Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
KONTRIBUSI KOMPETENSI KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DASAR
DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN MAGELANG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh:
MERINDA NOORMA NOVIDA SIREGAR NIM: 1101587
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
KONTRIBUSI KEMAMPUAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DASAR
DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN MAGELANG
Oleh
MERINDA NOORMA NOVIDA SIREGAR, S.Pd.
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana
© Merinda Noorma Novida Siregar 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa
ijin dari penulis.
LEMBAR PENGESAHAN
MERINDA NOORMA NOVIDA SIREGAR, S.Pd. NIM. 1101587
KONTRIBUSI KEMAMPUAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DASAR
DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN MAGELANG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Munir, M.IT. NIP. 19660325200112 1 001
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Dr. Cicih Sutarsih, M.Pd. NIP. 19700929199802 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
Prof. H. Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D.
iv
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
KONTRIBUSI KEMAMPUAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DASAR
DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN MAGELANG. Oleh: Merinda Noorma Novida Siregar
(1101587)
ABSTRAK
Kinerja pengawas sekolah menjadi penentu keberhasilan penjaminan mutu pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pengawas sekolah, dua diantaranya adalah kemampuan kerja dan motivasi kerja. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah seberapa besar kontribusi kemampuan kerja dan motivasi kerja secara simultan terhadap kinerja pengawas sekolah dasar (SD) di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Magelang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja pengawas, gambaran kemampuan kerja pengawas, gambaran motivasi kerja pengawas, kontribusi kemampuan kerja terhadap kinerja pengawas, kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja pengawas, dan kontribusi kemampuan kerja dan motivasi kerja secara simultan terhadap kinerja pengawas.
Populasi dalam penelitian sebanyak 45 orang pengawas SD di lingkungan Disdikpora Kabupaten Magelang. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data berupa angket. Analisis deskriptif dengan rumus Weight Means Scores. Pengujian hipotesis menggunakan teknik korelasi dilanjutkan dengan regresi.
Hasil temuan penelitian yang diperoleh ialah: kinerja pengawas sangat tinggi, kemampuan kerja pengawas sangat tinggi, motivasi kerja pengawas sangat tinggi, kemampuan kerja berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja pengawas sebesar 56,8% (tinggi); motivasi kerja berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja pengawas sebesar 46,4% (tinggi); dan secara simultan kemampuan kerja dan motivasi kerja berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja pengawas sebesar 63% (tinggi) dan sebesar 37% dipengaruhi faktor lain.
Berdasarkan temuan hasil penelitian ini maka direkomendasikan: (1) Disdikpora Kabupaten Magelang memberikan reward kepada pengawas untuk mendorong pencapaian prestasi; (2) Disdikpora memberikan kesempatan bagi pengawas untuk dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi; dan (3) Bagi penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor lain yang berkontribusi terhadap kinerja pengawas dan diukur melalui persepsi kepala sekolah dan guru atau pihak atasan (Disdikpora) sehingga lebih objektif.
v
ix
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Struktur Organisasi Tesis ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 16
A. Kajian Pustaka ... 16
1. Kinerja Pengawas ... 16
2. Kemampuan Kerja Pengawas ... 30
3. Motivasi Kerja Pengawas ... 40
4. Kemampuan Kerja dan Motivasi Kerja Berkontribusi terhadap Kinerja Pengawas ... 44
x
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
B. Kerangka Pemikiran ... 50
C. Hipotesis Penelitian ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54
A. Lokasi dan Populasi Penelitian ... 54
B. Metode Penelitian ... 55
C. Definisi Operasional ... 56
D. Instrumen Penelitian ... 56
E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 68
F. Teknik Pengumpulan Data ... 75
G. Analisis Data ... 77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 87
A. Hasil Penelitian ... 87
1. Deskripsi Data Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 87
2. Deskripsi Data Variabel Kemampuan Kerja (X1) ... 96
3. Deskripsi Data Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 104
4. Uji Persyaratan Analisis ... 112
5. Uji Hipotesis Penelitian ... 118
B. Pembahasan ... 128
1. Deskripsi Kinerja Pengawas (Y) Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang ... 128
2. Deskripsi Kemampuan Kerja (X1) Pengawas Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang ... 132
3. Deskripsi Motivasi Kerja (X2) Pengawas Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang ... 137
xi
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
5. Kontribusi Motivasi Kerja (X1) terhadap Kinerja Pengawas (Y) Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang ... 141
6. Kontribusi Kemampuan Kerja (X1) dan Motivasi Kerja (X2) Secara Simultan terhadap Kinerja Pengawas (Y) Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang ... 143
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 147
A. Kesimpulan ... 147
B. Rekomendasi ... 148
DAFTAR PUSTAKA ... 151
xii
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Hasil Akreditasi BAN-SM Jenjang Sekolah Dasar Kabupaten
Magelang Tahun 2013 ... 7
3.1 Jumlah Pengawas Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang ... 54
3.2 Skala Likert ... 57
3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 58
3.4 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabel Kemampuan Kerja Pengawas (X1) ... 61
3.5 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 65
3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 69
3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Kemampuan Kerja (X1)... 71
3.8 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 72
3.9 Interpretasi Nilai r ... 74
3.10 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 75
3.11 Konsultasi skor WMS ... 78
3.12 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 81
3.13 Interpretasi Koefisien Determinasi ……… 81
4.1 Deskripsi Data ... 87
4.2 Rata-rata Skor WMS Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 88
4.3 Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 93
xiii
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
4.5 Rata-rata Skor WMS Variabel Kemampuan Kerja (X1) ... 96
4.6 Statistik Deskriptif Variabel Kemampuan Kerja (X1) ... 102
4.7 Distribusi Frekuensi Skor Variabel Kompetensi Kerja (X1) ... 103
4.8 Rata-rata Skor WMS Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 105
4.9 Statistik Deskriptif Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 110
4.10 Distribusi Frekuensi Skor Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 111
4.11 Uji Normalitas Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 113
4.12 Uji Normalitas Variabel Kemampuan Kerja (X1)... 113
4.13 Uji Normalitas Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 114
4.14 Hasil Perhitungan Uji Linieritas Variabel X1 atas Y ... 115
4.15 Hasil Perhitungan Uji Linieritas Variabel X2 atas Y ... 115
4.17 Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 116
4.18 Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Kemampuan Kerja (X1) ... 117
4.19 Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 118
4.20 Hasil Uji Korelasi Antarvariabel Penelitian ... 119
4.21 Model Summaryb X1 terhadap Y ... 119
4.22 ANOVAb X1 terhadap Y ... 120
4.23 Coefficientsa X1 terhadap Y ... 120
4.24 Model Summaryb X2 terhadap Y ... 122
4.25 ANOVAb X2 terhadap Y ... 123
4.26 Coefficientsa X2 terhadap Y ... 123
4.27 Model Summaryb X1 dan X2 terhadap Y ... 125
4.28 Coefficientsa X1 dan X2 terhadap Y ... 125
xiv
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 11
2.1 Fungsi Supervisi ... 19
2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Keith Davis ... 26
2.3 Komponen Kinerja Individual ... 28
2.4 Ciri-ciri Orang yang Termotivasi ... 43
2.5 Kerangka Pemikiran ... 50
2.6 Hubungan Antarvariabel Penelitian ... 51
4.1 Skor Rata-rata Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 93
4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Data Variabel Kinerja Pengawas (Y) ... 96
4.3 Skor Rata-rata Variabel Kemampuan Kerja (X1) ... 102
4.4 Histogram Distribusi Frekuensi Data Variabel Kemampuan Kerja (X1) ... 104
4.5 Skor Rata-rata Variabel Motivasi Kerja (X2) ... 110
4.6 Histogram Distribusi Frekuensi Data Variabel Motivasi Kerja (X2).. 112
xv
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
4.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 145
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Hasil Akreditasi BAN-SM
2. Angket Uji Coba Penelitian
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
4. Data Pengawas
5. Angket Penelitian
6. Data Hasil Penelitian
7. Analisis Deskriptif
8. Uji Persyaratan Analisis
9. Uji Hipotesis Penelitian
1
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan perlu pengelolaan yang baik. Perkembangan keilmuan
pendidikan mulai tahun 1980 memunculkan struktur keilmuan administrasi
pendidikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan dan
memberdayakan segala sumber yang tersedia melalui aktivitas perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pemotivasian, pengendalian, pengawasan dan
supervisi, serta penilaian untuk mewujudkan sistem pendidikan yang efektif,
efisien, dan berkualitas. Agar pendidikan berfungsi dan mencapai tujuan
seperti yang telah dirumuskan dalam undang-undang Sisdiknas maka pendidikan harus “diadministrasikan” artinya dikelola sesuai dengan ilmu administrasi (Engkoswara dan Komariah, 2010: 48-52).
Salah satu lingkup kajian Administrasi Pendidikan ialah Manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) karena pendidikan harus dikelola oleh tenaga
yang profesional. Tenaga pendidik seperti guru dan tenaga kependidikan
seperti kepala sekolah, penilik dan pengawas, petugas bimbingan dan
penyuluhan, perencanaan dan pembina kurikulum atau tenaga kependidikan
lainnya yang akan muncul merupakan komponen pendidikan yang penting
sebagai fasilitator bagi peserta didik (Engkoswara dan Komariah, 2010: 62).
Kontribusi SDM dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan
memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam melaksanakan
tugas dan perannya agar dapat memberikan kontribusi optimal dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi, sehingga mereka dapat memberi sumbangan
yang makin meningkat bagi pencapaian tujuan (Suharsaputra, 2010: 153).
Masalah mutu atau kualitas menjadi keharusan dalam setiap elemen
kehidupan dalam menghadapi era globalisasi dimana mutu pendidikanpun
2
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
(Suharsaputra, 2010: 224). Sesungguhnya ada banyak sumber mutu
pendidikan seperti dikemukakan Sallis (2011: 30-31) yakni misalnya sarana
gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian
yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan
komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar dan anak
didik, kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor
tersebut.
Sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
dalam rangka mencapai mutu pendidikan, pemerintah menyusun Standar
Nasional Pendidikan (SNP) dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun
2005. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terbagi menjadi delapan standar yakni standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan.
Sesuai dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
ketercapaian tujuan pendidikan nasional bergantung pada kualitas sumber
daya manusia yang mengelolanya, salah satunya ialah pengawas pendidikan.
Untuk sekolah formal, maka pengawasan dilakukan oleh pengawas satuan
pendidikan atau pengawas sekolah.
Kedudukan pengawas dalam institusi pendidikan sangat strategis karena
melakukan penilaian sekaligus pembinaan terhadap kinerja guru, kepala
sekolah, dan staf administrasi dalam pengelolaan pendidikan di sekolah yang
merupakan upaya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional yang bermutu.
Pentingnya pengawas dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maka
ditetapkan standar profesi dan standar kinerja pengawas sekolah dalam
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas
3
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi
akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian
pengembangan, dan kompetensi sosial.
Pengawasan pendidikan sebagai suatu kegiatan strategis yang tidak
terpisahkan dalam manajemen pendidikan guna mencapai mutu pendidikan
seperti diungkapkan Laalisa (2011) bahwa pengawasan pendidikan
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar
dan mutu sekolah. Kemudian Sagala (2010: 144) juga mengemukakan bahwa
berhasil tidaknya pengawas sekolah melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya diukur dari penilaian kinerjanya dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya. Peningkatan mutu pendidikan adalah merupakan
salah satu tugas dari supervisor pendidikan atau pengawas sekolah (Imam
Setiyono, 2005).
Stolovitch dan Keeps (dalam Veithzal dkk., 2005: 14) berpendapat bahwa “Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta”. Maka dapat dikatakan kinerja merupakan pencapaian seseorang berkenaan
dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan
kepadanya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kinerja pengawas
menggambarkan pencapaian kerjanya dalam melakukan penjaminan mutu
pendidikan di sekolah sesuai dengan standar tugas pokoknya menjalankan
pengawasan akademik dan pengawasan manajerial.
Namun, kinerja pengawas sekolah justru dikeluhkan oleh para guru.
Pengawas justru dinilai menjadi penghambat sekolah dan guru untuk
melakukan terobosan dalam meningkatkan mutu dan layanan pendidikan di
masyarakat. Hal ini sangat timpang dengan fungsi pengawas dalam hal
supervisi pendidikan yang berperan memberikan kemudahan dan membantu
kepala sekolah dan guru mengembangkan potensi secara optimal (Wahyudi,
2009: 97). Padahal Iskandar Hasan (2011) menemukan bahwa seharusnya
4
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
terjadi peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Semakin banyak frekuensi supervisi akademik yang dilakukan pengawas
akan dapat meningkatkan kompetensi guru.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali Unal (2010) terhadap
pengawas pendidikan di Turki juga mengatakan bahwa pengawas belum
dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi kepala sekolah dan guru.
Hasil temuan mengindikasikan bahwa pengawas menilai dirinya sendiri
sebagai orang yang berpengetahuan luas, membantu guru dan kepala sekolah
dalam pendidikan, dan orang yang dapat memudahkan pekerjaan guru dan
kepala sekolah. Beberapa dari pengawas tersebut juga berpikiran bahwa
pekerjaan mereka didasarkan pada otoritas dan pelaporan. Persepsi diri
pengawas yang positif tersebut, berbanding terbalik dengan persepsi kepala
sekolah dan guru. Kepala sekolah dan guru berpendapat bahwa pengawas
sebagai orang yang selalu mencari kesalahan, angkuh, orang yang mencoba
menggunakan kompetensinya dibanding memberikan pengaruh positif bagi
mereka, orang yang tidak meningkatkan kemampuannya, dan orang yang
berpikir bahwa pekerjaannya hanyalah mengikuti aturan saja. Sehingga
terjadi perbedaan hasil persepsi pengawas sendiri dengan persepsi kepala
sekolah dan guru tentang pengawas.
Fathurrohman dan Suryana (2011: 143-145) bahkan mengungkapkan
saat ini posisi pengawas berada pada posisi yang tidak jelas sehingga profesi
pengawas tidak bergengsi di depan guru atau kepala sekolah. Sama halnya dikemukakan Prasetiyo (2012: 12) bahwa: “Penugasan pengawas ke sekolah tidak pernah didukung dengan biaya yang memadai sehingga sebagian beban
itu menjadi tanggungan sekolah. Akibatnya, wibawa pengawas di sekolah terganggu dengan dampak psikologis.” Pernyataan ini didukung temuan Laalisa (2011) atas penelitian yang dilakukan terhadap pengawas sekolah
dasar di Kota Bau-Bau bahwa memang penugasan pengawas sekolah belum
didukung anggaran yang memadai sehingga beberapa tujuan pengawasan
5
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
dasar di Kota Bau-Bau menyatakan bahwa sumber daya keuangan (anggaran)
kurang memadai.
Keberadaan pengawas sekolah juga sering dikeluhkan karena justru
sering mancari-cari kesalahan daripada mendukung sekolah dan para guru
yang mempunyai ide untuk melakukan terobosan. Para guru menjadi
terhambat dalam mengembangkan ide-ide kreatif atau berimprovisasi dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) karena indikator penilaian yang
dibuat pengawas tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Padahal
seharusnya pengawas melakukan supervisi dan memberikan bantuan kepada
kepala sekolah, guru, dan siswa dalam mengatasi persoalan yang dihadapi
selama proses pendidikan berlangsung di sekolah. Pengawas sekolah di
Indonesia berjumlah sekitar 23.000 orang. Setiap pengawas bertugas
mengawasi 10-15 sekolah atau setara 60 guru. Rolande H. Hofman, Guru
Besar Pendidikan Universitas Groningen Belanda, dalam suatu seminar di
Indonesia, mengatakan, dari hasil penelitiannya pengawas yang efektif dapat
mendorong performa sekolah. Artinya sebaliknya jika kinerja pengawas tidak
optimal maka berdampak pada performa atau mutu sekolah yang diawasinya
(www.nasional.kompas.com).
Pengawas diberikan wewenang dalam melaksanakan supervisi meliputi
supervisi akademik dan supervisi manajerial. Sesuai dengan PP Nomor 74
Tahun 2008 bahwa supervisi akademik merupakan fungsi pengawas yang
berkenaan dengn aspek pelaksanaan tugas pembinaan, pemantauan, penilaian
dan pelatihan profesional guru dalam merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan
melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada
pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru. Berkaitan
dengan implementasi supervisi akademik terhadap proses pembelajaran
tersebut, Ali Sudin (2008) mengungkap hasil penelitian yang dilaksanakan di
Sekolah Dasar se Kabupaten Sumedang bahwa pengawas melaksanakan
6
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
perencanaan atas tugas pokoknya tersebut. Temuan ini didukung data sebagai
berikut: (1) pelaksanaan pengelolaan pembelajaran sebesar 56,37% dalam
kategori cukup; (2) pelaksanaan akademik pembelajaran sebesar 41% dalam
kategori cukup; (3) pelaksanaan pengembangan profesi guru sebesar 35,97%
dalam kategori kurang; dan pelaksanaan supervisi pembelajaran sebesar
45,27% dalam kategori cukup. Dari hasil penelitian tersebut terindikasi
bahwa pengawas sekolah belum optimal dalam pelaksanaan supervisi
akademik terutama dalam pengembangan profesi guru yang masih dalam
kategori kurang. Bahkan dikatakan bahwa pembinaan yang diberikan
terhadap guru sangat tidak jelas karena pengawas kurang memahami apa
yang seharusnya disupervisi. Dengan demikian ada indikasi bahwa
kemampuan yang dipersyaratkan bagi pengawas sekolah belum sepenuhnya
terpenuhi.
Studi lain juga dilakukan oleh Suliadi (2009) di Malang yang
mengungkapkan bahwa supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah
termasuk dalam kategori rendah. Penelitian Mucthith (2011) bahkan
mengungkap bahwa model pembinaan pengawas sekolah sementara ini masih
belum intensif yang mengacu pada karakteristik pengangkatan, diklat, dan
penilaian kinerja (dalam Utari, 2012).
Perihal penjaminan mutu pendidikan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 bahwa setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan
nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan yang bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui SNP. Selanjutnya berdasarkan
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 dinyatakan bahwa penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan perlu dilakukan, salah satunya melalui
program akreditasi sekolah. SNP dijadikan sebagai acuan oleh seluruh
pengelola pendidikan di sekolah untuk mencapai standar minimal yang
ditetapkan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa
akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
7
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
dan jenis pendidikan. Jadi akreditasi pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan dilakukan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu
pada SNP guna mengupayakan penjaminan mutu pendidikan.
Berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan di sekolah yang
mengacu pada SNP, dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 mengenai
standar pengawas sekolah bahwa pengawas diharuskan memiliki kemampuan
untuk membantu kepala sekolah dengan memantau pelaksanaan standar
nasional pendidikan dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu
kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah. Akreditasi sekolah
adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau
program pendidikan yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk sertifikat
pengakuan dan peringkat kelayakan sekolah. Dapat dikatakan bahwa hasil
akreditasi mencerminkan kinerja seluruh pengelola pendidikan di sekolah
salah satunya adalah pengawas sekolah sebagai penjamin mutu pendidikan di
sekolah karena perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan menjadi
komitmen bersama sehingga menjadi tanggung jawab bersama termasuk
pengawas sekolah.
Akreditasi sekolah merupakan salah satu pengukur ketercapaian SNP
yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
(BAN-SM). Namun, hasil akreditasi yang dilakukan oleh BAN-SM terhadap sekolah
dasar di Kabupaten Magelang menunjukkan belum optimalnya pencapaian
SNP. Padahal sekolah dasar merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan
formal di Indonesia yang ditempuh dalam waktu enam tahun dan melandasi
jenjang pendidikan menengah. Hasil akreditasi sekolah dasar di Kabupaten
Magelang seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1
Hasil Akreditasi BAN-SM Jenjang Sekolah Dasar Kabupaten Magelang Tahun 2013
PERINGKAT AKREDITASI
KATEGORI AKREDITASI
JUMLAH
8
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
A Sangat Baik 128 18,85%
B Baik 530 78,06%
C Cukup Baik 21 3,09%
Total 679
(sumber: www.ban-sm.or.id)
Dari data tersebut terlihat bahwa peringkat akreditasi jenjang sekolah
dasar di Kabupaten Magelang rata-rata dalam peringkat B dalam kategori
baik sehingga dikatakan belum optimal memenuhi SNP yang dipersyaratkan.
Bahkan sekolah yang mencapai standar minimal yang diterapkan dengan
peringkat A hanya 18,85% dari total sekolah yang ada di Kabupaten
Magelang. Dari hasil ini tergambar bahwa penjaminan mutu pendidikan di
sekolah masih belum optimal. Pihak yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di sekolah ialah pengawas sekolah
sehingga secara tidak langsung hasil ini mencerminkan bagaimana pengawas
melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya di sekolah.
Tidak optimalnya kinerja pengawas artinya prestasi kerjanya kurang
baik yang dipengaruhi banyak hal, diantaranya faktor kemampuan kerja yang
dimiliki pengawas dan motivasi kerja seperti yang diformulasikan Vroom
(dalam Wahyudi 2009: 81) bahwa produktivitas yang diartikan sebagai
kinerja sebagai fungsi perkalian antara motivasi dan kemampuan. Jadi dapat
dikatakan bahwa kinerja pengawas dapat ditingkatkan jika kemampuan kerja
terpenuhi dan memiliki motivasi kerja tinggi.
Ornstone dan Shaw (Fathurrohman dan Suryana, 2011: 165)
mengemukakan bahwa ketentuan mengenai jabatan fungsional pengawas
sekolah merupakan upaya untuk menciptakan standar profesi dan standar
kinerja pengawas agar quality assurance pelaksanaan supervisi pendidikan
menjadi lebih jelas. Senada dengan pendapat Laalisa (2011) yang menyatakan
bahwa efektivitas pengawasan tidak terlepas dari standar mutu pengawas
sekolah yang ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar
9
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
nasional terdiri atas pengawas Taman Kanak-Kanak, pengawas Sekolah
Dasar, pemgawas mata pelajaran/rumpun mata pelajaran, pengawas
pendidikan luar biasa, dan pengawas bimbingan dan konseling (Buku Kerja
Pengawas, 2011: 7-8). Kinerja pengawas akan baik jika ia mempunyai
keahlian yang tinggi, artinya ia profesional dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya.
Jabatan pengawas merupakan jabatan fungsional yang strategis dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan, sehingga dituntut memiliki kemampuan
kerja yang dipersyaratkan untuk menjalankan fungsi dan tugasnya. Faktor
kemampuan ini bila tidak terpenuhi bisa menjadi penghambat pelaksanaan
tugas pengawas seperti Ali Sudin (2008) katakan bahwa “Faktor penghambat
dalam efektivitas pembinaan guru lebih kepada faktor pribadi; yakni
kemampuan para pengawas pendidikan untuk melaksanakan pembinaan
profesional guru secara efektif karena keterbatasan pengetahuan,
keterampilan, dan bahkan kepribadiannya.” Berarti jelas bahwa kemampuan
yang seharusnya dimiliki pengawas tidak sepenuhnya terpenuhi.
Selain kemampuan kerja, motivasi kerja juga berpengaruh terhadap
kinerja pengawas sesuai formulasi Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2009:
13) bahwa terdapat dua unsur yang menentukan performance yakni ability
(kemampuan) dan motivation. Motivasi menurut G.R. Terry (dalam
Sedarmayanti, 2010: 233) adalah keinginan yang terdapat pada seorang
individu yang merangsangnya melakukan tindakan. Berarti motivasi kerja
pengawas ialah keinginan yang menjadi dorongan dari dalam diri pengawas
untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengawas sekolah.
Pernyataan Ketua KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah)
se-Kabupaten Sumedang yang dikutip Ali Sudin (2008) mengatakan bahwa yang
memperburuk citra dan kinerja pengawas sekolah adalah latar belakang
pengawas yang tidak menguasai bidangnya serta tidak cukup memiliki
motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Dari pernyataan ketua
10
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
dengan kinerjanya yang dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan penguasaan
bidang kepengawasan atau kompetensi kerja pengawas dan kurangnya
motivasi kerja dalam menjalankan tugas kepengawasan.
Namun, pengawas sendiri menemukan beberapa kelemahan dalam
melaksanakan kepengawasan diantaranya berupa guru kelas yang tidak
mengacu pada kurikulum untuk materi yang diajarkan, ketidakmampuan
dalam menganalisis materi, ketidakmapuan guru kelas dalam menganalisis
hasil evaluasi belajar anak didik, dan ketidakmampuan dalam menyajikan
materi dengan baik. Selain itu, yang juga menjadi hambatan dalam
pelaksanaan tugas kepengawasan ialah masalah anggaran untuk pelaksanaan
pengawasan sekolah dasar maka direkomendasikan adanya peningkatan
anggaran dari Dinas Pendidikan (Laalisa, 2011). Arikunto, Suyanto, dan
Raharja (2006) juga menemukan hambatan dari segi lingkungan atau kultur
sekolah sebagai komponen objek pengawasan yang belum tergarap intensif.
Kinerja menjadi hal yang penting bagi pengawas dalam melaksanakan
pengawasan pendidikan di sekolah yang dapat dipengaruhi oleh dua unsur
yakni kemampuan berupa kompetensi kerja dan juga faktor motivasi kerja.
Oleh karena itu kinerja pengawas sekolah dalam sebuah lembaga pendidikan
menarik untuk diteliti karena pengawas sebagai supervisor pendidikan yakni
pihak yang menjaga mutu pendidikan sesuai standar tugas pokok pengawas di
sekolah harus memiliki kemampuan kerja yang sesuai dan memiliki motivasi
kerja. Pengawas sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Magelang terdiri dari pengawas TK/RA, pengawas
SD/MI, pengawas SMP/MTs, pengawas SMA/MA, dan pengawas
SMK/MAK. Pengawas SD dalam lingkup Kabupaten Magelang berjumlah 45
orang yang berkentor di 21 Unit Pelaksana Teknis Disdikpora (UPTD)
Kecamatan yang melakukan pengawasan terhadap 1.516 guru se-Kabupaten
Magelang (sumber: Disdikpora Kabupaten Magelang).
Sesuai arah kebijakan nasional serta memperhatikan masalah dan
11
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Pemerintah Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah menetapkan prioritas
program pembangunan pendidikan yakni perluasan dan pemerataan akses
pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, dan pengembangan manajemen
sekolah dengan menerapkan prinsip good governance
(www.magelang2.magelangkab.go.id). Jelas dicantumkan dalam Buku Kerja
Pengawas (2011: 1) bahwa peningkatan mutu pendidikan di sekolah menjadi
bagian dari peran strategis pengawas sekolah sebagai salah satu tenaga
kependidikan. Suhardan (2007) menegaskan hal ini dengan pernyataannya, “Sistem kepengawasan yang tidak profesional merupakan salah satu mata rantai penyebab rendahnya mutu pendidikan nasional.”
Berdasarkan uraian fenomena-fenomena di atas maka peneliti tertarik
untuk membuktikan apakah faktor kemampuan kerja dan motivasi kerja
memang berkontribusi terhadap kinerja pengawas di lingkungan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang Jawa Tengah dengan
mengadakan penelitian berjudul “Kontribusi Kemampuan Kerja dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Pengawas Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang.”
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan, masalah yang dapat
diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pengawas dalam pelaksanaan
12
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Gambar 1.1
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengawas
2. Dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas,
tampak bahwa permasalahan yang muncul bersumber dari dalam diri
pengawas sekolah itu sendiri artinya dari faktor internal yakni
kemampuan kerja dan motivasi kerja pengawas.
3. Masih adanya pengawas yang tidak menguasai bidangnya sehingga
memperburuk citra dan kinerja pengawas sekolah di mata guru, kepala
sekolah, dan pihak sekolah lainnya.
4. Masih banyaknya pengawas yang kinerjanya dikeluhkan karena justru
dinilai menjadi penghambat sekolah dan guru untuk melakukan
terobosan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Berbagai masalah yang telah dipaparkan selanjutnya dirumuskan dalam
bentuk kalimat tanya yang menggambarkan variabel-variabel yang diteliti dan
keterkaitan antarvariabel tersebut. Rumusan masalah merupakan suatu
pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data.
Rumusan masalah harus didasarkan pada masalah penelitian (Sugiyono,
2011: 58).
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Kinerja
Pengawas Motivasi Kerja
Kemampuan Kerja
Kompensasi
Lingkungan Nilai-nilai
(values) Kejelasan peran
13
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
1. Bagaimana gambaran kinerja pengawas sekolah dasar di lingkungan
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang?
2. Bagaimana gambaran kemampuan kerja pengawas sekolah dasar di
lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang?
3. Bagaimana gambaran motivasi kerja pengawas sekolah dasar di
lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang?
4. Seberapa besar kontribusi kemampuan kerja terhadap kinerja pengawas
sekolah dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Magelang?
5. Seberapa besar kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja pengawas
sekolah dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Magelang?
6. Seberapa besar kontribusi kemampuan kerja dan motivasi kerja secara
simultan terhadap kinerja pengawas sekolah dasar di lingkungan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan rumusan kalimat yang menunjukkan adanya
sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai (Arikunto, 2006: 58).
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dibagai
menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data
dan informasi mengenai kemampuan kerja dan motivasi kerja yang
dimiliki pengawas yang berkontribusi terhadap kinerja pengawas sekolah
dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang.
14
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Secara khusus penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui gambaran kinerja pengawas sekolah dasar di
lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang.
b. Untuk mengetahui gambaran kemampuan kerja pengawas sekolah
dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Magelang.
c. Untuk mengetahui gambaran motivasi kerja pengawas sekolah dasar
di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang.
d. Untuk menganalisa kontribusi kemampuan kerja terhadap kinerja
pengawas sekolah dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Magelang.
e. Untuk menganalisa kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja
pengawas sekolah dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Magelang.
f. Untuk menganalisa kontribusi kemampuan kerja dan motivasi kerja
secara simultan terhadap kinerja pengawas sekolah dasar di
lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan kelanjutan dari tujuan penelitian apabila
peneliti telah selesai mengadakan penelitian dan memperoleh hasil (Arikunto,
2006: 60). Dari hasil penelitian ini nantinya penulis berharap ada manfaat
yang akan diperoleh baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan tambahan wawasan berpikir ilmiah sehingga dapat
15
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Administrasi Pendidikan khususnya mengenai kinerja pengawas sekolah
dilihat dari faktor kemampuan yakni kemampuan kerja dan faktor
motivasi kerja yang dimiliki pengawas.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dan
pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam hal pemecahan
masalah di dunia pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan khususnya tingkat Sekolah Dasar terutama dalam hal
kinerja pengawasnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Magelang dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah khususnya
pengawas Sekolah Dasar.
c. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
para guru dan kepala sekolah yang memiliki keinginan untuk
menjadi pengawas sekolah.
d. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan
awal tentang kinerja pengawas yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman sebagai peneliti.
e. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan untuk melaksanakan penelitian dengan cakupan yang lebih
luas dan mendalam mengenai kinerja pengawas.
E. Struktur Organisasi Tesis
Penyusunan tesis ini dibagi dalam lima bab. BAB I adalah Pendahuluan
yang merupakan bagian awal dari tesis dan berisi latar belakang penelitian,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
16
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
BAB II merupakan Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis
Penelitian. Kajian pustaka terdiri atas konsep-konsep atau teori-teori atas
variabel yang dikaji dalam penelitian yakni konsep tentang kinerja pengawas,
kemampuan kerja pengawas, dan motivasi kerja pengawas. Selain
konsep-konsep atau teori-teori, dalam kajian pustaka juga terdapat penelitian
terdahulu yang relevan. Selanjutnya dalam Bab ini juga disajikan kerangka
pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III adalah Metodologi Penelitian yang terdiri dari lokasi dan
populasi penelitian, desain penelitian, definisi operasional, instrumen
penelitian beserta proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data,
dan analisis data.
BAB IV merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan yakni berisi
deskripsi dari temuan yang diperoleh di lapangan, pengujian hipotesis, dan
pembahasan hasil sesuai konsep yang digunakan.
BAB V adalah bab penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan
Rekomendasi yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Populasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Magelang yang beralamat di kompleks Kantor Bupati
Magelang, Jl. Letnan Tukiyat, Kota Mungkid, Magelang, Jawa Tengah.
Namun, pengawas Sekolah Dasar berkantor di setiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Magelang, maka penelitian dilakukan di 21 UPT Disdikpora
Kecamatan dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Pengawas Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang
UPT Disdikpora Jumlah Pengawas SD
Kecamatan Bandongan 2
Kecamatan Borobudur 2
Kecamatan Candimulyo 3
Kecamatan Dukun 2
Kecamatan Grabag 3
Kecamatan Kajoran 2
Kecamatan Kaliangkrik 2
Kecamatan Mertoyudan 3
Kecamatan Mungkid 1
Kecamatan Muntilan 3
Kecamatan Ngablak 2
Kecamatan Ngluwar 1
Kecamatan Pakis 2
Kecamatan Salam 2
Kecamatan Salaman 2
Kecamatan Sawangan 3
Kecamatan Secang 2
Kecamatan Srumbung 2
Kecamatan Tegalrejo 2
Kecamatan Tempuran 2
Kecamatan Windusari 2
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian” (Arikunto, 2006: 108). Senada dengan pendapat Sugiyono (2011: 119) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Pengawas sekolah dasar (SD) di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah yang selanjutnya
disebut sebagai responden berjumlah 45 orang. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh pengawas sekolah dasar (SD) berjumlah
45 orang maka disebut penelitian populasi. Sesuai pendapat Arikunto (2006: 134) bahwa “Sebagai ancer-ancer apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.”
B. Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2011: 11) diartikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data mengginakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011: 3).
Metode penelitian yang dipilih mengarahkan peneliti untuk melaksanakan
penelitian sesuai dengan langkah yang tepat untuk memecahkan masalah.
Metode penelitian ini ialah metode deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan
menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik
mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian deskriptif
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk
difahami dan disimpulkan (Azwar, 2007: 6-7).
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan setiap variabel
menjadi lebih operasional dalam penelitian ini. Definisi operasional untuk
setiap variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kinerja pengawas (Y) adalah kesesuaian kemampuan kerja yang
diperlihatkan oleh pengawas untuk memeroleh hasil kerja yang optimal
dalam pelaksanaan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada
level Sekolah Dasar (SD) dibandingkan dengan standar tugas pokok
pengawasan yang dipengaruhi faktor kemampuan (ability) dan motivasi
(motivation) yang diukur dari dimensi usaha yang dicurahkan,
kemampuan individual, dan dukungan organisasional.
2. Kemampuan kerja pengawas (X1) adalah seperangkat pengetahuan
(knowledge) dan keterampilan (skill) yang dimiliki pengawas sekolah
dasar (SD) untuk melakukan pekerjaannya dengan baik meliputi
kemampuan melakukan supervisi akademik dan kemampuan supervisi
manajerial. Kemampuan kerja pengawas mencakup kemampuan
mengembangkan orang, kemampuan merancang dan mengembangkan
kurikulum, kemampuan meningkatkan pengajaran di kelas, kemampuan
melakukan kerjasama, kemampuan mengadakan pengembangan staf, dan
kemampuan administratif.
3. Motivasi kerja pengawas (X2) merupakan dorongan dari dalam diri
pengawas Sekolah Dasar (SD) untuk giat bekerja dan melaksanakan
pekerjaan, tugas, dan tanggung jawabnya yang terlihat pada unjuk
kerjanya. Motivasi kerja pengawas dipengaruhi oleh faktor higiene dan
faktor motivator.
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka
harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian dinamakan
instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,
2011: 147-148).
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau
angket. Untuk instrumen angket atau kuesioner ini digunakan analisis statistik
kuantitatif sehingga data harus berupa angka. Untuk setiap pernyataan
diberikan nilai atau skor berdasarkan skala Likert yang dimodifikasi sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Skala Likert
Alternatif Jawaban Skor untuk pernyataan
Selalu (SL) 4
Sering (SR) 3
Jarang (JR) 2
Tidak Pernah (TP) 1
Dalam menyusun instrumen penelitian dalam hal ini berupa kuesioner
atau angket, maka peneliti perlu menyusun sebuah rancangan penyusunan instrumen yang dikenal dengan istilah “kisi-kisi”. Menurut pengertiannya, kisi-kisi adalah sebuah tabel yang menunjukkan hubungan antara hal-hal yang
disebutkan dalam baris dengan hal-hal yang disebutkan dalam kolom.
Kisi-kisi penyusunan instrumen menunjukkan kaitan antara variabel yang diteliti
dengan sumber data darimana data akan diambil, metode yang digunakan,
dan instrumen yang disusun (Arikunto, 2006: 162).
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Kinerja Pengawas (Y)
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item
- Kinerja sebagai ukuran kesuksesan dalam Veithzal dkk., 2005: 15; Kirkpatrick dan Nixon dalam Sagala, 2010: 179; dan Wibowo: 2009: 7).
- Moeheriono (2009: 60) menjabarkan kinerja dan manajerial pada level Sekolah Dasar (SD) yang diukur dari dimensi usaha yang dicurahkan,
a. Motivasi Memotivasi guru dan kepala sekolah.
Pengakuan dan penghargaan.
Mengusahakan prestasi sekolah binaan.
1, 2
3 4, 5
b. Etika Kerja Kerapihan dalam bekerja.
Metode Kerja
6 7 c. Kehadiran Tepat waktu.
Kehadiran dalam tugas.
8
Evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan.
suatu program kegiatan
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis organisasi.
- Mathis dan Jackson (2006: 113-114) menyatakan bahwa ada tiga faktor utama yang memengaruhi bagaimana individu yang ada dalam organisasi bekerja untuk
a. Bakat Sebagai mediator.
Komunikasi.
Terbuka terhadap kritik.
19
c. Standar Kinerja Berpedoman pada buku kerja pengawas.
Penyampaian laporan hasil pelaksanaan tugas.
Melakukan pembinaan kepada guru dan kepala sekolah.
Melakukan pemantauan pelaksanaan SNP.
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor Item Membantu kepala sekolah
melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS).
Membantu kepala sekolah mempersiapkan akreditasi sekolah.
29
30
d. Manajemen dan Rekan Kerja.
Working in group.
Aktif dalam asosiasi pengawas sekolah.
Mendampingi kegiatan KKG-MGMP dan KKKS dan MKKKS.
31 32
33
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Kemampuan Kerja Pengawas (X1)
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item
- Menurut Gibson (dalam Suharsaputra, 2010: 147) ditekankan oleh Zane K. Quible (dalam sekolah dasar (SD) untuk melakukan pekerjaannya
Mampu membantu guru mendesain pengalaman belajar untuk siswa.
Mampu mendorong kepala sekolah mengembangkan dirinya.
Mampu membantu guru dan kepala sekolah
mengembangkan kemampuan mereka.
Mampu mendorong guru dan kepala sekolah merefleksikan
Mampu bekerjasama dengan guru dan kepala sekolah dalam mengembangkan kurikulum.
Sebagai sumber informasi adanya perubahan atau perbaikan kurikulum.
Mampu memberikan solusi
5
6, 7
seseorang dapat kemampuan mengadakan konkrit terhadap
permasalahan pelaksanaan
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item
melakukan pekerjaan, bakat akan peran dalam membantu melaksanakan skill areas of supervision yang harus dimiliki
Mampu memahami berbagai bidang studi dan
perkembangannya yang relevan di sekolah.
Mampu membantu guru menyusun silabus dan RPP.
Mampu membantu guru memperkaya materi sesuai tingkatan kelas.
Menguasai teori dan konsep pembelajaran.
Mampu membantu guru memahami dan memilih teknik pembelajaran.
Mampu menyusun kriteria dan indikator keberhasilan.
Mengembangkan Kurikulum).
c. Improving classroom
Mampu membimbing guru dalam menyusun PTK.
18
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item
Mampu bekerja dalam kelompok.
Mampu menjadi public relation bagi sekolah.
Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas sekolah. kepala sekolah dan guru.
Mampu merencanakan kegiatan pengembangan kepala sekolah dan guru.
Mampu menilai kinerja kepala sekolah dan guru.
Memiliki ketajaman dalam melihat potensi seluruh
Administratif. bekerja dan mampu memberikan saran
pemecahan masalah kepada guru dan kepala sekolah.
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item Mampu membimbing
pengelolaan administratif kepala sekolah dan guru.
Mampu memantau pelaksanaan SNP.
29
30, 31
Tabel 3.5
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Motivasi Kerja (X2)
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item dan Tanjung, 2004: 12; dan GR Terry dalam Hasibuan, 2005: 145).
- Berdasarkan teori yang dikemukakan Frederick
Motivasi kerja (X2) merupakan dorongan dari dalam diri pengawas Sekolah Dasar (SD) untuk giat bekerja dan melaksanakan pekerjaan,
a. Gaji. Besarnya tunjangan fungsional.
Aman dan nyaman bekerja. 4
c. Kondisi Kerja. Kerapihan tempat kerja.
Ketepatan waktu.
Kemandirian dalam bekerja.
5 6 7 d. Status. Diakui keberadaannya
sebagai pengawas.
8, 9
e. Prosedur Kerja. Merencanakan, mengupayakan dan mengusahakan semua pekerjaan.
Berpedoman pada buku kerja pengawas sekolah.
10, 11
Herzberg (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2007; dan Mathis & Jackson, 2006) mengasumsikan dua faktor dalam motivasi yakni faktor higiene dan
Konsisten dalam
Menjalin kerjasama dengan kepala sekolah dan guru.
14
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item
faktor motivator. Terjalin keakraban (tanpa
gap) dengan guru dan kepala sekolah.
15
2. Motivator (satisfier)
a. Pencapaian. Berusaha untuk mencapai prestasi dalam bekerja.
Bangga dengan prestasi yang diperoleh.
Memiliki target keberhasilan.
16
17
18 b. Pengakuan. Penghargaan atas prestasi.
Diterima dan dihormati di tempat kerja.
Komitmen pada tugas.
Optimis/tidak mudah menyerah.
22 23,24
25
d. Kemajuan. Peduli pada tujuan organisasi.
Cepat, tepat, dan proaktif. 28, 29 e. Pekerjaan itu
sendiri.
Pekerjaan sebagai pengawas memiliki arti bagi diri pengawas.
30
f. Kemungkinan untuk tumbuh.
Kesempatan untuk mengembangkan kemampuan.
31
Definisi Konseptual Definisi Operasional Dimensi Aspek Indikator Nomor
Item Kesempatan promosi jabatan.
Percaya diri.
32 33
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
E. Pengembangan Instrumen Penelitian
Untuk memeroleh kuesioner dengan hasil yang mantap adalah dengan
proses uji coba atas kuesioner yang telah disusun (Arikunto, 2006: 226).
Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum
instrumen kuesioner tersebut diberikan kepada responden, maka perlu diuji
validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu (Sugiyono, 2009: 203).
Uji coba instrumen dilakukan kepada 10 orang pengawas Sekolah Dasar
di Kabupaten Bandung Barat yakni di luar populasi dengan pertimbangan
memiliki karakteristik mendekati karakteristik populasi yakni pengawas
sekolah dasar di lingkungan Kabupaten dimana pengawas berkantor di Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan di setiap Kecamatan. Seperti
dikemukakan Arikunto (2006: 210) bahwa apabila dimungkinkan sebaiknya
subjek uji coba diambilkan dari populasi yang nantinya tidak akan dikenai
penelitian artinya boleh mengambil dari luar populasi dengan syarat bahwa
ciri-cirinya sama atau hampir sama dengan ciri-ciri populasi yang akan
diselidiki misalnya kesamaan kebudayaan, adat-istiadat, agama, cara hidup,
dan sebagainya yang paling banyak memengaruhi data penelitian.
1. Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,
2009: 173). Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen
yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto, 2006: 168).
Untuk menguji validitas butir soal digunakan korelasi product moment
dengan rumus sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = Jumlah responden
untuk memudahkan penghitungan maka digunakan program SPSS
(Statistical Product and Service Solution) PASW Statistic 18.
Instrumen penelitian diujicobakan kepada 10 orang responden
dengan hasil uji validitas menggunakan SPSS 18.0 sebagai berikut:
Tabel 3.6
Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Pengawas (Y)
Nomor Butir
Pearson
Correlation N r tabel Validitas Keterangan
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Correlation N r tabel Validitas Keterangan
24 0,876 10 0,632 Valid
Hasil pengujian r dikonsultasikan terhadap r product moment atau r tabel.
Berdasarkan nilai r product moment untuk 10 responden uji coba pada
taraf signifikansi 5% ialah 0,632. Dari pengujian ini diperoleh hasil
bahwa dari 35 butir kuesioner variabel Kinerja Pengawas (Y) 5 butir
dinyatakan tidak valid yakni butir nomor 2, 6, 17, 25, dan 31.
1) Nomor 2 diperbaiki menjadi “Mendukung guru yang dibina untuk meningkatkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi”. 2) Nomor 6 diperbaiki menjadi “Bekerja dalam lingkungan kerja
yang rapi dan teratur”.
3) Nomor 17 dihapus karena kurang esensial dengan aspek yang ada
dan telah terwakili dengan butir nomor 18 dalam satu indikator
yang sama.
4) Nomor 25 dihapus karena kurang esensial dan kurang relevan
dengan aspek yang ada.
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Sementara itu, hasil pengujian validitas butir angket untuk variabel
Kemampuan Kerja (X1) menunjukkan bahwa dari 44 butir pernyataan
dinyatakan 7 butir tidak valid yaitu butir nomor 7, 14, 22, 25, 33, 37, dan
44.
Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Variabel Kemampuan Kerja (X1)
Nomor Butir
Pearson
Correlation N r tabel Validitas Keterangan
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
39 0,690 10 0,632 Valid
40 0,940 10 0,632 Valid
41 0,690 10 0,632 Valid
42 0,901 10 0,632 Valid
43 0,804 10 0,632 Valid
44 0,230 10 0,632 Tidak Valid Diperbaiki
1) Nomor 7 diperbaiki menjadi “Menganalisis kebutuhan pengembangan kemampuan guru dan kepala sekolah.”
2) Nomor 14 diperbaiki menjadi “Mengupayakan kegiatan pelatihan
bagi guru dan kepala sekolah.”
3) Nomor 22 diperbaiki menjadi “Membimbing guru dalam memahami prosedur penyusunan RPP yang benar.”
4) Nomor 25 dihapus kurang esensial dengan aspek yang ada dan
telah terwakili dengan butir nomor 24 dalam satu indikator yang
sama.
5) Nomor 33 diperbaiki menjadi “Melakukan penelitian untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan tugas kepengawasan”.
6) Nomor 37 dihapus karena kurang esensial dengan aspek yang ada
dan telah terwakili butir nomor 35 dan 36 dalam satu indikator
yang sama.
7) Nomor 44 diperbaiki menjadi “Menjadi anggota aktif dalam kelompok kerja pengawas”.
Namun, karena terjadi perubahan kisi-kisi instrumen untuk variabel
kemampuan kerja (X1) maka terdapat perubahan dalam penyusunan
nomor butir.
Sedangkan pengujian validitas terhadap 34 butir pernyataan
variabel Motivasi Kerja (X2) terdapat 5 butir yang dinyatakan tidak valid
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja (X2)
Nomor Butir
Pearson
Correlation N r tabel Validitas Keterangan
1 0,273 10 0,632 Tidak Valid Dihapus
Correlation N r tabel Validitas Keterangan
6 0,870 10 0,632 Valid
1) Nomor 1 dihapus karena tidak esensial dan kurang sesuai dengan
aspek yang ada.
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
3) Nomor 12 diperbaiki menjadi “Mengupayakan dan mengusahakan prestasi tinggi dalam bekerja” dan menjadi butir nomor 11 dalam angket penelitian.
4) Nomor 20 diperbaiki menjadi “Menerima penghargaan dari atasan atas prestasi yang diperoleh” dan menjadi butir nomor 19 dalam angket penelitian.
5) Nomor 34 diperbaiki menjadi “Percaya pada kemampuan diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaan” dan menjadi butir nomor 33 dalam angket penelitian.
2. Uji Reliabilitas
Secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti tahan uji atau
dapat dipercaya. Sebuah alat evaluasi dipandang reliabel (reliable) atau
tahan uji, apabila memiliki konsistensi atau keajegan hasil (Syah, 2008:
145). Jadi reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Uji reabilitas instrumen
dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha Cronbach atau Rumus
Alpha karena digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang
skornya bukan 1 dan 0 yakni untuk angket (kuesioner) dengan rumus:
(
∑
)
Keterangan :
rII = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑ = Jumlah varian butir
σ2
t = Varians total
(Arikunto, 2006: 196).
Harga r11 dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Instrumen
dikatakan reliabel jika r II > r tabel dan sebaliknya jika r II < r tabel instrumen
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
Tabel 3.9 Interpretasi Nilai r
Besarnya nilai r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Antara 0,600 sampai dengan 0,799 Antara 0,400 sampai dengan 0,599 Antara 0,200 sampai dengan 0,399 Antara 0,000 sampai dengan 0,199
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
(Arikunto, 2006: 75)
Pengukuran reliabilitas instrumen yang diujicobakan pada 10 orang
responden di luar populasi dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach
pada taraf signifikansi 5% menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3.10
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Variabel rII Interpretasi
Y 0,975 Sangat Tinggi X1 0,978 Sangat Tinggi
X2 0,973 Sangat Tinggi
Dari hasil uji reliabilitas tersebut dapat disimpulkan bahwa angket yang
telah diujicobakan memiliki reliabilitas sangat tinggi sehingga memenuhi
syarat untuk digunakan sebagai instrumen penelitian terhadap populasi yang
telah ditentukan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik tertentu bertujuan
untuk mengungkap fakta mengenai variabel-variabel yang diteliti (Azwar,
2007: 36 dan 91). Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Angket (Kuesioner)
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
Merinda Noorma Novida Siregar, 2013
responden untuk dijawab. Kuesioner dapat berupa pertanyaan tertutup
atau terbuka (Sugiyono, 2011). Angket merupakan suatu bentuk
instrumen pengumpulan data yang sangat fleksibel dan relatif mudah
digunakan (Azwar, 2007: 101). Dalam penelitian ini, angket digunakan
sebagai instrumen utama untuk memeroleh data penelitian.
Dalam penelitian ini angket yang digunakan ialah angket tertutup
berupa pernyataan yang harus dijawab oleh responden dan jawabannya
telah disediakan sehingga responden tinggal memilih. Dipandang dari
bentuknya, angket berupa rating scale (skala bertingkat) yakni sebuah
pernyataan yang diikuti kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan dari
mulai Selalu, Sering, Jarang, dan Tidak Pernah (Arikunto, 2006: 152).
Angket digunakan untuk mengukur setiap variabel dalam penelitian
yakni Kinerja Pengawas (Y), Kemampuan Kerja Pengawas (X1), dan
Motivasi Kerja Pengawas (X2). Angket dipilih dengan pertimbangan
sebagai berikut:
a. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
b. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya
masing-masing dan menurut waktu senggang responden.
c. Akan mendapatkan jawaban yang relatif seragam sehingga
memudahkan analisis data.
d. Pengumpulan data lebih efisien dalam hal waktu, tenaga, dan biaya.
2. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data merupakan suatu proses
yang digunakan mengumpulkan data bila penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden
yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2009: 203).
Berdasarkan segi instrumentasi yang digunakan maka observasi yang
dilakukan dalam penelitian ini termasuk dalam observasi tidak terstruktur