K
RISIS lingkungan menjadi arus utama perdebatan masyarakat du-nia dalam beberapa tahun terakhir. Bukan hanya pada peringatan Hari Bumi, setiap 22 April saja, yang menjadi momentum untuk merejuvenasi perasaan peduli kita pada alam. Saat sekarang, setlap orang yangpeduli dengan kebertangsungan kehidupan manusia berusa-ha menjadikan krisis lingkungan dan bagaimana cara penanggulangan-nya sebagai isu bersama.Seperti beberapa
pakarmultidisiplin dari
berbagainegara,yangber-kumpul dalam Intergovernmental Panel on Climate Change of the United Nations. Para pakar ini mencoba menganalisis kemungkinan penyebab rangkaian bencana dalam beberapa tahun terakhir. Hipotesis yang mun-cui adalah bahwa pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca, da-pat memicu perubahan iklim global, menghadirkan gelombang panas, memlcu kenaikan permukaan laut, termasuk kekeringan dan banjir yang datang silih berganti.
Krisis lingkungan akibat perubahan iklim global, bukan semata ber-dampak pada keseimbangan alam, tapi juga menjadi ancaman luar
bia-sa bagikebertangsungan
bumi di masadepan.
Hal inilah yang membuat upaya-upaya anti-tesis bagi krisis lingkungan menjadi derivasi yang krus~ af bagi pembangunan berkefanjutan.Pusat-pusat studi lingkungan berbentuk organisasi intergovernmental, program lingkungan PBB (UNEP), Commission on Sustainable Develop-ment (CSD), hingga KTT Bumi di Rio de Janeiro pada1992 dan Protokol Kyoto hanyalah rangkaian kampanye untuk menegaskan dukungan pol~ tik untuk mereduksi pemanasan global.
Selain menjadikan arus utama perdebatan masyarakat dunia, komu-nitas-komunitas yang peduli lingkungan juga mengampanyekan integrasi antara antitesis krisis lingkungan, ideologi kontra pemanasan global dan konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Pembangunan berkelanjutan ini diawali ofeh sekefompok masyarakat dengan pemahaman kognitif yang memadai tentang hakikat dan prinsip-prinsip ekolagi. Proses meni.ngkatkan pemahamafj inilah yang dinama-kan ecological 'literacyatau ecoliteracy.
DesalnEkologl Ecofiteracy, sebuah paradigma baru yang dipopulerkan oleh Fritjof Ca-pra, bertujuan meningkatkan kesadaran ekologis masyarakat. Ecolitera-cyberupaya memperkenalkan dan memperbaharuipemahaman masya-rakat akan pentingnya kesadaran ekologis global, guna menciptakan ke-seimbangan antara kebutuhan masyarakat dan kesanggupan bumi un-
'
~
!!1enopangn Y.a.Pikirall
Rakyat
Paoa awaTnyaecoliteraC'.¥iebih dikenal dengan ecologicaJawar,eness,. atau kesadaran ekolegis. Denganpenggunaan kata ecoliteracy, berarti kita bukan sekedar membangkitkan kesadaran untuk peduli t~lhadap lingkungan, tapi juga memahami bekedanya prinsip-psinsip ekofogi da-lam kehidupan bersama yang berkelanjutan di planet bumi ini. Rita me-mercayai bahwa prinsip-prinsip ekologi sejatinya menjadi penunj4k arah bagi penciptaan komunitas berlajar berbasis pembangunan berk~lanjut-an.
Dengan demikian, 'melek ekologi' merupakan taMp pertama dari pembangunan komunitas-komunitas yang berkelanjutan. Tahap kedua adalah apa yang disebut dengan ecodesign, atau rancangan befcorak ekologi. Ecodesign dapat qiterapkan di hampir segala bidang, ~ita me-ngenalnya dalam frasa-frasa yang mulai lazim belakangan ini, semisal ecoeconomy, ecocity. ecofarming, ecotechnology, hingga ecopsyGhology. Tahap ketiga dari proses ini adalah terbentuknya komunitas-komunitas berkefanjutan yang menyadarkan dirinya pada prinsipekologi.
Untuk mendukung gerakan 'melek ekologi' ini, Fritjof Capra befsama Peter Buckley dan Zenobia Barlow mendirikan The Center for Eco)fteracy pada tahun 1995, di Berkeley, Amerika Serikat. The Center for Ecolitera-cy diperuntukkan untuk mempeduangkan dan menyebartuaskan paradig-ma baru berupa konsep ecoliteracy diatas. .
Selain'mencoba mengintemalisasi prinsip-plinsip ekologi dalam;lj!idang praksis diatas, Fritjof Capra juga mengungkapkan pentingnya integrasi paradigma ecoliteracy dalam kurikulum di sekolah. Pendidikan pe!1u me-mastikan pemahaman peserta didik yang lebih baik akan sisteQ1 keh~ dupan, siklus dan jaring kehidupan, ataupun daya dukung bumi dl masa depan.
Frijof Capra sendiri, dalam sebuah kuliah di Liverpool Schumacher lec-tures, 20 Maret 1999, mengatakan, keberhasilan 'melek ekologi' mern-butuhkan kurikulum yang memastikan guru
dapat
mengajarkan ~rinsip-prinsip ekologi, seperti: (1) bahwa ekesistem tidak menghasilkan~inbah dalam arti sebenamya, karena limbah dari satu spesies merupakan ma-kanan bagi spesies lainnya, (2) zat mama-kanan berputar secara kontinu me-lalui lingkaran kehidupan, atau web of life, (3) bahwa energi yangmeng-gerakkan perputaran kehidupan berasal dari matahari, (4) keariekara-gaman dan kompleksitas jaringan ekologis menjamin stabilitas e~osis-tem, dengan keseimbangan yang dinamis, (5) dan bahwa kehidupan se-mua organisme, sejak permulaankehidupan sekitar 3 miliar tahur\:yang lalu, tidak dilalui dengan peperangan, melainkan atas dasar kedasama, kemitraan dan jaringan.Karena keberlangsungan kehidupan (manusia) bergantung pada ke-mampuan kita memahami prinsip-prinsip ekologi, dan bagaimana kita menjafani keseharian hidup berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. ~* *
AhmadRafsanjanl, Pene/iti Psikologi Sosial, Fakultas Psikologjj- Uni-versitas Padjadjaran, Bandung.
---Kllplng
Humas
Un pad
2009
o
SeJasa
o
Rabu
.
Kamis
o
JumC't
o
Sabtu
() Minggu
4
5
6
(!)
8
9
10
11
12
13
14
15
16
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31