ABSTRAK
Setiap perusahaan akan berusaha untuk bertahan dalam menghadapi persaingan dunia bisnis yang semakin lama semakin ketat. Oleh sebab itu, perusahaan memerlukan suatu peningkatan cara menghitung pembebanan biaya terhadap produknya agar menghasilkan informasi biaya yang tepat dan akurat bagi manajemen dalam menentukan harga jual. Untuk perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk, perhitungan harga pokok produk dengan sistem biaya konvensional cukup akurat. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan distorsi biaya apabila produk yang dihasilkan perusahaan tersebut lebih dari satu jenis produk. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing, maka informasi biaya yang diperoleh akan lebih baik karena dapat menggambarkan nilai aktivitas dalam suatu perusahaan yang dikonsumsi untuk membuat suatu produk dengan baik.
Penelitian dilakukan didepartemen Produksi PT. Dirgantara Indonesia yang terletak di Jalan Padjajaran No. 154 Bandung. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui perbandingan sistem Activity Based Costing dengan sistem konvensional dalam pembebanan biaya overhead untuk menunjang perhitungan harga pokok produk yang akurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan objek yang sebenarnya dengan cara mengumpulkan data yang relevan yang tersedia, kemudian disusun, diolah, dipelajari serta dianalisis lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti melihat bahwa departemen produksi PT. Dirgantara Indonesia menggunakan dasar perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem biaya konvensional yang memadai, karena adanya Prime Cost (Biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung). Berdasarkan hasil pembahasan, peneliti menggunakan sistem perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan sistem Activity Based Costing yang dinilai lebih akurat, dimana informasi biaya produk dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini dijelaskan pada tabel 4.12 dimana harga pokok produk CN 235 Seri 43 menurut sistem konvensional sebesar Rp 14.712.719.999,41 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 59.793.910.918,97 terjadi undercost sebesar 306,41%. Harga pokok produk CN 235 Seri 52 menurut sistem konvensional sebesar Rp 42.847.559.148,86 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 55.490.259.048,55 terjadi undercost sebesar 29,51%. Harga pokok produk CN 235 Seri 54 menurut sistem konvensional sebesar Rp 61.849.911.391,71 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 87.187.470.224,80 terjadi undercost sebesar 40,97%. Harga pokok produk CN 235 Seri 53 menurut sistem konvensional sebesar Rp 83.325.631.123,97 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 65.841.114.113,56 terjadi overcost sebesar 20,98%.
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Kegunaan Penelitian
1.5 Rerangka Penelitian dan Hipotesis
1.6 Metodologi Penelitian
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya
2.1.1 Pengertian Biaya
2.1.2 Klasifikasi Biaya
2.2 Sistem Biaya
2.2.1 Sistem Biaya Aktual
2.2.2 Sistem Biaya Normal
2.3 Biaya Produksi Tidak Langsung
2.4 Pengertian dan Tujuan Penetapan Harga Pokok
Produksi
i
iii
v
1
1
4
5
5
6
9
11
12
12
12
13
18
18
19
20
2.4.1 Pengertian Harga Pokok Produksi
2.4.2 Tujuan Penetapan Harga Pokok Produksi
2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
2.5.1 Metode Job Order Costing
2.5.2 Metode Process Costing
2.6 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
2.6.1 Metode Full Costing
2.6.2 Metode Variable Costing
2.7 Sistem Biaya Konvensional
2.7.1 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Akuntansi
Biaya Konvensional
2.7.2 Distorsi Biaya Produk
2.8 Sistem Akuntansi Biaya Kontemporer
2.8.1 Pengertian Sistem Activity Based Costing
(ABC)
2.8.2 Tujuan Sistem Activity Based Costing (ABC)
2.8.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Activity
Based Costing (ABC)
2.8.4 Kendala Penerapan Sistem Activity Based
Costing (ABC)
2.9 Cost Driver
2.9.1 Mengidentifikasi Cost Driver
2.9.1.1 Product Driven Activities
21
22
23
23
24
24
24
25
26
26
28
31
33
34
35
35
36
36
2.9.1.2 Consumen Driver Activities
2.9.2 Jumlah Cost Driver yang Dibutuhkan
2.9.3 Pemilihan Cost Driver
2.10 Prosedur Pembebanan Biaya Tidak Langsung
Menurut Sistem Activity Based Costing (ABC)
2.10.1 Prosedur Tahap Pertama
2.10.2 Prosedur Tahap Kedua
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
3.1.1 Sejarah Singkat perusahaan
3.1.2 Struktur Organisasi dan Job Description PT.
Dirgantara Indonesia
3.1.3 Bentuk Perusahaan dan Sumber Modal
Digunakan
3.1.4 Aktivitas Perusahaan
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
3.2.2 Data yang Dikumpulkan
3.2.3 Analisis Data
39
40
41
42
43
45
47
47
47
52
52
52
56
56
58
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Tinjauan Umum Atas Akuntansi Biaya
4.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Sistem
Akuntansi Biaya Konvensional
4.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC System)
4.3.1 Pembebanan Tahap Pertama
4.3.1.1Identifikasi Aktivitas yang Relevan
yang Ada di Perusahaan
4.3.1.2Mengelompokkan Aktivitas kedalam
Kelompok Biaya Homogen
4.3.1.3Menentukan Biaya Kelompok
Homogen
4.3.1.4Menentukan Activity Level/Cost Driver
4.3.1.5Menentukan Tarif Kelompok
Homogen
4.3.2 Pembebanan Tahap Dua
4.3.2.1Penentuan Biaya Overhead yang
Dibebankan
4.3.2.2Perhitungan Harga Pokok Produk
Berdasarkan Sistem Activity Based
Costing
60
60
61
66
66
66
68
69
69
70
71
71
4.4 Perbandingan Harga Pokok Produk Antara Sistem
Activity Based Costing dengan Sistem Biaya
Konvensional
4.5 Pembuktian Hipotesis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
74
75
80
80
81
URAIAN HPP/WIP/PJ
50A GAJI DAN UPAH
63,606,368,604.41
50B UPAH LEMBUR
3,569,980,299.11
50C BIAYA PAJAK PPH PASAL 21
2,723,583,860.63
50D IURAN DANA PENSIUN
6,177,179,939.00
50E ASSURANSI TENAGA KERJA
2,927,948,743.00
50F TUNJANGAN PERUMAHAN
108,719,822.00
50G TUNJANGAN HARI RAYA
4,019,413,733.00
50I TUNJANGAN CUTI BESAR
493,536,850.00
50K POTONGAN GAJI
223,651,591.00
51A BEBAN PENSIUN MUDA/DINI
2,795,342.00
51B BIAYA MAKAN
687,481,365.30
51C BIAYA KESEHATAN
5,333,376,913.10
51D BIAYA TRANSPORTASI
783,926,043.66
51E BIAYA EXTRA FOODING
408,746,361.00
51F BIAYA PAKAIAN KERJA
79,058,000.00
51G BIAYA KESELAMATAN KERJA
9,685,050.00
51X BIAYA PERSONIL LAINNYA
7,701,364,429.96
98,856,816,947.17
52A PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI
4,460,707,907.00
52B PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI
11,009,221,138.01
52C FISKAL
245,785,000.00
52D AIRPORT TAX
22,437,207.53
60A BIAYA BAHAN BAKAR PRODUKSI
1,412,444,772.25
60B BIAYA BAHAN KIMIA & MATERIAL LABORAN
187,782,387.50
60C BIAYA MATERIAL PEMBANTU
3,403,613,047.74
60D BIAYA PENGUJIAN BAHAN PERSEDIAAN
377,437,380.14
1,930,654,724.24
60F BIAYA OFFLOAD
414,828,783.95
60G BIAYA OPERATING SUPPLIES
219,782,714.26
60Z BIAYA MATERIAL CONSUMPTION LAINNYA
1,447,308,347.67
61A BEBAN PENYUSUTAN SARANA/PRASARANA
535,656,542.82
61B BEBAN PENYUSUTAN BANGUNAN
5,884,287,366.60
61C BEBAN PENYUSUTAN UTILITAS
35,246,933.34
61D BEBAN PENYUSUTAN PERMESINAN
4,086,043,902.27
61E BEBAN PENYUSUTAN PERALATAN
7,695,557,879.71
61F BEBAN PENYUSUTAN ALAT ANGKAT/ANGKUT
387,934,845.60
61Z BEBAN PENYUSUTAN INVENTARIS
3,035,526,781.59
62A BIAYA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
2,283,598,980.79
62B BIAYA SEMINAR
104,437,479.00
62C BIAYA LOKAKARYA/SARESEHAN
2,000,000.00
62D BIAYA RAPAT
87,959,962.00
63A BIAYA PEMELIHARAAN ALAT KANTOR
218,613,077.00
63B BIAYA PEMELIHARAAN ALAT ANGKUT-ANGKAT
115,076,224.24
63C BIAYA PEMELIHARAAN KALIBRASI DAN ALAT UKUR
281,977,939.70
63D BIAYA PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA
63,761,529.00
63E BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI MESIN PRODUKSI
1,223,551,499.46
63F BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG PERKANTORAN
95,709,366.45
63G BIAYA PEMELIHARAAN TOOLS
705,020,129.96
63I BIAYA PEMELIHARAAN EQUIPMENT
39,085,114.00
63J BIAYA PEMELIHARAAN HANGGAR PRODUKSI
4,207,500.00
63K BIAYA PEMELIHARAAN GUDANG
740,000.00
63L BIAYA PEMELIHARAAN, REPARASI PERSEDIAAN MATERIAL DAN PRODUK JADI
12,357,328,317.79
63M BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI PESAWAT INVENTARIS
13,000,000.00
16,814,500.00
64A BIAYA PPH PASAL 22 FINAL
140,439,428.48
64B BIAYA PPH PASAL 23 FINAL
758,646,818.48
64D BIAYA PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN/SERT BI/JASA GIRO
66,972,994.08
64I BIAYA PPN MASUKAN
413,593,852.38
64J BIAYA PPN BM
32,287,250.00
64L BIAYA BEA MATERAI
24,030,454.93
64M BIAYA BEA MASUK IMPORT
1,072,250,055.00
64N BIAYA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
14,692,000.00
64O BIAYA RETRIBUSI DAERAH
676,753.00
65A BIAYA PREMI ASSURANSI KEBAKARAN
25,425,982.90
65C BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN NON AIRCREW
2,403,443.78
65D BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN AIRCREW
74,116,869.16
65E BIAYA PREMI ASSURANSI PESAWAT TERBANG
1,349,254,932.87
65G BIAYA PREMI ASSURANSI KENDARAAN
35,225,275.48
65Z BIAYA PREMI ASSURANSI LAINNYA
824,641,164.38
66A BIAYA PEMAKAIAN LISTRIK
4,713,137,190.57
66B BIAYA ALAT-ALAT LISTRIK
64,838,816.00
66C BIAYA PEMAKAIAN AIR
17,782,295.45
66D BIAYA PEMAKAIAN GAS UNTUK PRODUKSI
11,509,000.00
66E BIAYA PEMAKAIAN TELEPHON, FAXIMIL
767,329,250.22
66F BIAYA POS DAN TELEGRAM
254,464,876.39
66G BIAYA UTILITAS DAN KOMUNIKASI LAINNYA
222,423,954.00
67A BIAYA ALAT TULIS-KANTOR
411,449,866.23
67B BIAYA CETAK DAN FOTO COPY
829,611,244.32
67C BIAYA DOKUMENTASI DAN KEARSIPAN
36,820,722.68
67E BIAYA JASA PROGRAMMER
57,575,000.00
2,061,994,174.17
67G BIAYA SUPPLIES KOMPUTER
659,158,546.05
68A BIAYA PENGANGKUTAN MATERIAL
1,911,735,946.16
68B BIAYA PREMI ASSURANSI PENGANGKUTAN
13,885,415.63
68D BIAYA PENGELOLAN MATERIAL LAINNYA
494,212,204.44
68E BIAYA REPAIR
6,904,859,168.61
69A BIAYA PEMERIKSAAN /KONSULTAN/PENGACARA
1,467,191,390.00
69B BEBAN BUNGA MODAL KERJA
986,000.00
69D BIAYA ADMINISTRASI BANK
6,364,277,882.07
70A BIAYA ENTERTAINMENT
3,723,727,762.44
70B BIAYA LEGAL FEE
18,296,865.40
70C BIAYA FERRY FLIGHT
472,970,430.10
70D BIAYA KEBERSIHAN DAN KEAMANAN
3,257,968,628.72
70E BEBAN BANTUAN SOSIAL
175,423,103.00
70F BEBAN TAMU PERUSAHAAN
1,477,874,224.32
70G BIAYA TRANSPORTASI OPERASIONAL
13,436,050.00
70Z BIAYA LAIN-LAIN
758,914,380.62
71A BIAYA EKSPERIMEN
1,000,000.00
71B BIAYA PROTOTYPE/MASTER MODEL
1,045,452,942.21
72A BIAYA SEWA KOMPUTER/HARDWARE/SOFTWARE
393,738,503.68
72B BIAYA SEWA GUDANG/GEDUNG
233,513,330.14
72C BIAYA SEWA KENDARAAN DAN ALAT ANGKUT
350,660,190.00
72D BIAYA SEWA SATELIT DAN KOMUNIKASI LAINNYA
44,798,500.00
72E BIAYA SEWA PERALATAN PESAWAT TERBANG & HELIKOPTER
24,324,610.00
72X BIAYA SEWA PERALATAN LAINNYA
147,676,914.11
73A BIAYA SERTIFIKASI
421,634,148.00
73B BIAYA LANDING FEE
4,746,707.00
PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI
4,460,707,907.00
15,409,954.00
73D BIAYA X-RAY
2,411,722.80
73E BIAYA TEST FLIGHT
131,449,346.00
81A BIAYA KEAGENAN
25,999,588,851.89
135,220,056,663.95
By Tenaga kerja Langsung - (33A)
By Overhead Pabrik - (33B)
Total Biaya Overhead
234,076,873,611.12
Biaya Tenaga dan Supplies
7,683,712,869.14
Biaya Pemeliharaan
15,134,885,197.60
Biaya Umum
88,263,207,923.49
Biaya Litbang
2,477,996,421.79
Biaya Penyusutan
21,660,254,251.93
PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI 11,009,221,138.01 FISKAL 245,785,000.00 AIRPORT TAX 22,437,207.53 15,738,151,252.54
BIAYA BAHAN BAKAR PRODUKSI
1,412,444,772.25
BIAYA BAHAN KIMIA & MATERIAL LABORAN
187,782,387.50
BIAYA MATERIAL PEMBANTU
3,403,613,047.74
BIAYA PENGUJIAN BAHAN PERSEDIAAN
377,437,380.14
377,437,380.14
BIAYA CONSUMABLE TOOLS
1,930,654,724.24
BIAYA OFFLOAD
414,828,783.95
BIAYA OPERATING SUPPLIES
219,782,714.26
BIAYA MATERIAL CONSUMPTION LAINNYA
1,447,308,347.67
9,016,414,777.61
BEBAN PENYUSUTAN SARANA/PRASARANA
535,656,542.82
BEBAN PENYUSUTAN BANGUNAN
5,884,287,366.60
BEBAN PENYUSUTAN UTILITAS
35,246,933.34
BEBAN PENYUSUTAN PERMESINAN
4,086,043,902.27
BEBAN PENYUSUTAN PERALATAN
7,695,557,879.71
BEBAN PENYUSUTAN ALAT ANGKAT/ANGKUT
387,934,845.60
BEBAN PENYUSUTAN INVENTARIS
3,035,526,781.59
BIAYA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
2,283,598,980.79 BIAYA SEMINAR 104,437,479.00 BIAYA LOKAKARYA/SARESEHAN 2,000,000.00 BIAYA RAPAT 87,959,962.00
BIAYA SEWA KOMPUTER/HARDWARE/SOFTWARE
393,738,503.68
BIAYA SEWA GUDANG/GEDUNG
233,513,330.14
BIAYA SEWA KENDARAAN DAN ALAT ANGKUT
350,660,190.00
BIAYA SEWA SATELIT DAN KOMUNIKASI LAINNYA
44,798,500.00
BIAYA SEWA PERALATAN PESAWAT TERBANG & HELIKOPTER
24,324,610.00
BIAYA SEWA PERALATAN LAINNYA
25,332,962,721.65
BIAYA PEMELIHARAAN ALAT KANTOR
218,613,077.00
BIAYA PEMELIHARAAN ALAT ANGKUT-ANGKAT
115,076,224.24
BIAYA PEMELIHARAAN KALIBRASI DAN ALAT UKUR
281,977,939.70
BIAYA PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA
63,761,529.00
BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI MESIN PRODUKSI
1,223,551,499.46
BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG PERKANTORAN
95,709,366.45
BIAYA PEMELIHARAAN TOOLS
705,020,129.96
BIAYA PEMELIHARAAN EQUIPMENT
39,085,114.00
BIAYA PEMELIHARAAN HANGGAR PRODUKSI
4,207,500.00
BIAYA PEMELIHARAAN GUDANG
740,000.00
BIAYA PEMELIHARAAN, REPARASI PERSEDIAAN MATERIAL DAN PRODUK JADI
12,357,328,317.79
BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI PESAWAT INVENTARIS
13,000,000.00
BIAYA PEMELIHARAAN ALAT LAINNYA
16,814,500.00
15,134,885,197.60
BIAYA PPH PASAL 22 FINAL
140,439,428.48
BIAYA PPH PASAL 23 FINAL
758,646,818.48
BIAYA PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN/SERT BI/JASA GIRO
66,972,994.08
BIAYA PPN MASUKAN
413,593,852.38
BIAYA PPN BM
32,287,250.00
BIAYA BEA MATERAI
24,030,454.93
BIAYA BEA MASUK IMPORT
1,072,250,055.00
BIAYA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
14,692,000.00
BIAYA RETRIBUSI DAERAH
676,753.00
BIAYA PREMI ASSURANSI KEBAKARAN
25,425,982.90
BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN NON AIRCREW
2,403,443.78
BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN AIRCREW
74,116,869.16
BIAYA PREMI ASSURANSI PESAWAT TERBANG
1,349,254,932.87
BIAYA PREMI ASSURANSI KENDARAAN
35,225,275.48
BIAYA PREMI ASSURANSI LAINNYA
BIAYA PEMAKAIAN LISTRIK
4,713,137,190.57
BIAYA ALAT-ALAT LISTRIK
64,838,816.00
BIAYA PEMAKAIAN AIR
17,782,295.45
BIAYA PEMAKAIAN GAS UNTUK PRODUKSI
11,509,000.00
BIAYA PEMAKAIAN TELEPHON, FAXIMIL
767,329,250.22
BIAYA POS DAN TELEGRAM
254,464,876.39
BIAYA UTILITAS DAN KOMUNIKASI LAINNYA
222,423,954.00
BIAYA ALAT TULIS-KANTOR
411,449,866.23
BIAYA CETAK DAN FOTO COPY
829,611,244.32
BIAYA DOKUMENTASI DAN KEARSIPAN
36,820,722.68
BIAYA JASA PROGRAMMER
57,575,000.00
BIAYA PERANGKAT LUNAK(SOFTWARE)
2,061,994,174.17
BIAYA SUPPLIES KOMPUTER
659,158,546.05
BIAYA PENGANGKUTAN MATERIAL
1,911,735,946.16
BIAYA PREMI ASSURANSI PENGANGKUTAN
13,885,415.63
BIAYA PENGELOLAN MATERIAL LAINNYA
494,212,204.44
BIAYA REPAIR
6,904,859,168.61
BIAYA PEMERIKSAAN /KONSULTAN/PENGACARA
1,467,191,390.00
BEBAN BUNGA MODAL KERJA
986,000.00
BIAYA ADMINISTRASI BANK
6,364,277,882.07
BIAYA ENTERTAINMENT
3,723,727,762.44
BIAYA LEGAL FEE
18,296,865.40
BIAYA FERRY FLIGHT
472,970,430.10
BIAYA KEBERSIHAN DAN KEAMANAN
3,257,968,628.72
BEBAN BANTUAN SOSIAL
175,423,103.00
BIAYA TRANSPORTASI OPERASIONAL
13,436,050.00 BIAYA LAIN-LAIN 758,914,380.62 BIAYA EKSPERIMEN 1,000,000.00 40,521,637,438.19
BEBAN TAMU PERUSAHAAN
1,477,874,224.32
BIAYA PROTOTYPE/MASTER MODEL
1,045,452,942.21
1,045,452,942.21
BIAYA SERTIFIKASI
421,634,148.00
421,634,148.00
BIAYA LANDING FEE
4,746,707.00
BIAYA GROUND HANDLING
15,409,954.00
BIAYA X-RAY
2,411,722.80
BIAYA TEST FLIGHT
131,449,346.00
154,017,729.80
BIAYA KEAGENAN
25,999,588,851.89
25,999,588,851.89
135,220,056,663.95
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kompetisi dunia bisnis yang semakin lama semakin ketat telah
menciptakan suatu lingkungan baru yang disebut advance manufacturing
environment atau lingkungan industri maju. Suatu perusahaan yang beroperasi
dalam lingkungan industri maju akan menghadapi situasi antara lain tingkat
persaingan yang tinggi, manajemen kualitas total, kepuasan langganan total,
perbaikan yang berkesinambungan, dan penerapan teknologi tinggi. Ironisnya,
setelah diberlakukannya perdagangan bebas, setiap perusahaan di negara yang
ikut menandatangani kesepakatan tersebut tidak suka menghadapi suasana seperti
yang disebutkan diatas. Untuk itu hendaknya semua perusahaan yang ada saat ini
mulai berbenah diri untuk menghadapi persaingan global yang sedang terjadi
dengan cara meningkatkan kinerjanya yang se-optimal mungkin. Hal ini dimaksud
supaya kelak perusahaan-perusahaan lokal mampu berkompetisi dengan
perusahaan-perusahaan asing tanpa proteksi dari pemerintah.
Salah satu aspek yang sangat berperan dalam menentukan kompetitif
tidaknya suatu perusahaan adalah masalah harga jual produk yang ditawarkan.
Perusahaan yang dapat menghasilkan produk dengan harga jual paling rendah
dengan mutu yang sama akan mempunyai peluang yang cukup besar untuk
memenangkan persaingan. Harga jual bukanlah satu-satunya faktor yang
2
menentukan keunggulan dalam bersaing namun mempunyai andil yang cukup
besar untuk dapat memenangkan persaingan. Faktor penting lainnya yang sifatnya
dapat dikendalikan untuk menentukan harga jual suatu produk adalah harga pokok
produksi. Dalam hal ini harga pokok produksi akan ditentukan secara langsung
oleh besarnya biaya produksi yang terdiri dari biaya produksi langsung dan biaya
produksi tidak langsung.
Bagi perusahaan yang melakukan diversifikasi produk, pembebanan
biaya produksinya baik biaya produksi langsung (direct production cost) maupun
biaya produksi tidak langsung (indirect production cost) haruslah dilakukan
secara akurat, sehingga dapat dihasilkan harga pokok produk yang tepat. Namun
pada kenyataannya, khususnya atas biaya produksi tidak langsung (indirect
production cost) seringkali pembebanannya terhadap harga pokok produk yang
dihasilkan tidak dilakukan secara akurat. Hal ini dikarenakan sistem biaya
konvensional (tradisional), baik sistem tarif departemen (depertement rate)
maupun sistem tarif tunggal (plantwide rate) yang selama ini diterapkan
perusahaan tidak mampu mengatasi distorsi yang terjadi dalam pembebanan biaya
produksi tidak langsung tersebut. Distorsi dapat terjadi dikarenakan sistem biaya
konvensional secara arbitrase membebankan biaya produksi tidak langsung
terhadap produk hanya berdasarkan unit yang dihasilkan (unit based activity
driver), dengan kata lain semakin banyak kuantitas suatu produk dihasilkan akan
semakin banyak pula konsumsi sumber daya yang digunakan sehingga sistem
3
otomatis akan mengkonsumsi biaya produksi tidak langsung yang lebih banyak
dibandingkan produk yang bervolume sedikit.
Hal ini tentunya dapat mengakibatkan penetapan harga pokok produksi
yang tidak akurat, misalnya produk yang diproduksi dalam jumlah besar belum
tentu mengkonsumsi biaya produksi tidak langsung yang lebih banyak dibanding
dengan produk yang diproduksi dalam jumlah sedikit dan demikian pula
sebaliknya. Untuk mengatasi hal inilah maka digunakan sistem biaya yang
berbasis aktivitas (Activity Based Costing System). Kalau sistem biaya
konvensional beranggapan bahwa biaya produksi tidak langsung berbanding lurus
dengan volume produksi, sebaliknya sistem Activity Based Costing (ABC)
beranggapan bahwa biaya produksi tidak langsung berbanding lurus dengan
aktivitas yang dikonsumsi produk, artinya semakin banyak aktivitas yang
dilakukan dalam menghasilkan suatu produk maka akan semakin banyak biaya
produksi tidak langsung yang dikonsumsi produk tersebut.
Dengan demikian melalui sistem Activity Based Costing (ABC)
perusahaan dapat menelusuri aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan nilai
tambah (value added activity) dan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
(non value added activity) yang dilakukan dalam menghasilkan suatu produk,
sehingga perusahaan dapat meminimalisasi aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah bagi produk yang pada akhirnya nanti akan menghasilkan produk yang
bernilai tinggi dengan biaya yang seminimal mungkin. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perhitungan
4
Activity Based Costing (ABC) hal ini dikarenakan masih sedikit perusahaan
dinegara kita yang menerapkan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam
perhitungan harga pokok produknya. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk
mengetahui perbedaan besarnya Harga Pokok Produksi antara Sistem
Konvensional dan Sistem Activity Based Costing (ABC), adapun judul dari
penelitian ini adalah: “ Analisis Perbandingan Perhitungan Harga Pokok
Produksi Menurut Sistem Konvensional Dengan Sistem ABC (Activity Based
Costing) (Studi Kasus pada PT. Dirgantara Indonesia)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka masalah-masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana prosedur perhitungan harga pokok produk menurut sistem harga
konvensional?
2. Bagaimana prosedur perhitungan harga pokok produk menurut sistem Activity
Based Costing (ABC)?
3. Sistem biaya mana yang dapat menghasilkan harga pokok produk yang lebih
akurat?
4. Bagaimana pengaruh dari pemilihan alternatif sistem biaya terhadap
penentuan harga jual produk?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prosedur perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan sistem konvensional.
2. Untuk mengetahui prosedur perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC).
3. Untuk mengetahui sistem biaya mana yang lebih akurat dalam menghasilkan
perhitungan harga pokok produksi.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari pemikiran alternatif sistem biaya
terhadap penentuan harga jual produk.
1.4 Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan, sebagai salah satu referensi bagi perusahaan
2. Peneliti, sebagai pengalaman untuk mempelajari perbedaan-perbedaan yang
ada didalam praktik dilapangan, teori dan konsep-konsep akuntansi yang
selama ini dipelajari diperusahaan dan membandingkannya dengan teori-teori
yang didapatkan selama kuliah.
3. Pihak lain, menambah wawasan dan pengetahuan terapan serta merupakan
6
1.5 Rerangka Pemikiran dan Hipotesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem Activity Based
Costing dimaksudkan untuk mengatasi distorsi biaya yang timbulkan oleh sistem
biaya konvensional. Dalam hal ini distorsi biaya terjadi karena sistem biaya
konvensional dalam mengalokasikan biaya tidak langsung kepada produk
mengasumsikan bahwa jumlah unit yang diproduksi sebanding dengan biaya tidak
langsung yang dikonsumsi produk yang bersangkutan, artinya semakin banyak
kuantitas produk yang dihasilkan akan semakin banyak pula mengkonsumsi biaya
produksi tidak langsung yang timbul. Hal ini ternyata menimbulkan distorsi dalam
pengalokasian biaya tidak langsung tersebut karena dalam kenyataannya produk
yang bervolume tinggi tidak selalu mengkonsumsi biaya tidak langsung yang
lebih banyak dari produk yang bervolume rendah. Sebagaimana disebutkan
Hansen and Mowen1 bahwa
“Functional based costing first assign overhead cost to a functional unit creating either plant or depertemental cost pool. Next, these pooled cost are assigned to products using only unit based driver”.
Dalam hal ini pemicu aktivitas berbasis unit (unit based-activity drivers)
adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya sebagaimana perubahan
unit yang diproduksi. Penggunaan activity driver yang hanya berbasis unit dalam
pembebanan biaya overhead kepada produk mengasumsikan bahwa jumlah biaya
overhead yang dikonsumsi suatu produk berkaitan dengan jumlah unit produk
tersebut yang dihasilkan. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing
1
7
dalam perhitungan harga pokok produk asumsi ini ternyata dapat dibuktikan tidak
benar.
Sedangkan Cooper and Kaplan2 mengatakan setidaknya ada lima faktor
yang menyebabkan terjadinya distorsi biaya produk pada sistem biaya
konvesional yang berbasiskan volume produksi, yaitu:
1. Production Volume Diversity (keanekaragaman volume produksi).
2. Size Diversity (keanekaragaman ukuran produk).
3. Complexity Diversity (perbedaan kerumitan proses produksi).
4. Material Diversity (keanekaragaman bahan yang digunakan).
5. Setup Diversity (perbedaan set up mesin yang digunakan dalam proses
produksi).
Dalam pembebanan biaya overhead terhadap produk sistem Activity
Based Costing mengasumsikan bahwa untuk menghasilkan suatu produk
dibutuhkan aktivitas dan setiap aktivitas mengkonsumsi sumber daya, sehingga
dalam pembebaban biaya produksi, dalam hal ini biaya overhead, aktivitaslah
yang perlu ditelusuri karena aktivitaslah yang menimbulkan biaya (tracking cost
to product activity). Untuk membebankan biaya yang timbul terhadap produk
sistem activity based costing melakukannya melalui dua tahap, yaitu:
Tahap I Mengidentifikasi aktivitas, mengidentifikasi biaya yang berkaitan dengan aktivitas, serta mengelompokkan aktivitas dan biaya yang berkaitan
kedalam kelompok yang homogen.
Tahap II Membebankan biaya dari tiap pool cost terhadap produk.
2
Cooper, Robin and Robert S. Kaplan, The Design Cost Of Management System: Text, Cases
8
Pada tahap pertama aktivitas yang sudah diidentifikasi didaftar dalam
sebuah dokumen yang disebut activity inventory, kemudian dilakukan activity
attributes untuk menggambarkan dan mengelompokkan lebih lanjut
aktivitas-aktivitas tersebut. Dalam rangka penetapan biaya produksi, acitivity attributes
digunakan untuk mengelompokkan aktivitas yang berkaitan kedalam kelompok
yang mempunyai cost pool based yang homogen. Kemudian biaya atau sumber
daya yang dikonsumsi masing-masing kelompok aktivitas tersebut akan
dibebankan terhadap objek biaya berdasarkan activity drivers. Melalui
penelusuran aktivitas seperti ini perusahaan akan memperoleh dua keuntungan,
yaitu:
1. Dapat lebih akurat membebankan biaya produksi tidak langsung terhadap
objek biaya dengan mengidentifikasi jumlah aktivitas yang dibutuhkan suatu
produk dalam proses produksinya, dimana diasumsikan bahwa setiap aktivitas
mengkonsumsi sumber daya sehingga suatu produk yang memerlukan
aktivitas lebih banyak dalam proses produksinya otomatis akan
mengkonsumsi sumber daya yang lebih banyak pula.
2. Dapat dianalisis aktivitas yang merupakan value added activity dan non
value added activity sehingga akan dapat diminimalisasi aktivitas yang non
value added activity yang akhirnya akan menghasilkan produk yang bernilai
tinggi dengan biaya yang minimal.
Dengan demikian diharapkan perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan sistem Activity Based Costing akan menghasilkan harga pokok
9
Dari kesimpulan diatas maka dapat ditarik hipotesis: “Sistem Activity
Based Costing (ABC) menghasilkan perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP)
yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem Konvensional”.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui penelitian deskriptif analitis, yaitu
metode penelitian yang bertujuan memberikan gambaran keadaan objek penelitian
yang sebenarnya dangan cara mengumpulkan data, mengolah dan menyajikannya
sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas objek yang diteliti
untuk selanjutnya dianalisis agar dapat memberikan solusi dan ditarik kesimpulan
atas permasalahan yang sedang diteliti.
Dalam hal ini data yang dikumpulkan berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti meliputi:
1. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi.
2. Biaya-biaya yang timbul dalam proses produksi.
3. Biaya bahan baku per unit produk.
4. Biaya tenaga kerja langsung per unit produk.
5. Biaya-biaya yang dikelompokkan sebagai biaya overhead.
6. Penentuan tarif biaya overhead.
7. Biaya overhead pabrik per unit produk.
8. Perhitungan harga pokok produksi.
10
Sedangkan analisis data dilakukan dengan melakukan perhitungan ulang
atas harga pokok produksi dengan sistem Activity Based Costing dengan
menggunakan data yang digunakan sistem konvensional sehingga akan terlihat
bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity
Based Costing lebih akurat dari pada menggunakan sistem konvensional
(tradisional).
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan
data dengan cara:
1. Penelitian Lapangan
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan penelitian langsung
pada objek yang diteliti, dalam hal ini perusahaan, untuk memperoleh data yang
diperlukan. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara:
a. Wawancara
Dilakukan dengan pihak-pihak yang berwenang dan dianggap sebagai sumber
data yang kompeten dan relevan untuk kepentingan penelitian, yaitu manajer
produksi, manajer akuntansi serta pihak-pihak yang terkait untuk dimintai
keterangan tentang informasi yang mereka ketahui yang berkaitan dengan
perhitungan harga pokok produk atau proses produksi yang menjadi objek
penelitian.
b. Observasi dan dokumentasi
Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan melalui pengamatan secara
langsung atas kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perhitungan harga
11
2. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data untuk memperoleh data, dengan mencari dan
mempelajari bahan-bahan yang relevan, membandingkan beberapa sumber
kepustakaan seperti buku, majalah, jurnal, dan literatur-literatur lain yang relevan
dengan permasalahan yang diteliti
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dalam melaksanakan penulisan ini dilakukan pada PT.
DIRGANTARA INDONESIA yang beralamat Jln. Padjajaran No. 154 Bandung.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di departemen produksi PT
Dirgantara Indonesia mengenai harga pokok produk yang selama ini dilakukan
serta kemungkinan untuk menerapkan metode Activity Based Costing dalam
pembebanan biaya tidak langsung (overhead) pada produk, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses perhitungan harga pokok produk yang diterapkan PT. Dirgantara
Indonesia adalah sistem akuntansi biaya konvensional yang memadai, karena
terdapatnya unsur prime cost (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja).
Namun dalam mengalokasikan biaya overhead, PT. Dirgantara Indonesia
hanya menggunakan satu pemicu biaya yaitu jam kerja orang
2. Pada sistem Activity Based Costing, penetapan harga pokok produk didasarkan
atas aktivitas dimana aktivitas mengkonsumsi sumber daya dan produk
mengkonsumsi aktivitas. Aktivitas yang terdapat pada departemen PT.
Dirgantara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu
Unit Level Activity, Batch Level Activity, Product Level Activity, Facility Level
Activity. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing, biaya-biaya
dari aktivitas ini dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi aktivitas oleh
masing-masing produk. Jadi, dalam sistem Activity Based Costing terdapat
bermacam-macam pemicu biaya (cost driver) yang tidak hanya didasarkan
82
pada pemicu biaya berdasarkan jam kerja orang tapi juga pemicu biaya
berdasarkan nilai material, jumlah perintah pesanan, jumlah gambar, jumlah
dokumen, jumlah sertifikat, dan lain-lain.
Dengan demikian, penentuan harga pokok produk dengan sistem Activity
Based Costing menghasilkan biaya produksi yang lebih akurat dibandingkan
dengan sistem akuntansi biaya konvensional.
3. Dengan menerapkan perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem
Activity Based Costing pada departemen produksi PT. Dirgantara Indonesia
maka terbukti bahwa perhitungan harga pokok produk dengan sistem Activity
Based Costing ini dapat mencerminkan pengalokasian biaya yang lebih akurat,
sehingga penetapan harga pokok produk lebih akurat.
5.2 Saran
Diketahui bahwa perusahaan telah memiliki sistem pencatatan yang
memadai. Diketahui pula bahwa pembebanan biaya tidak langsung dengan
metode Activity Based Costing akan memberikan informasi biaya yang lebih
akurat dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem
akuntansi biaya konvensional yang diterapkan perusahaan selama ini. Oleh karena
itu, peneliti menyarankan agar perusahaan sebaiknya menerapkan sistem Activity
Based Costing sehingga penetapan harga pokok produk akan semakin akurat.
Peneliti juga menyarankan, apabila perusahaan memutuskan untuk
menerapkan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok
83
Costing System dapat berlangsung dengan baik maka perusahaan sebaiknya
memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada karyawannya agar para karyawan
memiliki pemahaman yang cukup dalam menerapkan Activity Based Costing
DAFTAR PUSTAKA
Hansen and Mowen. 2003. Cost Management: Accounting and Control. 4th
Edition. Thompson: South Western.
Maher, Lahen and Rajan. 2006. Fundamentals of Cost Accounting. Mc.
Graw-Hill International Edition. New York: Mc Graw-Graw-Hill Irwin Companies, Inc,.
Hammer, Carter, and Usry. 1999 Akuntansi Biaya: Perencanaan dan
Pengendalian. Edisi 10 Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen-Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Edisi
dua. Yogyakarta: Bagian penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Hammer, Carter, and Usry. 1994. Cost Accounting: Planning And Control. 11th
Edition. Cincinati Dallas: South Western, College Publishing.
Edward B. Deakin and Michael Maker. 1991. Cost Accounting. 3th Edition.
Boston: Richard D. Irwin, Inc.
Harnanto. 1992. Akuntansi Biaya: Perhitungan Harga Pokok Produk. Edisi
Pertama. Yogyakarta, BPFE.
Hansen/Mowen. 2005. Management Accounting. 7th Edition. South Western:
Thomson Learning Inc., Ohio.
Zulkifli dan Sulistianingsih. Akuntansi Biaya: Dilengkapi isu-isu
Kontemporer. Edisi pertama.
Douglas T. Hicks. 1992. ABC For Small and Mid Size Businesses: An
85
Cooper, Robin and Robert S. Kaplan. 1991. The Design Cost Of Management
System: Text, Cases and Readings. International Edition. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Amin Widjaja Tunggal. 1992. Activity Based Costing: Suatu Pengantar. Edisi