai makna dari onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda dalam buku Gaikokujin no tameno

nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo.

3. Penelitian ini hanya akan menganalisis padanan onomatope yang terbentuk dari

bunyi yang keluar dari benda yang terdapat dalam buku Gaikokujin no tameno

nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo di dalam onomatope bahasa

Sunda.

4. Penelitian ini hanya akan menganalisis penggunaan onomatope yang terbentuk

dari bunyi yang keluar dari benda yang terdapat dalam buku Gaikokujin no

(11)

padanan onomatopenya dalam bahasa Sunda.

5. Penelitian ini hanya akan membandingkan onomatope dalam bahasa Jepang dan bahasa Sunda berupa persamaan dan perbedaannya.

3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis mengadakan penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui makna onomatope.

2. Untuk mengetahui makna dari onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda tersebut diatas.

3. Untuk mengetahui padanan onomatope tersebut di dalam onomatope bahasa Sunda.

4. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan onomatope dalam bahasa Jepang dan bahasa Sunda.

5. Untuk mengetahui seputar onomatope dalam bahasa Sunda Selain itu, adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

3.1. Teoritis (Linguistik)

(12)

onomatope.

2. Diharapkan dapat lebih memperjelas penggunaan onomatope baik dalam bahasa Jepang maupun dalam bahasa Sunda.

3. Memberikan pembelajaran bagi peneliti untuk dapat menganalisis makna kata.

3.2. Praktis (Pengajaran)

1. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengajar untuk dapat mempermudah pengajaran mengenai onomatope.

2. Dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk mempelajari padanan onomatope dalam bahasa Sunda.

4. Anggapan Dasar

(13)

5. Definisi Operasional

Definisi operasional disusun sebagai cara untuk menghindarkan dari kesalahan dalam menginterpretasikan makna kata-kata atau istilah yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Analisis :

“Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkara, dan sebagainya)” (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2001 : 37).

Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif konstratif yang membandingkan onomatope yang terbentuk dari gerak-gerik dan suara manusia dalam bahasa Jepang dan bahasa Sunda.

2. Onomatope :

(14)

buku Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo. Onomatope tersebut terdiri dari 7 kelompok dan 37 buah onomatope.

3. Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo :

Sebuah buku yang di susun oleh Shigeo hinata dan Junko hibiya yang di peruntukkan bagi pembelajar bahasa Jepang di luar negeri yang mempelajari bahasa Jepang sebagai bahasa Kedua. Tujuan dari buku ini adalah memperkenalkan berbagai jenis onomatope beserta contoh kalimat dan juga disertai lembar latihan yang memungkinkan pembaca untuk dapat mengevaluasi sendiri kemampuannya.

4. Bahasa Jepang :

Bahasa yang dipakai di Jepang, Brazil dan Amerika. Merupakan bahasa yang termasuk dalam family Japanese. (Alwasilah, 1993 : 178).

5. Bahasa Sunda :

(15)

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Alwasilah (1993 : 179) yaitu “bahasa yang dipakai di Indonesia tepatnya Jawa barat, merupakan bahasa yang termasuk kedalam family Malayo-Polynesian.”

6. Semantik :

“Semantik berasal dari bahasa Yunani semantiokus yang berarti ‘penting atau mengandung arti’ (Sudaryat, 2003 : 1). Menurut pendapat Verhaar (Pateda, 2001 : 7) mengatakan bawa “semantik berarti teori makna atau teori arti”. Sedangkan dalam Ensiklopedia Britanika (Pateda, 2001 : 7) yang terjemahannya ‘Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan

hubungan proses mental atau simbol dalam aktivitas bicara.’

6. Metode Penelitian

6.1. Jenis Metode Penelitian

(16)

Oleh karena itu, peneliti mempergunakan metode analisis deskriptif.

Menurut Djajasudarma (2006 : 16) “metode deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. ”Secara deskriptif, peneliti dapat memberikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul.” Dengan demikian, peneliti akan selalu mempertimbangkan data dari segi watak data itu sendiri dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antara masalah yang diteliti.

6.2. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data melalui wawancara dan studi literatur. Adapun Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara

(17)

informasi dari terwawancara (Arikunto, 2002 : 132).

Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan 2 orang yang mempunyai pengetahuan seputar lingustik bahasa sunda sehingga data yang didapat akan akurat dan tepat.

2. Studi Literatur

Studi literatur yaitu dengan cara membaca buku-buku/sumber tertulis lainnya sehingga didapat pengetahuan seputar semantik dan onomatope dalam bahasa Sunda. Adapun sumber referensi yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : a. Sundanese-English Dictionary Compiled by R.R. Hardjadibrata Based

on Soendanees-Nederlands Woordenboek by F.S. Eringa;

b. Kamus Basa Sunda R. A. Danadibrata,

c. Tata Bahasa Dan Ungkapan Bahasa Sunda

d. Tata Basa Sunda Kiwari.

6.3. Teknik Pengolahan Data

(18)

persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja.”

Berdasarkan teknik ini penulis dapat mengetahui perbandingan antara penggunaan dan makna dari onomatope dalam bahasa Jepang dan dalam bahasa Sunda. Dengan teknik ini juga dapat memberikan gambaran persamaan dan perbedaan penggunaan dan makna dari onomatope dalam bahasa Jepang dan dalam bahasa Sunda.

Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh penulis, diantaranya :

a. Menyusun sampel onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda yang terdapat pada buku Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai

shiri-zu 14 giongo gitaigo.

b. Menganalisis makna onomatope dalam bahasa Jepang. c. Menganalisis penggunaan onomatope dalam bahasa Jepang.

d. Mengklasifikasikan padanan onomatope tersebut dengan onomatope bahasa Sunda.

(19)

f. Generalisasikan data yang di dapat dengan menarik kesimpulan berdasarkan analisis yang dilakukan. Sehingga dapat ditemukan persamaan dan perbedaan dari hasil perbandingan. Generalisasi hasil penelitian dilakukan secara induktif.

7. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda yang terdapat pada buku Gaikokujin no tameno nihongo

reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo. Sedangkan sampel dalam penelitian ini

adalah 19 buah onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda pada buku Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo.

8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

(20)

dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pada bab landasan teori ini akan membahas tentang asal mula terbentuknya onomatope, pengertian onomatope, klasifikasi onomatope, penggunaan onomatope, asal mula terbentuknya semantik, pengertian semantik, semantik dalam linguistik dan klasifikasi semantik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data dan pengolahan data.

BAB IV ANALISIS DATA

(21)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang metode, sedangkan metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb.); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang tertentu (Djajasudarma, 2006 : 1).

Dalam penelitian ini memakai metode deskriptif. Metode deskriptif mempunyai pengertian yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 1988 : 63).

Arikunto (2002 : 208 -210) menjelaskan mengenai penelitian deskriptif sebagai berikut :

(23)

menemukan suatu model atau prototype, dan bisa digunakan untuk segala jenis bidang.”

Selanjutnya menurut Sutedi (2007 : 18) Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang ada secara apa adanya.

2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda yang terdapat pada buku Gaikokujin no tameno nihongo

reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo.

Sampel dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampel). Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Dalam melakukan pengambilan sampel bertujuan ini, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2002 : 128), yaitu :

1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

(24)

paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjek). 3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi

pendahuluan.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 19 buah onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda yang terdapat pada buku Gaikokujin

no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo.

3. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data melalui wawancara dan studi literatur. Adapun Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur.

Studi literatur yaitu dengan cara membaca buku-buku/sumber tertulis lainnya sehingga didapat pengetahuan seputar onomatope dalam bahasa Sunda. Adapun sumber referensi yang berhubungan dengan basa Sunda diambil dari buku, diantaranya :

1. Sundanese-English Dictionary Compiled by R.R. Hardjadibrata Based on Soendanees-Nederlands Woordenboek by F.S. Eringa,

(25)

3. Tata Bahasa Dan Ungkapan Bahasa Sunda

4. Tata Basa Sunda Kiwari.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif konstratif.. Analisis deskriptif konstratif merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan struktur kalimat kedua bahasa secara terpisah yang kemudian dibandingkan (komparasi) untuk mengetahui letak persamaan dan perbedaan diantara keduanya (Roseta, 2003 : 7).

Aswarni Sudjud (Arikunto, 2002 : 267) menjelaskan tentang penelitian komparasi yaitu “penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja.”

Menurut Sanga (1990 : 72), beberapa hal yang perlu dicatat sebagai syarat melaksanakan analisis konstratif secara baik adalah :

(26)

2. Membandingkan komponen-komponen B1 dengan komponen-komponen B2 yang telah ditetapkan secara eksplisit dan akurat.

3. Perbandingan atau unsur-unsur yang dibandingkan itu harus dilandasi oleh teori linguistik tertentu yang selaras.

4. Dalam proses pelaksanaan analisis konstratif kita harus berasumsi bahwa tidak mungkin membandingkan semua komponen secara mendetail dan tuntas.

Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh penulis, diantaranya :

4.1. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data berupa menyusun 19 sampel onomatope yang terbentuk dari bunyi yang keluar dari benda yang terdapat pada buku Gaikokujin

no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo.

4.2. Analisa Data

Analisis data yang akan dilakukan adalah :

a. Mengklasifikasikan padanan onomatope tersebut dengan onomatope bahasa Sunda.

(27)

c. Menganalisis penggunaan onomatope dalam bahasa Jepang dan bahasa Sunda.

d. Menganalisis perbandingan onomatope dalam bahasa Jepang dan bahasa Sunda.

4.3. Generalisasi

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis, penulis menarik beberapa kesimpulan mengenai padanan, makna, penggunaan, persamaan dan perbedaan onomatope kedua bahasa. Dari 19 sampel onomatope yang dianalisis, ada yang mempunyai padanan onomatope ada yang tidak, yaitu :

1.1. Padanan onomatope : gatagata dengan beletak, kotokoto dengan

kolotrak, dondon dengan dug, konkon dengan tok, kankan dengan

kelenéng, gachagacha dengan kecrék, charachara dengan gocrak, kasakasa

dengan kérésék, gishigishi dengan rekét, mishimishi dengan kérékék,

supasupa dengan dokdak, sakusaku dengan pérélék dan cakruk, chokichoki

dengan trek, gusagusa dengan gecruk, gyuugyuu dengan reketek, biribiri dengan sewék, baribari dengan berewék, pokipoki dengan beletok.

1.2. Secara umum makna onomatope kedua bahasa terbagi menjadi bunyi

benda, proses terjadinya sesuatu dan perumpamaan.

(29)

Namun dapat berfungsi juga sebagai kata benda dan kata kerja.

1.4. Persamaaan onomatope kedua bahasa yaitu : Merupakan tiruan untuk bunyi asli yang terdengar, Mempunyai fungsi sebagai kata keterangan, digunakan untuk menerangkan kata kerja di depannya, dapat digunakan untuk menunjukan perumpamaan, dan Menunjukan makna bunyi negatif. Adapun perbedaanya adalah di dalam onomatope bahasa Jepang terdapat

gitaigo yang merupakan bunyi tiruan untuk keadaan, mempunyai pola

pembentukan tersendiri, sebagian besar menunjukan bunyi berkesinambungan, sebagian besar onomatope mempunyai makna lebih dari satu makna dan onomatope yang terbentuk dari bunyi benda terbagi menjadi 7 bagian. Disamping itu, di dalam onomatope bahasa Sunda dapat langsung menjadi kata benda dan kata kerja sedangkan onomatope bahasa Jepang harus diiringi oleh kata benda dan kata kerja suru.

2. Saran

(30)

beranggapan masih banyak hal yang harus dikaji kembali karena keterbatasan kemampuan penulis. Bagi pembelajar bahasa Jepang yang mempunyai bahasa ibu bahasa Sunda, ada baiknya untuk dapat memahami pentingnya kajian mengenai perbandingan B1 dan B2 supaya dapat memahami B2 (bahasa Jepang) dan lebih mengembangkan bahasa B1 (bahasa Sunda).

Untuk referensi onomatope bahasa jepang didasarkan beberapa buku di bawah ini :

1. Tadashii Imi To Youhou Ga Sugu Wakaru Giongo Gitaigo Tsukaikata Jiten,

2. (Waei) Gitaigo Giongo Bunrui Youhou Jiten A Thesaurus Of Japanese Mimesis And Onomatopoeia : Usage By Categories,

3. Gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo,

4. E de wakaru giongo gitaigo.

Sedangkan untuk referensi onomatope bahasa Sunda dapat menggunakan Sundanese - English Dictionary Compiled by R. R.

Hardjadibrata Based on Soendanees – Nederlands by R. S. Eringa dan Kamus

(31)

Akimoto, Miharu. (2002). Nihongo KyoushiBunyabetsu Masuta- Shiri-zu

YOKUWAKARU GOI. Tokyo: Kabushiku Kaisha ARUKU.

Alwasilah, A. Chaedar. (1993). LINGUISTIK SUATU PENGANTAR. Bandung: Penerbit Angkasa.

Amanuma, Yasushi. (1989). Giongo Gitaigo, NIHONGO KYOUIKU Journal of

Japanese Language Teaching. 68, 13-29.

Aminuddin. (2001). Semantik (Pengantar Studi Tentang Makna). Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Arikunto, Suharsimi. (2002). PROSEDUR PENELITIAN Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Chaer, Abdul. (2003). Linguistik Umum. Jakarta : PT RINEKA CIPTA.

Chang, C. Andrew. (1991). A Thesaurus Of Japanese Mimesis And Onomatopoei:

Usage By Categories. Tokyo: Daishuukan Jiten.

Djajasudarma, Fatimah. (2006). Metode Linguistik – Ancangan Metode Penelitian

Dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Djajasudarma, Fatimah. (2007), Bahasa Sunda Kini. Pikiran Rakyat (24 Februari 2007).

Danadibrata, R.A. (2006). KAMUS BASA SUNDA Karya R.A. Danadibrata. Bandung: PT Kiblat Buku Utama dan Universitas Padjajaran.

Danandjaja, James. (2002). FOLKLOR INDONESIA. Jakarta: PT. Pustaka utama Grafiti.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). PEDOMAN PENULISAN KARYA

TULIS ILMIAH. Bandung: UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

Fukuda, Hiroko. (1997). Menjentik, Merayap & Mendobrak olah Hiroko Fukuda,

diterjemahkan oleh Sugeng P.. Jakarta: Kesaint Blanc.

Hadi, Ahmad dkk. (1993). PEPERENIAN (kandaga, unak-anik, rusiah basa

sunda). Bandung: penerbit CV GEGER SUNTEN.

Hardjadibrata, R. Rabindranat. (2003). Sundanese-English Dictionary Compiled

by R.R. Hardjadibrata Based on Soendanees-Nederlands Woordenboek by

(32)

Jakarta: penerbit DJAMABATAN.

Maryamah, Sopi. (2008), Analisis Konstratif Kalimat Pasif Bahasa Jepang

Dengan Bahasa Sunda. Skripsi pada UPI Bandung Jurusan Pendidikan

Bahasa Jepang: Tidak dipublikasikan.

Matsuura, Kenji (1994), Nihongo Indonesiago Jiten. Kyoto: Kyoto Sangyo Daigaku Shuppankai.

Morida, Yoko dkk. (2002). Case Study Nihongo No Goi. Tokyo: Oufu.

Mufti, Santi L. (2009). Analisis Kontrastif Sawaru Dan Fureru Dalam Bahasa

Jepang Dengan Menyentuh Dalam Bahasa Indonesia. Skripsi pada UPI

Bandung Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang: Tidak dipublikasikan. Ogawa, dkk. (1990). Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo: Taishukan Shoten.

Pateda, Mansoer. (2001). SEMANTIK LEKSIKAL (Edisi Kedua). Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Roseta, Marlina. (2008). Analisis Giongo Gitaigo Yang Terdapat Dalam Buku

Shin Nihongo No Chuukyuu Honsatsu Kaiwa. Skripsi pada UPI Bandung

Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang: Tidak dipublikasikan.

Rosidi, Ajip. (1989). HAJI HASAN MUSTAPA JEUNG KARYA-KARYANA. Bandung: penerbit PUSTAKA.

Sanga, Felysianus. (1990). Perbandingan Struktur Bahasa Indonesia Dengan

Bahasa Dawan (Suatu Studi Deskriptif Sebagai Upaya Melibatkan Bahasa

Ibu Siswa Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Tingkat Sekolah Dasar).

Tesis pada UPI Bandung bidang Studi Pangajaran Bahasa Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Satoru, Akutsu. (1994). E de Wakaru Giongo Gitaigo. Tokyo: Kabushiku Kaisha ARUKU.

S. Coolsma. (1985). Tata bahasa Sunda. Jakarta: PENERBIT DJAMBATAN Sudaryat, Yayat dkk. (2007). Tata Basa Sunda Kiwari. Bandung: CV GEGER

SUNTEN.

Sudaryat, Yayat. (2003). Ulikan Semantik Sunda. Bandung: CV GEGER SUNTEN.

(33)

Kependidikan dan kebahasaan. Bahan Kuliah Penelitian Pendidikan Pada

PPBJ UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Atouda, Toshiko dan Kazuko Hoshino. (1995). Tadashii Imi To Youhou Ga Sugu

Wakaru GiongoGitaigo Tsukaikata Jiten. Tokyo:

Yusuf, Syahrul Bangun. (2005). Padanan Undak Usuk Basa Sunda Didalam

Keigo. Skripsi Sarjana Pada PPBJ UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Verhaar, J.W.M. (1983). PENGANTAR LINGGUISTIK. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.

---. 2009. bilatung. [online]. Tersedia : http://ppss.or.id/carita-pondok/bilatung/[12 februari 2010]

Hanif, shafwan. 2010. Syetan Leuwih Linuhung Batan Ajengan. [online]. Tersedia : http://ujang-ohle.cybermq.com[12februari 2010]

(34)

http://www.ngariung.com/viewtopic.php?t=714[12februari 2010]

Mifka, Badru Tamam. 2008. Parebut Tuti. [online]. Tersedia: http://ngariung.com/viewtopic.php?t=483&sid=d51f436f30c28e52a73bf0058 7ba9d10[12februari 2010]

Niskala, sang. (2009). Layung beureum kiara gantung [online]. Tersedia: http://galuh-purba.com/layung-beureum-kiaragantung-2/[12februari 2010] Purba, dhipa galuh. 2010. rostika [online]. Tersedia :

http://galuh-purba.com/rostika/[12februari 2010]

Referensi

Dokumen terkait

3.1.2 Gejala Fonestemik dalam Onomatope Bahasa Indonesia yang Mengacu pada Lebih dari Satu Makna

(3) Dalam reduplikasi bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, ada yang mengalami perubahan bunyi ada yang tidak.(4) Dalam reduplikasi bahasa Indonesia dan bahasa

yang identik dengan kata satuan buah dalam bahasa Indonesia tidak digunakan untuk benda-benda seperti payung, kursi, buku, ruangan dalam sebuah rumah,

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan terhadap lawan bicara dosen tidak akrab baik JNS maupun SNS dalam keadaan dirinya bersalah sama-sama menggunakan 3 jenis

Adapun makna yang akan dibahas dalam semantik adalah makna kata-kata yang berhubungan dengan benda kongkret, seperti batu, hujan, rumah, mobil, dan sebagainya. Selain itu

Kanyouku 目 „me’ atau idiom mata dalam bahasa Jepang pada umumnya terbentuk dari gabungan kata benda dan kata kerja yang disebut doushi kanyouku.. Begitu juga

Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi /k/ dan bunyi /g/ adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Karo, yaitu fonem /k/ dan fonem /g/.. Pasangan /u/ dan /w/

Konstruksi interogatif polar dalam bahasa Jepang yang terwujud pada buku Minna No Nihongo Shokyuu I, Nameraka Nihongo Kaiwa, dan komik Oremonogatari Chapter 1 karangan