UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA
(Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
oleh
SARMADAN NIM 1103846
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA
UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA
(Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)
oleh
SARMADAN
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 2013
Sebuah Tesis yang Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M. Pd.) pada Sekolah Pascasarjana
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
© Sarmadan 2013
Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Upacara adat katoba sebagai bentuk tradisi lisan dari masyarakat suku Muna merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya. Kelestariannya dimungkinkan oleh karena fungsinya bagi kehidupan kolektif masyarakatnya karena mengandung nilai-nilai luhur yang tinggi nilainya. Penelitian “Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)” yang berimplikasi dalam pendidikan pada tataran teoretis maupun praktis belum pernah dilakukan.
Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan, 2) struktur teks ungkapan tradisional poga toba, 3) konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba, 4) proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba, 5) fungsi ungkapan tradisional pogau toba, 6) nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna, dan 7) pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam pembelajaran bahasa, khususnya apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas. Untuk meraih tujuan-tujuan itu, maka dalam tataran analisis peneliti menggunakan pendekatan struktural. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ………. i
LEMBAR PENGESAHAN ………. ii
LEMBAR PERNYATAAN ……… iii
KATA PENGANTAR ………. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ……… v
ABSTRAK ……… viii
DAFTAR ISI ……… ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ……….. B. Identifikasi Masalah Penelitian ……….. 1 5 C. Batasan Masalah Penelitian ………... 5
D. Rumusan Masalah Penelitian ……… 6
E. Tujuan Penelitian ………... 7
F. Manfaat Penelitian ………. 8
G. Definisi Operasional ………. 9
BAB II PENGKAJIAN UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA A. Konsep Kebudayaan ……….. 11
1. Hakikat Kebudayaan ……… 2. Unsur-Unsur Kebudayaan ……… 3. Wujud Kebudayaan ……….. 4. Nilai Budaya ………..……….. 11 13 15 18 B. Konsep Folklor ………... 1. Hakikat Folklor ………... 2. Unsur-Unsur Folklor ………... 3. Jenis-Jenis Folklor ……….. 4. Upacara Adat dalam Kerangka Folklor ………... 5. Fungsi Folklor ………. 22 22 26 28 29 34 C. Konsep Tradisi Lisan ………. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ………. 64
B. Lokasi Penelitian ……… 64
C. Data dan Sumber Data ………... 65
D. Teknik Pengumpulan Data ………. 66
E. Instrumen Penelitian ……….. 66
F. Teknik Analisis Data ……….. 67 G. Pedoman Analisis data ………... H. Paradigma Penelitian ………..
68 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ……… 1. Pendahuluan
a. Keadaan Geografis Kelurahan Wawombalata ……… b. Keadaan Demografis Kelurahan Wawombalata …………. c. Keadaan Ekonomi Masyarakat……… d. Keadaan Sosial Budaya Sosial Masyarakat ……… e. Perihal Upacara Adat Katoba ………. 2. Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna ……….
71 71 71 73 77 79 90 94 B. Hasil Analisis Data ……….
1. Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Katoba pada
Masyarakat Muna ……….
2. Analisis Struktural Teks Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba ………. a. Analisis Struktur Makro ………... b. Analisis Struktur Alur ……….. c. Analisis Struktur Mikro ………
1) Analisis Sintaksis ……….... 2) Analisis Gaya Bahasa ………..
a) Diksi ………..
b) Paralelisme ………
c) Metafora ………
3. Konteks Penuturan Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam
Upacara Adat Katoba ………
4. Proses Penciptaan Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam
Upacara Adat Katoba ………
5. Fungsi Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna……… 6. Nilai-Nilai Kultural dan Kearifan Lokal Ungkapan
Tradisional Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba ……….
111 111 113 114 116 117 117 142 142 144 147 149 150 151 155 C. Pembahasan Hasil Analisis ………
1. Pembahasan Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat
Katoba ………..
158
2. Pembahasan Struktural Teks Ungkapan Tradisional Pogau
Toba dalam Upacara Adat Katoba ………
a. Analisis Struktur Makro ……….. b. Analisis Struktur Alur ………. c. Analisis Struktur Mikro ……….. 3. Pembahasan Konteks Penuturan Ungkapan Tradisional Pogau
Toba dalam Upacara Adat Katoba ………
4. Pembahasan Proses Penciptaan Ungkapan Tradisional Pogau
Toba dalam Upacara Adat Katoba ………
5. Pembahasan Fungsi Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam
Upacara Adat Katoba ………
6. Pembahasan Nilai-Nilai Kultural Ungkapan Tradisional
Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba ………
175 175 176 178 180 181 182 184
BAB V PEMANFAATAN UNGKAPAN TRADISIONAL
POGAU TOBA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI
SASTRA LAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
A.Landasan Pemikiran ………... B.Gambaran Pembelajaran Bahasa dan Sastra Lama ... C.Dampak yang Diharapkan ……….. D.Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis
Tradisi Lisan ………..
E. Praktik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Tradisi Lisan ………... F. Transformasi Upacara Adat Katoba Menjadi Bentuk Drama ……
186 188 192 193 196 202
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan ………
B. Saran ………..
233 235
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang
ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja
menyentuh aspek fisik semata, tetapi juga berkaitan dengan perubahan non-fisik,
yakni pergeseran budaya, kebiasaan dan tata perilaku sosial masyarakat.
Menjamurnya budaya dan kebiasaan-kebiasaan Barat yang cenderung kontra
dengan kebudayaan bangsa adalah suatu keniscayaan, dan mempunyai kekuatan
untuk mengakulturasi bahkan menggeser kebudayaan lokal. Salah satu efek
globalisasi yang paling terang dan nyata yang sedang dialami oleh bangsa ini
adalah dekadensi moral. Beberapa kalangan beranggapan bahwa merosot dan
rendahnya moral generasi muda disebabkan lunturnya apresiasi dan kecintaan
terhadap nilai-nilai kultural bangsa.
Tradisi lisan merupakan wujud budaya yang menjadi kearifan lokal suatu
masyarakat tertentu, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang luhur. Globalisasi
juga merupakan wujud budaya, yakni budaya masyarakat modern. Akan tetapi,
perubahan pola kehidupan masyarakat oleh karena tawaran menyilaukan
globalisasi semestinya tidak membuat kita terbawa arus global itu.
Mengedepankan sikap fleksibel menanggapi globalisasi tanpa melepas kekuatan
lokal akan membawa masyarakat ke dalam konteks kehidupan yang lebih maju.
Pada prinsipnya, harus ada upaya mensinergikan antara lokal, nasional, dan global
agar kebutuhan masyarakat di tengah zaman yang terus bergulir terakomodasi.
Arus budaya global sepatutnya dipandang, disikapi, dipilah dan dipilih secara
cerdas dengan melihat nilai-nilai substansi dan relevansinya dengan kebutuhan
masyarakat setempat.
Tradisi lisan dan/atau folklor merupakan wujud kebudayaan sebagai
cerminan kehidupan dan media pendidikan masyarakat. Folklor as a mirror of
2
lisan sebagai cerminan budaya itu merupakan warisan nenek moyang yang
menyimpan nilai-nilai luhur yang tinggi. Keberadaan sebuah tradisi, semisal
upacara adat (ritual) diyakini oleh masyarakat pendukungnya sebagai warisan
leluhur yang mempunyai makna, nilai, dan fungsi tertentu. Sebagai media
pendidikan, upacara ritual siklus hidup banyak memberikan hukum-hukum,
nasihat, ataupun perintah agar seseorang dan sekelompok orang menjadi manusia
yang baik.
Upacara adat katoba dilakukan oleh masyarakat suku Muna karena
dirasakan dapat memenuhi suatu kebutuhan kehidupan, yakni relasi manusia
dengan Tuhan, relasi antarmanusia, dan manusia dengan alam. Dalam inti
pelaksanaannya, katoba menggunakan ungkapan tradisional pogau toba yang
substansi ajarannya adalah pengakuan keyakinan bahwa tiada Tuhan yang
disembah selain Allah SWT, serta Muhammad SAW adalah utusan-Nya. Selain
itu, juga pesan kemanusiaan untuk memahami dan mengimplementasikan hal-hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan menurut ajaran agama Islam dan ajaran
adat. Ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba yang
mengandung nilai-nilai itu akan dapat dihayati dan dipahami jika masyarakat
pemiliknya betul-betul meyakininya sebagai suatu sugesti positif.
Keberadaan Upacara adat katoba dimungkinkan oleh karena fungsinya
bagi kehidupan kolektif masyarakatnya karena mengandung nilai-nilai kultural
yang amat tinggi nilainya. Sims (2005: 95) menyatakan bahwa ritual adalah
bagian lama dari perilaku kelompok atau produk budaya masa lalu, namun seperti
tradisi hal ini memungkinkan diselenggarakan kembali oleh masyarakat
pendukungnya untuk mengekspresikan ide-ide penting. Selanjutnya, Sims
mengemukakan bahwa peneliti folklor mempelajari upacara adat karena
kompleksitas dan kualitas yang dramatis membuat upacara adat padat dengan arti.
Upacara adat adalah ekspresi yang signifikan dari tradisi suatu kelompok,
keyakinan, nilai-nilai dan identitas.
Substansi pelaksanaan upacara adat katoba diwujudkan dalam
3
tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna
sebagai berikut.
Imam : Tososo, tososoemo itu rabunto modaino ne Allah taala, nekamokula moghane, nekomokula robine. Tososoemo itua.
‟Sesali, sesalilah perbuatan yang jelek kepada Allah SWT, kepada ayah, kepada ibu. Sesalilah itu‟
Anak : Umbe ‟ya‟
Ungkapan tradisional ini masih sangat diperlukan mengingat relevansinya
terhadap perkembangan zaman. Dari ungkapan tradisional itu, tergambar bahwa
seseorang yang mengikuti upacara adat katoba ditanamkan pikiran, sikap dan
perilaku untuk menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan baik sengaja
maupun yang tidak disengaja, yaitu berdosa kepada Allah, berdosa kepada ayah
dan kepada ibu. Satu hal bahwa ungkapan tradisional ini merupakan warisan
budaya nenek moyang masyarakat suku Muna yang di dalamnya sarat dengan
nilai pengetahuan budi pekerti. Nilai-nilai itu mencerminkan kearifan lokal,
kekayaan jiwa, filsafat, karakter, dan lingkungan sosial, serta segenap
kepentingan-kepentingan tertentu dalam konstruk sistem kehidupan.
Pendeskripsian dan analisis upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna
diharapkan akan menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan
moral kepada generasi muda.
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan
oleh La Niampe (2008) yang dipresentasikan dalam Seminar Internasional Lisan
VI Wakatobi dengan judul “Tuturan Tentang Katoba dalam Tradisi Lisan Muna:
Deskripsi Nilai dan Fungsi”. Sarmadan (2011) dalam skripsi dengan judul
“Makna Tuturan dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna.” Kemudian
La Tanampe (2012) dalam tesis dengan judul “Katoba Kajian Nilai-Nilai Budaya
dan Pembentukan Karakter Anak pada Suku Muna”. Masing-masing penelitian tersebut lebih menitikberatkan dan fokus pada makna, fungsi dan nilai-nilai
pendidikan dalam Tuturan Katoba. Dalam artian bahwa kajiannya belum
signifikan menyentuh aspek implikasi dalam pendidikan pada tataran teoretis
masing-4
masing juga berbeda. Dalam penelitian iniuntuk analisis teks peneliti
menggunakan pendekatan struktural yang dikemukakan oleh van Dijk (Sibarani,
2012).
Harapan penulis adalah tradisi lisan dan warisan budaya yang mengandung
nilai-nilai luhur itu dapat ditransfer, ditransformasi, diintegrasikan, dan diwadahi
dalam kegiatan pendidikan dalam skop yang relatif besar. Dalam hal ini,
hasil-hasil penelusuran dan penelitian terhadap tradisi lisan dapat dijadikan sebagai
inspirasi dalam praktik pendidikan. Oleh karena itu, kiranya penting pendidikan
nasional dirancang dengan menerapkan kurikulum, strategi, dan model
pembelajaran, serta komponen belajar lainnya yang berbasis pada nilai-nilai
kultural yang disesuaikan dengan konteks kedaerahan.
Perlu usaha pelestarian, pemertahanan, dan revitalisasi kebudayaan bangsa
dengan berbagai bentuk kegiatan. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
berbasis tradisi lisan, khususnya apresiasi sastra lama akan menjadi titik tolak dari
wacana yang dihembuskan di atas. Diharapkan implementasi kebijakan dengan
cara inovasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan akan
membawa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menjadi pembelajaran yang
bermakna. Menurut hemat penulis, usaha ini akan berkontribusi terhadap
kemajuan pendidikan di Indonesia yang memiliki jati diri dan berkarakter budaya
bangsa sendiri. Jika direfleksi, pengenalan dan pelestarian tradisi lisan kepada
generasi masa kini akan berdampak positif bagi keberlanjutan kehidupan di masa
mendatang. Bagaimanapun juga, kita harus menyadari konsep ini dapat menjadi
langkah strategis dalam upaya menanamkan nilai-nilai karakter positif bangsa
kepada generasi muda, sebagai proses aktualisasi budaya dan usaha pelestarian
budaya Indonesia.
Argumen yang dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa saat ini
diperlukan penelitian dan kajian terhadap tradisi lisan yang kelak dapat digunakan
untuk mendongkrak wawasan kebangsaan, mempermantap identitas kebudayaan,
kesadaran berbangsa, dan pendidikan karakter, serta perekat bangsa. Beranjak dari
5
Katoba pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah
Menengah Atas)”.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Penelitian tradisi lisan merupakan penelitian yang unik dan cukup
kompleks. Dalam penelitian bidang ini, seorang peneliti dituntut memiliki kejelian
dan tingkat sensitivitas yang tinggi dalam memandang dan menghayati realitas
dan fenomena kultural yang terjadi pada objek yang ditelitinya. Bentuk-bentuk
fenomena kultural dapat memberikan suatu pengalaman dan pengajaran
nilai-nilai, sistem dan pola hidup agar seorang individu taat pada asas-asas hidup
bersama sebagai anggota masyarakat. Wujud tradisi lisan seperti upacara adat atau
ritual, cerita rakyat, tradisi bertani, permainan rakyat, mantra, dan lain-lain
sebaiknya diproyeksikan pada nilai pemanfaatan, pelestarian dan
pemertahanannya. Dalam hal ini hasil temuan penelitian dapat mengungkap
tentang hakikat makna, fungsi, kearifan lokal, kesatuan komunitas, atau lainnya
yang berkonstribusi pada pemenuhan kepentingan kehidupan individu dan
kolektif masyarakat.
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian upacara adat katoba dan
nilai-nilai kulturalnya, yaitu 1) eksistensi suatu tradisi khususnya upacara adat
katoba dalam masyarakat pendukungnya cenderung berkurang. Jika keadaan ini
dibiarkan berlanjut maka tidak menutup kemungkinan tradisi ini akan hilang dan
punah ditelan zaman, 2) substansi suatu tradisi dijalankan oleh masyarakat
pendukungnya adalah nilai manfaatnya. Dalam hal ini, kandungan nilai-nilai
tersebut apakah masih dianggap penting atau tidak penting, serta relevan atau
sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman, dan 3) bagaimana tradisi ini dapat
berimplikasi pada kehidupan masa sekarang dan masa depan, baik praktis maupun
6
C. Batasan Masalah Penelitian
Falsafah penelitian dalam bahasa Jerman das sein das sollen, artinya ada
kesenjangan yang terjadi antara kenyataan dan harapan yang ideal. Dalam konteks
penelitian ini, kebudayaan dipandang mengandung muatan nilai-nilai yang positif.
Di dalam kebudayaan ada banyak kearifan lokal. Hal-hal yang masih relevan
semestinya dijadikan pedoman dalam berkegiatan lisan, bersikap, dan bertingkah
laku. Bertentangan dengan itu, betapa nilai-nilai kebudayaan yang mengadung
nilai-nilai positif tersebut kurang lagi diindahkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa
terjadi suatu masalah. Harapan yang ideal adalah aspek-aspek budaya yang
mengandung muatan nilai yang positif dan relevan semestinya dijadikan pedoman
dalam kehidupan agar tercipta keharmonisan, kesejahteraan, dan keselamatan
hidup dalam bermasyarakat.
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis
membatasi masalah penelitian sebagai berikut: 1) proses dan tata cara pelaksanaan
upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir
pelaksanaan, 2) struktur teks ungkapan tradisional poga toba, 3) konteks
penuturan ungkapan tradisional poga toba, 4) proses penciptaan ungkapan
tradisional poga toba, 5) fungsi ungkapan tradisional pogau toba, 6) nilai-nilai
kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada
masyarakat suku Muna, dan 7) pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba
dalam pembelajaran bahasa, khususnya apresiasi sastra lama di sekolah menengah
atas.
D. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian batasan masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada
masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan?
7
3. Bagaimanakah konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba dalam
upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?
4. Bagaimanakah proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba dalam
upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?
5. Bagaimanakah fungsi ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat
katoba pada masyarakat suku Muna?
6. Bagaimanakah nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam
upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?
7. Bagaimanakah pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam
pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melestarikan salah satu
kebudayaan daerah atau tradisi lisan yang berkembang pada masyarakat
pendukungnya. Adapun tujuan khususnya adalah untuk memperoleh deskripsi
berkaitan dengan:
1. proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku
Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan;
2. struktur teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba
pada masyarakat suku Muna;
3. konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba
pada masyarakat suku Muna;
4. proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba
pada masyarakat suku Muna;
5. fungsi ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada
masyarakat suku Muna;
6. nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba
pada masyarakat suku Muna;
7. pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam pembelajaran apresiasi
8
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak
pembaca dari latar belakang manapun. Secara lebih spesifik manfaat tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut.
a. Merefleksikan jejak-jejak budaya yang pernah diukir oleh nenek moyang
tentang pola hidup dan eksistensi mereka dalam kehidupan di zamannya.
b. Memberikan wawasan kepada semua pihak, khususnya penggiat ilmu
budaya atau tradisi lisan tentang khazanah budaya dan tradisi lisan
Nusantara.
c. Mengenalkan kepada khalayak pembaca bahwa tradisi lisan „upacara adat
katoba‟ sarat dengan nilai-nilai kultural sehingga perlu dilestarikan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat pendukungnya.
d. Mengembangkan dan mempublikasikan nilai-nilai positif, kebenaran
moral, nilai edukatif, sikap sosial, kearifan lokal kepada generasi kini dan
generasi masa depan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut.
a. Bagi masyarakat hasil penelitian ini dapat menumbuhkan motivasi dan
sikap kepemilikan budaya, serta memberikan identitas kultural masyarakat
pendukungnya.
b. Bagi pendidikan formal hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi model
9
diimplementasikan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis
tradisi lisan, khususnya apresiasi sastra lama.
c. Bagi masa depan budaya hasil penelitian ini dapat menjadi usaha
revitalisasi dalam mencegah item-item budaya yang terancam punah di
tengah kehidupan zaman yang terus bergulir.
d. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
acuan dan referensi untuk meneliti objek-objek yang relevan dengan
penelitian ini.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pengertian variabel penelitian berdasarkan
konteks yang diteliti. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan penafsiran
tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti dapat
menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut.
1. Katoba secara harfiah dapat diartikan sebagai „penobatan‟ yaitu, sebuah
bentuk upacara adat Islami pada masyarakat Muna yang disampaikan secara
lisan oleh imam (penutur) kepada yang ditoba/anak-anak (objek tutur) yang
hendak beranjak dewasa dengan pokok isi ajarannya adalah pesan
kemanusiaan untuk memahami dan mengimplementasikan hal-hal yang boleh
dan tidak boleh dilakukan menurut ajaran agama Islam dan ajaran adat.
2. Pogau toba adalah ungkapan tradisional dalam upacara adat katoba yang
diucapkan oleh imam kepada anak-anak yang ditoba dengan basis dan
orientasi pendidikan keagamaan Islam dan pendidikan adat.
3. Analisis struktur teks ungkapan tradisional pogau toba adalah analisis
terhadap teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba
melalui pendekatan struktur teks tradisi lisan yang dikemukakan oleh van
Dijk (Sibarani, 2012).
4. Nilai-nilai kultural adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan
tradisional pogau toba yang diidentifikasi sebagai kearifan lokal masyarakat
10
5. Pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pembelajaran apresiasi
sastra lama adalah suatu upaya bagaimana ungkapan tradisional pogau toba
dalam upacara adat katoba yang mengandung nilai-nilai kultural dapat
ditransfer, ditransformasi, diintegrasikan, dan diwadahi dalam kegiatan
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks.
Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh
nuansa tuturan verbal, simbol tertentu, gerakan, dan makna yang terintegrasi
dalam sebuah kegiatan upacara. Dapat dikatakan bahwa penelitian tradisi lisan
merupakan perpaduan antara kajian bahasa, sastra, dan antropologi. Oleh sebab
itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan analisis struktural.
Pendekatan struktural adalah kajian tentang teks sastra untuk menggali
makna teks dan keseluruhan komponen yang membangun sistem, baik yang
tersurat maupun yang tersirat dalam karya itu. Dalam konteks penelitian ini,
perspektif pendekatan struktural akan melihat wujud bangun item kebudayaan
tersebut secara komprehensif untuk diperoleh pengertian dan pemahaman dari
sudut pandang peneliti. Proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat juga dapat
didekati dengan pendekatan struktural, serta teks ungkapan tradisional pogau toba
akan dianalisis dengan pendekatan yang sama. Oleh karena itu, diperlukan suatu
pendekatan struktural untuk menggali, mengetahui, dan memahami hakikat di
dalam keseluruhan proses dan tata cara upacara adat katoba pada masyarakat
pemiliknya.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berada di wilayah Kota Kendari. Terdapat beberapa wilayah
di Kota Kendari yang dalam interaksi sosialnya didominasi oleh pola perilaku adat
istiadat masyarakat suku Muna, seperti Gunung Jati dan Jati Mekar di Kecamatan
Kendari, Abeli Dalam di Kecamatan Abeli, Anduonohu di Kecamatan Poasia,
65
di Kecamatan Mandonga. Tempat yang disebutkan terakhir itu (Wawombalata,
khususnya RT 06 dan RT 07) menjadi objek penelitian.
Pemilihan Kelurahan Wawombalata sebagai wilayah penelitian sebab di
daerah ini merupakan salah satu basis pemukiman masyarakat suku Muna di Kota
Kendari. Di tempat ini meskipun wilayahnya bukanlah kampung nenek moyang
masyarakat suku Muna (Kota Kendari merupakan daerah kekuasaan Kerajaan
Konawe tempo dulu dengan suku asli Tolaki), tetapi sebagian besar
masyarakatnya masih mempertahankan kehidupan tradisional, masih memegang
teguh ajaran nenek moyang, misalnya gotong-royong, pelaksanaan upacara adat
daur hidup, peringatan hari besar agama Islam, dan bentuk-bentuk tradisi lainnya.
Dari penelitian pada objek ini, juga dapat diketahui tata cara upacara atau
ungkapan-ungkapan, simbol-simbol yang digunakan apakah masih sama dengan
tradisi yang dilakukan di tanah leluhur, yakni di Kabupaten Muna.
C. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah teks ungkapan tradisional pogau toba
yang ada dalam upacara adat katoba yang diungkapkan oleh imam dan anak yang
ditoba. Data ini dijaring langsung pada saat pelaksanaan upacara adat katoba.
Data pendukung lainnya adalah data dari hasil observasi partisipatif dan
wawancara dengan para informan perihal upacara adat katoba pada masyarakat
suku Muna. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang
terdiri dari imam, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, serta masyarakat
pendukungnya. Adapun kriteria dalam pemilihan dan penentuan informan, yaitu
(1) Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi dan paham tentang
substansi upacara adat katoba; (2) Usia telah dewasa, (3) Sehat jasmani dan
rohani; (4) Fleksibel dan memiliki cukup waktu untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan; dan (5) Bersikap netral, dalam artian tidak memiliki
66
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
dengan cara triangulasi atau gabungan dari teknik observasi, wawancara, dan
catatan lapangan. Teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi
partisipatif. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam.
Catatan lapangan digunakan pada saat observasi dan wawancara untuk mencatat
hal-hal penting yang kemungkinan dilewatkan dalam observasi dan wawancara.
Triangulasi diharapkan dapat menghasilkan informasi dan data-data akurat,
sehingga interpretasi yang diambil akan lebih tepat.
Untuk memudahkan kerja peneliti dalam mengumpulkan data, maka
peneliti menggunakan instrumen atau alat penelitian, yakni pedoman wawancara,
pedoman observasi, catatan lapangan, taperecorder dan handycam.
Masing-masing perangkat tersebut memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Pedoman wawancara digunakan sebagai rujukan pertanyaan yang akan
diajukan terhadap responden dalam melaukan wawancara.
2. Pedoman observasi digunakan sebagai patokan dalam melakukan
observasi ketika berada di lapangan penelitian.
3. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat bagian-bagian penting dari
observasi dan wawancara yang mungkin mempengaruhi hasil
pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan.
4. Tape recorder digunakan untuk merekam proses wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dan responden, serta untuk merekam tuturan
katoba yang digunakan. Hasil rekaman ini selanjutnya ditranskripsi dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
5. Handycam digunakan untuk merekam gambar (proses upacara katoba)
yang menjadi objek penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci. Hal ini
67
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi
penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen
berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali
manusia. Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami situasi
dalam segala seluk-beluknya.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahaminya kita sering perlu
merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.
Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk
menentukan arah pengamatan untuk mentes yang timbul seketika.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera
menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,
perubahan, perbaikan, atau penolakan.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan terus menerus baik ketika masih dalam tahap
pengumpulan data maupun setelah data terkumpul seluruhnya. Teknik analisis
data dalam penelitian ini adalah (1) reduksi data, (2) display data, (3) verifikasi
atau mengambil sebuah kesimpulan. Tahap reduksi data maksudnya adalah data
yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang
terinci. Uraian atau laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok,
difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Hal ini akan
memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Tahap
68
singkat, bagan, hubungan antarkategori, yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami
tersebut. Tahap berikutnya dalam analisis data tahap verifikasi atau mengambil
sebuah simpulan (Sugiyono, 2010: 95). Untuk lebih jelasnya langkah-langkah
analisis data dapat dilihat sebagai berikut.
1. Mengumpulkan, mengklasifikasi, dan mengkategorisasi data yang telah
didapat dari lapangan.
2. Menerjemahkan hasil wawancara dari bahasa daerah Muna ke dalam
bahasa Indonesia guna memudahkan proses analisis.
3. Menyusun secara sistematis data-data tersebut dan menguraikannya secara
deskriptif.
4. Menganalisis data sesuai dengan pisau analisis (menggunakan pendekatan
struktural).
5. Menyusun dan merancang model pemanfaatannya dalam pengajaran
apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.
6. Menarik simpulan penelitian.
G. Pedoman Analisis Data
Pedoman analisis digunakan sebagai acuan peneliti dalam melakukan
analisis data penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti konsisten pada pencarian
jawaban atas masalah-masalah penelitian yang telah ditetapkan. Pedoman analisis
dalam penelitian ini mencakup proses upacara adat katoba, analisis teks ungkapan
tradisonal pogau toba, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi ungkapan
tradisional pogau toba, nilai-nilai kultural dalam ungkapan tradisional pogau
toba, serta pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pengajaran
69
Tabel 3.1
Pedoman Analisis Upacara Adat Katoba dan Nilai-Nilai Kulturalnya pada Masyarakat Suku Muna, serta Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi
Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas
No. Tujuan penelitian Data temuan Teori analisis 1. Mendeskripsikan dan
menganalisis proses upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?
Tahap-tahap
pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna.
Teori folklor, tradisi lisan, dan teori upacara adat
2. Mendeskripsikan dan menganalisis teks ungkapan tradisional pogau toba: struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro.
Teks ungkapan
tradisional pogau toba: struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro.
Teori struktural Van Dijk:
struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro. 3. Konteks penuturan
ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba
Waktu, suasana, tempat, tujuan
penuturan, penutur, dan pendengar mantra.
Teori Lord,
4. Proses penciptaan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba
Pewarisan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba
Teori Lord
5. Fungsi ungkapan tradisional pogau toba
Fungsi legitimasi keislaman seorang anak, fungsi pendidikan, fungsi sosial, fungsi budaya.
Teori etnografi dan fungsi folklor
6. Nilai-nilai kultural dalam ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba
Nilai religi, refleksi diri, menghormati sesame, tata krama, hak kepemilikan, dan nilai kebersamaan.
Teori nilai budaya
7. Upaya pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.
Pemanfaatan hasil penelitian dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas (SMA).
[image:23.595.108.510.200.745.2]70
H. Paradigma Penelitian
Upacara adat merupakan manifestasi budaya masyarakat pendukungnya.
Untuk menganalisisnya diperlukan teori dan pendekatan penelitian yang sesuai
agar nilai-nilai sebagai representasi angan-angan, ide-ide, gagasan, estetika dan
cita-cita kelompok masyarakatnya dapat diungkapkan dengan sebaik-baiknya.
Upacara adat katoba pada masyarakat Muna akan dianalisis dengan menggunakan
pendekatan struktural, khususnya pada komponen teks ungkapan tradisional
pogau toba. Untuk lebih menjelaskan alur kerja penelitian ini, maka dapat disusun
paradigma penelitian pada bagan di bawah ini.
Bagan 3.1
Proses Upacara Adat Katoba
Teks Ungkapan Tradisional Pogau Toba
Struktur Makro: makna global atau makna umum teks
Struktur Alur: kerangka atau skema
teks
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pendekatan Struktural
Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, Fungsi, Nilai-Nilai Kultural
Struktur Mikro: sintaksis, diksi, dan
71
186
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas BAB V
PEMANFAATAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA LAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Bab V dalam tulisan ini adalah konsep bagaimana hasil penelitian dapat
ditularkan dalam konteks pendidikan. Hal ini penting dilakukan sebab apa yang
dihasilkan dari penelitian ini cukup memiliki corak variatif dan berpeluang untuk
diimplementasikan dalam konteks pendidikan, khususnya pembelajaran apresiasi
sastra lama di jenjang sekolah menengah atas (SMA). Ditinjau dari perspektif bentuk
upacara dan kandungan nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat katoba sangat
relevan dengan kebutuhan pengajaran apresiasi dan ekspresi terhadap genre sastra
lama. Hal ini juga sejalan dengan visi dan misi rancangan Kurikulum 2013 yang turut
memperhatikan keragaman budaya dan kearifan lokal di Nusantara. Oleh sebab itu,
perlu dirancang pemanfaatan hasil penelitian ini dalam pembelajaran apresiasi sastra
lama di jenjang sekolah menengah atas.
A. Landasan Pemikiran
Kebudayaan dan pendidikan merupakan dua hal yang sama-sama merujuk
pada manusia sebagai obyek sekaligus subyek. Dalam kebudayaan terdapat nilai-nilai
pendidikan yang universal dan luhur, sebab kebudayaan dihasilkan dari kecerdasan
dan kearifan masyarakat dalam merespon kehidupannya. Sebaliknya, pendidikan
harus merespon dimensi-dimensi kebudayaan masyarakat untuk menciptakan
manusia yang cerdas secara intelektual sekaligus juga cerdas secara emosional dan
spiritual berbasis budaya. Oleh karena itu, pendidikan dapat dilihat sebagai alat untuk
mengendalikan gerak budaya.
Proses pembudayaan di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal
187
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya atau adopsi budaya, tetapi juga perubahan budaya”. Pendidikan merupakan faktor dominan yang mengakibatkan terjadinya beragam perubahan dalam berbagai bidang, baik sosial, politik, ekonomi,
maupun agama. Namun di samping itu, pada saat bersamaan, pendidikan juga
merupakan alat untuk memelihara dan melestarikan budaya.
Pendidikan mempunyai andil besar dalam proses alkulturasi. Oleh karena itu
proses pendidikan menjadi wahana utama untuk pengenalan dan pemahaman
beragam budaya yang akan diadopsi oleh siswa untuk kemudian dinternalisasi dalam
kehidupannya. Pendidikan, melalui proses pembelajaran, dapat mengintegrasikan
unsur-unsur budaya yang ada di lingkungan sekitar dimana proses pendidikan
berlangsung sebagai bagian dari upaya mengembangkan budaya baru yang lebih
bermakna bagi kehidupan siswa dan masyarakatnya.
Faktanya, sampai sekarang masih banyak kita temui hasil pendidikan yang
justru memberikan dampak negatif pada budaya. Pendidikan terkadang melahirkan
jarak yang cukup signifikan antara anak dengan lehidupannya, tak terkecuali pada
budayanya. Banyak pandangan yang mengabaikan eksistensi pengetahuan, nila, dan
norma yang terkandung dalam budaya lokal, dan meyakini bahwa pendidikan di
sekolah yang telah mereka tempuh membuat mereka menjadi lebih superior dari
anggota lainnya yang tidak berpendidikan dalam komunitas budayanya. Pannen
(Suprayekti, 2004: 4.9) mengenai hal ini mengemukakan:
“Pada kenyataannya, periode sekolah akan memisahkan seseorang dari komunitas budayanya, karena sekolah memiliki budaya sendiri, dan mata pelajaran yang diajarkan juga mengenalkan budaya yang lain (atau bahkan bertentangan) dengan tradisi budaya komunitasnya”.
Pembelajaran di sekolah yang terpisah dari budaya lokal dapat mengakibatkan
siswa menjauh dari akar budaya komunitasnya yang pada akhirnya akan membuat
188
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas kehidupan yang terus maju. Hal ini terutama disebabkan jarang ada sekolah atau guru
yang mau dan mampu mengintegrasikan tradisi-tradisi budaya lokal dalam mata
pelajaran yang diberikannya.
Katoba pada masyarakat Muna yang di dalamnya sarat dengan ajaran agama,
adat, sosial, budaya tidak dapat dipungkiri memuat nilai-nilai luhur yang sangat
penting. Nilai-nilai luhur tersebut dapat berimplikasi positif dalam kehidupan
masyarakat Muna, baik pada level individu, keluarga, masyarakat, serta dalam
pendidikan secara institusional. Implikasi implementasi pembelajaran berbasis
budaya akan mengakibatkan perubahan-perubahan budaya pembelajaran. Nilai-nilai
luhur yang terdapat dalam keseluruhan upacara adat katoba dalam pembelajaran oleh
dunia pendidikan akan ditransformasi ke dalam konteks dan suasana yang konkrit.
Pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai tersebut akan menciptakan suasana
pembelajaran kontekstual, kreatif, dan inspiratif.
B. Gambaran Pembelajaran Bahasa dan Sastra Lama
Pembelajaran bahasa dan sastra lama dalam dunia pendidikan sangat penting
dan diperlukan karena untuk membentuk jati diri anak didik agar menjadi manusia
yang unggul dan berkarakter budaya bangsa sendiri. Rusyana (1984) menyatakan
bahwa sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam pengungkapan
penghayatannya tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan
yang menggunakan bahasa. Dari pendapat itu dapat ditarik makna bahwa karya sastra
adalah karya seni, mediumnya (alat penyampainya) adalah bahasa, isinya adalah
tentang manusia, bahasannya adalah tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia
dan kemanusiaan.
Pengajaran sastra, khususnya sastra lama di sekolah dimaksudkan untuk
189
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
budaya daerah sebagi bukti kecintaan anak pada nilai luhur bangsa. Hal ini dikaitkan
dengan aktivitas mempertajam perasaan dan kepekaan terhadap nilai-nilai yang ada
dalam kebudayaannya. Hal itu dikaitkan dengan kondisi akhir-akhir ini pendidikan
karakter agak dikesampingkan, maka kadar moral anak didik menjadi rendah,
sehingga terjadi kerapuhan moral di masyarakat, rendahnya rasa kemanusiaan,
rendahnya kemampuan pengendalian dan kontrol diri, rendahnya empati, serta
penghargaan kepada orang lain.
Pembelajaran bahasa dan sastra lama akan memperkuat visi kebudayaan yang
menempatkan manusia sebagai masyarakat yang siap menghadapi
tantangan-tantangan zaman dalam lingkungan sosial dan budayanya. Hal ini secara nyata dapat
diwujudkan pada pembelajaran di sekolah dalam kurikulum berkarakter yang termuat
dalam silabus. Selain itu dengan daya kretaifitas seorang guru, mereka dapat
mengeksplorasi dan mentransformasi bentuk kebudayaan menjadi
bentuk-bentuk lainseperti tradisi lisan ke dalam bentuk drama yang dapat dimanfaatkan
dalam proses pembelajaran.
Materi sastra lama dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi
kurikulum. Upacara adat katoba dalam masyarakat suku Muna sebagai salah satu
karya sastra lama dapat dijadikan sebagai materi ajar yang dikaji dari berbagai aspek,
baik bentuk teks maupun makna yang dikandungnya. Untuk mendapatkan
pemahaman lebih jelas yang berkenaan dengan pengajaran ini, siswa dapat
mempelajarinya melalui pelajaran bahasa Indonesia khususnya materi sastra lama.
Dari aspek makna, nilai-nilai moral yang terkandung dalam ungkapan pogau toba
tersebut dapat mangajarkan anak tentang; 1) ajaran agama dan adat agar perbuatannya
baik dan terpuji, 2) bertutur kata yang baik, sopan, enak dan menyenangkan orang
lain, 3) memiliki etika, tata krama, sopan santun, 4) memiliki kepandaian dan
190
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas bangsa dan negara, dan 5) selalu berbuat baik agar hidupnya selamat, bahagia dan
sejahtera.
Siswa yang mempelajari sastra lama dapat memulainya dengan membaca
sekilas keseluruhan tuturan katoba, selanjutnya menekuni bagian-bagian dikaji dan
melakukan pembacaan ulang, baru dilanjutkan dengan kegitan diskusi dan analisis
bagian penting. Hal ini mengandung keuntungan yang memungkinkan siswa merasa
bertanggung jawab untuk mengemukakan kesimpulan sendiri. Siswa diharapkan dan
didorong agar memperluas cakrawala bacaanya, kalau perlu menjangkau
masalah-masalah lebih mendalam sehingga dapat mempertajam minat dan perhatiannya.
Dalam pengajaran sastra ada strategi yang diterapkan yaitu:
1. Tahap penjelajahan; pada tahap ini guru harus memberikan rangsangan kepada
siswa untuk membaca atau menonton tuturan tokoh agama, serta memperhatikan
ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat
Muna.
2. Tahap interprestasi; hasil baca atau tontonan mereka didiskusikan dan guru
memberikan pertanyan-pertanyaan mengenai kesan mereka.
3. Tahap apresiasi dan ekspresi; guru melatih siswa mencoba dan melafalkan
ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat
Muna.
Melalui pengajaran sastra yang ditampilkan, selain dapat mempelajari dan
menikmatinya, siswa dapat memahami masalah yang disodorkan di dalamnya tentang
masyarakat dan sekaligus belajar tentang isi sastra, serta mempertinggi pengertian
mereka tentang bahasa lisan dalam sastra lama. Berdasarkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), hasil penelitian tentang tuturan lisan dalam kegiatan katoba pada
masyarakat Muna dapat dijadikan bahan ajar di SMA kelas X. Dikatakan demikian,
191
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
pada saat proses upacara adat katoba dalam masyarakat Muna. Dapat dilihat pada
standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator sebagai berikut:
1. Menyimpulkan isi informasi yang disampaikan melalui tuturan langsung yang
berindikator siswa mampu mencatat pokok-pokok yang disampaikan melalui
tuturan langsung, menyimpulkan isi informasi dengan urutan yang runtut dan
mudah dipahami, dan menyampaikan secara lisan isi informasi yang tertulis
dengan runtut dan jelas. Dengan alokasi waktu 2x45 menit dalam 1 kali
pertemuan.
2. Menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui informasi tuturan tidak
langsung (rekaman atau teks yang dibacakan). Indikator penyampaiannya
adalah siswa mampu mencatat pokok-pokok isi informasi melalui rekaman
atau teks yang dibacakan, menyampaikan secara lisan isi informasi secara
runtut dan jelas, dan menyimpulkan isi informasi yang didengar. Dengan
alokasi waktu 2x45 menit dalam 1 kali pertemuan.
Pengembangan pembelajaran sastra lama dengan media bahasa daerah di
sekolah mempunyai maksud untuk meningkatkan mutu pengajaran tentang kekayaan
lokal. Tercapainya target itu, akan menghasilkan masyarakat pemiliknya yang
memiliki keterampilan berbahasa daerah, pengetahuan yang baik tentang bahasa
daerah, dan sikap positif terhadap bahasa daerah, serta akan selalu berupaya untuk
menggali, dan menjaganya dari kepunahan.
Pembelajaran sastra lama di sekolah pada dasarnya mempunyai dua tujuan,
yakni tujuan umum dan tujuan khusus. (1) Secara umum, pembelajaran sastra lama
bertujuan membina dan melestarikan kebudayaan daerah yang menjadi modal dasar
bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional, dan mengembangkan
kepribadian anak didik menjadi manusia seutuhnya yang menghayati dan
192
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas agar memiliki pengetahuan tentang sastra lama, bahasa daerah dan budayanya,
mengembangkan kepribadian peserta didik agar mampu berpikir dengan penalaran
dan daya kritis yang membangun, serta memiliki sikap positif terhadap
kebudayaannya.
Terkait dengan pembelajaran sastra lama dengan media bahasa daerah,
pembelajaran tersebut di Sulawesi Tenggara pada umumnya sudah mulai
dicanangkan dan dilaksanakan. Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi guru-guru
yang mengajarkan sastra lama untuk selalu kreatif dan inovatif. Hubungannya dengan
kesuksesan kegiatan belajar mengajar guru merupakan tombak dalam kesuksesan
pembelajaran, demikian pula dalam pembelajaran sastra lama. Kemampuan guru
dalam meramu pembelajaran yang berbasis pada siswa dan budayanya sangat perlu,
karena menurut pandangan tradisional bahwa gurulah yang menjadi kunci utama bagi
berhasil tidaknya pembelajaran.
Dari beberapa uraian di atas, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan bacaan di sekolah-sekolah dengan maksud untuk memperkenalkan upacara
adat katoba pada masyarakat Muna sebagai salah satu keanekaragaman budaya
daerah. Hal tersebut akan termuat pada pembelajaran sastra lama. Hal ini didasarkan
pada rancangan kurikulum 2013 yang disusun sesuai jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan
iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan dunia
pengetahuan, teknologi dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
193
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Dampak yang diharapkan dari upaya pemanfaatan hasil penelitian ini dalam
pembelajaran sastra lama (bahasa Indonesia) di sekolah adalah terbentuknya sikap
positif peserta didik, guru, atau tenaga kependidikan tentang pentingnya budaya.
Salah satu usaha pelestarian ini akan mendorong pelestarian upacara adat katoba
melalui pembelajaran apresiasi sastra (drama) di sekolah adalah sebagai berikut:
1) Siswa lebih mengenali dan menghargai keragaman budaya, khususna
upacara adat katoba yang digunakannya sebagai karya sastra daerahnya
yang mengandung nilai-nilai luhur. Kegiatan ini merupakan bagian dari
apresiasi budaya.
2) Siswa dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang upacara adat
kaoba, serta dapat memetik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
3) Para guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dapat memanfaatkan
upacara adat katoba sebagai alternatif bahan ajar untuk pengajaran sastra
lama dan pertunjukkan drama.
D. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Tradisi Lisan
Setiap peserta didik dapat belajar dari pengalaman berseni sastra di
lingkungan pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat, dengan menguasai
sejumlah keterampilan yang bermanfaat untuk merespon kebutuhan hidupnya. Dalam
sastra banyak hal yang ditampilkan, seperti bahasa suatu komunitas, pola hidup,
kebiasaan, sikap individual, sikap kelompok, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya. Ini berarti juga bahwa konten tradisi lisan (sastra lama) sulit dilepaskan
dari pendidikan secara umum. Terjadinya proses internalisasi nilai-nilai luhur tradisi
lisan dalam diri peserta didik akan berdampak positif cukup luas, bahkan menyentuh
194
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas Pada umumnya, setiap individu hidup berdasarkan kebiasaan yang dijalaninya
sejak kecil sampai pada keadaan ia menyadari keberlangsungan eksistensi dirinya.
Landasan kebiasaan hidup itu biasanya dihayati dan dilaksanakan bersumber dari
tradisi yang dihayati dalam dirinya. Tradisi yang melekat dalam hati sanubari itu
dipertahankan karena mempunyai kegunaan dalam kehidupan individu dan kolektif.
Hal ini mengandung keuntungan yang memungkinkan peserta didik merasa
bertanggung jawab untuk menunjukan kearifan diri sekaligus kearifan lokal lamanya
dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Peserta didik diharapkan dan
didorong agar memperluas cakrawala pengetahuan dan wawasannya, kalau perlu
menjangkau masalah-masalah lebih mendalam sehingga dapat mempertajam
kepekaan, minat, dan perhatiannya terhadap kehidupan faktual.
Dalam pembelajaran bahasa dan sastra lama berbasis tradisi lisan, kaitan
dengan mempertajam kepekaan, minat, dan perhatiannya terhadap kehidupan faktual
maka terdapat beberapa strategi dan langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Identifikasi unsur-unsur budaya; pada tahap ini peserta didik diarahkan untuk
mengidentifikasi produk-produk budaya yang ada di dalam masyarakat.
Budaya yang masih dilaksanakan ataupun yang sudah punah diidentifikasi.
Seperti, cerita rakyat, mantra, dongeng, legenda, mite, upacara adat, nyanyian
rakyat, makanan tradisional, arsitektur tradisional, dan lainnya.
2. Identifikasi masalah budaya; pada tahap ini peserta didik ditantang untuk
dapat memilih bentuk dan konten budaya yang seperti apa yang akan
dipelajarinya. Dari sekian contoh yang dipaparkan pada poin (1) di atas,
peserta didik dapat memilih salah satunya, serta mendiagnosis masalah apa
yang terjadi dalam produk budaya yang dipilihnya.
3. Penjelajahan budaya; pada tahap ini guru harus memberikan kesempatan
195
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
bahkan berpartisipasi pada penyelenggaraan budaya untuk produk budaya
yang dipilihnya untuk ia pelajari. Sedangkan untuk budaya yang sudah punah,
usaha yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan wawancara kepada
tokoh yang mengetahui dan mengenali perihal histori budaya yang akan
diteliti peserta didik.
4. Interpretasi dan analisis; dari hasil penjelajahan yang telah mereka lakukan,
maka peserta didik ditantang untuk melakukan interpretasi dan analisis unsur
budaya, yakni interpretasi dan analisis bentuk dan isi. Kemudian guru
memberikan pertanyan-pertanyaan mengenai temuan dan kesan mereka
terhadap budaya yang dipelajarinya.
5. Evaluasi; pada tahap ini guru berdiskusi dengan peserta didik perihal
temuan-temuan yang mereka dapatkan selama proses pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia berbasis tradisi lisan ini. Hasil diskusi diarahkan pada
tawaran/rekomendasi tentang usaha yang akan dilakukan untuk melestarikan
atau merevitalisasi kebudayaan tersebut.
6. Rekreasi budaya; guru mengajak peserta didik melakukan wisata budaya ke
daerah tertentu untuk melihat dan merasakan keanekaragaman budaya bangsa
yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara.
7. Apresiasi budaya; guru memberikan tugas individu atau proyek kepada siswa
dengan melakukan kegiatan apresiasi budaya. Dalam konteks penelitian ini,
siswa akan membentuk kelompok untuk mendramatisasikan upacara adat
katoba.
Melalui pembelajaran bahasa dan sastra lama berbasis tradisi lisan ini,
diharapkan peserta didik dapat mempelajari dan menikmatinya, juga dapat
memahami masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Ditinjau dari sudut
196
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas keharusan untuk beradaptasi dengan lingkungannya secara optimal, maka lingkungan
harus ditanggapi sebagai lingkungan manusiawi, juga lingkungan budaya. Dengan
demikian, lingkungan budaya dapat ditransfer ke lingkungan pendidikan. Asumsi
sederhana bahwa proses pendidikan adalah proses berbudaya.
Belajar tentang bentuk tradisi lisan, peserta didik akan memahami teks,
ko-teks, dan konteks budaya yang dipelajarinya. Sedangkan isi tradisi lisan, akan
mempertinggi pengertian peserta didik tentang makna, fungsi, nilai, dan kearifan
lokal yang terkandung di dalamnya. Sibarani (2012: 244) menyatakan bahwa
penelitian (termasuk pembelajaran) tradisi lisan harus mampu menjelaskan tiga
komponen besar tradisi lisan, yakni bentuk, isi, dan model revitalisasi. Bentuk
mencakup teks, ko-teks, dan konteks. Isi mencakup makna atau fungsi, nilai atau
norma budaya, dan kearifan lokal. Model revitalisasi mencakup
penghidupan/pengaktifan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan tradisi lisan,
serta kearifan lokal kepada komunitas pendukungnya. Bagian dari model revitalisasi
dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisansastra lama
paling tidak harus menunjukan tiga landasan keilmuan sebagai berikut.
1. Landasan ilmu kebahasaan; artinya bahwa aspek-aspek kebahasaan dalam proses
pembelajaran memberikan ruang bagi diskusi dan dialog aspek kebahasaan,
seperti frasa, kata, klausa, kalimat, paragraf, wacana, dan lainnya.
2. Landasan ilmu sastra; artinya bahwa aspek-aspek sastra dalam proses
pembelajaran memfasilitasi keperluan peserta didik untuk belajar ilmu sastra,
yaitu teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra, dan ekspresi sastra.
3. Landasan ilmu budaya (tradisi lisan); artinya bahwa dalam pembelajaran
197
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Suatu pembelajaran selayaknya dapat menunjang potensi dan bakat tertentu
yang dimiliki peserta didik. Peserta didik didorong untuk menggunakan akalnya,
berpikir kritis, inovatif dan kreatif. Strategi yang dibuat dapat menjadi media
pengekspresian pengalaman, pemahaman, dan pengetahuan peserta didik tentang
ihwal tradisi lisan. Perlu pula dicatat di sini, bahwa sebuah strategi diusahakan
memuat karakteristik keilmuan pembelajaran bahasa dan sastra itu sendiri.
E. Praktik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Tradisi Lisan
Tradisi lisan sebagai sebuah bentuk sastra (lama) adalah ujung pangkal
perkembangan sastra modern dewasa ini. Sebagai bagian dari hasil kebudayaan
tradisi lisan perlu diperhatikan sebagaimana pelestarian pada produk-produk budaya
yang lain. Pembelajaran sastra lama di sekolah merupakan pengenalan kepada peserta
didik tentang khasanah sastra Indonesia yang beragam dan khas di masing-masing
daerah. Pengenalan tradisi lisan khususnya sastra lama akan turut memberi
konstribusi bagi upaya pelestarian budaya dari ambang kepunahan.
Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi pembelajaran yang saat ini
sedang berkembang di berbagai negara. Oleh karena itu, pengenalan tradisi lisan
dalam ranah pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di lembaga pendidikan,
khususnya jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan upaya penanaman
nilai-nilai karakter positif kepada peserta didik, proses aktualisasi budaya, dan usaha
pelestarian budaya Indonesia. Dalam konteks ini perlu pengembangan pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia yang berbasis tradisi lisan, khususnya dalam penerapan
media dan bahan ajar tradisi lisan dalam kerangka prosedur pembelajaran.
Pembelajaran tradisi lisan (sastra lama) pada lembaga pendidikan seharusnya
mampu menjadi guiding light yang berfungsi untuk menuntun manusia berbudi
198
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas keanekaragaman, menghargai dan mempraktikan nilai-nilai demokrasi yang terdapat
dalam tradisi lisan. Oleh karena itu, wawasan pluralisme dan multikulturalisme perlu
dikembangkan sebagai wujud Bhinneka Tunggal Ika di kalangan peserta didik.
Pendekatan pendidikan yang sentralistis selama ini tampaknya tidak
mempertimbangkan keunikan budaya lokal, sehingga menyebabkan tidak timbulnya
apresiasi terhadap budaya-budaya lain yang berbeda.
Tujuan pengajaran sastra lama dan sastra modern secara umum sama karena
keduanya memiliki nilai-nilai positif untuk pendidikan sebagaimana dikemukakan
oleh Rahmanto (1988: 16) bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan
secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu
keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta
dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Pengenalan materi mantra tidak
mengurangi esensi dari tujuan pendidikan dan tujuan pengajaran sastra sebab melalui
bahasa mantra dan tuturan tradisional lainnya dapat menambah keterampilan
berbahasa peserta didik. Hal ini dapat mengasah keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, lebih mengenal khasanah sastra lamanya,
mengembangkan cipta dan rasa, dan bisa menunjang pembentukkan watak.
Pada pengembangan silabus mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas
XII semester 1 tingkat sekolah menengah atas (SMA) memuat standar kompetensi
dan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang berkenaan dengan tradisi lisan
(sastra lama) dalam hal ini puisi lama. Pada silabus tercantum Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar sebagai berikut.
Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : XII/1
Standar Kompetensi : Berbicara (menanggapi pembacaan tentang puisi lama).
199
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Bahan Ajar
Menanggapi
pembacaan puisi
lama tentang
lafal, intonasi,
dan ekspresi
- Puisi lama
- Menanggapi
pembacaan
puisi dari segi
lafal, intonasi
dan ekspresi
-Membacakan puisi
lama di depan
teman-teman dengan
lafal, intonasi, dan
ekspresi.
-Menaggapi
pembacaan puisi
lama tentang lafal,
intonasi dan
ekspresi.
-Memperbaiki cara
pembacaan
berdasarkan
masukan dari guru
dan teman-teman
- Handout
- Kaset rekaman.
- Radio.
Berdasarkan pedoman silabus tersebut, ungkapan tradisional pogau toba
dalam upacara adat katoba mempunyai kesempatan yang baik untuk dijadikan
sebagai salah satu bahan pembelajaran apresiasi sastra lama dalam mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia. Dalam kesempatan itu upacara katoba dapat dikenali
oleh peserta didik sebagai salah satu budaya dan tradisi daerahnya. Hal ini akan dapat
menimbulkan rasa bangga pada diri peserta didik dan optimis terhadap budaya dan
tradisi daerahnya. Pengenalan sastra lama pada peserta didik ditujukan untuk
200
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan
Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas Bahan ajar yang digunakan bekenaan dengan sastra lama ini adalah bahan ajar
berupa bahan ajar cetak, yakni dalam bentuk buku praktis proses dan tata cara
pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat Muna dan audio. Pemilihan bahan
ajar berupa buku praktis disebabkan bahan ajar ini sederhana, menyajikan informasi
yang lebih banyak, serta lebih terperinci. Pemilihan bahan ajar berupa audio dipilih
berdasarkan pada tujuan dan penilaian yang dilakukan terhadap hasil karya peserta
didik, yaitu menirukan apa yang mereka dengar. Dalam hal ini peserta didik
membacakan ungkapan tradisional pogau toba dengan lafal, intonasi dan ekspresi
yang tepat berdasarkan apa yang mereka dengar dari bahan ajar audio tersebut.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Raha
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/ Semester : XII/1
Alokasi waktu : 2 x 45 menit (1 x pertemuan)
1. Standar kompetensi
Berbicara: mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi lama
2. Kompetensi dasar
Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi
3. Indikator
a. Mampu membacakan puisi lama di depan teman-teman dengan lafal.
Intonasi dan ekspresi yang sesuai.
b. Mampu menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan
ekspresi yang tepat.
201
Sarmadan, 2013
Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Puisi lama
5. Model pembelajaran
Pada pembelajaran ini, model yang digunakan adalah berdasarkan pendekatan
CTL (Contextual Teaching Learning) dengan beberapa strateginya yaitu menemukan,
konstruktisme, bertanya, masyarakat belajar, dan refleksi serta penilaian yang
sebenarnya.
6. Kegiatan pembelajaran
Kegiatan Awal
a. Guru membuka pelajaran (2 menit).
b. Guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi, kompetensi dasar
dan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan (3 menit).
c. Guru menyampaikan secara garis besar tentang puisi lama (12 menit).
d. Guru bercerita singkat tentang upac