• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MAKNA ONOMATOPE DALAM BUKU NIHON NO MUKASHI BANASHI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MAKNA ONOMATOPE DALAM BUKU NIHON NO MUKASHI BANASHI"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAKNA ONOMATOPE DALAM BUKU NIHON NO

MUKASHI BANASHI

SKRIPSI

disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nama : Bayu Andreansyah NIM : 2302414004

Program Studi : Pendidikan Bahasa Jepang Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv

Nama : Bayu Andreansyah

NIM : 2302414004

Prodi : Pendidikan Bahasa Jepang

Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing

Fakultas : Bahasa dan Seni

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis

Makna Onomatope dalam Buku Nihon no Mukashi Banashi” yang saya tulis

dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan ini benar-benar merupakan karya sendiri. Skripsi ini saya susun berdasarkan hasil penelitian dengan pembimbing, diskusi dan arahan dosen pembimbing. Semua kutipan, baik yang langsung maupun tidak langsung, dan sumber lainnya telah disertai identitas sumbernya dengan cara yang sebagaimana mestinya dalam penulisan karya ilmiah.

Demikian pernyatan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.

Semarang, 31 Agustus 2020 Bayu Andreansyah

(5)

v

受け入れるのは他の誰でもなく、自分だった。自分を生きる。

Persembahan :

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Ibu Siti Khoriah dan Nenek saya Masitun 2. Dosen-dosen Pendidikan Bahasa Jepang Unnes 3. Almamater Prodi Pendidikan Bahasa Jepang Unnes 4. Pembaca skripsi ini

(6)

vi

dan kasih-Nya sehingga penulias dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Makna Onomatope dalam Buku Nihon no Mukashi Banashi”

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada berbagai pihak berikut ini:

1. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan kemudahan dalam perijinan penyusunan skripsi.

2. Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dalam perijinan penyusunan skripsi.

3. Silvia Nurhayati, S.Pd., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, Dosen Pembimbing sekaligus Penguji III yang telah memberikan kemudahan dalam perijinan penyusunan skripsi serta telah mengarahkan dan membimbing dengan sabar sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., yang telah bersedia menjadi ketua panitia ujian skripsi.

5. Retno Purnama Irawati, S. S., M. A., yang telah bersedia menjadi sekretaris panitia ujian skripsi.

6. Yuyun Rosliyah, S. Pd., M. Pd., yang telah bersedia menjadi Penguji I dalam ujian skripsi.

(7)

vii

9. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Unnes angkatan 2014. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

(8)

viii ABSTRAK

Andreansyah, Bayu. 2020. Analisis Makna Onomatope Dalam Buku Nihon no

Mukashi Banashi. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa

dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Silvia Nurhayati, S.Pd, M.Pd.

Onomatope digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan, kegiatan,

bunyi suatu benda, dll. Tidak hanya dalam percakapan sehari-hari, onomatope sangat berguna untuk menggambarkan suatu keadaan seperti dalam komik dan novel sehingga pembaca dapat membayangkan kejadian yang sebenarnya. Ada dua jenis onomatope dalam bahasa Jepang, yaitu Giongo dan Gitaigo.

Onomatope disebut juga sebagai tiruan bunyi. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menjelaskan makna dan fungsi onomatope yang muncul dalam sebuah buku cerita.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu dengan menggambarkan, serta menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Objek data yang digunakan yaitu berupa kalimat-kalimat yang mengandung onomatope pada sumber data buku cerita Nihon no Mukashi

Banashi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

teknik simak dan catat, yaitu mengumpulkan kalimat yang mengandung

onomatope dengan mencatat hasil penyimakan dari sumber data. Teknik

analisis data yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu, dengan langkah-langkah:1) mengumpulkan sumber data, 2) mengelompokkan data dalam tabel, 3) menguraikan data dalam bentuk deskripsi sesuai dengan data yang ditemukan 4) menemukan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dan membuat hasil kesimpulan akhir dari penelitian.

Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah onomatope pada buku cerita

Nihon no Mukashi Banashi: Gofun-kan Yomi Kikase Meisaku Hyakka yang

diterbitkan oleh Gakushukenkyuusha sebanyak 147 kata yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu, giongo, giseigo, giyougo, gitaigo dan gijougo. Giongo sebagai tiruan bunyi dari benda mati sebanyak 63 kata, giseigo sebagai tiruan bunyi dari makhluk hidup sebanyak 26 kata, giyougo menyatakan keadaan dan/atau tingkah laku makhluk hidup sebanyak 36 kata, gitaigo menyatakan keadaan benda mati sebanyak 10 kata, dan gijougo menyatakan keadaan hati atau perasaan manusia sebanyak 12 kata.

(9)

ix

RANGKUMAN

Andreansyah, Bayu. 2020. Analisis Makna Onomatope Dalam Buku Nihon no

Mukashi Banashi. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa

dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Silvia Nurhayati, S.Pd, M.Pd.

Kata kunci: onomatope, giongo, gitaigo, makna 1. Latar Belakang

Dalam bahasa Indonesia, sering digunakan suara-suara tertentu pada saat berbicara. Misalnya “karena sudah tua, pintu itu berderit saat dibuka” atau “prang! Terdengar suara gelas jatuh dari meja”. Seperti halnya dengan bahasa Jepang, hal itu disebut dengan onomatope atau tiruan bunyi.

Onomatope digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan, kegiatan, bunyi

suatu benda, dll. Tidak hanya dalam percakapan sehari-hari, onomatope sangat berguna untuk menggambarkan suatu keadaan seperti dalam komik dan novel sehingga pembaca dapat membayangkan kejadian yang sebenarnya. Ada dua jenis onomatope dalam bahasa Jepang, yaitu Giongo dan Gitaigo.

Giongo menurut Yoshio (dalam Sutrisna, 2017: 35) merupakan kata-kata

yang menyatakan suara makhluk hidup atau bunyi yang keluar dari benda mati.

Giongo sering disebut juga dengan Giseigo. Bedanya adalah giongo lebih

menunjukkan tiruan bunyi benda mati, sedangkan giseigo lebih menunjukkan tiruan suara makhluk hidup

Gitaigo merupakan kata tiruan yang menggambarkan keadaan fisik dan

tindakan. Sama seperti giseigo, gitaigo dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu gitaigo, giyougo, dan gijougo. Pertama, gitaigo sebagai kata yang menyatakan keadaan benda mati. Kedua, giyougo sebagai kata yang

(10)

seolah-x

olah menyatakan keadaan makhluk hidup atau tingkah laku makhluk hidup. Ketiga, gijougo sebagai kata yang seolah-olah menyatakan keadaan keadaan hati atau perasaan manusia.

Dalam buku Nihon no Mukashi Banashi ini, sebagai contoh terdapat kalimat:

「おしょうさんが、そとに出かけたので、こぞうたちは大よろこび。 たちまち、ドタンバタン、すもうがはじまりました。」

Oshousan ga, soto ni dekaketanode, kozoutachi wa ooyorokobi. Tachimachi, dotanbatan, sumou ga hajimarimashita.

(Karena Tuan Biksu pergi keluar, para Shaolin merasa sangat senang. Seketika,

saling dorong, Sumo pun dimulai.)

Dari kalimat diatas, kata dotanbatan memiliki dua makna leksikal yaitu ‘memukul-mukul dalam perkelahian’ dan ‘suara menutup dan membuka pintu dengan keras’, Dalam kalimat tersebut, kata dotan batan memiliki fungsi menggambarkan keadaan yang gaduh karena para biksu kecil saling bergulat

sumo (olahraga saling dorong) satu sama lain saat si biksu pergi keluar.

Onomatope adalah suatu ujaran yang tidak bisa dipahami hanya dengan

memahami makna leksikalnya saja tetapi juga harus memahami makna kontekstual sesuai dengan konteks kalimatnya. Menurut penulis, onomatope adalah salah satu aspek pembelajaran bahasa Jepang yang sulit untuk dipelajari karena jumlahnya yang banyak dan maknanya yang berbeda-beda. Onomatope pun sering muncul dalam percakapan, film, komik, novel dan sebagainya yang sangat erat kaitannya dengan pemelajar bahasa Jepang. Selain itu,

(11)

xi

pembelajaran mengenai onomatope ini tidak dipelajari langsung sebagai suatu mata kuliah atau mata pelajaran. Sehingga menyebabkan pemelajar bahasa Jepang, khususnya mahasiswa prodi pendidikan bahasa Jepang Universitas Negeri Semarang seringkali mengalami kesulitan dan salah tafsir dalam menggunakan ataupun menerjemahkan suatu onomatope.

Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 15 mahasiswa prodi Bahasa Jepang Unnes angkatan 2016, alasan pemilihan sampel tersebut adalah peneliti merasa sudah banyaknya materi yang didapat saat perkuliahan (中級レベル), termasuk materi tentang

onomatope yang ada di beberapa mata kuliah, diketahui sejumlah mahasiswa

masih mengalami kesulitan dalam membedakan giongo dan gitaigo dalam bahasa Jepang dan menafsirkannya dalam bahasa Indonesia. Seperti misalnya kesalahan penafsiran yang terdapat pada beberapa onomatope yang berubah makna leksikalnya menyesuaikan keadaan saat itu.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti makna dari onomatope tersebut dengan judul “Analisis Makna Onomatope

Dalam Buku Nihon no Mukashi Banashi”. Buku Nihon no Mukashi Banashi memuat cerita kanak-kanak dan cerita mitos Jepang populer yang

dikemas dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, tidak seperti kebanyakan buku cerita Jepang yang sering menggunakan mukashi kotoba (old-fashion words) dan banyak terdapat onomatope didalamnya.

(12)

xii 2. Landasan Teori

a. Semantik

Machida & Momiyama (dalam Dedi Sutedi, 2019: 122-125) menegaskan bahwa objek kajian semantik antara lain mencakup makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (go no

imi kankei), makna frasa (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). a) Makna kata (語の個々の意味)

Dalam bahasa Jepang, komunikasi akan berjalan lancar apabila setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut menyatakan makna yang sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

b) Relasi Makna (語と語の意味関係)

Terdapat tiga aspek dalam relasi makna yaitu sinonim (類義関 係) contoh dalam kata hanasu dan iu, antonim (反義関係) contoh dalam kata hikui dan takai, dan hubungan superordinat/hiponimi (上 下関係) contoh dalam kata doubutsu dan inu.

c) Makna Frasa (句の意味)

Dalam bahasa Jepang ada frasa/klausa yang bermakna secara leksikal saja, ada frasa/klausa yang bermakna ideomatikalnya saja, dan ada juga frasa/klausa yang bermakna kedua-duanya.

(13)

xiii d) Makna Kalimat (文の意味)

Dalam bahasa Jepang selain adanya berbagai macam relasi makna antara suatu kata dengan kata yang lainnya, dalam kalimat pun terdapat berbagai jenis hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

b. Jenis dan Perubahan Makna

a) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah

jishoteki-imi atau goiteki-imi. Makna leksikal adalah makna kata yang

sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata.

Makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut dengan

bunpouteki-imi, yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam bahasa Jepang, joshi (partikel) dan jodoushi (kopula) tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Verba dan adjektiva memiliki kedua jenis makna tersebut.

b) Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut meijiteki-imi atau

gaien, yaitu makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti

suatu objek atau gagasan dan bisa dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif disebut anjiteki-imi atau naihou,

(14)

xiv

yaitu makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara atau lawan bicaranya.

Machida (dalam Sutedi, 2019: 127) beranggapan bahwa polisemi muncul salah satunya akibat adanya perluasan dari makna denotatif ke makna konotatif seperti ini.

c) Makna Dasar dan Makna Perluasan

Makna dasar disebut dengan kihon-gi merupakan makna asli yang dimiliki oleh suatu kata. Makna asli yang dimaksud, yaitu makna bahasa yang digunakan pada masa sekarang ini. Hal ini perlu ditegaskan karena berbeda dengan gen-gi ‘makna asal’, dalam bahasa Jepang modern banyak sekali makna asal suatu kata yang sudah berubah dan tidak digunakan lagi. Makna dasar ini oleh Tanaka (dalam Sutedi, 2019: 127) disebut juga sebagai makna pusat (core) atau makna prototype, meskipun tidak sama persis.

Makna perluasan atau ten-gi merupakan makna yang muncul sebagai hasil perluasan dari makna dasar, diantaranya akibat penggunaan secara kiasan atau majas (hiyu). Hal ini dikemukakan oleh para penganut aliran linguistik kognitif yang mendeskripsikan hubungan antarmakna dalam suatu polisemi digunakan gaya bahasa.

c. Perubahan Makna

Perubahan makna suatu kata terjadi karena berbagai faktor, seperti perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa

(15)

xv

asing (Dedi Sutedi, 2019: 127). Beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang, diantara sebagai berikut:

a. Dari yang konkret ke abstrak (具象

ぐしょう

→ 抽 象ちゅうしょう)

b. Dari ruang ke waktu (空間

くうかん

→時間じ か ん)

c. Perubahan penggunaan indra (感覚

かんかく

の移行い こ う)

d. Dari yang khusus ke umum/ generalisasi (一般化

い っ ぱ ん か

・拡大かくだい)

e. Dari yang umum ke khusus/ spesialisasi (特殊化

と く し ゅ か

・ 縮 小しゅくしょう)

f. Perubahan nilai ke arah positif (価値

か ち

の 上 昇じょうしょう)

g. Perubahan nilai kea rah negatif (価値

か ち

の落下ら っ か)

d. Giongo dan Gitaigo

Menurut Kindaichi (1978), mengklasifikasikan giongo dan gitaigo menjadi 5 bagian berdasarkan bunyi yang terbentuk, pertama bunyi yang dihasilkan oleh suatu benda atau bunyi dari alam disebut giongo. Kedua bunyi yang dihasilkan oleh manusia atau suara hewan disebut dengan

giseigo. Berikutnya bunyi yang dihasilkan oleh pergerakan atau keadaan

suatu benda, yang pertama bunyi yang dihasilkan oleh keadaan sebuah benda mati disebut dengan gitaigo. Kedua, bunyi yang dihasilkan oleh keadaan sebuah makhluk hidup disebut dengan giyougo. Ketiga, bunyi yang melambangkan perasaan atau psikologis seseorang disebut dengan

(16)

xvi

gijougo. Selain itu, makna sebuah onomatope dapat berubah sesuai

dengan keadaan atau benda yang membentuknya.

Terdapat sekitar 2000 onomatope dalam bahasa Jepang dan memiliki karakteristiknya masing-masing. Menurut Hinata dan Sasame (1999) mengklasifikasikan total 1674 kata onomatope di dalam kamus

giongo dan gitaigo (Asano, 1978) berdasarkan bentuknya. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Hinata dan Sasame, menurut bentuk katanya yang paling umum adalah bentuk pengulangan kata. Tidak semua giongo atau gitaigo bertipe pengulangan, tipe giongo dan gitaigo yang lain seperti (1) pengulangan, (2) konsonan ganda-tsu, (3) akhiran huruf-n, (4) penambahan huruf-ri, (5) pemanjangan bunyi seperti ~gaan

~bachaan dan sebagainya.

Sedangkan menurut Yamaguchi (2015), “giongo to iu no ha,

genjitsu no sekai no monooto ya koe wo watashitcahi no hatsuon de utsushitotta kotoba desu. Gitaigo to iu no ha, genjitsu sekai no joutai wo watashitachi no hatsuon de ikanimo sore rashiku utsushitotta kotoba desu” yang berarti giongo adalah kata yang dihasilkan dari bunyi-bunyi

benda atau suara yang ada di dunia yang diwujudkan dalam pengucapan/ pelafalan manusia. Gitaigo adalah kata yang dihasilkan dari kedaan di dunia yang diwujudkan seperti pengucapan/pelafalan manusia.

Bahasa Jepang merupakan bahasa dengan giongo dan gitaigo terbanyak kedua di dunia. Berikut adalah jumlah onomatope menurut

(17)

xvii

kamus giongo dan gitaigo, kamus bahasa Jepang umum, dan kamus bahasa Jepang bagi pemelajar asing yang mengandung onomatope: 1. 『暮らしのことば 擬音語・擬態語』, disunting oleh Nakami

Yamaguchi (2003) Kondansha.

2. 『 現 代 擬 音 語 擬 態 語 用 法 辞 書 』 , oleh Yoshifumi Fumita dan Hideko Asada (2002) Tokyoudou Publishing Co.Ltd.

3. 『 Dictionary of Iconic Expression in Japanese 』 , oleh Lawrence Schorup dan Ikuhiro Tamori (1996) Trend in Liguistics,

Documentation 12, Mouton de Gruyter.

4. 『正しい意味と用法がすぐわかる 擬音語擬態語使い方辞書』, oleh Toshiko Atoda dan Kazuko Hoshino (1993).

5. 『学研 現代 新国 語辞 書 改 訂第 三版 』 , oleh Kazuharuhiko Kaneda (2002) Learning Research Institute.

6. 『外国人のための 基本語用例辞書 (第三版)』, Agency for

Cultural Affairs (1990).

Pertama, jumlah onomatope dalam 4 jenis kamus giongo dan gitaigo sesuai urutannya:

1. 1385 kata (total 2000 kata dalam kamus) 2. 1064 kata (total 2200 kata dalam kamus) 3. 1634 kata (total 1634 kata dalam kamus) 4. 738 kata (total 1700 kata dalam kamus)

(18)

xviii

Selanjutnya, jumlah dalam kamus ke (5) dan (6) yang mengandung kata selain giongo dan gitaigo adalah sebagai berikut:

5. 724 kata (total 67000 kata dalam kamus) 6. 108 kata (total 4500 kata dalam kamus)

Dari total lebih dari 2000 onomatope yang terdapat dalam bahasa Jepang sebanyak 400 – 700 kata sering ditemui dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena merupakan kata-kata atau gambaran tentang sesuatu. Sugiono (2015: 15) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. Dengan penelitian kualitatif diharapkan adanya pendeskripsian lebih mendalam terkait dengan makna onomatope. Objek dalam penelitian ini adalah jenis dan klasifikasi onomatope serta makna onomatope yang dihasilkan sesuai dengan konteksnya. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa seluruh cerita berupa kata, frasa, dan kalimat yang terdapat dalam sumber data berupa buku cerita Nihon no Mukashi Banashi: Gofun-kan

Yomi Kikase Meisaku Hyakka yang diterbitkan oleh Gakushukenkyuusha pada

tahun 2004. Buku ini terdiri dari 127 halaman yang di dalamnya terdapat 26 subjudul yang mengisahkan cerita rakyat Jepang pada jaman dahulu. Teknik

(19)

xix

pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak dan catat, yaitu mengumpulkan kalimat yang mengandung onomatope dengan mencatat hasil penyimakan dari sumber data. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu, dengan langkah-langkah:1) mengumpulkan sumber data, 2) mengelompokkan data dalam tabel, 3) menguraikan data dalam bentuk deskripsi sesuai dengan data yang ditemukan 4) menemukan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dan membuat hasil kesimpulan akhir dari penelitian.

4. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian penulis pada buku cerita Nihon no Mukashi Banashi:

Gofun-kan Yomi Kikase Meisaku Hyakka yang diterbitkan oleh Gakushukenkyuusha terdapat onomatope yang berjumlah 147 kata yang

dibagi menjadi 5 kelompok yaitu, giongo sebanyak 63 kata, giseigo sebanyak 26 kata, giyougo sebanyak 36 kata, gitaigo sebanyak 10 kata dan gijougo sebanyak 12 kata.

No Cerita Onomatope Jenis Makna

1. 一休さん

こっそり Giyougo Melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi

ドタンバタン Giongo Keadaan gaduh karena saling berkelahi

ワーン Giongo Suara tangisan yang sangat keras

2. いっすんぼ

うし

てきぱき Giyougo

Menyatakan sifat rajin bekerja dan selalu melakukan yang terbaik

ぐんぐん Giyougo Keadaan tumbuh secara instan

3. うらしまた

ろう そっと Giyougo Membuka secara diam-diam 4. うりこひめ トッキンカタ Giongo Suara yang dihasilkan oleh

(20)

xx

リキンカタリ mesin tenun

ギリギリギー Giongo Suara pintu tua saat dibuka

5. おむすびこ

ろりん

ころん(と) Giongo Keadaan jatuh tergelinding ころころ Giongo Jatuh berputar-putar ころりん

すってんとん Gitaigo

Jatuh menggelinding dan tergelincir

うろうろ Giyougo Melakukan sesuatu tanpa tujuan

6. かさじぞう

にこにこ Gijougo Tersenyum haru

ドツンドツン Giongo Suara langkah kaki yang berat ドスンドスン Giongo Suara meletakkan benda yang

berat

7. かちかち山

たん(と) Gitaigo Jumlah yang banyak

かちかち Giongo Suara gesekan dua buah batu ドンドン Giongo Suara pukulan dua benda yang

keras

ずぶずぶ Gitaigo Keadaan terbenam dalam perahu berisi air

8. かにむかし

すくすく Giyougo Pertumbuhan yang instan するする Giyougo Pergerakan yang cepat パーン(と) Giongo Suara letupan

ブーン(と) Giongo Suara lebah saat terbang ちくり Giyougo Keadaan menancapkan sesuatu すってんどん Giongo Jatuh terguling

どすん(と) Giongo Suara benda berat yang dijatuhkan

9. かもとりご

んべえ

ほくほく Gijougo Keadaan bersantai ずるずる Giyougo Keadaan jatuh terpeleset ぷつん(と) Giongo Suara tali yang terputus ぴん(と) Giongo Suara benda yang terpental かんかん Gijougo Keadaan marah

しっかり Giyougo Keadaan memegang erat つるり Giyougo Keadaan terpeleset oleh

permukaan yang licin

ガラガラ Giongo Menjatuhkan diri dari ketinggian ドッスン Giongo Suara benda berat yang mendarat

jatuh

ごっつんこ Giongo Suara saling bertumbukan satu sama lain

ぼうぼう Gitaigo Keadaan terbakar hebat

10. きき耳ずき

ぴかぴか Gitaigo Keadaan bersinar terang

(21)

xxi

11. きっちょむ

ばなし

ペコペコ Giyougo Keadaan perut kelaparan ふらふら Giyougo Keadaan gemetaran karena

kelaparan

がぶりっ Giyougo Menggigit dengan sekuat tenaga ガリッ Giongo Suara saat menggigit benda

keras

ぶつぶつ Gijougo Perasaan menggerutu グーグー Giseigo Suara saat mendengkur すっかり Giyougo Keadaan habis secara

keseluruhan

くりくり Giyougo Keadaan kepala yang gundul つるつる Giyougo Keadaan terlihat licin

12. くさかった どんぶらこ

Giongo Suara benda yang terjatuh kedalam air

ブッブッブッ Giseigo Suara kentut

13. こぶとりじ

いさん

ぽこん(と) Giongo Suara mencabut sebuah benda かんかん Gijougo Perasaan marah

すっかり Giyougo Keadaan marah besar

14. さるじぞう

せっせと Giyougo Bekerja dengan tekun dan penuh semangat

むしゃむしゃ Giyougo Memakan dengan lahap

ザンブ(と) Giongo Suara saat sesuatu tercebur ke air すっかり Giyougo Keadaan menjadi kaya raya

15. 三まいのお

ふだ

ザンブ(と) Giongo Suara saat sesuatu tercebur ke air ぶくぶく Giseigo Suara saat orang tenggelam

16. したきりす

ずめ

ちょん Giongo Suara saat memotong suatu benda

チッチッチ Giseigo Suara burung kecil にこにこ Gijougo Perasaan bahagia

ちゅん Giseigo Suara kicauan burung gereja すっかり Gijougo Keadaan tidak memiliki beban

sama sekali

どって Giyougo Keadaan sebuah benda yang membludak keluar

17. つるのおん

がえし

バタバタ Giyougo Suara kepakan sayap コーコー Giseigo Suara burung bangau yang

nyaring

トン トトン Giongo Suara mengetuk pintu rumah

18. とりのみじ

いさん

にこにこ Gijougo Suasana tersenyum bahagia ちゅうちゅう Giseigo Suara kicauan burung pipit さらさら Gitaigo Kain sutera yang lembut

(22)

xxii

ひゅうっ Giongo Suara kepakan sayap こしょこしょ Giyougo Suara saat menggelitik

くしょん Giseigo Suara bersin yang sangat keras

19. にかいにう

びしょびしょ Gitaigo Keadaan basah kuyup

バリッ(と) Giongo Suara lantai tua yang lapuk dan rapuh

ドサリ(と) Giongo Suara benda berat yang terjatuh ドタバタ Giongo Suara langkah kaki kuda

ぐうぐう Giseigo Suara mendengkur

ぬうーっと Giyougo Keadaan seorang yang terkejut わあわあ Giseigo Suara tangisan yang keras

20.

にんじん ごぼう だいこん

ポチャーン Giongo Suara cipratan air きゅっきゅき

ゅ Giongo Suara berdecit

ごしごしごし Giongo Suara gesekan dua buah benda ザバーン

(と) Giongo

Suara saat menceburkan diri ke air

ぴっかぴか Giyougo Keadaan yang bersih dan berkilau

21. ねずみのよ

めいり

ほっほっ Giseigo Suara tertawa kecil

ふわっ(と) Gijougo Suara tertawa ringan dengan perasaan gelisah

くるくる Giyougo Keadaan berputar-putar

22. 花さかじい

さま

キャーン Giseigo Suara gonggongan anjing kecil ワン Giseigo Suara gonggongan anjing チャリーン Giongo Suara gemerincing uang logam ちょん Giongo Suara saat menancapkan suatu

benda ペッタン/ポ

ッタン Giongo

Suara saat memukul adonan

mochi

ボチャー Giongo Suara percikan benda lembek atau setengah cair

はっはっ

(と) Giseigo

Suara hembusan angin yang keluar dari mulut

23. ぶんぶくち

ゃがま

しょんぼり Gijougo Suasana hati yang bersedih ぴょん(と) Giongo Suara saat meloncat dan berubah

bentuk

ぴん(と) Giongo Suara saat menyentil ringan sebuah benda

ゴーン Giongo Suara gong yang dipukul どっさり Gitaigo Kedaan jumlah yang sangat

(23)

xxiii

ごしごし Giongo Suara gesekan dua buah benda びくびく Gijougo Keadaan ketakutan dan gemetar ぶつぶつ Gijougo Keadaan seorang yang

menggumam

にょっきり Giyougo Keadaan saat sesuatu mencuat keluar

24. へっぴりよ

めさ

どんどん Giyougo Keadaan melakukan sesuatu tanpa keraguan

ブォー Giongo Suara kentut yang sangat keras

25. ももたろう

どんぶらこ Giongo Suara saat benda berat terjatuh kedalam air

パチン(と) Giongo Suara saat sebuah benda terbelah menjadi dua bagian

ずんずん Giyougo Keadaan tumbuh dengan sangat cepat

ワンワン Giseigo Suara gonggongan anjing ケーン、ケー

ン Giseigo

Suara kokok ayam atau burung pegar

キャッ、キャ

ッ Giseigo Suara seekor kera

がぶり Giyougo Keadaan menggigit sesuatu

26. わらしべち

ょうじゃ

ブンブン Giseigo Suara lalat yang sedang terbang ごくごく Giongo Suara saat minum air/ suara air

yang ditelan

ぴょこん Giyougo Keadaan berdiri secara tiba-tiba ヒヒヒーン Giseigo Suara seekor kuda

5. Kesimpulan

Hasil dari analisis 147 data menunjukkan fungsi onomatope yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu, giongo berfungsi sebagai tiruan bunyi dari benda mati, giseigo berfungsi sebagai tiruan bunyi dari makhluk hidup,

giyougo berfungsi menyatakan keadaan dan/atau tingkah laku makhluk hidup, gitaigo berfungsi menyatakan keadaan benda mati, dan gijougo berfungsi

(24)

xxiv まとめ 擬音語・擬態語の意味の分析 キーワード:オノマトペ、擬音語、擬態語、意味 1. 研究の背景 オノマトペは音を表す言葉である。擬音語・擬態語とは「物音・ 声・物事の様子・心情などを具体的で感覚的に表した言葉」のことで ある。日本語には擬音語・擬態語がたくさんあるので日本語の学習者 の皆さんにとっては、その擬音語・擬態語は覚えにくく使いにくい語 彙の分野だろうと思う。それは、①擬音語・擬態語は感覚的な意味合 いが強く、その感覚を理解するのが難しい、②擬音語・擬態語は副詞 の一種で、日本語で書いたり話したりするときに、絶対に必要なこと ばではないので、勉強が後回しになりがち、という理由もあると思う。 逆に、映画や、小説や、漫画で状態を記述するのに非常に便利で読者 と視聴者が実際の出来事を想像できるようによく使用されてることば である。それに、擬音語・擬態語は日本語通訳における重要なことで あると思う。その上で、本研究は日本の昔話という絵本から擬音語・ 擬態語の意味とその役割の分析について研究する。

(25)

xxv 2. 基本的な理論 e. 意味論 町田と籾山(Sutedi, 2019: 122-125)によると、意味論の分析の対 象には語の個々の意味、語と語の意味関係、句の意味と文の意味 を含む。 f. 意味の種類 d) 辞書的意味と文法的意味 e) 明示的意味と暗示的意味 f) きほんぎとてんぎ g. 意味の変化 Sutedi (2019: 127)によると、意味の変化の種類が七つある。 h. 具象 ぐしょう → 抽 象ちゅうしょう i. 空間 くうかん →時間じ か ん j. 感覚 かんかく の移行い こ う k. 一般化 い っ ぱ ん か ・拡大かくだい l. 特殊化 と く し ゅ か ・ 縮 小しゅくしょう m. 価値 か ち の 上 昇じょうしょう n. 価値 か ち の落下ら っ か

(26)

xxvi h. 擬音語・擬態語 金田一(1978)は,「擬音語・擬態語」を,その意味か ら細かく5つに分類して,以下のような名前をつけた。 まず, 音を表すもののうち,人間や動物の声を表す「擬声語」と,自然 界の音や物音を表す「擬音語」に分けた。次に,音ではなく何か の動きや様子を表すもののうち,無生物の状態を表すものを「擬 態語」,生物の状態を表すものを「擬容語」とし,そして最後に 人の心理状態や痛みなどの感覚を表すものを「擬情語」とした。 山口(2015)に従って擬音語というのは、現実の世界の 物音や声を私たちの発音で写しとったことばである。擬態語とい うのは、現実世界の状態を私たちの発音でいかにもそれらしく写 しとったことばである。 日本語は世界の言語の中で2番目に擬音語・擬態語が多いと 言われている。以下にあげる4種の擬音語・擬態語辞典と一般の 国語辞典,外国人学習者のための学習辞典によると (1) 『暮らしのことば 擬音・擬態語辞典』山口仲美編著(2003) 講談社 (2) 『現代擬音語擬態語用法辞典』飛田良文・浅田秀子(2002)東 京堂出版

(3) 『Dictionary of Iconic Expressions in Japanese』Kakehi Hisao, Lawrence Schorup and Ikuhiro Tamori(1996) Trends in Linguistics.

(27)

xxvii

Documentation 12, Mouton de Gruyter

(4) 『正しい意味と用法がすぐわかる 擬音語擬態語使い方辞典』 (1993)阿刀田稔子・星野和子 (5) 『学研 現代新国語辞典 改訂第三版』金田一春彦編(2002) 学習研究社 (6) 『外国人のための 基本語用例辞典(第三版)』(1990)文化 庁 まず,4種の擬音語・擬態語辞典における見出し語の数は以下の 通りです。 (1) 1,385 語(総収録語数約 2,000 語) (2) 1,064 語(総収録語数約 2,200 語) (3) 1,634 語(総収録語数も同数) (4) 738 語(総収録語数約 1,700 語) 次に(5)と(6)の辞典にはもちろんほかの語も含まれているので,見 出し語の中から擬音語・擬態語を探して数えたところ以下のよう になりました。 (5) 724 語(見出し語数約 67,000 語) (6) 108 語(見出し語数約 4,500 語) 2,000 語ぐらいある擬音語・擬態語のうち,私たちが日常よく使う 語は 400 語〜700 語ぐらいである。

(28)

xxviii 3. 研究方法 本研究は定性のデスクリプトのアプローチを使う。調査のデータ は日本の昔話という絵本である。研究対象は調査のデータに擬音語・ 擬態語に含まれる文章である。データを集める方法は記述された出所 を記録する。本研究の方法は次の手順ですすめた。 1) 日本語の昔ばなしという絵本を読む。 2) 擬音語・擬態語に含まれる文章をノートする。 3) 集めた文章を分類し、データを分析する。 4) 分析したデータを結論を出す。 4. 研究の結果 147擬音語・擬態語のデータの結果は: No タイトル オノマトペ 種類 意味 1. 一休さん こっそり 擬容語 気づかれないように、ひそか に何かをする ドタンバタン 擬音語 喧嘩してたてる騒がしい音 ワーン 擬音語 激しく泣き出す声 2. いっすんぼ うし てきぱき 擬容語 一所懸命真面目に働いている ぐんぐん 擬容語 滞ることなく進展し続ける 3. うらしまた ろう そっと 擬容語 気づかれないようにこっそり 4. うりこひめ トッキンカタ リキンカタリ 擬音語 織機をたてる音 ギリギリギー 擬音語 古いドアを開けるときの音 5. おむすびこ ろりん ころん(と) 擬音語 転がってする様子 ころころ 擬音語 転がったり回転する様子 ころりん すってんとん 擬態語 転がったり落ちたり回転する 様子 うろうろ 擬容語 無駄に動きまわる様子

(29)

xxix 6. かさじぞう にこにこ 擬情語 嬉しそうに微笑んでいる ドツンドツン 擬音語 騒がしいたてる足音 ドスンドスン 擬音語 重いものを置いているときの 音 7. かちかち山 たん(と) 擬態語 量が多い かちかち 擬音語 二つの石をぶつかって発する 音 ドンドン 擬音語 ]固いものがぶつかって発する 音 ずぶずぶ 擬態語 湿った船に嵌まり込んでいく 様子 8. かにむかし すくすく 擬容語 滞ることなく順調に成長する 様子 するする 擬容語 滑らかな動きや行動 パーン(と) 擬音語 炸裂の音 ブーン(と) 擬音語 蜂が飛ぶときの音 ちくり 擬容語 物を指す様子 すってんどん 擬音語 転がり落ちる様子 どすん(と) 擬音語 重いものを落とすときの音 9. かもとりご んべえ ほくほく 擬情語 気を良くする ずるずる 擬容語 滑り落ちる様子 ぷつん(と) 擬音語 ロープを切り落とした音 ぴん(と) 擬音語 物が跳ね上がるの音 かんかん 擬情語 怒る様子 しっかり 擬容語 握りしめた様子 つるり 擬容語 滑りやすい地面に滑り落ちた 様子 ガラガラ 擬音語 高いところから物を落とすと きの音 ドッスン 擬音語 重いものが地面に落ちたとき の音 ごっつんこ 擬音語 固いもの同士がぶつかったと きの音 ぼうぼう 擬態語 良く燃え盛る様子 10. きき耳ずき ぴかぴか 擬態語 眩しくて輝いている すっかり 擬容語 全てが消えていく様子 11. きっちょむ ばなし ペコペコ 擬容語 空腹である様子 ふらふら 擬容語 空腹のために体がおぼつかな い がぶりっ 擬容語 勢いで一息に噛みつき

(30)

xxx ガリッ 擬音語 固いものを嚙み砕いてるの音 ぶつぶつ 擬情語 不平を言い続ける気もち グーグー 擬声語 いびきの音 すっかり 擬容語 全てがなくなった くりくり 擬容語 頭が禿げる つるつる 擬容語 頭が禿げるので滑らかな表面 所と似てる 12. くさかった どんぶらこ 擬音語 物が水の中に落ちるときの音 ブッブッブッ 擬声語 おならの音 13. こぶとりじ いさん ぽこん(と) 擬音語 物を取っていくときの音 かんかん 擬情語 怒る気持ち すっかり 擬容語 激しく怒る様子 14. さるじぞう せっせと 擬容語 怠けず一所懸命に仕事をする むしゃむしゃ 擬容語 遠慮なく食べる ザンブ(と) 擬音語 物が水に落ちるときの音 すっかり 擬容語 いきなりお金持ちになる 15. 三まいのお ふだ ザンブ(と) 擬音語 物が水に落ちるときの音 ぶくぶく 擬声語 沈んだ人の音 16. したきりす ずめ ちょん 擬音語 物を切るときの音 チッチッチ 擬声語 小鳥の泣き声 にこにこ 擬情語 嬉しそうに微笑んでいる ちゅん 擬声語 すずめの泣き声 すっかり 擬情語 問題なく気もちよく どって 擬容語 物が溢れている様子 17. つるのおん がえし バタバタ 擬容語 羽があおられるときの音 コーコー 擬声語 鶴の泣き声 トン トトン 擬音語 戸を叩く音 18. とりのみじ いさん にこにこ 擬情語 嬉しそうに微笑んでいる ちゅうちゅう 擬声語 すずめの泣き声 さらさら 擬態語 絹は柔らかく滑らかな感じ ポン 擬音語 固いものを叩く音 ひゅうっ 擬音語 羽があおられるときの音 こしょこしょ 擬容語 くすぐる様子 くしょん 擬声語 高いくしゃみの音 19. にかいにう びしょびしょ 擬態語 ひどく濡れてる様子 バリッ(と) 擬音語 古い床の踏んだとき音 ドサリ(と) 擬音語 思いものが落ちるときの音 ドタバタ 擬音語 馬の足音 ぐうぐう 擬声語 いびきの音 ぬうーっと 擬容語 何かに驚かせた様子

(31)

xxxi わあわあ 擬声語 激しく泣き声 20. にんじん ごぼう だいこん ポチャーン 擬音語 水が跳ねるときの音 きゅっきゅ 擬音語 軋むときの音 ごしごしごし 擬音語 もの同士が擦れるときの音 ザバーン 擬音語 水に飛び込んで発する音 ぴっかぴか 擬容語 物の表面が輝きを放っている 21. ねずみのよ めいり ほっほっ 擬声語 軽く笑う声 ふわっ(と) 擬情語 心が落ち着かず軽く笑う声 くるくる 擬容語 物が回転する様子 22. 花さかじい さま キャーン 擬声語 犬の高い泣き声 ワン 擬声語 犬の泣き声 チャリーン 擬音語 金属製も動詞が当たる時の音 ちょん 擬音語 何かを差し込むときの音 ペッタン/ポ ッタン 擬音語 繰り返すもちをつく音 ボチャー 擬音語 水が大きく跳ねる音 はっはっ 擬声語 口からの風を巻くときの音 23. ぶんぶくち ゃがま しょんぼり 擬情語 わびしい気持ち ぴょん(と) 擬音語 軽く飛び跳ねてひっくり返る ときの音 ぴん(と) 擬音語 物を軽くはじくときの音 ゴーン 擬音語 金属のいたを叩くときの音 どっさり 擬態語 量が多い様子 ごしごし 擬音語 もの同士が擦れるときの音 びくびく 擬情語 恐怖心に慄いている様子 ぶつぶつ 擬情語 ひとりごと言い続ける にょっきり 擬容語 何かが中から出てくる 24. へっぴりよ めさ どんどん 擬容語 迷うことなく何かをする ブォー 擬音語 おならの太く音 25. ももたろう どんぶらこ 擬音語 重いものが水面に落ちるとき の音 パチン(と) 擬音語 物が二つ分に切れるときの音 ずんずん 擬容語 す早く伸びている様子 ワンワン 擬声語 犬の泣き声 ケーン 擬声語 きじの泣き声 キャッ 擬声語 猿の泣き声 がぶり 擬容語 何かを噛みついている様子 26. わらしべち ょうじゃ ブンブン 擬声語 いえばえの音 ごくごく 擬音語 水を飲んでいるときの音 ぴょこん 擬容語 急に立ち上がる

(32)

xxxii ヒヒヒーン 擬声語 馬の泣き声 5. 結論 147分析したデータによると、擬音語・擬態語を、その意味か ら細かく5つの役目に分類する。まず、音を表すもののうち、人間や 動物の声を表す「擬声語」と、自然界の音や物音を表す「擬音語」に 分けた。次に、音ではなく何かの動きや様子を表すもののうち、無性 物の状態を表すものを「擬態語」、生物の状態を表すものを「擬容語」 とし、そして最後に人の心理状態や痛みなどの感覚を表すものを「擬 情語」とした。

(33)

xxxiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN KELULUSAN ... iii PERNYATAAN ... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v PRAKATA ... vi ABSTRAK ... viii RANGKUMAN ... ix MATOME... xxiv DAFTAR ISI ... xxxiii DAFTAR TABEL ... xxxv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.5 Sistematika Penulisan ... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8 2.2 Landasan Teori ... 12 2.2.1 Semantik ... 12 2.2.2 Jenis dan Perubahan Makna ... 15 2.2.2.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal... 15 2.2.2.2Makna Denotatif dan Makna Konotatif ... 15 2.2.2.3 Makna Dasar dan Makna Perluasan ... 16 2.2.3 Giongo dan Gitaigo ... 19 2.3 Kerangka Berpikir ... 22 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 25 3.2 Data dan Sumber Data ... 25 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 26

(34)

xxxiv

3.4 Uji Keabsahan data... 26 3.5 Teknik Analisis data ... 28 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 30 4.2 Pembahasan ... 34 4.2.1 Ikkyusan ... 34 4.2.2 Issunboushi ... 36 4.2.3 Urashimatarou ... 38 4.2.4 Urikohime ... 39 4.2.5 Omusubikororin ... 41 4.2.6 Kasajizou ... 44 4.2.7 Kachi Kachi Yama ... 47 4.2.8 Kani Mukashi ... 51 4.2.9 Kamotorigonbee ... 58 4.2.10 Kikimimizukin ... 68 4.2.11 Kicchomubanashi ... 70 4.2.12 Kusakatta ... 78 4.2.13 Kobutorijiisan ... 79 4.2.14 Sarujizou ... 82 4.2.15 Sanmai no Ofuda ... 85 4.2.16 Shitakiri Suzume ... 87 4.2.17 Tsuru no Ongaeshi ... 91 4.2.18 Tori no Mi Jiisan ... 94 4.2.19 Nikai ni Uma ... 100 4.2.20 Ninjin Gobou Daikon ... 107 4.2.21 Nezumi no Yomeiri ... 110 4.2.22 Hanasaka Jiisama ... 113 4.2.23 Bunbukuchagama ... 120 4.2.24 Heppiriyomesa ... 127 4.2.25 Momotarou ... 129 4.2.26 Warashibechouja ... 134 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 139 5.2 Saran ... 145 DAFTAR PUSTAKA ... 147 LAMPIRAN

(35)

xxxv

DAFTAR TABEL

4.1 Onomatope ... 30 5.1 Makna Onomatope ... 140

(36)

1 1.1 Latar Belakang

Dalam setiap pembelajaran bahasa asing, ada empat aspek yang perlu dikuasai oleh para pemelajar bahasa. Hal tersebut pun berlaku saat mempelajari bahasa Jepang. Empat kemampuan tersebut adalah kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Tentunya sebagai pemelajar bahasa asing kita ingin menguasai keempat kemampuan tersebut agar dapat mengungkapkan ide atau gagasan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Sehingga untuk menunjang tujuan tersebut maka salah satu aspek kebahasaan yang perlu diperhatikan adalah menulis.

Dalam bahasa Indonesia, sering digunakan suara-suara tertentu pada saat berbicara. Misalnya “karena sudah tua, pintu itu berderit saat dibuka” atau “prang! Terdengar suara gelas jatuh dari meja”. Seperti halnya dengan bahasa Jepang, hal itu disebut dengan onomatope atau tiruan bunyi.

Onomatope digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan, kegiatan, bunyi

suatu benda, dll. Tidak hanya dalam percakapan sehari-hari, onomatope sangat berguna untuk menggambarkan suatu keadaan seperti dalam komik dan novel sehingga pembaca dapat membayangkan kejadian yang sebenarnya. Ada dua jenis onomatope dalam bahasa Jepang, yaitu Giongo dan Gitaigo.

Giongo menurut Yoshio (dalam Sutrisna, 2017: 35) merupakan kata-kata

yang menyatakan suara makhluk hidup atau bunyi yang keluar dari benda mati.

(37)

menunjukkan tiruan bunyi benda mati, sedangkan giseigo lebih menunjukkan tiruan suara makhluk hidup. Misalnya “ame ga zaaza to furu” yang berarti “hujan turun dengan deras” dan giseigo (kata-kata yang menunjukkan suara makhluk hidup) misalnya “ano hito wa geragera waratte iru” yang berarti “orang itu tertawa terbahak-bahak”.

Gitaigo merupakan kata tiruan yang menggambarkan keadaan fisik dan

tindakan. Sama seperti giseigo, gitaigo dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu gitaigo, giyougo, dan gijougo. Pertama, gitaigo sebagai kata yang menyatakan keadaan benda mati, sebagai contoh “sentakuki de furui moofu wo

arattara, boroboro ni natte shimatta” yang berarti “ketika mencuci selimut

yang sudah lama dengan mesin cuci, maka menjadi robek-robek”. Kedua,

giyougo sebagai kata yang seolah-olah menyatakan keadaan makhluk hidup

atau tingkah laku makhluk hidup, sebagai contoh “hajimete takai biiru wo

madofuki shita toki, karada ga gatagata shite souji nado dekinakatta” yang

berarti “ketika mengelap jendela di gedung tinggi untuk pertama kali, badan gemetaran sehingga tidak bisa membersihkannya”. Ketiga, gijougo sebagai kata yang seolah-olah menyatakan keadaan keadaan hati atau perasaan manusia, sebagai contoh “koosoku dooro ga kuruma de juutaishi, kaigi ni okureru no

dewanai ka to iraira shita” yang berarti “saya tidak tenang mungkinkah akan

(38)

Dalam buku Nihon no Mukashi Banashi ini, sebagai contoh terdapat kalimat:

「おしょうさんが、そとに出かけたので、こぞうたちは大よろこび。 たちまち、ドタンバタン、すもうがはじまりました。」

Oshousan ga, soto ni dekaketanode, kozoutachi wa ooyorokobi. Tachimachi, dotanbatan, sumou ga hajimarimashita.

(Karena Tuan Biksu pergi keluar, para Shaolin merasa sangat senang. Seketika,

saling dorong, Sumo pun dimulai.)

Dari kalimat diatas, kata dotanbatan memiliki dua makna leksikal yaitu ‘memukul-mukul dalam perkelahian’ dan ‘suara menutup dan membuka pintu dengan keras’, Dalam kalimat tersebut, kata dotan batan memiliki fungsi menggambarkan keadaan yang gaduh karena para biksu kecil saling bergulat

sumo (olahraga saling dorong) satu sama lain saat si biksu pergi keluar. Kata

tersebut juga mengalami perubahan makna sesuai dengan konteks kalimatnya. Contoh lain dari buku tersebut yaitu:

「いっすんぼうしは、からだは小さくても、とてもちえがありました。 いつでも、てきぱきとよくはたらくので、みんなに気に入られまし た。」

Issunboushi wa, karada wa chiisakutemo, totemo chie ga arimashita. Itsudemo, tekipaki to yoku hatarakunode, minna ni ki ni iraremashita.

(Meskipun Issunboushi bertubuh mungil, tetapi ia sangat berwibawa. Karena ia selalu bekerja dengan tanggap, ia disukai oleh banyak orang.)

(39)

Dari kalimat diatas, kata tekipaki memiliki dua makna leksikal yaitu ‘dengan cepat’ dan ‘sebuah kata-kata atau sikap yang jelas’. Dalam kalimat tersebut, kata tekipaki memiliki fungsi menggambarkan sifat Issunboushi yang rajin bekerja dan selalu melakukan yang terbaik sehingga orang-orang di sekitarnya pun menyukainya.

Onomatope adalah suatu ujaran yang tidak bisa dipahami hanya dengan

memahami makna leksikalnya saja tetapi juga harus memahami fungsi

onomatope yang dapat mengakibatkan perubahan atau pergeseran makna

sesuai dengan konteks kalimatnya. Menurut penulis, onomatope adalah salah satu aspek pembelajaran bahasa Jepang yang sulit untuk dipelajari karena jumlahnya yang banyak dan maknanya yang berbeda-beda. Onomatope pun sering muncul dalam percakapan, film, komik, novel dan sebagainya yang sangat erat kaitannya dengan pemelajar bahasa Jepang. Selain itu, pembelajaran mengenai onomatope ini tidak dipelajari langsung sebagai suatu mata kuliah atau mata pelajaran. Sehingga menyebabkan pemelajar bahasa Jepang, khususnya mahasiswa prodi pendidikan bahasa Jepang Universitas Negeri Semarang seringkali mengalami kesulitan dan salah tafsir dalam menggunakan ataupun menerjemahkan suatu onomatope.

Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan studi pendahuluan berupa angket yang dilakukan terhadap 15 mahasiswa prodi Bahasa Jepang Unnes angkatan 2016, alasan pemilihan sampel tersebut adalah peneliti merasa sudah banyaknya materi yang didapat saat perkuliahan ( 中 級 レ ベ ル ), termasuk materi tentang onomatope yang ada di beberapa mata kuliah, diketahui

(40)

sejumlah mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam membedakan giongo dan gitaigo dalam Bahasa Jepang dan menafsirkannya dalam Bahasa Indonesia. Seperti misalnya kesalahan penafsiran yang terdapat pada beberapa onomatope yang berubah makna leksikalnya menyesuaikan keadaan saat itu.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti makna dari onomatope tersebut dengan judul “Analisis Makna Onomatope

Dalam Buku Nihon no Mukashi Banashi”. Buku Nihon no Mukashi Banashi

memuat cerita kanak-kanak dan cerita mitos Jepang populer yang dikemas dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, tidak seperti kebanyakan buku cerita Jepang yang sering menggunakan mukashi kotoba (old-fashion

words) dan banyak terdapat onomatope di dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sebutkan diatas, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Onomatope apa saja yang terdapat dalam buku “Nihon no Mukashi

Banashi” serta klasifikasinya masing-masing?

2. Apa makna leksikal dan fungsi onomatope yang terdapat dalam buku “Nihon no Mukashi Banashi” tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:

(41)

1. Untuk mengetahui onomatope apa saja yang terdapat dalam buku “Nihon

no Mukashi Banashi” serta klasifikasinya (giongo, gitaigo).

2. Untuk mengetahui makna leksikal dan fungsi onomatope yang terdapat dalam buku “Nihon no Mukashi Banashi”.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat menjadi alternatif dan referensi bagi Mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Negeri Semarang mengenai onomatope yang terdapat dalam sumber data.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wawasan tambahan bagi peneliti maupun bagi pemelajar bahasa Jepang agar dapat memahami dan dapat menggunakan onomatope secara tepat dalam percakapan sehari-hari, film, komik, novel dan sebagainya, serta dapat dijadikan sebagai referensi untuk penerjemahan bahasa Jepang khususnya yang berkaitan dengan onomatope.

1.5 Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian pokok, dan bagian akhir. Pada bagian awal terdiri atas halaman judul, lembar persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan, abstrak, rangkuman, matome, kata pengantar, daftar isi, dan daftar lampiran. Bagian pokok/isi terdiri dari beberapa bagian yaitu:

(42)

BAB I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka berpikir. Tinjauan pustaka berupa penelitian terdahulu yang sejenis. Landasan teori berupa pengertian semantik dan pengertian onomatope bahasa Jepang serta klasifikasinya.

BAB III Metode Penelitian, pada bab ini penulis akan membahas tentang pengertian penelitian, jenis metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, teknik dan pengolahan data serta sumber data penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini diuraikan tentang hasil analisis data dan penelitian yang diperoleh mengenai makna onomatope yang terkandung serta pembahasan lebih detail mengenai makna tersebut.

BAB V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini akan dibahas tentang kesimpulan penelitian dan saran penelitian. Bagian akhir berisi daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang mendukung.

(43)

8 2.1.Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang analisis makna onomatope ini, peneliti bandingkan dengan penelitian lain yang relevan. Penelitian tersebut dijadikan sebagai bahan perbandingan dengan melihat dari beberapa aspek seperti persamaan dan perbedaan dan dari segi kekurangan dan kelebihannya.

Kajian yang akan dibandingkan dengan penelitian ini adalah skripsi yang dilakukan oleh Rizki Hayuningtyas, mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Negeri Semarang pada tahun 2012 dengan judul “Analisis Makna dan Pembentukan Gitaigo yang Menunjukkan Perasaan”. Skripsi tersebut meneliti tentang variasi pembentukan gitaigo serta maknanya. Pada penelitian ini Rizki Hayuningtyas menggunakan sumber data berupa buku cerita bergambar berjudul Itazura Majoko No Yuurei Taiji dan Basu Ni Notte

Hajimete No Otsukai sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data

buku cerita bergambar berjudul Nihon No Mukashi Banashi. Dilihat dari segi obyek yang ditelitipun berbeda. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu penggunaan sumber data berupa buku cerita anak-anak. Pada penelitian Rizki Hayuningtyas membahas pembentukan gitaigo yang menunjukkan perasaan sebagai obyek data dan isi pembahasannya seputar pembentukan gitaigo tersebut serta makna yang ditimbulkan sedangkan penelitian ini membahas

(44)

tentang makna leksikal dan fungsi dari sebuah onomatope yang terdapat pada sumber data.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Triana Nur Rizki mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Negeri Semarang pada tahun 2014 dengan judul “Analisis Kontrastif Onomatope dalam Bahasa Jepang dengan Bahasa Jawa”. Skripsi tersebut menganalisis makna onomatope dan padanannya dalam bahasa Jawa. Pada penelitian ini menggunakan sumber data berupa buku bergambar berjudul Sekai no Douwa 2 dan hanya menggunakan 6 cerita. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu analisis makna onomatope, akan tetapi dilihat dari segi obyek penelitiannya berbeda karena penelitian ini menganalisis makna leksikal dan mencari padanannya dalam bahasa Jawa, serta mencari perbedaan antara onomatope bahasa Jepang dan bahasa Jawa.

Berikutnya artikel oleh Min JiYoung(1997) dengan judul “Ningen no

Koui ni Kansuru Giongo Gitaigo”, penelitian tersebut meneliti tentang giongo gitaigo yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penelitian

tersebut juga menganalisis mengenai makna giongo gitaigo terutama yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa empat kamus bahasa Jepang yaitu, pertama “Giongo Gitaigo” oleh Amanuma Yasushi (1974) penerbit Tokyoudou Publishing Co.Ltd. Kedua, “Giongo Gitaigo Jiten” oleh Asano Tsuruko (1978) penerbit

Kadokawa Shoten. Ketiga, “Giongo Gitaigo Kanyouku Jiten” oleh Shiraishi

(45)

Gitaigo Tsukaikata Jiten” oleh Toshiko Atouda dan Kazuko Hoshino (1993)

penerbit Sotakusha. Pada penelitian ini Min Zhi Ying menyimpulkan bahwa

onomatope yang berhubungan dengan perilaku manusia berhubungan dengan

karakter fisik manusia dan terkait dengan tindakan manusia itu sendiri. Persamaan penelitian Min JiYoung dengan yang dilakukan penulis adalah menganalisis mengenai giongo dan gitaigo, akan tetapi penelitian ini lebih terfokus kepada onomatope yang berhubungan dengan perilaku manusia sedangkan penelitian ini terfokus pada analisis makna dan fungsi onomatope secara keseluruhan.

Berikutnya Nishimura Kanae peneliti dari Universitas Kyoto (2004) dengan judul penelitian Giongo Gitaigo ni Kansuru Nichiei Taishou Kenkyuu

– Beatrix Potter (The Tale of Peter Rabbit) Hoka to Sono Nihongoyaku wo Kansatsu Taishou Toshite, penelitian tersebut meneliti tentang penggunaan

dan cara pengungkapan onomatope dalam bahasa Jepang dan bahasa Inggris yang diambil dari buku cerita anak-anak. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa buku cerita dengan judul Beatrix Potter (The Tale of Peter

Rabbit). Pada penelitian ini, Nishimura Kanae menyimpulkan bahwa dalam

versi asli bahasa Inggris penggunaan dan kemunculan onomatope lebih sedikit daripada versi bahasa Jepang dan berbeda secara gramatika. Selain itu dalam versi asli bahasa Inggris penggunaan onomatope sebagian besar adalah kata kerja. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu penggunaan sumber data berupa buku cerita anak-anak, akan tetapi Nishimura Kanae terfokus pada analisis kontrastif penggunaan onomatope dalam bahasa Inggris dan bahasa

(46)

Jepang sedangkan penelitian ini terfokus pada analisis makna dan fungsi

onomatope itu sendiri.

Berikutnya dari Rumi Harada yang merupakan peneliti dari Niigata Seiryo University Faculty of Social Welfare and Psychology Department of Social Welfare pada tahun 2018, artikel ini dimuat dalam Journal of Niigata Seiryo Society, Vol.11, No.1, Maret 2018 dengan judul “ 紙芝居のテキスト

の特徴―物語の魅力を伝える読み聞かせたのために知っておきたいこ

―Special Particularities of Kamishibai Text: Hints for Making the Reading of Kamishibai to Children More Interesting”, penelitian tersebut

meneliti bagaimana membuat kamishibai lebih menarik bagi anak-anak. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa cerita berjudul Mama ni

Nanka Wakannai (Mommy Doesn’t Understand Me) dan Chuusha ni Itta Momo-Chan (Little Momo Gets an Injection). Pada penelitian ini Rumi

Harada menyimpulkan bahwa sebuah kamishibai akan lebih menarik bagi anak-anak apabila memuat lebih sedikit narasi, memperbanyak dialog dan memuat lebih banyak onomatope (giongo dan gitaigo) untuk menciptakan seperti suasana sesungguhnya. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu penggunaan sumber data berupa buku cerita anak-anak, akan tetapi Rumi Harada lebih terfokus kepada Kamishibai dan penggunaan onomatope untuk membuat Kamishibai lebih menarik bagi anak-anak, sedangkan penelitian ini terfokus pada analisis makna onomatope itu sendiri.

(47)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Semantik

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting dalam linguistik karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tidak lain digunakan untuk menyampaikan suatu makna.

Machida & Momiyama (dalam Dedi Sutedi, 2019: 122-125) menegaskan bahwa objek kajian semantik antara lain mencakup makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (go no imi

kankei), makna frasa (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). a. Makna kata (語の個々の意味)

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, komunikasi akan berjalan lancar apabila setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut menyatakan makna yang sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

Akan tetapi, baik dalam kamus maupun dalam buku pelajaran bahasa Jepang, tidak setiap kata maknanya dimuat dan disajikan secara menyeluruh. Bagi pemelajar bahasa Jepang, jika berkomunikasi dengan penutur asli, terjadinya kesalahan berbahasa dikarenakan informasi makna yang diperoleh pemelajar tersebut masih kurang lengkap. Sebagai contoh kata kirei yang berarti cantik, akan tetapi dapat diartikan juga “bagus”, “Tomu san ga kirei na nihongo go wo hanaseru” yang berarti

(48)

Tom bisa berbahasa Jepang dengan bagus, atau dalam contoh lain dapat berarti “rapi”, “kono heya ga kirei desu” yang berarti kamar ini rapi.

b. Relasi Makna (語と語の意味関係)

Terdapat tiga aspek dalam relasi makna yaitu sinonim (類義関係) contoh dalam kata hanasu dan iu, antonim (反義関係) contoh dalam kata

hikui dan takai, dan hubungan superordinat/hiponimi (上下関係) contoh

dalam kata doubutsu dan inu. Contoh dalam relasi makna misalnya, pada verba hanasu (berbicara), iu (berkata), shaberu (ngomong) dapat dikelompokkan dalam kotoba o hassuru (bertutur).

c. Makna Frasa (句の意味)

Dalam bahasa Jepang ungkapan hon o yomu (membaca buku),

kutsu o kau (membeli sepatu), dan hara ga tatsu (marah) dianggap

sebagai satu frasa (klausa) atau ku. Klausa hon o yomu dan kutsu o kau dapat dipahami cukup dengan mengetahui makna kata-kata hon, kutsu,

yomu, kau, dan o ditambah dengan pemahaman tentang struktur kalimat

bahwa nomina+o+verba. Jadi, klausa tersebut bisa dipahami secara leksikalnya (mojidouri no imi). Akan tetapi, untuk klausa hara ga tatsu meskipun kita mengetahui makna setiap kata dan strukturnya, belum tentu bisa memahami makna klausa tersebut, jika makna frasa secara idiomatikalnya (kan-yokuteki imi) belum diketahui dengan benar.

Sebagai contoh lain, pada klausa ashi o arau ada dua makna, yaitu secara leksikal yakni mencuci kaki, dan juga secara ideomatikal yakni berhenti berbuat jahat. Jadi, dalam bahasa Jepang ada frasa/klausa

(49)

yang bermakna secara leksikal saja, ada frasa/klausa yang bermakna ideomatikalnya saja, dan ada juga frasa/klausa yang bermakna kedua-duanya.

d. Makna Kalimat (文の意味)

Suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya, kalimat watashi wa Yamada-san ni megane o ageru (saya memberi kacamata pada Yamada) dengan kalimat watashi wa Yamada-san

ni tokei o ageru (saya memberi jam pada Yamada), jika dilihat dari

strukturnya, kedua kalimat tersebut sama yaitu A wa B ni C o ageru, tetapi maknanya berbeda. Hal ini disebabkan makna kata megane dan tokei berbeda. Oleh karena itu, jelaslah bahwa makna kalimat ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat tersebut.

Lain halnya dengan kalimat watashi wa Yamada-san to

Tanaka-san o matte iru terkandung dua makna, yaitu [watashi wa][Yamada-Tanaka-san to Tanaka-san o] [matte iru] (saya menunggu Yamada dan Tanaka) dan

[watashi wa][Yamada-san to isshoni][Tanaka-san o][matte iru] (saya bersama Yamada menunggu Tanaka). Dari sini bisa diketahui bahwa dalam suatu kalimat dapat menimbulkan makna ganda yang berbeda. Dengan demikian, selain adanya berbagai macam relasi makna antara suatu kata dengan kata yang lainnya, dalam kalimat pun terdapat berbagai jenis hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

(50)

2.2.2 Jenis Perubahan Makna

2.2.2.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah jishoteki-imi atau goiteki-imi. Makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Misalnya, kata neko dan kata gakkou memiliki makna leksikal ‘kucing’ dan ‘sekolah’.

Makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut dengan bunpouteki-imi, yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam bahasa Jepang,

joshi (partikel) dan jodoushi (kopula) tidak memiliki makna leksikal, tetapi

memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Verba dan adjektiva memiliki kedua jenis makna tersebut, misalnya pada kata ishogashi-i dan tabe-ru, bagian gokan-nya {isogashi} dan {tabe} bermakna leksikal ‘sibuk’ dan ‘memakan’, sedangkan gobi-nya, yaitu {i} dan {ru} sebagai makna gramatikal, karena akan berubah bentuk sesuai dengan kontek gramatikalnya. Partikel ni secara leksikal tidak jelas makna, tetapi baru jelas jika digunakan dalam kalimat seperti: Bandon ni sunde iru (tinggal di Bandung).

2.2.2.2 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut meijiteki-imi atau gaien, yaitu makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti suatu objek atau gagasan dan bisa dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif disebut anjiteki-imi atau naihou, yaitu makna yang ditimbulkan karena perasaan

Gambar

Tabel 4.1 Onomatope
Tabel 5.1 Makna Onomatope

Referensi

Dokumen terkait