• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIM."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

2.4 Kemampuan Generalisasi Matematis ... 26

2.5 Model Pembelajaran Inkuiri ... 28

2.6. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 37

2.7 Pembelajaran Konvensional ... 39

2.8 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 40

2.9 Teori Belajar yang Mendukung ... 42

(2)

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Hasil Pengolahan Data ... 78

4.1.1 Hasil Pretes Kemampuan Analogi Matematis dan Generalisasi Matematis ... 80

4.1.2 Peningkatan Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 86

4.1.3 Peningkatan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 94

4.1.4 Analisis Sikap Siswa terhadap Matematika... 100

4.1.5 Lembar Observasi ... 108

4.1.6 Lembar Isian Guru ... 113

4.1.7 Rangkuman Hasil Penelitian ... 114

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 115

4.2.1 Peningkatan Kemampuan Analogi Matematis ... 115

4.2.2 Peningkatan Kemampuan Generalisasi Matematis ... 116

4.2.3 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 117

4.2.4 Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 119

4.2.4 Aktivitas Guru dan Siswa ... 123

4.2.5 Deskripsi Tanggapan Guru terhadap Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 125

(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 127

5.2 Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 130

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol ...

51

3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis ... 52

3.3 Kriteria Penilaian Kemampuan Generalisasi Matematis ... 53

3.4 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 56

3.5 Klasifikasi Reliabilitas ... 57

3.6 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ... 58

3.7 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 59

3.8 Aturan Pemberian Skor Item Skala Sikap ... 60

3.9 Hasil Uji Validitas Kemampuan Analogi Matematis ... 64

3.10 Hasil Uji Validitas Kemampuan Generalisasi Matematis ... 64

3.11 Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematis ... 65

3.12 Daya Pembeda Kemampuan Generalisasi Matematis ... 66

3.13 Tingkat Kesukaran Butir Soal Analogi Matematis ... 66

3.14 Tingkat Kesukaran Butir Soal Generalisasi Matematis ... 66

3.15 Hasil Uji Validitas Skala Sikap ... 68

3.16 Klasifikasi Gain ... 73

4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Analogi Matematis ... 78

4.2 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Generalisasi Matematis ... 79

4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Analogi Matematis ... 81

4.4 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis ... 82

4.5 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Analogi Matematis ... 83

4.6 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis ... 83

4.7 Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Analogi Matematis ... 85

(5)

Matematis Menurut Model Pembelajaran dan Kategori

Kemampuan Siswa ... 4.10 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi

Matematis ... 89 4.11 Uji Homogenitas Variansi Gain Ternormalisasi Kemampuan

Analogi Matematis ... 90 4.12 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi

Matematis Menurut Model Pembelajaran dan Kategori

Kemampuan Siswa ... 91 4.13 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi

Matematis Menurut Kategori Kemampuan Siswa ... 93 4.14 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi

Matematis ... 94 4.15 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi

Matematis ... 95 4.16 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan

Generalisasi Matematis Menurut Model Pembelajaran dan

Kategori Kemampuan Siswa ... 96 4.17 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi

Matematis Menurut Model Pembelajaran dan Kategori

Kemampuan Siswa ... 97 4.18 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi

Matematis Menurut Kategori Kemampuan Siswa ... 100 4.19 Statistik Deskriptif Skala Sikap Siswa Menurut Model

Pembelajaran dan Kategori Siswa ... 101 4.20 Uji Normalitas Skala Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 103 4.21 Uji Homogenitas Varians Skala Sikap Siswa Terhadap

Matematika ... 104 4.22 Analisis Varians Skala Sikap Siswa Menurut Model Pembelajaran

(6)

Siswa ... 4.24 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Selama Pembelajaran dengan

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 109 4.25 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran dengan

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 111

(7)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Hal

4.1 Diagram Perbandingan Rataan Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...

102

4.2 Diagram Batang Perkembangan Aktivitas Guru pada Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ...

110

4.3 Diagram Batang Perkembangan Aktivitas Siswa pada Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ...

(8)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 225

2. Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 229

3. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa... 233

4. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa... 238

5. Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 241

6. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 244

7. Kisi-Kisi Angket Sikap Siswa terhadap Matematika ... 247

8. Angket Sikap Siswa terhadap Matematika ... 248

9. Lembar Observasi Guru ... 250

10. Lembar Observasi Siswa ... 252

11. Lembar Isian Guru... 253

LAMPIRAN C. UJI COBA INSTRUMEN 1. Data Uji Coba Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 257

2. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 258

3. Data Uji Coba Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 262

4. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 263

5. Data Uji Coba Angket Skala Sikap Siswa terhadap Matematis Siswa ... 267 6. Transformasi Skala Sikap ... 269

(9)

1. Skor Kemampuan Awal Matematis Siswa ... 276

2. Data Pretes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 278

3. Data Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 280

4. Data Postes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 282

5. Data Postes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 284

6. Perhitungan Data dan Uji Statistik Pretes ... 286

7. Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis Siswa ... 289

8. Perhitungan Data dan Uji Statistik Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis ... 291

9. Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ... 293

10. Perhitungan Data dan Uji Statistik Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi Matematis ... 295

11. Transformasi Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ... 298

12. Perhitungan Data dan Uji Statistik Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 304 13. Analisis Lembar Observasi Guru ... 307

14. Analisis Lembar Observasi Siswa ... 308

LAMPIRAN E. UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN 1. Jadwal Penelitian ... 311

2. Foto-Foto Penelitian ... 312

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya, politik, dan lingkungan. Perubahan tersebut terjadi karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, mempersempit ruang dan waktu sehingga informasi di bagian dunia mana pun dengan mudah dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Dengan demikian, manusia dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Cara berpikir tersebut dapat dikembangkan melalui mata pelajaran matematika (Depdiknas, 2006).

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1989) mengungkapkan bahwa belajar dan menggunakan matematika adalah aspek yang penting dari keseluruhan kurikulum sekolah. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila matematika merupakan mata pelajaran yang terdapat dalam setiap jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Adapun tujuan matematika diberikan kepada siswa menurut NCTM (2000) yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan: belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); belajar untuk

(11)

Hal tersebut menjadi acuan Depdiknas (2006) dalam menyusun tujuan pembelajaran matematika di Indonesia yaitu diantaranya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika; mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi; mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Upaya untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran matematika bukanlah hal yang mudah. Diperlukan suatu usaha dari semua pihak, baik dari guru maupun dari siswa itu sendiri. Salah satu aspek penting yang tertera dalam tujuan pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran. Aplikasi penalaran sering ditemukan dalam proses pembelajaran matematika, karena materi matematika dan penalaran matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini menunjukkan bahwa matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika (NCTM, 1989). Nasoetion (Priatna, 2003) menyebutkan bahwa manfaat melakukan penalaran dalam pembelajaran matematika yaitu, dari hanya yang sekedar mengingat fakta, aturan, prosedur kepada kemampuan pemahaman.

(12)

dan mengekspresikan gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Orang-orang yang menggunakan nalar dan berpikir secara analitis cenderung memperhatikan pola-pola, struktur, atau keteraturan-keteraturan baik itu dalam situasi-situasi dunia nyata maupun dalam objek simbolis.

Dikenal dua macam penalaran dalam matematika yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Copi (Sumarmo, 1987) menyatakan bahwa penalaran deduktif adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Penalaran deduktif meliputi modes ponens, modus tollens, sillogisme hipotetik, dan silogisme dengan kuantifikasi. Sedangkan penalaran induktif didefinisikan sebagai proses penalaran dari hal khusus ke yang umum. Dengan kata lain, penalaran induktif memerlukan pengamatan contoh-contoh khusus yang dapat menyebabkan suatu pola utama atau aturan. Penalaran induktif meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal.

Analogi menurut Shurter dan Pierce (Sumarmo, 1987) yaitu penalaran yang dari satu hal tertentu kepada satu hal lain yang serupa kemudian menyimpulkan apa yang benar untuk satu hal juga akan benar untuk hal lain. Hal senada juga diungkapkan Mundiri (2010) yang menyatakan bahwa analogi merupakan proses penalaran dari satu fenomena menuju ke fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama juga akan terjadi pada fenomena yang lain.

(13)

dengan pendapat Mundiri (2010) yang menyatakan bahwa generalisasi sebagai proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.

Mengingat bahwa kemampuan analogi dan generalisasi sangat penting maka perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam proses pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama. Sebagaimana yang diungkapkapkan oleh Hudoyo (Rahman, 2004) yang menyatakan bahwa proses generalisasi merupakan aspek atau bagian yang essensial dari berpikir matematis. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Priatna (2003) yang mengungkapkan manfaat dari mengidentifikasi atau menemukan suatu pola akan melatih siswa untuk menganalisis dan mengenali suatu pola. Sementara itu hasil penelitian Sastrosudirjo (Alamsyah, 2000) juga menunjukkan bahwa kemampuan analogi verbal berkontribusi positif dengan prestasi belajar matematika siswa.

(14)

(analogi dan generalisasi) rendah, karena skornya hanya 49% dan 50 % dari skor ideal.

Rahman (2004) juga menemukan bahwa hasil tes awal menunjukkan bahwa kemampuan generalisasi matematik siswa berada pada kualifikasi kurang. Hal senada juga diungkapkan oleh Suryadi (2005) bahwa siswa kelas dua SMP di kota dan kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengujian bentuk umumnya. Begitu juga dengan Herdian (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang memiliki kemampuan rendah berada pada kualifikasi kurang, hal ini dapat terjadi karena proses pembelajaran melalui metode discovery dirasakan lebih sulit bagi siswa lemah, dan sebaliknya bagi siswa pandai.

(15)

Salah satu keputusan yang perlu diambil guru mengenai pembelajaran adalah pemilihan model pembelajaran yang digunakan. Sampai saat ini model pembelajaran matematika yang diterapkan masih cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sebagai penyampai materi. Akibatnya banyak siswa yang pasif dan hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru, sehingga yang terjadi adalah siswa mampu menghapal materi, tetapi tidak memahami konsep yang sebenarnya. Selain itu, siswa juga menjadi tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan.

Model pembelajaran yang diupayakan guru haruslah merupakan model pembelajaran yang memberikan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan mampu berorientasi kepada siswa atau student centered, sehingga siswa tidak hanya menerima pengetahuan dari guru saja. Dengan model pembelajaran yang diterapkan tersebut, guru juga harus mampu mengungkap apa yang telah dimiliki oleh siswa sehingga siswa mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Indrawati (Trianto, 2007) menyatakan, bahwa suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi.

(16)

konsep-konsep atau prinsip matematika sehingga memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu (learning to know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn), serta bagaimana bersosialisasi (learning to live together).

Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif adalah model pembelajaran inkuiri. Pada model pembelajaran inkuiri pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Trianto, 2007). Model pembelajaran inkuiri juga sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika, di mana dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri akan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa mampu merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2002).

(17)

merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru hanya berperan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut pada proses belajar sebagai motivator, fasilitator dan pengarah.

Sund, Trowbridge dan Leslie (Gani, 2007) membedakan model pembelajaran inkuiri menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis model pembelajaran inkuiri tersebut yaitu: (1) inkuiri terbimbing; (2) inkuiri bebas; (3) inkuiri bebas yang dimodifikasi.

Karena kemampuan siswa untuk melakukan inkuiri bebas masih belum memadai, maka biasanya yang digunakan di sekolah adalah inkuiri terbimbing. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing ini dilaksanakan pada siswa Sekolah Menengah Pertama, dimana siswa SMP masih membutuhkan bimbingan guru dalam melakukan kegiatan. Tugas guru hanya memberi bimbingan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudin (2008) yang mengatakan bahwa model pembelajaran inkuiri menempatkan siswa dalam suatu peran yang menuntut inisiatif besar dalam menemukan hal-hal untuk dirinya sendiri. Siswa harus aktif terlibat dalam pembelajaran dan guru bertugas memberikan bimbingan serta mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, untuk memeriksa apa yang disajikan kepadanya, dan untuk memikirkan tentang alternatif-alternatif.

(18)

penelitian Schlenker (Trianto, 2007) menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Sementara itu Turmudi (2008) berpendapat bahwa matematika adalah proses inkuiri dan proses coming to know, lapangan berekreasi dan temuan manusia yang secara

terus-menerus meluas, dan bukan produk yang selesai.

Hutabarat (2009) juga menyatakan bahwa sebagai ciri khas dari inkuiri adalah induktif, karena pembuktian rumus tanpa dipengaruhi oleh teori-teori yang sudah ada. Siswa diharapkan dapat mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan dengan cara melakukan pengamatan, mengumpulkan data, menganalisis dan menarik kesimpulan. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan dapat meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis, dimana analogi dan generalisasi merupakan bagian dari penalaran induktif.

(19)

Sikap positif terhadap pelajaran matematika perlu mendapat perhatian yang serius, hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991). Sikap positif terhadap matematika dapat dilihat dari perilaku siswa itu sendiri, misalnya ditandai dengan rajinnya siswa mengerjakan pekerjaan rumah, aktif bertanya dan menjawab dalam proses pembelajaran, serta merasa tertantang mencari jawaban dari permasalahan-permasalahan matematika.

Ruseffendi (Darhim, 2004) juga menjelaskan bahwa untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika antara lain dengan cara mengajarkan matematika sesuai dengan lingkungan dan pengetahuan siswa. Oleh karena itu, sikap siswa terhadap matematika tidak dapat dipisahkan dari kemampuan awal matematika siswa. Siswa dengan kemampuan matematika yang rendah akan cenderung bersikap negatif terhadap matematika, karena mereka sudah memiliki ketakutan terlebih dahulu terhadap pelajaran matematika. Sebaliknya untuk siswa dengan kemampuan matematika yang tinggi akan cenderung bersikap positif terhadap matematika. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah akan menjadi bersikap positif terhadap matematika.

(20)

dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal.

Proses penentuan kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah ini adalah dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ujian tengah semester), serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Hal ini sejalan dengan temuan Begle (Darhim, 2004) melalui penelitiannya bahwa salah satu prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika sebelumnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa peran variabel kognitif lainnya ternyata tidak sebesar variabel hasil belajar sebelumnya.

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah?

3. Apakah peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah? 5. Apakah sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang memperoleh model

pembelajaran inkuiri terbimbing, lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai sejauh mana model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah.

3. Menelaah sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

4. Menelaah perbedaan sikap siswa terhadap pelajaran matematika dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah.

1.4 Manfaat Penelitian

(23)

a. Memberi informasi tentang pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis.

b. Jika ternyata terdapat pengaruh yang positif, maka model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dijadikan sebagai salah satu pembelajaran yang bermanfaat dalam pembelajaran matematika di sekolah.

c. Melatih siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran serta melatih siswa dalam menemukan konsep matematika dengan cara bereksplorasi sendiri.

d. Menjadi bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing di sekolah.

1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Peningkatan

(24)

2. Kemampuan analogi matematis

Kemampuan analogi matematis adalah kemampuan siswa dalam proses penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan dengan cara membandingkan dua hal yang berlainan. Dari kesamaan tersebut ditarik kesimpulan sehingga dapat digunakan sebagai penjelas atau sebagai dasar penalaran.

Indikator analogi yang digunakan adalah:

a. Menentukan kesamaan hubungan dalam suatu pola gambar atau bangun. b. Menentukan kesamaan hubungan dalam suatu pola sifat dari bangun. 3. Kemampuan generalisasi matematis

Kemampuan generalisasi matematis adalah kemampuan untuk mempersepsi (menyatakan pola), menentukan struktur/data/gambaran/suku berikutnya, dan memformulasikan keumuman secara simbolis.

Indikator kemampuan generalisasi meliputi: a. Perception of generality

b. Expression of generality

c. Symbolic expression of generality d. Manipulation of generality

4. Model pembelajaran inkuiri

Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

(25)

b. Mengembangkan hipotesis c. Mengumpulkan data d. Menguji hipotesis e. Menarik kesimpulan

5. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Model pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu model pembelajaran inkuiri di mana guru membimbing siswa dalam melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Peran aktif guru dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya sangat diperlukan dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing.

6. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional adalah kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan kecenderungan berpusat pada guru (teacher-centered). Dalam pembelajaran konvensional, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan ceramah untuk menjelaskan konsep/materi pada bahan ajar dan menjelaskan prosedur penyelesaian soal-soal latihan.

7. Sikap siswa terhadap matematika

(26)

8. Kategori Kemampuan Matematika Siswa

Pengelompokkan siswa didasarkan pada kemampuan awal matematika siswa. Proses penentuan dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ujian tengah semester), serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Pengelompokan siswa menjadi tiga kelompok kategori, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah dengan perbandingan 30%, 40% dan 30% (Dahlan, 2004).

1.6 Hipotesis Penelitian

Setelah meninjau kepustakaan dan mempertimbangkan penelitian-penelitian yang relevan, penulis menduga bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa SMP, sehingga untuk dapat memenuhi tujuan penelitian dan mengingat manfaat penelitian, maka dipilih hipotesis-hipotesis sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah.

(27)

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah.

5. Sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional sebagai variabel bebas. Sikap siswa terhadap matematika, kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis sebagai variabel terikat. Kemudian siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah sebagai variabel kontrol. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “factorial design”, yaitu dengan memperhatikan adanya variabel kontrol yang mempengaruhi perlakuan (variabel bebas) terhadap hasil (variabel terikat). Penelitian ini akan dilakukan pada siswa dari dua kelas yang dipilih dengan pertimbangan tertentu. Desain penelitian ini berbentuk:

(29)

Keterangan :

O : Pretest dan posttest (tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa)

X : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing

Penelitian ini menggunakan model faktorial 2 3 3, dimana 2 adalah banyaknya faktor pembelajaran (model pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional), 3 adalah banyaknya faktor yang terkait dengan aspek matematis (kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis serta sikap siswa terhadap matematika), dan 3 adalah banyaknya faktor kategori siswa berdasarkan kemampuan awal siswa (tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

(30)

kemampuan akademik siswanya pun heterogen dan dapat mewakili siswa dari tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008). Dari enam kelas VIII yang ada di SMP Negeri 2 Dayeuhluhur yang setiap kelompok kelasnya memiliki karakteristik yang sama, dipilih dua kelas secara acak dengan cara mengundi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik acak kelas ini digunakan karena setiap kelas dari seluruh kelas yang ada mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Terpilihlah kelas VIII A dan VIII E sebagai sampel penelitian, kemudian dari dua kelas tersebut dipilih secara acak, satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi digunakan sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini terpilih siswa kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol.

(31)

Hasil pengelompokkan kategori kemampuan siswa pada kelas eksperimen dan kontrol sama, yaitu 11 siswa termasuk kategori tinggi, 18 siswa termasuk kategori sedang, dan 11 siswa termasuk kategori rendah. Pengelompokkan siswa kategori tinggi, sedang dan rendah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.1.

3.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel kontrol (Z). Variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu: (a) model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diberikan kepada kelompok eksperimen, (b) pembelajaran konvensional diberikan kepada kelompok kontrol. Kemudian yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan analogi matematis; (b) kemampuan generalisasi matematis; dan (b) sikap siswa terhadap matematika. Selanjutnya yang menjadi variabel kontrol (Z) pada penelitian ini adalah (a) siswa kemampuan tinggi; (b) siswa kemampuan sedang; dan (b) siswa kemampuan rendah.

(32)

Tabel. 3.1

Tabel Weiner tentang Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol KB : Kemampuan Generalisasi SS : Sikap Siswa

MPIT (A) : Model pembelajaran inkuiri terbimbing PK (B) : Pembelajaran Konvensional

Contoh : KAAT adalah kemampuan analogi siswa kemampuan tinggi yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing.

3.4 Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Penelitian ini menggunakan jenis instrumen, yaitu tes, angket, lembar obsrvasi dan lembar isian guru.

3.4.1 Instrumen Tes Matematika

(33)

A.Instrumen Tes Analogi Matematis

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan analogi matematis siswa terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir soal. Kisi-kisi instrumen tes analogi matematis dapat dilihat pada Lampiran B.1. Sedangkan untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan analogi berpedoman pada rubrik penskoran kemampuan analogi matematis dengan mengadopsi kriteria penilaian penalaran matematis dari holistic scoring rubrics (Cai, Lane dan Jakabcsin, 1996). Hal ini dikarenakan kemampuan analogi matematis merupakan bagian dari penalaran.

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis

Skor Kriteria dengan benar dan jelas atau lengkap

Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar

Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar

Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang analogi atau menarik kesimpulan salah

(34)

B.Instrumen Tes Generalisasi Matematis

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan generalisasi matematis terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes kemampuan generalisasi, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun alternatif jawaban untuk masing-masing butir soal. Kisi-kisi dan instrumen tes kemampuan generalisasi matematis dapat dilihat pada Lampiran B.4.

Pedoman penskoran tes kemampuan generalisasi matematis disajikan pada Tabel 3.3 di bawah ini. Pedoman ini diadaptasi dari kriteria penilaian penalaran matematis dari holistic scoring rubrics (Cai, Lane dan Jakabcsin, 1996). Hal ini dikarenakan kemampuan generalisasi matematis merupakan bagian dari penalaran.

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Kemampuan Generalisasi Matematis

Skor Kriteria

Dapat menjawab semua aspek pertanyan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap

Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar

Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar

Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang generalisasi atau menarik kesimpulan salah

Tidak ada jawaban

(35)

sebelum tes digunakan, tes yang telah disusun dikonsultasikan validitas logis (logical validity) atau dikenal dengan validitas teoritik, dan hal kedua diperoleh validitas empirisnya (empirical validity).

Sebelum soal tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis diuji coba secara empiris, pada soal tes dilakukan pengujian validitas logis atau teoritik yakni validitas isi dan muka yang bertujuan untuk menentukan kesesuaian antara soal dengan materi pelajaran bangun ruang sisi datar dan kesesuaian soal dengan tujuan yang ingin diukur berdasarkan kisi-kisi soal yang telah dibuat.

C.Analisis Validitas

a) Validitas logis (logical validity)

Validitas logis atau validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan ketentuan yang ada.

Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain termasuk juga kejelasan gambar atau soal (Suherman, dkk. 2003).

(36)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus (Arikunto, 2002).

b)Validitas empiris (empirical validity)

Validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi Product Moment Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990), yaitu :

rxy =

(

)

rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

X = Skor siswa pada tiap butir soal Y = Skor total tiap responden/ siswa N = Jumlah peserta tes

(37)

Tabel 3.4

Kriteria: Bila r hitung > r Tabel , maka butir soal dikatakan valid.

D.Analisis Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan untuk menunjukan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat diketahui menggunakan rumus Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990) sebagai berikut:

(38)

Tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas alat evaluasi digunakan kriteria menurut Guilfod (Suherman dan Sukjaya, 1990). Penafsiran harga korelasi reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.5

Dalam menentukan signifikasi keofisien reliabilitas, maka r11

dibandingkan dengan rtabel, dengan kaidah keputusan jika r11 > rtabel maka data

reliabel dan sebaliknya.

E.Daya pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Discriminatory power (daya pembeda) dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) – kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) – kelompok siswa yang tergolong rendah. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

(39)

keterangan:

DP = indeks daya pembeda suatu butir soal

A dan Sukjaya, 1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6

Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah, dilakukan dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (2002) menyatakan bahwa untuk kelompok kecil, ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi dan 50% siswa yang skornya terendah. Selanjutnya masing-masing disebut kelompok atas dan kelompok bawah.

(40)

N

Sn = jumlah skor maksimum pada butir soal yang diolah

N = jumlah peserta tes

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria indeks kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh (Suherman dan Sukjaya, 1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Besarnya TK Tingkat Kesukaran

TK = 0,00 Terlalu sukar

(41)

pertanyaan dan diberikan kepada siswa kelompok eksperimen maupun siswa kelompok kontrol. Kisi-kisi angket disusun berdasarkan empat komponen di atas, yang setiap komponennya memiliki pernyataan positif dan negatif.

Angket sikap ini menggunakan bentuk skala Likert yang dilengkapi lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pada setiap pernyataan, setiap pilihan jawabannya diberi skor minimal 1 dan maksimal 5. Untuk pernyataan positif yang jawabannya sangat setuju (SS) diberi nilai 5 dan untuk pilihan jawaban lainnya, yaitu S, N, TS dan STS berturut-turut berbeda satu. Sebaliknya untuk pertanyaan negatif yang jawabannya sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 5 dan untuk pilihan lainnya, yaitu TS, N, S, dan SS berturut-turut berbeda satu, setiap skor yang diperoleh akan memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai numerikal tersebut dianggap sebagai objek dan selanjutnya melalui proses transformasi ditempatkan ke dalam interval. Berikut ini akan disajikan tabel proses transformasi skala ordinal ke dalam skala interval untuk pernyataan negatif (Sumarmo, 2010).

Tabel 3.8

Aturan Pemberian Skor Item Skala Sikap

(42)

Menurut Sumarmo (2010) butir skala sikap yang diambil untuk dianalisis, diseleksi dengan menggunakan seleksi butir skala sikap dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan skor tiap subjek.

2) Menentukan kelompok tinggi dan kelompok rendah (sekitar 27% atau 30%).

3) Menentukan mean skor kelompok tinggi dan kelompok rendah .

4) Tentukan variansi dan . 5) Hitung t dengan rumus:

! "

#$ $

Selanjutnya validitas butir diestimasi dengan membandingkan nilai thitung

dengan nilai ttabel. Jika thitung > ttabel maka butir skala sikap tersebut mempunyai

validitas isi yang baik sehingga dapat digunakan. 3.4.3 Lembar observasi

(43)

menyelesaikan masalah, bekerjasama dalam kelompok untuk melakukan kegiatan pembelajaran, serta membuat kesimpulan di akhir pembelajaran dan menulis hal-hal yang relevan.

Aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Tujuannya adalah untuk memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran selanjutnya menjadi lebih baik. Format observasi dapat dilihat pada Lampiran B.9 dan Lampiran B.10. 3.4.4 Lembar Isian Guru

Lembar isian guru ini digunakan untuk mengetahui tanggapan dari guru matematika yang mengajar di SMP N 2 Dayeuhluhur sekaligus sebagai observer terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dilakukan oleh peneliti. Format lembar isian guru dapat dilihat pada Lampiran B. 11.

3.5 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, (1) instrumen tes kemampuan analogi matematika siswa, (2) instrumen tes kemampuan generalisasi matematika siswa, dan (3) instrumen sikap siswa terhadap matematika. Berikut akan dijabarkan hasil uji coba dan analisis instrumen penelitian ini.

3.5.1 Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa

(44)

diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan diajarkan dalam penelitian ini. Ujicoba instrumen ini bertujuan untuk melihat validitas soal, reliabilitas soal, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Berikut adalah hasil ujicoba instrumen tes kemampuan analogi matematis dan generalisasi matematis. Hasil analisis ujicoba instrumen menggunkan program Anates Versi 14.0 yang dapat dilihat pada Lampiran C.2 dan Lampiran C.4.

a. Validitas

1) Validitas logis (logical validity)

Pertimbangan terhadap soal kemampuan analogi dan generalisasi yang berkenaan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity) dengan meminta beberapa mahasiswa S2 dan mahasiswa S3 Sekolah Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI, yang kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

Untuk mengukur keterbacaan terhadap tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal tersebut kepada 6 orang siswa kelas IX SMP N 2 Banjar yang sudah memperoleh materi bangun ruang sisi datar. Hasilnya ada beberapa soal-soal yang perlu diperbaiki tata bahasanya dan diberi penjelasan atau keterangan pada soal tersebut.

2) Validitas empiris (empirical validity)

(45)

Tabel 3.9

Hasil Uji Validitas Kemampuan Analogi Matematis Kemampuan Analogi Matematis

1 2 3 4 5

r xy 0,84 0,77 0,69 0,81 0,60

Interpretasi sangat tinggi Tinggi tinggi sangat tinggi Tinggi

Signifikansi Sig Sig sig sig Sig

Pada Tabel 3.9 dapat dilihat bahwa dari lima butir soal yang mengukur kemampuan analogi matematis mempunyai validitas sangat tinggi dan tinggi. Dua soal yaitu soal nomor satu dan empat memiliki validitas yang sangat tinggi, sedangkan soal nomor dua, tiga dan lima memiliki validitas yang tinggi. Untuk melihat hasil validitas butir tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10

Hasil Uji Validitas Kemampuan Generalisasi Matematis Kemampuan Generalisasi Matematis

1 2 3 4 5

r xy 0,65 0,64 0,63 0,69 0,75

Interpretasi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Signifikansi Sig Sig Sig Sig Sig

(46)

terhadap hasil belajar yang dicapai seluruh siswa. Dari hasil ini dapat disimpulkan kelima soal ini memiliki ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. b. Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk instrumen kemampuan analogi matematis diperoleh nilai reliabiltas sebesar 0,79 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal kemampuan analogi matematis mempunyai reliabilitas yang sedang. Sedangkan untuk tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,77 dapat diinterpretasikan bahwa soal tes kemampuan generalisasi matematis mempunyai reliabiltas yang tinggi.

c. Daya Pembeda

Indeks daya pembeda instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada berikut:

Tabel 3.11

Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematis

Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 50% Baik

2 45,45% Baik

3 38, 64% Cukup

4 54,55% Baik

5 36,36% Cukup

(47)

yang mempunyai daya pembeda baik (nomor 1, 2 dan 4). Sedangkan dua soal lainnya mempunyai daya pembeda cukup, yaitu soal nomor 3 dan 5.

Tabel 3.12

Daya Pembeda Kemampuan Generalisasi Matematis

Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 31,82% Cukup

2 40,91% Baik

3 29,55% Cukup

4 61,36% Baik

5 50,00% Baik

Pada Tabel 3.12 dapat dilihat bahwa untuk soal tes kemampuan generalisasi matematis terdapat tiga butir soal yang daya pembedanya baik yaitu soal nomor 2, 4 dan 5, sedangkan soal nomor 1, dan 3 daya pembedanya cukup.

d. Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13

Tingkat Kesukaran Butir Soal Analogi Matematis

Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 50,00% Sedang

2 75,00% Mudah

3 57,95 % Sedang

4 50,00 % Sedang

(48)

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh satu soal yang mempunyai derajat kesukaran mudah, yaitu soal nomor dua; sedangkan soal nomor 1, 3 dan 4 mempunyai derajat kesukaran sedang; untuk soal nomor 5 mempunyai derajat kesukaran sukar.

Tabel 3.14

Tingkat Kesukaran Butir Soal Generalisasi Matematis

Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 54,55 Sedang

2 47,73 Sedang

3 73,86 Mudah

4 57,95 Sedang

5 29,55 Sukar

Pada Tabel 3.14 dapat dilihat bahwa soal tes generalisasi matematis terdapat

satu buah soal kategori mudah yaitu nomor soal tiga, terdapat tiga butir soal yang tingkat kesukarannya sedang, yaitu soal nomor 1, 2, dan 4 sedangkan soal nomor 5 tingkat kesukarannya sukar.

3.5.2 Analisis Hasil Uji Coba Skala Sikap Siswa

Untuk perhitungan hasil transformasi skala ordinal ke dalam skala interval selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.6.

Berikut ini akan ditampilkan hasil uji validitas pada skala sikap dengan kriterian uji, jika thitung > ttabel maka butir skala sikap tersebut mempunyai validitas

(49)

Tabel 3.15

Hasil Uji Validitas Skala Sikap No

Pernyataan thitung ttabel Ket

1 2,10 1,72 Valid

2 5,01 1,72 Valid

3 2,69 1,72 Valid

4 5,92 1,72 Valid

5 6,50 1,72 Valid

6 5,04 1,72 Valid

7 4,79 1,72 Valid

8 6,37 1,72 Valid

9 4,19 1,72 Valid

10 6,96 1,72 Valid

11 4,57 1,72 Valid

12 1,75 1,72 Valid

13 4,37 1,72 Valid

14 2,69 1,72 Valid

15 3,07 1,72 Valid

16 7,16 1,72 Valid

17 4,91 1,72 Valid

18 1,84 1,72 Valid

19 1,89 1,72 Valid

(50)

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas dari 20 pernyataan skala sikap diperoleh bahwa thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan bahwa ke dua puluh

pernyataan skala sikap valid dan dapat digunakan.

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Tahap Pendahuluan

Tahap ini diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis berupa studi kepustakaan terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, pengungkapan kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis siswa. Hasil kegiatan ini berupa proposal penelitian, dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.

Setelah proposal selesai, dilanjutkan dengan pembuatan instrumen penelitian dan rancangan pembelajaran, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Instrumen penelitian terdiri dari soal tes kemampuan analogi matematis dan soal tes kemampuan generalisasi matematis, skala sikap siswa, lembar observasi, serta lembar isian guru. Ujicoba instrumen dilakukan pada tanggal 31 Maret dan 1 April 2011 di SMP Negeri 2 Banjar terhadap siswa kelas IX.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

(51)

Negeri 2 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap. Sedangkan sampel penelitian adalah siswa kelas VIII A dan VIII E dari enam kelas keseluruhan kelas VIII.

Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam kemampuan analogi matematis dan generalisasi matematis. Setelah pretes dilakukan, maka dilakukan pengoreksian terhadap hasil pretes siswa. Selanjutnya melaksanakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol sebanyak masing-masing tujuh kali pertemuan (1 kali pertemuan sama dengan 2 jam pelajaran). Pada kelompok eksperimen siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri 5 orang. Pembagian ini berdasarkan keheterogenan kemampuan matematis siswa.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui: tes, skala sikap, observasi dan lembar isian guru. Tes yang diberikan terdiri dari dua paket, yang masing-masing untuk mengukur kemampuan analogi matematis dan generalisasi matematis siswa. Kedua jenis tes ini diberikan sesudah seluruh pembelajaran terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Namun waktu pelaksanaan disesuaikan dengan jam pelajaran matematika pada kelas yang bersangkutan.

(52)

dilakukan menggunakan format observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Sebagai observer adalah satu orang guru matematika yang bertugas pada sekolah tempat penelitian ini.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Pretes Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis

Untuk mengetahui gambaran kemampuan awal siswa yang memperoleh MPIT dan siswa yang memperoleh PK sama maka dilakukan uji kesamaan pada skor pretes kemampuan analogi dan generalisasi matematis.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Uji normalitas ini menggunakan statistik Uji yaitu Shapiro-Wilk, karena sampel berukuran lebih dari 30 (Rohendi. dkk, 2010). Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α maka H0 diterima dan jika p value (sig.) < α maka H0 ditolak,

dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05 (Sulistiyo, 2010). b)Uji Homogenitas

(53)

varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : %& % : varians skor pretes siswa yang memperoleh MPIT dan

siswa yang memperoleh PK homogen

H1 : %& ' % : varians skor pretes siswa yang memperoleh MPIT dan

siswa yang memperoleh PK tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi (( 0,05) (Sulistiyo,

2010).

c) Uji Kesamaan Rataan

Melakukan uji kesamaan dua rataan pada data pretes kedua kelompok siswa yang memperoleh MPIT dan siswa yang memperoleh PK untuk kemampuan analogi dan generalisasi matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:

H, - /& / : Rataan pretes siswa yang memperoleh MPIT sama dengan rataan pretes siswa yang memperoleh PK

H&: /& ' / : Rataan pretes siswa yang memperoleh MPIT tidak sama dengan rataan pretes siswa yang memperoleh PK

Jika kedua rataan skor kemampuan analogi dan generalisasi matematis berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t. Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥α maka H0 diterima, dan jika p value (sig.)

(54)

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan pengujian non-parametrik, yaitu Uji Mann-Whitney, sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t’.

3.8.2 Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis

Untuk mengetahui sejauhmana peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis kelompok siswa yang memperoleh MPIT dengan siswa yang memperoleh PK sebelum dan sesudah pembelajaran, dilakukan perhitungan gain ternormalisasi sebagai berikut:

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.16 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

0,7 2 3 2 1 Tinggi

0,3 2 3 5 0,7 Sedang

0 2 3 5 0,3 Rendah

a) Uji Normalitas

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

(55)

Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α maka H0 diterima dan jika p

value (sig.) < α maka H0 ditolak, dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05

(Sulistiyo, 2010). b)Uji Homogenitas

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : %& % : varians skor kelompok siswa yang memperoleh MPIT dan siswa

yang memperoleh PK homogen

H1 : %& ' % : varians skor kelompok siswa yang memperoleh MPIT dan siswa

yang memperoleh PK tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean 6 taraf signifikansi (( 0,05) (Wijaya,

2009).

Karena yang dilihat adalah peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa menurut model pembelajaran dan berdasarkan kategori kemampuan siswa, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan ANOVA Dua Jalur, dengan SPSS 17. Tetapi sebaliknya jika memiliki kategori tidak normal atau tidak homogen akan menggunakan statistik nonparametrik dengan Kruskal-Wallis.

3.8.3 Skala Sikap Siswa terhadap Matematika

(56)

a) Uji Normalitas

Hipotesis nol dan tandingan yang akan diuji adalah:

H0: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1: sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian, jika p value (sig.) ≥ α maka H0 diterima dan jika p

value (sig.) < α maka H0 ditolak, dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05

(Sulistiyo, 2010). b) Uji Homogenitas

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : %& % : varians data sikap siswa yang memperoleh MPIT dan siswa

yang memperoleh PK homogen

H1 : %& ' % : varians data sikap siswa yang memperoleh MPIT dan siswa

yang memperoleh PK tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean 6 taraf signifikansi (( 0,05) (Wijaya,

2009).

(57)

3.8.4 Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.

3.8.5 Lembar Isian Guru

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis data diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan hipotesis-hipotesis penelitian, antara lain:

1. Peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Walaupun demikian, kedua peningkatan tersebut (baik di kelas inkuiri terbimbing dan kelas konvensional) berada dalam kategori sedang.

2. Terdapat perbedaan secara signifikan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah. Dalam hal ini, peningkatan kemampuan analogi matematis siswa berbeda antara kemampuan siswa tinggi dan sedang, tinggi dan rendah, serta antara kemampuan siswa sedang dan rendah.

3. Peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Walaupun demikian, kedua peningkatan tersebut (baik di kelas inkuiri terbimbing dan kelas konvensional) berada dalam kategori sedang.

(59)

rendah. Dalam hal ini, peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa berbeda antara kemampuan siswa tinggi dan sedang, tinggi dan rendah, serta antara kemampuan siswa sedang dan rendah.

5. Sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

6. Terdapat perbedaan secara signifikan sikap siswa terhadap pelajaran matematika diihat dari kategori kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka rekomendasi penelitian yang disampaikan, antara lain:

1. Sebelum guru menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, sebaiknya guru terlebih dahulu mengidentifikasi kemampuan siswanya. Jika kemampuan siswa pada kelas tersebut heterogen, sebaiknya guru mengkombinasikan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pembelajaran cooperative. Tujuannya agar siswa berkemampuan rendah dapat terbantu oleh rekan kelompoknya yang lebih pandai.

(60)
(61)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2000). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Cai, J.L, dan Jakabcsin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 and

Beyond. Virginia: NCTM.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.

Dahlan, Jarnawi A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.

Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Gulo. (2002). Strategi Belajar-Mengajar. Grasindo: Jakarta.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/ sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

Herdian. (2010). Pengaruh Metode Discovery terhadap Kemampuam Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Hutabarat, D. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis pada Kelompok Siswa yang Belajar Inkuiri dan Biasa. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Lindawati, S. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

(62)

Ma, X. (1997). “Assessing The Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievement in Mathematics: A Meta-Analysis”. Journal for Research in Mathematics Education, 28 (1), 26-47.

NCTM, (1989) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. United States of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H. E. T. (1986). A Comparison of Participation in Mathematics of Male and Female Students in the Transition From Junior to Senior High School in West Java-Indonesia. Disertasi. Ohio: The Ohio State University.

__________ .(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rohendi, D. Sutarno, H. dan Waryuman, D. (2010). Penerapan Metode Pembelajaran Team Assisted Individualization untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Informasi dan Komunikasi (PTIK), ISSN 1979-9462. Vol 3 No.1 / Juni 2010

Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Diklat Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar. PPPG Matematika.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

(63)

Sulistiyo, J. (2010). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.

__________ .(2002). Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: “Pembelajaran Berfikir Tingkat Tinggi Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar”. Edisi khusus Juli 2002.

__________ .(2010). Hand Out Matakuliah Evaluasi Pengajaran Matematika SPs UPI: Tersedia.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Trianto. (2007). Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Leuser Cita. Pustaka

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung: UPI.

Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [online]. Tersedia: http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf (27 Juni 2009).

Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Gambar

Tabel
Tabel Weiner tentang Keterkaitan  Antar Variabel Bebas, Terikat
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis
Tabel 3.3 di bawah ini. Pedoman ini diadaptasi dari kriteria penilaian penalaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Selasa, tanggal Lima Belas bulan September Tahun Dua Ribu Lima Belas,, sesuai dengan jadwal yang termuat pada Portal LPSE http://www.lpse.mahkamahagung.go.id

Pendekatan pembelajaran di sekolah menengah atas (SMA) berbeda dengan pendekatan pada tingkat pendidikan dasar. Usia remaja adalah masa bermain dengan kelompok dan

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah

Ber- kembangnya kolonialisasi bangsa- bangsa Barat di wilayah Timur pada abad ke-19, telah mempertegas hilangnya tradisi-tradisi musik klasik Islam yang sempat memper- satukan

Efektivitas Penggunaan Media Lagu Berbahasa Jepang Terhadap Motivasi Belajar Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu..

Referensi persona orang pertama yang digunakan oleh siswa kelas VII SMPN 31 Purworejo meliputi referensi persona -ku, saya, kami, dan kita sebagaimana terdapat dalam korpus data

Linda Tiasa Marisi Lumban Tobing untuk menggugat Tergugat I dan Tergugat II, hal tersebut untuk menghindarkan kemungkinan terjadi dikemudian hari hal yang sama,

Perancangan antarmuka meliputi desain antarmuka yang akan ditampilkan pada aplikasi toko online berbasis android, perancangan antar muka meliputi perancangan splash