• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTROVERSI PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA) DI IRIAN BARAT TAHUN 1969.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTROVERSI PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA) DI IRIAN BARAT TAHUN 1969."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

NO. Daftar FPIPS:1551/UN.40.2.3/PL/2013

KONTROVERSI PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA)

DI IRIAN BARAT TAHUN 1969

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh

DHODIE MULYA RIYADHIE

0605711

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

▸ Baca selengkapnya: pt irian group

(2)

Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat

(PEPERA) di Irian Barat tahun 1969

Oleh

Dhodie Mulya Riyadhie

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Dhodie Mulya Riyadhie 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

DHODIE MULYA RIYADHIE

KONTROVERSI PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA)

DI IRIAN BARAT TAHUN 1969

Mengesahkan/Menyetujui, Pembimbing I

H.Didin Saripudin,Ph.D., M.Si NIP. 197005061997021001

Pembimbing II

Moch.Eryk Kamsori S.Pd NIP. 196904301988021001

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof.Dr.H. Dadang Supardan,M.Pd

(4)

KONTROVERSI PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA) DI IRIAN

BARAT TAHUN 1969

Oleh

Dhodie Mulya Riyadhie

ABSTRAK

Latar belakang peneliti tertarik dengan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 karena PEPERA sampai sekarang masih menjadi kontroversi dari berbagai pihak.Metode yang digunakan metode historis. Masalah utama dibagi kedalam tiga pertanyaan penelitian, yaitu (1) Bagaimana kondisi sosial-politik di Irian Barat sebelum diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 ?; (2) Bagaimana proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 ?; (3) Bagaimana pro dan kontra dari proses dan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 terjadi ?;. Belanda saat berkuasa di Irian Barat mendirikan Sekolah Polisi dan Pamongprja dengan tujuan untuk menanamkan sikap nasionalisme Papua dan golongan terdidik yang patuh pada Belanda. Akibatnya lahir golongan yang pro Papua dan pro Indonesia. Oleh Belanda, golongan pro Indonesia ini berusaha dimusnahkan. Belanda memberikan janji kemerdekaan kepada Irian Barat dengan membentuk Komite Nasional Papua untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk mendirikan sebuah negara meskipun Irian Barat masih menjadi sengketa dengan Indonesia. Akhirnya, Perjanjian New York antara Indonesia dan Belanda tahun 1969 disepakati. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah Irian Barat diberikan kebebasan memilih antara merdeka atau tetap berada di wilayah Indonesia. Hasil dari pemilihan tersebut yakni Irian Barat tetap bersatu dengan Indonesia.Kontroversi mengenai proses PEPERA pertama kali dikemukakan oleh golongan pro Papua setelah wilayah ini dikuasai Belanda. Mereka berpendapat bahwa proses PEPERA tidak sah karena tidak dilakukan dengan metode one man one vote melainkan dilakukan dengan metode musyawarah. Selain itu Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) sebagai wakil dari rakyat Irian Barat mendapat intimidasi dari pihak Indonesia sehingga terpaksa memilih bergabung dengan Indonesia. Kelompok ini pun memandang hasil PEPERA yang disahkan pada Sidang Umum PBB adalah tidak sah karena tidak berpihak pada rakyat Irian Barat. Golongan pro Indonesia menganggap proses PEPERA sudah sesuai aturan yang telah disepakati dalam Perjanjian New York 1962. Isi dari Perjanjian New York 1962 sama sekali tidak mencantumkan bahwa PEPERA harus dilaksanakan menggunakan metode one man one vote. Sedangkan ancaman terhadap Dewan Musyawarah PEPERA yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah tidak benar karena proses PEPERA diawasi oleh perwakilan PBB. PEPERA yang telah dilaksanakan menghasilkan bahwa Irian Barat resmi bergabung dengan Indonesia dan telah mendapatkan legitimasi melalui keputusan presiden dan dalam Sidang Umum PBB.

(5)

ABSTRACT

This research studying PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) as the controversial event in resolving of the Dutch-Indo conflict in Irian Barat 1969. History method is the basic research method that usually used for studying the history event. The researcher divided the problem of this journal into three points 1) How is the situation of social and politic in West Irian (Irian Barat) before PEPERA in 1969?; 2) How is the process of PEPERA?; 3) How are the responses (pros-cons) of people of PEPERA? Dutch had established police school and Pamong Praja in West Irian which had purposed to plant ethonationalism in Papua and by developing educated new class who support Dutch colonialism. Dutch government afforded to reduce the new group who supported integration with Indonesia. Dutch government proclaimed the promise of Independence for West Irian by establishing Papua National Committee. The Dutch-Indo conflict ended in the New York treaty in 1969. One of the point of the treaty was West Irian was grated the freedom to choose independence or integrating herself into Indonesia. The result of referendum was West Irian choose to integrate with Indonesia. It became contravention when the process of PEPERA firstly announced by the Pro-Papua group after the area had been defeated by the Dutch. They claimed that the result of PEPERA was not legitimate because it was not taken by the conception of ‘one man one vote’ The contravention added with the fact when DMP or Dewan Musyawarah PEPERA who had represented Irian Barat for Indonesia had got the intimidation that made them to choose became the part of Indonesia. This group also claimed that the court who had presented by UN was illegitimate because was not adjoined to West Irian people needs. In another side the pro Indonesian group though that the result of PEPERA was legitimate based on New York treaty. The result of PEPERA resulted that West Irian was official became the part of Indonesia and legitimized by the President Decision and the formal court of United Nation (UN).

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.5Penjelasan Judul ... 7

1.6Metodologi Penelitian ... 9

1.7Teknik Penelitian ... 11

1.8Sistematika Organisasi Skripsi... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Sumber Buku ... 14

2.2 Sumber Internet ... .. 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

3.1 Metode Penelitian ... 42

3.2 Teknik Penelitian ... .. 44

(7)

3.3.1 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 45

3.3.2 Konsultasi dan Bimbingan Skripsi ... 46

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 47

3.4.1 Heuristik (Mencari Sumber Sejarah) ... 47

3.4.2 Kritik ... 51

3.4.2.1 Kritik Eksternal ... 52

3.4.2.2 Kritik Internal...54

3.4.3 Penafsiran (Interpretasi) ... 58

3.3.4 Laporan Penelitian(Historiografi) ... 60

BAB IV DINAMIKA PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA) DI IRIAN BARAT TAHUN 1969... 63

4.1 Kondisi sosial-politik Irian Barat pada masa Pemerintahan Belanda ... 63

4.2 Perjanjian New York tahun 1962 antara Indonesia dan Belanda ... 68

4.3 Kondisi sosial-politik Irian Barat pada masa UNTEA tahun 1963 ... 72

4.4 Kondisi sosial-politik Irian Barat pada masa Indonesia tahun 1963-1969...77

4.5 Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 ... 78

4.6 Pro dan kontra proses dan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) ... 84

4.6.1 Proses PEPERA tidak sah ... 84

4.6.2 Proses PEPERA adalah sah ... 91

4.6.3 Hasil PEPERA tidak sah ... 93

4.6.4 Hasil PEPERA adalah sah ... 95

4.6.5 Analisis... 97

(8)

5.1 Kesimpulan ... 100

5.2 Rekomendasi ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 108

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah anggota Dewan Musyawarah PEPERA di masing-masing kabupaten ... 81 Tabel 4.2 Hasil PEPERA di masing-masing kabupaten ... 82

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1.Pertemuan antara Indonesia dan Belanda untuk membicarakan Irian Barat di Villa Huntlands di Middleburg, Virginia, Amerika Serikat ... 108 Gambar 2.Foto bersama setelah penandatanganan Perjanjian New York 1962 ... 109 Gambar 3. Penguasa UNTEA menyerahkan pemerintahan atas wilayah Papua kepada

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hasil Perjanjian Komisi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda pada tahun 1949 masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia menganggap bahwa Irian Barat merupakan bagian integral dari Republik Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Wardaya (2008:235) bahwa “Pihak Indonesia bersikukuh bahwa

sejak jaman kolonial secara konstitusional Irian Barat selalu berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda, dan oleh karena itu Indonesia menuntut supaya wilayah tersebut tidak dipisahkan dari Indonesia merdeka”. Makna yang sama namun dengan ungkapan berbeda

dikemukakan pula oleh Poesponegoro dan Notosusanto (1993:330) menyatakan Papua adalah wilayah Indonesia.

Pembebasan Irian Jaya merupakan suatu tuntutan nasional yang didukung oleh semua partai politik dan semua golongan. Tuntutan itu didasarkan atas Pembukaan UUD 1945, yaitu “untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.

Usaha Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat kepangkuan Ibu Pertiwi salah satunya adalah dengan membawa masalah ini ke dalam Sidang Majelis Umum PBB akan tetapi usaha ini mengalami kegagalan seperti yang dikemukakan oleh Poesponegoro dan Notosusanto (1993:331) bahwa:

Setelah setahun dan Irian masih tetap dikuasai oleh kerajaan Nederland (Belanda) dan usaha-usaha secara bilateral telah mengalami kegagalan, maka pemerintah Indonesia sejak tahun 1954 saban tahun berturut-turut membawa masalah Irian di dalam acara sidang Majelis Umum PBB. Persoalan Irian berulang-ulang dimasukkan ke dalam acara Sidang Majelis Umum PBB, tetapi tidak pernah berhasil memperoleh tanggapan yang positif.

(11)

tersebut menemui jalan buntu karena Belanda menolak menyerahkan Irian Barat pada Indonesia sebagaimana yang ditulis dalam Angkasa (2011:9) bahwa:

Usaha yang dilakukan Indonesia mulai dari cara diplomasi yang santun sampai aksi-aksi seperti unjuk rasa, nasionalisasi perusahaan dan aset ekonomi Belanda di Indonesia, pemutusan hubungan diplomatik, sampai penyusupan gerilya dalam skala kecil ke daratan Irian pada tahun 1954, tetap saja Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat pada Indonesia.

Menyadari bahwa Belanda tidak ingin menyerahkan wilayah tersebut, Indonesia dibawah pimpinan Soekarno melancarkan operasi militer dengan bantuan persenjataan dari Uni Soviet, operasi militer khusus ini diberi nama Operasi Trikora. Operasi ini dalam Angkasa (2011:28) berisi tiga poin penting yaitu (1) Gagalkan penbentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda (2) Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia, (3) Bersiaplah untuk memobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Wardaya (2008:265) memandang faktor campur tangan Uni Soviet dengan memberikan bantuan militer kepada Indonesia dan kondisi politik nasional Indonesia dengan munculnya Partai Komunis Indonesia sebagai salah satu partai pemenang Pemilu pada tahun 1955, serta kedekatan Soekarno dengan partai tersebut memaksa Amerika Serikat untuk melepaskan politik netralnya terhadap permasalahan Irian Barat dan mulai menekan Belanda untuk menyerahkan Irian Barat pada Indonesia. Belanda yang pada akhirnya menyadari bahwa posisinya sedang terjepit, memutuskan untuk membuka kembali perundingan dengan Indonesia. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Poesponegoro dan Notosusanto (1993:335) bahwa:

(12)

Keberhasilan untuk memulai kembali perundingan ini oleh Leifer(1986:99) dianggap sebagai “kemampuan Soekarno menggunakan alih senjata dari Uni Soviet kepada Indonesia

untuk mempengaruhi Pemerintah Amerika Serikat agar menggunakan pengaruh politiknya terhadap Pemerintahan Negeri Belanda”. Selain itu, Trikora yang dikumandangkan oleh Presiden Soekarno memiliki dampak politis pada Pemerintah Belanda yang akhirnya terpaksa menandatangani perjanjian di New York seperti yang ditulis oleh Djopari (1993:37):

Trikora merupakan momentum politik yang penting, sebab dengan Trikora maka Pemerintah Belanda dipaksa untuk menandatangani perjanjian di PBB yang dikenal dengan Perjanjian New York tanggal 15 Agusutus 1962 mengenai New Guniea. Pada Perjanjian New York ini, hasil yang terpenting bagi kedua belah pihak adalah mengenai penyerahan Irian Barat dalam berbagai tahap dan rakyat Irian Barat diberikan kesempatan untuk menentukan aspirasinya apakah akan bergabung dengan Indonesia atau menjadi negara berdaulat sebagaimana yang dikemukakan oleh Poesponegoro dan Notosusanto (1993:335) bahwa:

Isi Perjanjian New York yang terpenting ialah mengenai penyerahan pemerintahan di Irian dari pihak Kerajaan Belanda kepada PBB.Untuk

kepentingan tersebut dibentuklah United Nations Temporary Excecutive Authority

(UNTEA) yang pada gilirannya akan menyerahkan pemerintahan itu kepada Republik Indonesia sebelum tanggal 1 Mei 1963. Sedangkan Indonesia menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian sebelum akhir tahun 1969, dengan ketentuan bahwa: kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda, akan menerima hasilnya.

Sesuai dengan Perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yaitu pada tahun 1969, Indonesia melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat. Hasil dari Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) ini adalah Irian Barat memilih bergabung dengan Indonesia. Akan tetapi dikemudian hari, hasil PEPERA ini menjadi perdebatan dari berbagai kalangan. Elisabeth dan Widjojo et.al .(2009:8) mengungkapkan bahwa “golongan nasionalis

(13)

bergabung dengan Indonesia telah dicurangi dan tidak mencerminkan aspirasi rakyat Papua”.

Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Al-Rahab (2010:163) bahwa:

proses perundingan segitiga antara Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat dan penyerahan Papua oleh UNTEA ke Indonesia sama sekali tidak melibatkan orang Papua. Proses PEPERA pun menurut tokoh-tokoh Papua yang tergabung dalam NGR (Nieuw Guinea Raad) tidak mengikuti aturan internasional melainkan mengikuti aturan Indonesia serta berjalan secara tidak demokratis.

Bertentangan dengan kedua pendapat diatas, pelaksanaan PEPERA dilaksanakan melalui aturan internasional dan demokratis seperti yang dikemukakan oleh Hadinoto (1986:313) bahwa “Anggotanya disesuaikan dengan jumlah penduduk kabupaten masing

-masing dan merupakan perwakilan rakyat yang seluas dan sedemokratis mungkin dengan disesuaikan dengan kondisi daerah di Irian Barat”. Pernyataan ini di dukung juga oleh Ricklefs (2008:613) bahwa “... Mereka semua memilih bergabung dengan Indonesia seperti

yang diperkirakan”. Senada dengan Ricklefs, Djopari (1993:118) menyatakan bahwa “Rakyat

Irian Jaya melalui Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) secara aklamasi memutuskan untuk berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke.

(14)

terhadap Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat pada tahun 1969 dengan judul “Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat Tahun 1969”.

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah

Masalah utama yang akan diteliti adalah “Bagaimana sampai terjadi perbedaan

pendapat mengenai Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 ?”.Untuk lebih mengarahkan dan memfokuskan masalah yang akan diteliti maka peneliti

merumuskan permasalahan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial-politik di Irian Barat sebelum diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 ?

2. Bagaimana proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969?

3. Bagaimana pro dan kontra dari proses dan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 terjadi ?

1.3 Tujuan Peneitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kondisi sosial politik di Irian Barat sebelum diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

2. Mendeskripsikan proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengkaji pembahasan “Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969” terdapat beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh penulis, di

antaranya :

1. Memperkaya penulisan sejarah terutama tentang Sejarah Nasional Indonesia.

2. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan penelitian sejarah mengenai Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

3. Menambah wawasan mengenai Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

1.5 Penjelasan Judul

Sejarah sebagai suatu peristiwa adalah suatu realitas pada masa lalu yang pada dirinya sama sekali tidak mengandung kontroversi. Kontroversi mencuat kepermukaan ketika sejarah itu diceritakan di kemudian hari, baik oleh sejarawan profesional maupun sejarawan amatir. Jadi kontroversi mengenai peristiwa sejarah baru terjadi ketika sejarah sebagai peristiwa itu dituliskan atau dihadirkan, diinterpretasikan atau dimaknai oleh mereka-mereka yang berkepentingan di kemudian hari. Kontroversi mengenai sejarah yang hendak dibahas adalah sejarah sebagaimana diceritakan kemudian, bukan pada tataran sejarah sebagai peristiwa.

(16)

memberikan gambaran yang jelas mengenai judul tersebut, peneliti akan menjelaskan maksud penggunaan istilah yang dipakai.

Pertama, kontroversi. Kontroversi adalah masalah yang timbul yang menimbulkan berbagai tanggapan dilihat dari berbagai segmen tertentu(http://siswoyo22.wordpress.com/).

Kedua, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Penentuan Pendapat Rakyat adalah sebutan untuk jajak pendapat yang dilakukan di Irian Barat. Menurut John Anari (http:///PEPERAIRIANBARAT1969/1589240-kajian-pelaksaan-pepera-1969.htm),

“Berdasarkan Pasal XVIII Perjanjian New York, dinyatakan secara jelas bahwa Pemerintah

Indonesia akan melaksanakan PEPERA dengan bantuan dan partisipasi dari utusan PBB dan stafnya untuk memberikan kepada rakyat yang ada di Papua kesempatan menjalankan penentuan pendapat secara bebas”.

Berdasarkan definisi tersebut maka kontroversi penentuan pendapat rakyat adalah perbedaan pandangan mengenai hasil dari penentuan pendapat rakyat atau jajak pendapat di Irian Barat tahun 1969 sehingga menjadi sebuah masalah yang belum mencapai kata sepakat dari berbagai pihak.

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode historis yang merupakan metode yang lazim digunakan dalam penelitian sejarah. Adapun langkah-langkah penelitian ini mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penulisan sejarah seperti dikemukakan Sjamsuddin (1996:67-187), yaitu sebagai berikut:

(17)

Berupa pengumpulan sumber-sumber kepustakaan, baik sumber primer maupun sumber sekunder, yang berkaitan dengan beberapa referensi yang relevan dengan topik yang sedang dibahas. Adapun usaha yang dilakukan dalam Heuristik ini adalah dengan mencarinya dari sumber buku, Browsing internet dan sumber tertulis lainnya yang relevan untuk pengkajian permasalahan yang akan dikaji. Serta dengan pencarian sumber literatur ke berbagai toko buku dan perpustakaan seperti Toko Buku Gramedia Pustaka Bandung, Toko Buku Palasari, Perpustakaan UPI Bandung, Perpustakaan Konferensi Asia Afrika, Perpustakaan laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung.

b. Kritik dan analisis sumber

Pada tahap ini, penulis mencoba untuk menilai dan mengkritisi sumber-sumber yang terkumpul. Penilaian sumber sejarah memiliki dua aspek yaitu aspek internal dan eksternal dari sumber sejarah. Tujuan dari proses ini untuk mengetahui apakah sumber-sumber yang digunakan itu relevan atau tidak dengan permasalahan yang penulis bahas. Dari sini diharapkan akan memperoleh fakta-fakta historis yang otentik. Pada langkah ini penulis berupaya melakukan penilaian dan mengkritisi sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari buku, Browsing internet, sumber tertulis, dan hasil dari penelitian serta sumber lainnya yang relevan. Sumber-sumber yang diperoleh akan dipilih melalui tahap kritik eksternal yaitu cara pengujian kebenaran sumber sejarah dari aspek - aspek luar sumber tersebut yang digunakan. Kemudian menggunakan kritik internal yaitu pengujian kebenaran yang dilakukan terhadap isi dari sumber sejarah tersebut. Pada langkah ini peneliti harus bisa menyaring informasi ataupun data yang diperoleh guna mendapatkan hasil penelitian yang baik dan relevan.

(18)

Penafsiran dilakukan dengan jalan mengolah beberapa fakta yang telah dikritisi dan merujuk beberapa referensi serta teori pendukung peristiwa tersebut. Setelah melalui proses selektif, maka fakta-fakta tersebut dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka besar dalam penyusunan skripsi ini.

d. Historiografi

Historiografi merupakan tahapan akhir dari metodologi sejarah, yaitu, tahapan penulisan sejarah. Sumber-sumber sejarah yang telah melalui tahapan kritik eksternal dan internal, kemudian ditafsirkan dan selanjutnya disajikan hasilnya dalam bentuk tulisan sejarah secara jelas dengan gaya bahasa yang sederhana serta tata cara penulisan yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia.

1.7 Teknik Penelitian

Dalam mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk bahan pengkajian penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik studi literatur. Studi literatur digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan fakta dari berbagai sumber yang relevan dengan penelitian yang dikaji, baik literatur lokal maupun asing yang semua itu dapat memberikan informasi mengenai permasalahan yang hendak dikaji. Sumber yang dapat dikumpulkan penulis hanya sumber tertulis yang merupakan sumber sekunder. Oleh karena itu, penulis hanya akan melakukan teknik studi literatur ini karena telah disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, akan diuraikan beberapa pokok pikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi judul, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang penjabaran mengenai literatur-literatur yang berkaitan dengan judul “Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969”.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas langkah-langkah metode dan teknik penelitian yang penulis gunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis dan cara penulisannya. Metode yang digunakan terutama adalah metode histories. Penelitian historis (historical research) adalah suatu usaha untuk menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. Didukung oleh langkah-langkah penelitian yang mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penelitian sejarah.

BAB IV PEMBAHASAN

(20)

kondisi sosial-politik Irian Barat sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dilaksanakan pada tahun 1969, proses dari Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat 1969 serta pro dan kontra dari proses dan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang dilakukan dalam mengkaji permasalahan dengan judul skripsi “Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 ”. Penulis menggunakan metode historis sebagai metode penelitian dan menggunakan teknik studi literatur sebagai teknik penelitian. Penggunaan metode historis dikarenakan permasalahan yang akan dikaji merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan data-data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini berasal dari masa lampau yang tidak mungkin dilakukan penelitian secara observasi ataupun wawancara. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penyusunan skripsi ini hanya mengandalkan sumber tertulis yang bersifat sekunder.

Menurut Sjamsuddin (2007:13-14) metode historis adalah “suatu pengkajian, penjelasan dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa

lampau”. Kemudian berdasarkan penjelasan Ismaun (2005:49-51) terdapat langkah-langkah

dalam metode historis yaitu antara lain:

1) Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian. Sumber sejarah adalah “segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality)” (Sjamsuddin, 2007:

95). Pada langkah tersebut, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan, toko buku, dan penelurusan sumber melalui internet.

(22)

fakta sejarah mengenai kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

3) Interpretasi, tahapan ini adalah tahapan menafsirkan keterangan-keterangan berupa fakta yang diperoleh dari hasil tahapan sebelumnya, dimana fakta diinterprestasikan dengan menggunakan tinjauan disiplin ilmu tertentu.

4) Historiografi yaitu penulisan hasil penelitian dalam tahap ini penulis menyajikan keseluruhan isi skripsi dalam uraian dengan bahasa yang sederhana dan tidak lepas dari EYD. Menurut Sjamsuddin (2007: 156), “keberartian seluruh fakta yang dijaring melalui metode kritik baru dapat dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu keutuhan historiografi”.

3.1.2 Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang akan digunakan dalam penilitian ini ialah teknik studi literatur yaitu membaca dan mengkaji berbagai sumber, baik itu berupa buku, ensiklopedia ataupun artikel. Selain itu studi literatur digunakan untuk mendapatkan sumber atau referensi yang benar-benar menjadi rujukan dalam penelitian ini. Setelah literatur terkumpul dan dianggap memadai untuk penulisan skripsi, penulis selanjutnya mempelajari, mengkaji, serta mengklasifikasikannya.

Teknik penulisan sumber kutipan dari literatur dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan penulisan karya ilmiah di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yaitu menggunakan sistem Harvard. Pada penelitian ini, metode historis pada pelaksanaanya terbagi kedalam tiga tahap yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penelitian.

3.2 Persiapan Penelitian

(23)

Pendidikan Sejarah, FPIPS, UPI. Judul yang diajukan saat itu adalah “Diplomasi Soekarno

terhadap Amerika Serikat dalam Pembebasan Irian Barat (1958-1962)”.Langkah selanjutnya Penulis mengajukan judul tersebut kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

3.2.1 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan dalam penyusunan laporan penelitian. Proposal atau rancangan penelitian yang diajukan mengandung unsur-unsur sebagai berikut: judul penelitian, latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Proposal skripsi tersebut kemudian diserahkan kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) untuk dipresentasikan dalam Seminar Pra-Rancangan Penulisan Skripsi.

Setelah proposal ini dikoreksi dan diperbaiki, maka penulis diperbolehkan mengikuti seminar proposal skripsi yang dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah. Pengesahan mengikuti seminar dikeluarkan melalui surat keputusan dari Ketua TPPS Jurusan Pendidikan Sejarah 035/TPPS/JPS/2011, dengan calon pembimbing I adalah Bapak H.Didin Saripudin, Ph.D. M.Si dan calon pembimbing II adalah Bapak Moch. Eryk Kamsori, S.Pd.

(24)

yakni dari calon pembimbing II Bapak Moch. Eryk Kamsori, S.Pd yaitu untuk mengangkat perjuangan tokoh lokal Papua yang memiliki kontribusi terhadap perjuangan Republik Indonesia. Setelah mempertimbangkan saran dari calon kedua pembimbing tersebut, maka penulis mengangkat permasalahan mengenai PEPERA dengan judul “Kontroversi Penentuan

Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969”. Penulis tidak mengambil tema mengenai tokoh

lokal Papua dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber literatur yang penulis miliki. Penulis tidak mengikuti Seminar proposal kembali dikarenakan penulis telah mengikuti seminar proposal skripsi sebelumnya dan hanya mengajukan proposal skripsi kepada kedua calon pembimbing pada seminar proposal yang telah penulis ikuti. Setelah disetujui maka penulis mengajukan proposal skripsi kepada kedua calon pembimbing tersebut.

3.2.2 Konsultasi dan Bimbingan skripsi

Konsultasi merupakan kegiatan bimbingan penyusunan skripsi yang dilakukan oleh penulis dengan pembimbing I dan II yang ditunjuk oleh TPPS. Konsultasi dengan pembimbing memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk memberikan pengarahan saran dan kritikan dalam proses penyusunan skripsi. Penulis melakukan konsultasi kepada kedua pembimbing, yaitu pembimbing I dan pembimbing II. Pada saat konsultasi, baik pembimbing I dan pembimbing II memberikan arahan, masukan, atau kritik untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

(25)

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah tahapan penting dari proses penulisan skripsi ini. Dalam tahapan ini, terdapat serangkaian langkah-langkah yang harus dilakukan berdasarkan metode historis, yaitu heuristik atau pengumpulan sumber, kritik atau analisis sumber sejarah, dan interpretasi atau penafsiran sejarah. Adapun dalam ketiga tahapan ini, penulis uraikan sebagai berikut:

3.3.1 Heuristik (mencari sumber-sumber sejarah)

Pada tahap heuristik ini, penulis berusaha mencari berbagai sumber yang mendukung terhadap pemecahan masalah penelitian. Sumber sejarah yang dapat penulis temukan berupa literatur. Teknik studi literatur ini digunakan untuk mengumpulkan sumber-sumber atau tulisan yang dianggap relevan dan menjawab permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari hasil karya ilmiah penulis lain, baik berupa tulisan yang sudah dicetak dalam bentuk buku maupun artikel-artikel yang terdapat dalam situs-situs internet. Usaha yang dilakukan oleh penulis pada tahap ini ialah dengan mendatangi perpustakaan. Kegiatan penulis di perpustakaan tersebut ialah mencatat sumber, baik dari buku, ensiklopedia, maupun artikel yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu penulis juga mencari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan tersebut seperti mencari ke toko buku.

(26)

Proses pencarian awal penulis lakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Selama proses pencarian di lokasi tersebut, referensi yang penulis temukan beberapa diantaranya berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis kaji seperti kondisi Irian Barat pada masa kolonial Belanda dan Indonesia, usaha diplomasi dan militer Indonesia terhadap permasalahan Irian Barat, dan sejarah integrasi Irian Barat dengan Indonesia. Sumber-sumber informasi tersebut penulis dapatkan melalui buku-buku seperti

Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (1993) karya RG John Djopari, Masalah Irian Barat, Aspek Kebijakan Luar Negeri dan Kekuasaan Militer (1984) karya P.B.R De Geus,

Sejarah Indonesia Kuno jilid VI karya Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Politik Luar Negeri Indonesia karya Micheal Leifer . Akan tetapi, referensi yang penulis temukan di perpustakaan UPI tidaklah cukup untuk menjawab permasalahan yang penulis kaji terutama mengenai kontroversi dalam Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat.

Pencarian sumber juga dilakukan di Perpustakaan Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah UPI. Penulis menemukan buku yang berjudul Api Perjuangan Pembebasan Irian Barat karya Suyatno Hadinoto. Referensi yang ditemukan di perpustakaan ini dapat memberikan gambaran kepada penulis mengenai Sejarah Irian Jaya pada masa pra-sejarah dan Kolonial Belanda, sejarah perjuangan Indonesia melalui jalur diplomasi dan militer untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda, pembahasan mengenai Perjanjian New York serta proses dan hasil dari PEPERA.

(27)

gambaran bahwa ternyata proses dan hasil PEPERA mendapat tentangan dari sebagian masyarakat Papua.

Selanjutnya, penulis melakukan pencarian di Perpustakaan Daerah Kota Bandung. Penulis menemukan buku yang berjudul Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya karya R.Z.Leirissa. Referensi yang ditemukan di perpustakaan ini dapat memberikan gambaran kepada penulis mengenai sejarah Irian Barat pada masa peralihan dari UNTEA ke Indonesia, perjuangan Indonesia melalui jalur diplomasi untuk merebut kembali Irian Barat serta proses dan hasil dari PEPERA.

Kemudian pencarian sumber juga dilakukan di Perpustakaan Nasional Indonesia. Di lokasi ini penulis menemukan referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis kaji yaitu mengenai bukti-bukti sejarah mengenai hubungan wilayah Irian Papua dengan wilayah nusantara, kondisi Irian Barat, sejarah lahirnya paham nasionalis yang berada di Papua dari zaman sebelum kedatangan bangsa Barat hingga masuk menjadi wilayah Indonesia, sejarah persengketaan antara Indonesia dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, proses dan hasil PEPERA, reaksi masyarakat Irian Barat terhadap proses dan hasil PEPERA. Sumber-sumber tersebut penulis dapatkan dari buku-buku seperti Irian Barat Wilayah tak Terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia karya G.Kesselbrenner, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua karya D.Natais Pigay, Mengapa Papua Bergolak karya T.Taufiq Andrianto, Irian Jaya Sebagai Bagian Integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia karya S.Poernomo, Sejarah Daerah Irian Jaya diterbitkan oleh Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.

(28)

Dingin 1953-1963) karya Baskara T.Wardaya, Jeritan Bangsa Rakyat Papua Barat Mencari Keadilan karya Sendius Wonda, Operasi Udara Trikora (Aksi Militer Merebut Irian Barat)

yang diterbitkan oleh PT.Mediorana Dirgantara. Buku-buku tersebut membahas secara umum mengenai perjuangan Indonesia untuk merebut Irian Barat melalui jalur diplomasi dan militer dan penjelasan mengenai kondisi sosial dan pelanggaran HAM yang berada di Papua.

3.3.2 Kritik

Tahapan ini digunakan peneliti untuk menilai (mengevaluasi) secara kritis terhadap sumber-sumber yang ditemukan pada tahap heuristik. Tahapan kritik mencakup dua aspek, eksternal dan internal. Aspek eksternal bertujuan untuk menilai otentisitas dan integritas sumber, sedangkan aspek internal bertujaun untuk menguji realibilitas dan kredibilitas sumber. Kritik eksternal merupakan cara melakukan klasifikasi atau pengujian dilihat dari aspek luarnya. Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal usul dari sumber suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 134).

Pada tahap kritik sumber eksternal, penulis menggunakan tiga rumusan dalam melakukan kritik sumber, seperti yang diungkapkan oleh Ismaun (2005: 50) bahwa kritik eksternal bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai sumber:

1. Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki? 2. Apakah sumber itu asli atau turunan?

3. Apakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah?

(29)

eksternal penulis juga memperhatikan tahun terbit sumber, beberapa buku yang penulis gunakan memiliki tahun terbit yang dekat dengan waktu terjadinya peristiwa. Selain itu, kondisi fisik buku juga merupakan bagian dari kritik eksternal, beberapa kali penulis menemukan buku lama yang terlihat dari ejaan yang digunakannya, namun penulis tidak menggunakan buku tersebut meskipun di dalamnya terdapat informasi yang dibutuhkan karena identitas buku tidak jelas seperti cover buku yang tidak ada dan berupa hasil fotocopy sehingga keabsahan identitas dan penulis buku tidak jelas.

3.2.2.1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal dilakukan terhadap buku yang berjudul “Papua Road Map

Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future karya Muridan S.Widjojo, Adriana Elisabeth, Amiruddin Al Rahab, Cahyo Pamungkas serta Rosita Dewi. Latar belakang penulis buku ini dapat dipertanggungjawabkan karena para penulis berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang melakukan penelitian di Papua dengan sumber tokoh-tokoh penting di dalam sejarah perjalanan Papua sehingga layak untuk dijadikan sumber dalam penulisan skripsi ini. Kriteria fisik buku ini masih bagus dan diterbitkan pada tahun 2006.

Buku yang kedua “Heboh Papua (Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme). Penulis

buku ini adalah Amiruddin Al Rahab yang merupakan lulusan dari Departemen Ilmu Sejarah Universitas Indonesia. Beliau dikenal sebagai peneliti dalam masalah-masalah politik lokal dan HAM khususnya di Papua dan Aceh. Ia pernah menjadi asisten penyelidik pelanggaran HAM di Komnas HAM dalam KPP-HAM Timor-Timur, Abepura,Wamena dan Wasior. Buku ini diterbitkan pada tahun 2010 dan kondisi fisiknya sangat bagus.

Selanjutnya buku ketiga “Jeritan Bangsa (Rakyat Papua Mencari Keadilan)” yang

(30)

keabsahan Papua sebagai bagian wilayah Indonesia. Buku ini dicetak oleh Galang Press dan diterbitkan pada tahun 2009 dan kondisi fisik dari buku ini sangat bagus.

Kemudian buku keempat “Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya” yang diterbitkan oleh Depdikbud ini ditulis oleh sebuah tim yang beranggotakan empat orang yaitu R.Z.Leirissa, Gamal Azaini Ohorella, Pius Suryo Haryono, Mohammad Wasith. Salah satu penulis yaitu R.Z. Leirisa merupakan sejarawan yang dikenal di dunia intelektual Indonesia. Meskipun buku ini diterbitkan tahun 1992dan kondisi fisik buku ini dalam keadaan baik.

Buku kelima “Api Perjuangan Pembebasan Irian Barat” ditulis oleh Suyatno

Hadinoto. Penulis buku ini merupakan pelaku sejarah yang berperan sebagai Ketua Umum Perintis Irian Barat (PIB). Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat. Buku ini diterbitkan tahun 1986 dan kondisi buku ini baik.

Kemudian buku keenam “Mengapa Papua Bergolak” yang ditulis oleh T.Taufiq Andrianto. Penulis merupakan lulusan salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta dan seorang sejarawan. Kondisi buku yang diterbitkan oleh Gama Global Media sangat baik dan diterbitkan tahun 2001.

Buku ketujuh “Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka” yang ditulis oleh R.G.Djopari. Penulis buku ini merupakan lulusan fakultas pascasarjana UI dengan spesialisasi ilmu politik dan ia menjadi anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan anggota Masyrakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI). Buku ini diterbitkan pada tahun 1992 dan kondisinya sangat bagus.

Buku kedelapan “Irian Barat Wilayah Tak Terpisahkan dari Negara Kesatuan

(31)

Buku kesembilan “Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua” karya

D.Natais Pigay. Penulis buku ini merupakan sejarawan asal Belanda. Kondisi buku ini sangat baik dan diterbitkan pada tahun 2000.

3.2.2.2 Kritik Internal

Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal. Kritik internal lebih menekankan pengujian terhadap isi dan kredibilitas sumber sejarah. Melalui kritik internal, sejarawan dapat memutuskan apakah sumber-sumber itu dapat diandalkan atau tidak. Kritik internal harus membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber memang dapat dipercaya.

Menurut Ismaun (2005:129), kritik internal diperoleh dengan cara melakukan penilaian intrinsik terhadap sumber-sumber dan membandingkan kesaksian informasi atau data dari isi materi kepustakaan tersebut, artinya informasi dan data tersebut benar-benar netral atau mempunyai muatan politis dengan memihak pada suatu kekuasaan tertentu melalui cara menyudutkan atau mendukung terhadap suatu peristiwa sejarah tersebut.

Pada tahapan ini, penulis lebih menekankan pada kritik internal yang dilakukan terhadap aspek dalam isi dari sumber yang penulis dapatkan. Dalam melakukan kritik internal terhadap sumber tertulis terutama buku, informasi berupa data dari sumber tertulis dipilih sesuai dengan tujuan penelitian. Agar mendapatkan kredibiltas terhadap sumber yang diperoleh, buku yang satu dibandingkan dengan buku yang lain sehingga didapatkan pandangan objektif yang dapat digunakan untuk mengkaji permasalahan penelitian. Selain itu, hasil dari perbandingan sumber yang telah diperoleh akan didapatkan kepastian bahwa sumber-sumber tersebut bisa digunakan karena sesuai dengan topik kajian.

Sumber buku yang peneliti lakukan kritik internal antara lain sebagai berikut:

(32)

Buku ini sangat berguna karena terdapat uraian mengenai perbedaan pendapat mengenai sejarah integrasi Papua dengan Indonesia. Kelompok nasionalis Indonesia berpendapat bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia meskipun terdapat perbedaan ras maupun kebudayaan. Sebaliknya, kelompok nasionalis Papua lebih menekankan perbedaan antara ras Indonesia yang memiliki ras Melayu dan Papua dari ras Melanesia. Kemudian kelompok nasionalis Papua menambahkan bahwa prosedur dan hasil penentuan pendapat rakyat yang dilaksanakan pada tahun 1969 bukan cerminan dari aspirasi rakyat Papua karena PEPERA tersebut telah dicurangi sehingga mereka tidak mengakui hasil PEPERA tersebut dan menyakini bahwa Papua telah merdeka pada 1 Desember 1961.

Peneliti berpendapat bahwa kontroversi mengenai status Papua menyebabkan terpecahnya kelompok menjadi dua bagian yaitu kelompok yang menyakini bahwa Papua merupakan bagian yang sah wilayah Indonesia sesuai dengan hasil PEPERA yang menghasilkan keputusan bahwa Papua berintegrasi dengan Indonesia. Kelompok yang lainnya beranggapan bahwa Papua sudah merdeka pada tanggal 1 Desember 1961 dan proses serta hasil dari PEPERA tidak sah karena terdapat berbagai pelanggaran dalam pelaksanaannya.

Kedua, Buku yang menguatkan hal tersebut yang penulis jadikan referensi adalah buku ”Heboh Papua (Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme)” yang ditulis oleh

(33)

terhadap hak asasi manusia yang dilakukan oleh pihak militer Indonesia guna memenangkan PEPERA.

Ketiga, Buku yang berjudul ”Mengapa Papua Bergolak?” karya Tuhala Taufiq

Andrianto. Buku ini menjelaskan mengenai terpecahnya masyarakat Irian Barat yang terdidik akan masa depan daerahnya. Kelompok masyarakat tersebut terbagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok yang pro Papua dan Pro Indonesia. Kelompok yang pro Papua terbagi dua, yaitu kelompok pro Papua dan untuk mencapai kemerdekaan Irian Barat melalui kerjasama dengan Belanda dan kelompok pro Papua yang menginginkan kemerdekaan Irian Barat tanpa bekerjasama dengan Belanda. Peneliti berpendapat bahwa penduduk Irian Barat dalam menentukan masa depannya memiliki dua pilihan apakah menjadi negara yang berdiri sendiri atau menjadi bagian dari wilayah Indonesia.

Keempat, buku yang berjudul ”Organisasi Papua Merdeka” karya R.G Djopari. Pada

(34)

penyelenggaraan PEPERA pada tahun 1969. Intimidasi dan tekanan itu dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang dinilai pro-Belanda atau pro-Papua serta menggalang dan membina massa untuk pro-Indonesia.

Penulis berpendapat bahwa gerakan perlawanan yang terjadi di Irian Barat didasari oleh kekecewaan tidak jadinya Irian Barat menjadi negera merdeka seperti yang dijanjikan oleh Belanda dan sejak awal integrasi sebagian rakyat Irian yang dianggap pro Papua atau pro Belanda mendapatkan intimidasi oleh Indonesia.

Berdasarkan hasil dari kritik internal yang telah dilakukan penulis, bahwa ada kesesuaian pendapat dari berbagai sumber, meskipun latar belakang dan bidang keilmuan setiap penulis tersebut berbeda. Kesamaan pendapat dari satu sumber dengan sumber lainnya adalah kemungkinan yang bisa diperoleh dari tindakan kritik internal.

3.3.3 Penafsiran (Interpretasi)

Tahapan penulisan dan interpretasi sejarah merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan melainkan bersamaan (Sjamsuddin, 2007: 155). Peneliti memberikan penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah atau data-data yang diperoleh dari hasil kritik eksternal maupun internal. Kemudian fakta yang telah diperoleh tersebut dirangkai dan dihubungkan satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dimana peristiwa yang satu dimasukkan ke dalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya (Ismaun, 2005: 59-60). Hal tersebut agar memberikan keberartian atau kebermaknaan yang kemudian dituangkan dalam penulisan yang utuh. Interpretasi juga merupakan tahapan untuk menafsirkan fakta-fakta yang terkumpul dengan mengolah fakta, dan tidak lepas dari referensi pendukung dalam kajian penulisan skripsi.

(35)

bentuk deterministik itu ialah determinasi rasial, penafsiran geografis, interpretasi ekonomi, penafsiran orang besar, penafsiran spiritual dan idealistis, penafsiran ilmu dan teknologi, penafsiran sosiologis, dan penafsiran sintesis (Sjamsuddin, 2007: 164-170).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menafsirkan bahwa dalam kontroversi PEPERA yang dilaksanakan di Irian Barat tahun 1969 jika ditinjau dari bentuk-bentuk penafsiran dapat dikelompokkan sebagai penafsiran sintesis. Menurut Sjamsuddin (2007:170) definisi sintesis adalah sebagai berikut:

Penafsiran sintesis mencoba menggabungkan semua faktor atau tenaga yang menjadi

penggerak sejarah. Menurut penafsiran ini, tidak ada satu “sebab-sebab” tunggal yang

cukup untuk menjelaskan semua fase dan periode perkembangan sejarah. Artinya perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh berbagai faktor dan tenaga bersama-sama dan manusia tetap sebagai pemeran utama.

Peneliti menggunakan penafsiran sintesis karena secara hukum, PEPERA yang dilaksanakan di Irian Barat adalah sah sesuai dengan Perjanjian New York 1962 yang telah disepakati antara Indonesia dan Belanda dan diakui oleh dunia internasional dengan kata lain, PEPERA sesuai dengan hukum internasional serta disahkan wilayah Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia oleh PBB. Sedangkan kelompok nasionalis Papua yang menganggap bahwa proses dan hasil PEPERA tidaklah sah adalah kelompok yang kecewa karena tidak diperlakukan tidak adil serta rasa tidak puas terhadap keadaan atau kondisi yang ada selama Irian Barat berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.3.4 Laporan Penelitian (Historiografi)

Langkah ini merupakan langkah terakhir dari keseluruhan prosedur penelitian setelah melakukan tahap heuristik, kritik, dan interpretasi .Seluruh hasil penelitian dituangkan dalam bentuk tulisan.Dalam metode historis, langkah tersebut dikenal dengan istilah historiografi. Helius Sjamsuddin (2007: 156) menjelaskan bahwa :

(36)

catatan-catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena pada akhirnya ia harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan yang utuh yang disebut historiografi.

Hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut, disusun menjadi sebuah karya tulis ilmiah berupa skripsi. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis berupaya untuk menyusun skripsi ini dengan melakukan analisis secara menyeluruh terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969.

Sistematika penulisan dibagi ke dalam lima bagian yang memuat pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, pembahasan, dan terakhir adalah kesimpulan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:

BAB I Pendahuluan, merupakan bab pendahuluan dari penulisan. Bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang masalah yang didalamnya memuat penjelasan mengapa masalah yang diteliti timbul dan penting serta memuat alasan peneliti memilih masalah Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 tersebut sebagai judul. Bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan dengan tujuan untuk mempermudah penulis mengkaji dan mengarahkan pembahasan. Selain itu, bab ini juga memuat tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan.

(37)

BAB III Metodologi Penelitian, dalam bab ini penulis akan membahas langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber serta analisis dan cara penulisannya. Semua prosedur dalam penelitian akan dijelaskan dalam bab ini.

BAB IV Pembahasan, merupakan isi atau bagian utama dari tulisan sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam rumusan. Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969 yang dikembangkan dalam sub bab-sub bab yang dibagi sesuai dengan keperluan penelitian. Adapun dalam sub bab tersebut akan dipaparkan analisa dan sintesa mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah penelitian berdasarkan sumber-sumber yang ditemukan.

Pada sub bab pertama di bahas mengenai kondisi sosial-politik di Irian Barat sebelum diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969. Sedangkan pada sub bab selanjutnya membahas mengenai proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969. Kemudian pada sub bab ketiga akan dibahas mengenai pro dan kontra dari proses dan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai kelompok yang menganggap bahwa proses dan hasil PEPERA adalah sah dan tidak sah.

BAB V Kesimpulan dan rekomendasi merupakan kesimpulan yang merupakan jawaban dan analisis penulis terhadap masalah-masalah secara keseluruhan serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

(38)

antar-baris satu spasi, sedangkan jarak antara sumber-sumber tertulis yang saling berurutan adalah dua spasi.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai “Kontroversi Penentuan Pendapat

Rakyat (PEPERA) di Irian Barat tahun 1969” sedangkan rekomendasi ditujukan untuk mengembangkan materi pembelajaran di sekolah yang berkaitan dengan penulisan serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya mengenai pembahasan yang belum terpecahkan atau belum dibahas secara jelas dalam dalam penelitian ini.

5.1 Kesimpulan

Pemerintahan Belanda pada masa berkuasa di Irian Barat berusaha menanamkan sikap nasionalisme pada diri rakyat Irian Barat dengan tujuan menanamkan rasa nasionalisme Papua dan tunduk terhadap pemerintah Belanda dengan cara mendidik mereka di sekolah polisi dan Pamongpraja. Usaha Belanda tersebut melahirkan dua golongan terdidik yang pro terhadap Indonesia dan pro terhadap Belanda. Golongan yang pro terhadap Indonesia ini melakukan gerakan politik dengan mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), Komite Indonesia Merdeka (KIM) serta gerakan nasionalis dari Soegoro Admoprasodjo. Gerakan politik pro Indonesia ini sangat meresahkan pihak Belanda. Oleh karena itu dilakukan tindakan penangkapan terhadap tokoh-tokoh pro Indonesia serta pelarangan aktivitas politiknya.

(40)

Usaha Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan jalur diplomasi akan tetapi usaha tersebut tidak mendapatkan hasil. Akhirnya tindakan militer dilakukan Indonesia guna merebut Irian Barat. Tindakan militer ini dikenal dengan nama Tiga Komando Rakyat (TRIKORA) yang dikumandangkan oleh Presiden Soekarno.

Perselisihan antara Indonesia dan Belanda mengenai Irian Barat ini berhasil diselesaikan dengan bantuan Amerika Serikat serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menghasilkan perjanjian yang disebut New York Agreement pada tahun 1962. Indonesia dan Belanda sepakat menyerahkan kembali Irian Barat dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia melalui perantara badan pelaksana sementara PBB yang diberi nama UNTEA (United Nations Temporary Executive Autorithy). Isi terpenting dalam dari perjanjian tersebut adalah Indonesia harus melaksanakan penentuan nasib sendiri di Irian Barat pada tahun 1969 di bawah pengawasan PBB. Pilihan tersebut adalah merdeka atau tetap berintegrasi dengan Indonesia.

Pada masa UNTEA terjadi berbagai demontrasi yang menyuarakan tuntutan-tuntutan kepada UNTEA. Tuntutan tersebut antara lain:

1. Menuntut perpendekan pemerintahaan UNTEA.

2. Menggabung segera kepada Republik Indonesia secara mutlak dan tanpa syarat. 3. Setia kepada proklamasi 17 Agustus 1945. menghendaki adanya negera kesatuan

yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke.

4. Menghendaki otonomi yang seluas-luasnya dalam Republik Indonesia bagi wilayah Irian Barat.

(41)

Musyawarah PEPERA (DMP). Hasil PEPERA menyatakan rakyat Irian Barat tetap bergabung dengan Indonesia.

Pelaksanaan PEPERA ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Golongan nasionalis Papua menyatakan bahwa proses dan hasil PEPERA tidaklah sah dikarenakan proses PEPERA tidak sesuai dengan isi dari Perjanjian New York 1962 yang menyebutkan PEPERA harus dilaksanakan dengan aturan internasional. Aturan internasional tersebut adalah menggunakan metode one man one vote bukan dengan metode musyawarah. Dengan kata lain PEPERA yang telah dilaksanakan cacat hukum karena dalam prakteknya tidak dilakukan dengan aturan internasional. Selain itu, perwakilan masyarakat Papua yang tergabung dalam Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) dipaksa oleh Indonesia melalui pihak militernya untuk memilih bergabung dengan Indonesia. Pemaksaan ini dilakukan dengan menggunakan ancaman berupa intimidasi, teror, suap bahkan pembunuhan. Selanjutnya tindakan militer yang dilakukan oleh Indonesia adalah dengan upaya penghancuran terhadap masyarakat Irian Barat yang tidak ingin bergabung dengan Indonesia.

(42)

telah terjadi intimidasi berupa ancaman terhadap anggota Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) sama sekali tidak benar bahkan sama sekali tidak mungkin karena Pemerintah Indonesia mendapat pengawasan dari perwakilan PBB dengan kata lain semua anggota DMP memilih bergabung dengan Indonesia murni atas keinginan mereka sendiri tanpa ada paksaan dari manapun.

Tindakan militer yang dilakukan Indonesia sama sekali tidak ditujukan pada rakyat Irian Barat melainkan pada kelompok separatis yang menganggu keamanan dan ketertiban di wilayah Irian Barat. Tindakan militer tersebut juga dilakukan guna menjaga pelaksanaan PEPERA agar tidak terjadi gangguan selama pelaksanaanya. Hasil PEPERA yang memutuskan bahwa rakyat Irian Barat memilih bergabung dengan Indonesia sudah mendapat pengesahan melalui Keputusan Presiden dan dalam Sidang Umum PBB.

5.2 Rekomendasi

Penulisan ini membahas mengenai kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang terjadi pada tahun 1969. Peristiwa tersebut merupakan salah satu peristiwa yang terjadi pada masa Orde Baru. Materi tentang Orde Baru merupakan salah satu meteri yang dibahas dalam Mata Pelajaran Sejarah Program IPS kelas XII semester I. Materi ini terdapat pada Standar Kompetensi Menganalisis Sejarah Perjuangan sejak Orde Baru sampai dengan Masa Reformasi. Pembahasan mengenai Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di bahas pada Kompetensi Dasar Menganalisis Perkembangan Orde Baru. Pembahasan dalam penulisan ini direkomendasikan agar dijadikan salah satu materi penunjang dalam memperkaya khazanah wacana pada SK dan KD pada mata pelajaran Sejarah SMA Program IPS Kelas XII Semester I.

(43)
(44)

DAFTAR PUSTAKA

Al Rahab,Amiruddin.(2010).Heboh Papua Perang Rahasia,Trauma dan

Separatisme.Jakarta.Komunitas Bambu.

Andrianto Taufiq,T.(2001).Mengapa Papua Bergolak ?.Yogyakarta.Gama Global Media.

Angkasa, Majalah. Edisi Koleksi. (2011). Operasi Udara Trikora.Jakarta Barat.PT Mediarona Dirgantara.

De,Geus,P.B.R (1984). Masalah Irian Barat,Aspek Kebijakan Luar Negeri dan Kekuasaan Militer.Leiden: Yayasan Jayawijaya.

Dhakidae,Daniel dan Sayadie,Daniel.(2001). Aceh Jakarta Papua (Akar) Permasalahan dan Alternatif Proses dan Penyelesaian Konflik). Jakarta Timur.YAPPIKA.

Djopari, RG John. (1993). Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Elisabeth A dan Widjojo S.M.et.al. (2009). Papua Road Map (Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future).Jakarta:LIPI, Yayasan TIFA dan Obor Indonesia.

Hadinoto,S. (1986). Api Perjuangan Pembebasan Irian Barat. Jakarta: Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat.

Ismaun.(2004).Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung:Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Kesselbrenner, G. (2003).Irian Barat Wilayah tak Terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.Teplok Press.

(45)

106

Lerissa,R.Z et.al.(1992).Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya.Jakarta.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Maniagasi,Frans. (2001). Masa Depan Papua Merdeka, Otonomi Khusus dan Dialog. Jakarta. Millenium Publisher.

Pigay Natais,D. (2000). Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua. Jakarta.Sinar Harapan.

Poesponegoro,M Djoened dan Notosusanto, Nugroho (1989). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI. Jakarta:Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Poernomo,S.(1984).Irian Jaya Sebagai Bagian Integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.Jakarta.Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Lembaga Pertahanan Nasional.

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.(1978/1979).Sejarah Daerah Irian Jaya.Jakarta.Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.

Ramandey,Bernard,F.(2007).Irian Barat, Irian Jaya, sampai Papua.Jayapura.AJI Jayapura dan Lembaga Studi Pers dan Otsus Papua.

Raweyai, T.H, Yorris. (2010).Mengapa Papua Ingin Merdeka.Jayapura.Presidium Dewan Papua.

Sjamsuddin,Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

UPI.(2012).Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia.

(46)

Wonda,Sendius.(2009).Jeritan Bangsa Rakyat Papua Barat Mencari Keadilan.Yogyakarta.Galang Press.

SUMBER INTERNET

Agapa,B.(14 Maret 2012). Hasil PEPERA 1969 dalam Dokumen PBB Annex, I,A/7723.Bintang Papua [Online], Tersedia:http://paschall ab.blogspot.com/2012/03/penyelenggaraan-pepera-1969-dan.html.

Anari,J. (18 Agustus 2009). Kajian Pelaksanaan PEPERA [Online], Tersedia : http:///PEPERA%20IRIAN%20BARAT%201969/1589240-kajian

pelaksaan-pepera-1969.htm.

Suryawan, Ngurah I. (16 Agustus 2011). Nasionalisme Bintang Kejora:Subaltern & Gerakan Sosial Orang Papua. West Papua Liberation Organization

[Online], Tersedia:http://etnohistori.org/nasionalisme-bintang-kejora subaltern-dan-gerakan-sosial-orang-papua-2.html.

Ubaya, Tri. (13 Mei 2012). Retorika Politik dan Manipulasi Sejarah Papua.

Bintang Papua [Online], Tersedia: http://bintangpapua.com/opini/22770 retorika-politik-dan-manipulasi-sejarah-papua-barat-

Yoman, Sofyan, Socrates. (3 Mei 2011). Integrasi Papua dalam Indonesia belum

Final. Bintang Papua [Online], Tersedia:

http://bintangpapua.com/opini/10563-integrasi-papua-dalam-indonesia belum-final.htm.

(47)

Gambar

Tabel 4.2 Hasil PEPERA di masing-masing kabupaten .............................................................

Referensi

Dokumen terkait