• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survey Mengenai Tipe Relasi dalam Keluarga pada Siswa Kelas 1 di SMA 'X' Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Survey Mengenai Tipe Relasi dalam Keluarga pada Siswa Kelas 1 di SMA 'X' Bandung."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tipe relasi pada siswa/i kelas satu SMA ‘X’. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka rancangan penelitian yang diajukan bersifat deskriptif dengan teknik survei. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah tipe relasi keluarga dengan menggunakan teori Tipe Relasi Keluarga dari Olson. Sampel dari penelitian ini adalah siswa/i kelas SMA ‘X’ yang berusia antara 14 hingga 18 tahun, yang berjumlah 150 orang. Populasi sasaran adalah seluruh populasi, dengan jumlah 171 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesoiner yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan teori Tipe Relasi Keluarga dari Olson.

Berdasarkan hasil pengolahan data dan perhitungan statistika dengan menggunakan program SPSS for Windows ver 11.5. diperoleh hasil bahwa Dari 150 responden, yaitu siswa kelas satu SMA X, 34% siswa menghayati tipe relasi keluarganya adalah Flexibly Connected, 31.3% tipe relasi Structurally Connected, 30% tipe relasi Structurally Separated, 4% tipe relasi Flexibly Enmeshed, dan 0.6% tipe relasi Structurally Enmeshed.

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yang oleh Roh KudusNya memberikan kekuatan, motivasi, dan penghiburan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Psikologi di Universitas Kristen Maranatha Bandung. Skripsi ini membahas Tipe Relasi Keluarga siswa kelas satu di SMA ‘X’ .

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan di dalam skripsi ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun akan sangat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Berbagai kendala yang dihadapi peneliti dapat dihadapi berkat dukungan dari berbagai pihak, karena itulah pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. R. Sanusi Soesanto Psik. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah memberikan bantuan dalam peneliti menjalani studi.

(3)

iii

3. Bapak Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si. Psik. selaku koordinator mata kuliah skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan memotivasi peneliti.

4. Ibu Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si. Psik. selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing, membantu dan yang telah meluangkan waktunya untuk memberi masukan kepada peneliti selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Dra. Sumiarti Soemarno Psik. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada peneliti selama penyusunan skripsi.

6. Bapak Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si Psik. dan Ibu Ida Ayu N.K M.Psi. selaku dosen pembahas pada seminar outline atas segala masukan, saran, dan kritik yang sangat berguna bagi penyelesaian penyusunan skripsi peneliti.

7. Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah membekali peneliti dengan ilmu selama masa perkuliahan.

8. Staf perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu peneliti dalam mencari dan melengkapi referensi yang diperlukan.

9. Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah direpotkan oleh peneliti sejak awal masa perkuliahan hingga akhir. Terima kasih atas bantuan dalam segala hal, khususnya untuk keperluan administratif peneliti.

(4)

iv

11.Ci Irene beserta siswa kelas satu SMA ‘X’ yang telah menyediakan waktu dan bantuan kepada peneliti.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang nama- namanya belum disebutkan, kiranya Tuhan memberkati segala kebaikan hati Bapak/Ibu dan saudara-saudari sekalian.

Akhir kata, peneliti berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang terkait.

Bandung, Desember 2006

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul Lembar Pengesahan

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR BAGAN...x

DAFTAR LAMPIRAN...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.6 Asumsi ... 20

(6)

vi

2.1.2 Fungsi Keluarga………..23

2.2 Relasi Keluarga 2.2.1 Dimensi Cohesion……… 24

2.2.2 Dimensi Adaptability………28

2.2.3 Peta Relasi Keluarga ………30

2.2.4 Keseimbangan Dinamik………31

2.2.5 Keluarga Balance vs Ekstrim………33

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe relasi keluarga ……...35

2.3 Remaja 2.3.1 Pengertian Remaja………39

2.3.2 Perubahan pada masa remaja………41

2.3.3 Perubahan pada orangtua………..44

2.3.4 Otonomi dan Attachment………..45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 47

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...47

3.3 Alat Ukur ... 49

3.3.1 Uji Coba Alat Ukur ... 52

3.3.2 Validitas Alat Ukur ... 52

3.3.3 Reliabilitas Alat Ukur ... 52

3.4 Populasi Penelitian ...53

(7)

vii

3.4.2 Karakteristik Populasi ... 53

3.5 Teknik Analisis ... 53

BAB IV HASIL PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel ...55

4.2 HasilPenelitian ...56

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...67

5.2 Saran ...68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1.1. Frekwensi Jenis Kelamin...55

Tabel 4.1.2. Frekwensi Usia...56

Tabel 4.2.1. Tabel Tipe Relasi Keluarga…...56

Tabel 4.2.2. Tabulasi silang tipe relasi dengan lama orangtua menikah...57

Tabel 4.2.3. Tabulasi silang tipe relasi dengan pertengkaran orangtua……….58

Tabel 4.2.4. Tabulasi silang tipe relasi dan pertengkaran siswa dengan orangtua...………..59

Tabel 4.2.5. Tabulasi silang tipe relasi dengan kemampuan menceritakan keinginan...……….59

Tabel 4.2.6 Tabulasi silang tipe relasi dan pengertian orangtua………60

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

(10)

x

DAFTAR BAGAN

Halaman

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur “Tipe Relasi Keluarga”

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner “Tipe Relasi Keluarga”

Lampiran 3 Tabel Silang Data Penunjang dan Alat Ukur “Tipe Relasi Keluarga”

(12)

LAMPIRAN 1

Alat Ukur ‘Tipe Relasi Keluarga’

IDENTITAS

Data Pribadi

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin : Suku Bangsa :

Agama :

• Siapa saja yang tinggal di rumah saudara? a. kakek/ nenek

b. paman/ bibi

c. kakak/ adik kandung d. pembantu

e. ……….

Apakah perlakuan orangtua terhadap saudara berbeda ketika saudara masih kanak-kanak?

a. ya, dalam hal……….

b. tidak.

Sudah berapa lama orangtua anda menikah?………

Saudara urutan ke berapa dan dari berapa bersaudara?………

Apakah orangtua saudara sering bertengkar? a. sangat sering b. sering

c. jarang d. sangat jarang

(13)

……… ………

• Apakah saudara pernah bertengkar hebat dengan orangtua? Apa akibatnya bagi relasi saudara dengan orangtua?

……… ………

• Apakah di keluarga saudara pernah terjadi peristiwa yang “hebat” (seperti narkoba, kabur, orangtua cerai, dll) sehingga mengganggu kenyamanan keluarga?

a. ya, bentuknya………

b. tidak

• Apakah saudara bisa menceritakan keinginan saudara kepada orangtua? a. sangat sering b. sering

c. jarang d. sangat jarang

• Apabila saudara menyampaikan keinginan saudara, apakah orangtua memahami seperti yang saudara maksudkan?

a. sangat sering b. sering

c. jarang d. sangat jarang

• Hal-hal apa saja yang sering saudara bicarakan dengan orangtua?

……… ………

• Apakah saudara berani mengutarakan kepada orangtua tentang hal-hal yang mungkin tidak disetujui atau ditentang oleh orangtua?

a. sangat sering b. sering

c. jarang d. sangat jarang

• Apakah keluarga saudara pernah mengalami musibah (bencana alam, orangtua dipindah tugas ke daerah lain, orangtua kehilangan pekerjaan)?

a. ya, yaitu……….

(14)

• Apakah ada pengaruh hal diatas terhadap relasi saudara dengan anggota keluarga yang lain?

……… ………

Identitas Orangtua Ayah Ibu

Usia Suku Bangsa

Agama Pendidikan terakhir

Pekerjaan

• Latar budaya mana yang lebih dominan di dalam keluarga saudara dan dalam hal? ………

a. makanan b. pakaian

c. adat istiadat atau kebiasaan dalam keluarga d. upacara adat

(15)

KUESIONER TIPE RELASI KELUARGA

INSTRUKSI:

Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan tentang diri dan keluarga saudara. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari ke-4 pilihan jawaban yang tersedia pada setiap nomor. Lingkari huruf yang menjadi jawaban saudara. Jawaban yang benar adalah jawaban yang paling menggambarkan diri saudara atau keluarga saudara, menurut pandangan atau perasaan saudara. Saudara diminta memilih berdasarkan pandangan atau perasaan saudara, bukan berdasarkan pandangan orang lain. Setiap nomor harus diisi jangan sampai ada nomor yang terlewat. Selamat mengisi.

1. Pada hari libur, saya dan keluarga akan mengisi waktu bersama-sama. a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 2. Dalam mengambil keputusan akan suatu hal, yang menjadi pertimbangan

pertama adalah keluarga.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 3. Saya lebih banyak menceritakan masalah saya kepada keluarga daripada

teman-teman.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 4. Saya merasa acuh tak acuh terhadap masalah yang menimpa keluarga

saya.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 5. Orang tua tidak terlibat dalam mengatur waktu saya untuk belajar.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 6. Seingat saya, kira-kira saya dari dulu sampai sekarang, aturan-aturan yang

diberlakukan orang tua untuk saya (misal boleh pergi dengan siapa, kapan harus belajar) tidak berubah.

a. sering sekali berubah b. cukup banyak yang berubah c. hanya sedikit yang berubah d. tidak pernah berubah

(16)

8. Orang tua akan memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum memberlakukan aturan.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 9. Saya dan anggota keluarga membagi tugas untuk membereskan rumah.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang

10.Sekalipun hari libur, saya harus tetap belajar dan mengerjakan tugas-tugas saya seperti hari-hari sekolah.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 11.Orang tua menanyakan kepada saya lebih dahulu sebelum mereka

menentukan kegiatan yang harus saya ikuti.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 12.Saya merasa kurang nyaman bila harus menginap di tempat lain tanpa

bersama orang tua.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 13.Keluarga saya akan membela saya bila saya bermasalah dengan orang lain.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 14.Bila saya berhasil mendapat nilai baik pada ulangan, keluarga saya turut

gembira.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 15.Prestasi baik yang saya capai merupakan kebanggaan keluarga.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 16.Saya berekreasi bersama keluarga daripada dengan teman.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 17.Bila saya melakukan suatu kekeliruan maka yang bertanggung jawab atas

perbuatan saya biasanya adalah:

a. Sepenuhnya merupakan tanggung jawab keluarga

b. Sebagian besar merupakan tanggung jawab keluarga dan hanya sebagian kecil merupakan tanggung jawab saya.

(17)

d. Sepenuhnya merupakan tanggung jawab saya sendiri dan bukan tanggung jawab keluarga.

18.Keluarga tidak peduli dengan apa yang saya alami.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 19.Bila ada anggota keluarga yang terkena masalah saya berusaha membantu

sekuat tenaga.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 20.Apabila saya berpergian bersama teman-teman, orang tua saya akan

membiarkan saya pergi dan tidak akan menanyakan kemana saya pergi. a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 21.Peraturan yang diterapkan orang tua berubah seiring dengan bertambahnya

usia saya.

a. sering sekali berubah b. cukup banyak yang berubah c. hanya sedikit yang berubah d. tidak pernah berubah

22.Orang tua mengijinkan saya untuk memilih sendiri teman-teman bermain. a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 23.Bila saya melanggar peraturan yang ditetapkan maka orang tua

memberikan sanksi.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 24.Di keluarga saya, urusan mencari nafkah sepenuhnya merupakan

kewajiban ayah dan bukan kewajiban ibu.

a. sangat sering begitu b. sering begitu c. jarang begitu d. sangat jarang begitu

25.Orang tua saya mengharuskan saya belajar pada waktu yang sudah dipastikan.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 26.Jika prestasi saya buruk atau turun, saya bersama orang tua akan

membicarakannya guna mencari cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar saya

(18)

27.Saya menonton TV bersama anggota keluarga.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 28.Tingkah laku saya tidak akan berakibat pada keluarga melainkan hanya

berakibat pada diri saya sendiri.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 29.Di keluarga saya, yang bertanggung jawab mengambil keputusan untuk

keluarga adalah ayah.

a. sangat sering begitu b. sering begitu c. jarang begitu d. sangat jarang begitu

30.Orang tua saya mau mendengarkan keluhan-keluhan saya, bukan hanya masalah sekolah.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 31.Bila orang tua saya tidak menyukai seseorang, saya juga tidak menyukai

orang tersebut.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 32.Saya baru merasa nyaman bila orang tua saya menyukai teman-teman

saya.

a. sangat sering merasa begitu b. sering merasa begitu c. jarang merasa begitu d. sangat jarang merasa begitu

33.Sekalipun hari libur, kegiatan-kegiatan yang dilakukan keluarga saya sama seperti hari-hari biasanya.

a. tidak pernah sama b. jarang sama c. kebanyakan sama d. selalu sama

34.Orang tua saya bersedia mendengarkan pendapat saya walaupun bertentangan dengan pendapat mereka.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 35.Bila memberi hukuman kepada saya karena saya melanggar aturan, orang

tua saya mempertimbangkan alasan yang saya kemukakan.

(19)

36.Di keluarga saya, kegiatan belajar anak merupakan tanggung jawab ibu dan bukan tanggung jawab ayah.

a. sangat sering begitu b. sering begitu c. jarang begitu d. sangat jarang begitu 37.Kecuali pembantu, orang-orang yang tinggal di rumah saya:

a. Sering berganti-ganti b. cukup banyak yang berganti c. sebagian besar sama d. semuanya tetap sama

38.Saya makan malam bersama anggota keluarga.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 39.Di keluarga saya, “urusan rumah” (misalnya memelihara kebersihan

rumah, menyediakan makanan, mengatur pembantu) merupakan tanggung jawab ibu, dan bukan tanggung jawab ayah.

a. sangat sering seperti itu b. sering seperti itu c. jarang seperti itu d. sangat seperti itu

40.Di rumah saya setiap anggota keluarga memiliki tugas untuk mengerjakan “pekerjaan rumah tangga” seperti memasak, mencuci piring.

a. sangat sering begitu b. sering begitu c. jarang begitu d. sangat jarang begitu

41.Apapun sebabnya, jika saya melanggar perintah atau aturan orang tua, saya akan dimarahi/ dihukum.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 42.Orang tua mendengarkan keinginan saya.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 43.Sebagai suatu keluarga saya lebih menyukai bila kami bersama-sama

a. Dalam segala hal b. Dalam banyak hal c. Hanya dalam beberapa hal d. Tidak pernah

44.Orang tua saya menekankan kepada anak-anak untuk mengutamakan kepentingan seluruh anggota keluarga dan bukan kepentingan sendiri. a. Dalam segala hal b. Dalam banyak hal

(20)

45.Orang tua saya memberi kebebasan kepada saya untuk mengatur jadwal kegiatan saya sendiri.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 46.Orang tua saya tidak menceritakan kejadian yang mereka alami.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 47.Bila saya berbuat buruk, keluarga saya ikut merasa malu.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 48.Bila akan membelikan pakaian untuk saya, orang tua membolehkan saya

memilih apa yang saya sukai.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 49.Saya tidak berusaha menghibur bila ada anggota keluarga yang sedang

merasa sedih atau kecewa.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 50.Saya lebih nyaman bersama keluarga daripada dengan teman-teman. a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 51.Saat saya menghadapi masalah, keluarga tidak turut membantu saya.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 52.Saya senang membicarakan dengan keluarga tentang hal-hal yang saya

alami di sekolah.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 53.Orang tua tidak memaksakan kehendak mereka sendiri kepada saya. a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 54.Saya akan membela saudara saya, bila ada orang yang

menjelek-jelekkannya.

a. sangat sering b. sering c. jarang d. sangat jarang 55.Saya merasa hubungan saya dengan keluarga:

a. sangat dekat b. dekat c. agak jauh d. sangat jauh

56.Orang tua membebaskan saya untuk bertindak sesuai dengan keinginan saya.

(21)

LAMPIRAN 2

Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Tipe Relasi Keluarga

(22)

LAMPIRAN 3

Crosstab data penunjang dan alat ukur Tipe Relasi Keluarga

Tabel L.1 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan

tinggal bersama keluarga

Tabel L.2 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan

urutan kelahiran dalam keluarga

Tipe Relasi

Tabel L.3 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan

pengaruh pertengkaran orangtua

diaman, hubungan kurang baik, jarang pergi bersama

menjadi harmonis, damai, akur, lebih dekat, berusaha lebih baik)

(23)

Suasana rmh tdk enak, sepi,

hubungan kurang baik 0 0 1 (0.67%) 0 0 1

Tidak damai, tidak tenteram,

kurang harmonis 4 (2.67%) 0 6 (4%) 0 5 (3.33%) 15

Tidak memikirkan atau tidak

peduli 0 0 1 (0.67%) 0 1 (0.67%) 2

Tidak nyaman/tidak betah di

rumah, ingin pergi dari rumah 3 (2%) 0 1 (0.67%) 0 3 (2%) 7

Total 51 (34%) 6 (4%) 47 (31.33%) 1 (0.67%) 45 (30%) 150

Tabel L.4 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan

peristiwa hebat ysng terjadi dalam keluarga

Tipe Relasi

Tabel L.5 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan

hal yang dibicarakan dengan orangtua

Tipe Relasi Hal yang tidak begitu penting,

(24)

Keluarga, masalah di ingkungan

Tabel L.6 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan musibah

Tipe Relasi

Tabel L.7 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan pengaruh musibah

Tipe Relasi

Tabel L.8 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan suku bangsa ayah

(25)

Tabel L.9 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan suku bangsa ibu

Tabel L.10 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan budaya yang dominan

(26)

LAMPIRAN 4

Data Tipe Relasi Keluarga

No. Skor Cohesion Skor Adaptability Tipe Relasi

1 81 55 Structurally Connected

10 78 58 Structurally Separated

11 85 60 Structurally Connected

12 78 60 Structurally Separated

13 69 53 Structurally Separated

14 88 63 Structurally Connected

15 68 53 Structurally Separated

16 99 73 Flexibly Connected

17 95 59 Structurally Connected

18 67 53 Structurally Separated

19 73 57 Structurally Separated

20 83 63 Structurally Connected

21 91 57 Structurally Connected

22 85 68 Flexibly Connected

23 91 63 Structurally Connected

24 93 65 Flexibly Connected

25 80 57 Structurally Connected

26 86 61 Structurally Connected

27 84 64 Flexibly Connected

28 89 74 Flexibly Connected

29 70 56 Structurally Separated

30 82 56 Structurally Connected

31 87 58 Structurally Connected

32 90 66 Flexibly Connected

33 90 75 Flexibly Connected

34 79 52 Structurally Connected

35 86 70 Flexibly Connected

36 81 60 Structurally Connected

37 86 59 Structurally Connected

38 83 67 Flexibly Connected

39 78 55 Structurally Separated

40 86 58 Structurally Connected

(27)

42 75 55 Structurally Separated

43 89 63 Structurally Connected

44 88 60 Structurally Connected

45 67 55 Structurally Separated

46 85 64 Flexibly Connected

47 86 65 Flexibly Connected

48 97 67 Flexibly Connected

49 94 54 Structurally Connected

50 80 58 Structurally Connected

51 99 73 Flexibly Connected

52 86 64 Flexibly Connected

53 80 62 Structurally Connected

54 59 61 Structurally Separated

55 78 59 Structurally Separated

56 72 56 Structurally Separated

57 76 55 Structurally Separated

58 112 76 Flexibly Enmeshed

59 86 58 Structurally Connected

60 93 75 Flexibly Connected

61 103 61 Structurally Enmeshed

62 98 67 Flexibly Connected

63 97 73 Flexibly Connected

64 80 68 Flexibly Connected

65 95 63 Structurally Connected

66 84 63 Structurally Connected

67 96 65 Flexibly Connected

68 89 62 Structurally Connected

69 79 68 Flexibly Connected

70 87 64 Flexibly Connected

71 82 59 Structurally Connected

72 82 57 Structurally Connected

73 106 72 Flexibly Enmeshed

74 85 53 Structurally Connected

75 83 72 Flexibly Connected

76 71 59 Structurally Separated

77 83 69 Flexibly Connected

78 83 57 Structurally Connected

79 77 57 Structurally Separated

80 99 62 Structurally Connected

81 85 64 Flexibly Connected

82 76 55 Structurally Separated

83 106 75 Flexibly Enmeshed

84 90 66 Flexibly Connected

85 95 63 Structurally Connected

86 94 73 Flexibly Connected

87 85 59 Structurally Connected

(28)

89 92 72 Flexibly Connected

90 89 62 Structurally Connected

91 69 63 Structurally Separated

92 79 62 Structurally Connected

93 89 60 Structurally Connected

94 72 52 Structurally Separated

95 99 64 Flexibly Connected

96 86 61 Structurally Connected

97 90 57 Structurally Connected

98 79 58 Structurally Connected

99 74 62 Structurally Separated

100 79 60 Structurally Connected

101 80 62 Structurally Connected

102 92 68 Flexibly Connected

103 65 45 Structurally Separated

104 75 57 Structurally Separated

105 97 75 Flexibly Connected

106 93 66 Flexibly Connected

107 77 54 Structurally Separated

108 72 55 Structurally Separated

109 84 53 Structurally Connected

110 73 56 Structurally Separated

111 88 61 Structurally Connected

112 91 71 Flexibly Connected

113 78 53 Structurally Separated

114 81 66 Flexibly Connected

115 72 55 Structurally Separated

116 65 54 Structurally Separated

117 72 58 Structurally Separated

118 82 63 Structurally Connected

119 111 67 Flexibly Enmeshed

120 91 70 Flexibly Connected

121 62 58 Structurally Separated

122 71 55 Structurally Separated

123 93 77 Flexibly Connected

124 99 68 Flexibly Connected

125 95 68 Flexibly Connected

126 77 56 Structurally Separated

127 95 70 Flexibly Connected

128 88 60 Structurally Connected

129 103 73 Flexibly Enmeshed

130 82 67 Flexibly Connected

131 89 64 Flexibly Connected

132 58 50 Structurally Separated

133 70 58 Structurally Separated

134 82 61 Structurally Connected

(29)

136 78 53 Structurally Separated

137 77 60 Structurally Separated

138 64 54 Structurally Separated

139 65 49 Structurally Separated

140 70 50 Structurally Separated

141 66 52 Structurally Separated

142 71 58 Structurally Separated

143 94 73 Flexibly Connected

144 88 70 Flexibly Connected

145 87 63 Structurally Connected

146 87 69 Flexibly Connected

147 99 74 Flexibly Connected

148 92 69 Flexibly Connected

149 70 55 Structurally Separated

(30)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan sumbangan yang teramat besar bagi perkembangan

masa depan dunia. Situasi dan kondisi remaja pada saat ini akan mencerminkan

situasi dan kondisi bangsa di masa depan. Karena di masa mendatang, merekalah

yang berperan sebagai penerus pembangunan. Bagaimana suatu masyarakat

berkembang tergantung pula pada seberapa jauh remaja dilibatkan dalam proses

membangun dan mendisain masa depan. Bahkan menurut Alm. Rozy Munir,

ketua IPADI (Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia), penduduk usia

15-24 tahun adalah masa depan suatu bangsa. Bila mereka berperilaku produktif dan

terpuji maka mereka akan menjadi kebaikan bagi bangsa. Namun bila mereka

berperilaku sebaliknya, maka mereka akan menjadi masalah bagi bangsa

(www.kompas.com).

Pendidikan terhadap generasi muda memegang peranan penting untuk

membentuk mereka menjadi generasi penerus pembangunan bangsa. Salah satu

tempat pendidikan yang penting bagi remaja adalah keluarga, karena keluarga

adalah lingkungan yang pertama kali yang dikenal oleh anak, dimana anak

bertumbuh dan berkembang melalui proses interaksi dengan anggota keluarga.

Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan terutama bagi remaja memiliki

(31)

2

keluarga, anak mulai belajar mengenai hal-hal yang terjadi, yang memberi arti

bagi dirinya dan hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan kepribadiannya

baik langsung maupun tidak langsung sampai anak tumbuh dewasa. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 1989 “…pendidikan

keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang

diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai

budaya, nilai moral dan keterampilan”. Perhatian orangtua yang dicurahkan

melalui kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan beragama

maupun sosial budaya merupakan faktor-faktor yang kondusif untuk

mempersiapkan anak menjadi seorang individu dan anggota masyarakat yang

sehat. Keluarga merupakan unit terkecil dari lingkungan sosial yang banyak

memberikan dasar atau pengalaman awal bagi remaja dalam berinteraksi dengan

orang lain. Pengalaman tersebut berupa kesempatan remaja untuk bersikap

terbuka terhadap anggota keluarga, membina relasi yang baik, penanaman nilai

moral, belajar menghargai pendapat setiap anggota keluarga, menghormati

otoritas orang tua dan belajar mengatasi masalah atau konflik yang dihadapi.

Dipandang dari fungsinya, keluarga merupakan suatu sistem interaksi

yang mengatur cara-cara melindungi, memelihara dan mendidik anak;

menciptakan lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang mendukung

perkembangan individual; membina dan memperkuat ikatan afeksional serta

bagaimana orangtua memberikan teladan kepada anak-anaknya agar dapat

menyesuaikan diri dan berhubungan secara berhasil dengan situasi di luar

(32)

3

relasi keluarga, yaitu: cohesion (togetherness), yaitu kedekatan emosional antar

anggota keluarga dan adaptibility (the capacity to change), yaitu keluwesan

keluarga dalam menyesuaikan aturan-aturannya selaras dengan perubahan situasi

yang dihadapi. Kedua dimensi tersebut saling berpadu dalam derajat tertentu, dan

menggambarkan tipe relasi keluarga.

Suatu bentuk relasi keluarga yang berbeda-beda dapat memberikan

pengalaman yang berbeda pula terhadap anak ketika mereka tumbuh sebagai

seorang remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap remaja terhadap

lingkungannya, seperti bagaimana remaja berkomunikasi dan membina relasi

dengan orang lain, menghargai pendapat orang lain, menghormati otoritas orang

lain, serta menyelesaikan masalah yang dihadapi. Situasi dan kondisi tersebut

akan memampukan remaja dalam melakukan penyesuaian sosial di

lingkungannya.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 siswa kelas

satu di SMA ‘X’ Bandung, dapat diperoleh data tentang tipe relasi keluarga

sebagai berikut: Dua dari 10 siswa, mengatakan bahwa mereka memiliki

hubungan yang dekat dengan keluarga. Setiap minggunya mereka sering

berpergian keluar bersama dan sering meluangkan waktu di rumah untuk

berkumpul bersama anggota keluarga yang lain. Mereka sering menceritakan

kejadian-kejadian yang mereka alami bahkan untuk hal-hal yang bersifat pribadi

pun mereka bisa bercerita, terutama kepada ibu mereka, seperti siapa yang mereka

taksir, masalah dengan dengan guru atau teman; dan tidak jarang pula mereka

(33)

4

sedang menghadapi masalah. Mereka menikmati waktu-waktu yang bersama

keluarga mereka. Mereka juga menganggap bahwa sudah menjadi kebiasaan

bahwa mereka saling sharing kepada anggota keluarga yang lain, karena mereka

merasa bahwa keluarga tempat mencurahkan isi hati mereka, meskipun ada

hal-hal tertentu juga yang mereka tidak ceritakan. Di dalam keluarga pun mereka

diajarkan bahwa untuk menentukan kepentingan keluarga dulu dari yang lain

walau ketentuan tersebut masih bisa di toleransi, seperti bila tidak bisa ikut pergi

makan asal alasannya masuk akal dan penting maka keluargapun bisa

memaklumi. Untuk peraturan yang berlaku di rumah, mereka mengatakan bahwa

peraturan yang berlaku bisa berubah sesuai dengan kondisi, misalnya setelah

memasuki SMA jam tidur malam yang berlaku berubah dibandingkan masih

duduk di SMP. Dalam menentukan aturan biasanya orangtua membicarakan

terlebih dahulu dengan mereka, orangtua tidak memaksakan suatu aturan bila

mereka tidak menyetujuinya. Bila mereka melanggar peraturan yang telah mereka

sepakati biasanya orangtua hanya memberikan nasihat kepada mereka atau dalam

bentuk omelan jika mereka tetap melanggarnya juga. Berdasarkan hal tersebut

peneliti mengasumsikan bahwa pada dimensi adaptability penghayatan

siswa-siswa tersebut terhadap keluarganya berada pada derajat Flexibly (peraturan di

keluarga fleksibel mengikuti perubahan-perubahan) sedangkan untuk dimensi

cohesion berada pada derajat Connected (memiliki kedekatan emosi yang dekat

namun tidak berlebihan), sehingga tipe relasi keluarga siswa-siswa tersebut adalah

(34)

5

Satu dari 10 siswa, mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang

cukup dekat dengan keluarga mereka. Sesekali mereka berpergian dengan

keluarga minimal satu bulan dua kali mereka mempunyai agenda untuk

berpergian sekeluarga. Mereka mengatakan bahwa mereka lebih dekat dengan

teman bermainnya daripada dengan keluarga walaupun mereka juga

kadang-kadang berbicara dengan keluarga namun hal-hal yang dibicarakan juga tidak

mendalam. Dalam menentukan sesuatupun mereka lebih sering dipengaruhi oleh

teman-temannya daripada keluarganya karena mereka lebih sering meminta

nasihat dengan kelompok bermain mereka. Untuk peraturan di rumah, mereka

menghayati bahwa peraturan yang berlaku juga turut berubah seiring dengan

masuknya mereka ke SMA, seperti jam malam yang lebih longgar dibandingkan

waktu mereka masih SMP. Mereka bebas melakukan apa saja asal mampu

menanggung resikonya. Kalaupun mereka melakukan kesalahan reaksi dari

orangtua hanya memberi tahu saja, itupun tergantung mood orangtua mereka.

Apabila orangtua subjek sedang merasa senang, maka orangtua akan memberitahu

mereka jika ia berbuat kesalahan, bersikap sabar terhadap mereka dan

memberikan penjelasan mengapa mereka tidak boleh melakukan kesalahan

tersebut. Sebaliknya jika mereka sedang merasa kesal atau ‘bad mood’ maka

orangtua hanya diam saja ketika melihat subjek melakukan kesalahan.

Berdasarkan hal tersebut peneliti mengasumsikan bahwa pada dimensi

adaptability penghayatan siswa-siswa tersebut terhadap keluarganya berada pada

derajat Flexibly (peraturan di keluarga fleksibel mengikuti perubahan-perubahan)

(35)

6

kedekatan emosi yang cukup dekat), sehingga tipe relasi keluarga siswa-siswa

tersebut adalah Flexibly Separated.

Tiga dari 10 siswa, mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang

sangat dekat dengan anggota keluarga terutama dengan orangtua mereka. Mereka

sangat sering menghabiskan waktu bersama dan menceritakan pelbagai hal atau

kegiatan yang mereka alami. Keluarga mereka juga sering menghabiskan waktu

bersama baik di dalam rumah maupun berpergian keluar rumah, seperti pada

waktu liburan sekolah sudah menjadi suatu kebiasaan mereka berpergian

sekeluarga. Mereka menikmati kedekatan yang ada di dalam keluarga mereka.

Untuk peraturan, mereka mengatakan bahwa peraturan yang ada di keluarga jelas

dan pasti. Orangtua selalu menanyakan dengan siapa mereka pergi dan tetap

menerapkan jam malam namun orangtua yang lebih memegang kontrol untuk

menentukan peraturan bagi mereka. Setiap peraturan pasti ada sanksinya. Jika

mereka dengan sengaja melanggar pasti mereka dihukum apapun alsannya.

Bentuk hukumannya sesuai dengan kesepakatan antara orangtua dengan siswa,

seperti pemotongan uang jajan, tidak boleh keluar rumah. Berdasarkan hal

tersebut peneliti mengasumsikan bahwa pada dimensi adaptability penghayatan

siswa-siswa tersebut terhadap keluarganya berada pada derajat Structurally

(peraturan di keluarga terstruktur dan cenderung kaku) sedangkan untuk dimensi

cohesion berada pada derajat Enmeshed (memiliki kedekatan emosi yang sangat

dekat), sehingga tipe relasi keluarga siswa-siswa tersebut adalah Structurally

(36)

7

Tiga dari 10 siswa, mengatakan bahwa subjek tidak begitu dekat

hubungannya dengan keluarga. Subjek jarang menghabiskan waktu bersama

keluarganya, baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Subjek lebih sering

menghabiskan waktunya bersama teman-teman mainnya. Subjek juga lebih

terbuka terhadap teman-temannya dari pada dengan keluarganya sendiri. Anggota

keluarga subjek lebih sibuk dengan urusannya masing-masing, subjek jarang

sekali membangun komunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Subjek juga

mengaku jarang sekali bercerita tentang kejadian-kejadian yang dialaminya

kepada anggota keluarga. Dalam hal peraturan, subjek mengatakan bahwa

peraturan di rumah ada, namun tidak ada kontrol yang ketat dari orangtua. Dalam

arti peraturan ada hanya sekedar formalitas, walaupun subjek melanggar peraturan

orangtua nampak acuh tak acuh karena menganggap subjek sudah cukup dewasa

dan bisa bertanggung jawab sendiri. Berdasarkan hal tersebut peneliti

mengasumsikan bahwa pada dimensi adaptability penghayatan siswa-siswa

tersebut terhadap keluarganya berada pada derajat Chaotically (tidak ada struktur

yang jelas) sedangkan untuk dimensi cohesion berada pada derajat Separated

(memiliki kedekatan emosi yang cukup dekat), sehingga tipe relasi keluarga

siswa-siswa tersebut adalah Chaotically Separated.

Satu dari 10 siswa, mengatakan bahwa subjek mempunyai hubungan yang

dekat dengan anggota keluarganya. Subjek juga sering bercerita kepada anggota

keluarga lainnya, terutama kepada ibunya tentang kegiatan subjek sehari-hari.

Tapi ada beberapa waktu dimana anggota keluarganya sibuk sendiri-sendiri.

(37)

8

anggota keluarga lainnya. Subjek juga mengatakan bahwa orangtuanya

memberikan peraturan yang jelas dan tegas. Namun subjek tetap diberi

kelonggaran oleh orangtua. Contohnya: jika pulang melebihi jam malam, asal

alasannya jelas dan tidak sering maka orang tua subjek tidak akan memarahinya.

Berdasarkan hal tersebut peneliti mengasumsikan bahwa pada dimensi

adaptability penghayatan siswa-siswa tersebut terhadap keluarganya berada pada

derajat Structured (peraturan di keluarga terstruktur dan cenderung kaku)

sedangkan untuk dimensi cohesion berada pada derajat Connected (memiliki

kedekatan emosi yang dekat), sehingga tipe relasi keluarga siswa-siswa tersebut

adalah Structurally Connected.

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti, masing-masing

siswa mempunyai penghayatan akan tipe relasi keluarga yang berbeda-beda, oleh

karena itu peneliti ingin melihat bagaimana gambaran tipe relasi keluarga pada

siswa kelas 1 di SMA ‘X’ Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah: Bagaimana gambaran tipe relasi

keluarga pada siswa kelas 1 di SMA ‘X’ Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud Penelitian ini adalah memperoleh datatentang tipe relasi keluarga

(38)

9

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan tipe relasi

keluarga pada siswa kelas 1 di SMA ‘X’ Bandung dengan beberapa faktor yang

secara teoritik-konseptual mempengaruhi tipe relasi keluarga.

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan Ilmiah:

• Memberikan sumbangan informasi mengenai tipe relasi keluarga untuk

pengembangan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi keluarga.

• Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain yang berhubungan

dengan relasi dalam keluarga.

Kegunaan Praktis:

• Memberi informasi kepada orang tua siswa SMA ‘X’ tentang tipe relasi

keluarga, yang bisa dimanfaatkan dalam membina iklim keluarga yang

kondusif bagi perkembangan anak.

• Memberi informasi kepada siswa SMA ‘X’ tentang tipe relasi keluarga,

yang bisa dimanfaatkan dalam membangun hubungan dengan orangtua.

• Sebagai informasi bagi guru SMA ‘X’, yang bisa menjadi pertimbangan

dalam mendidik anak dan memperlakukan siswa di sekolah.

1.5 Kerangka Pikir

Siswa/i kelas satu SMA adalah individu yang sedang menginjak masa

perkembangan adolescence, yang merupakan suatu tahap transisi dari masa

(39)

10

tahun, dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 1996). Masa remaja

merupakan periode penting karena terjadi perkembangan fisik yang cepat dan

penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental. Masa remaja merupakan

waktu tumbuh dari anak-anak ke masa dewasa yang matang. Masa ini juga

merupakan suatu periode ketika konflik dengan orangtua meningkat melampaui

tingkat masa kanak-kanak (Steinberg, 1993). Peningkatan ini dapat disebabkan

oleh sejumlah faktor, seperti perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif

yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang

berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan harapan-harapan dan

kebijaksanaan. Remaja membandingkan orangtuanya dengan suatu standar ideal

dan kemudian mengkritik kekurangan-kekurangannya. Banyak orangtua melihat

remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu menurut menjadi seorang

yang tidak mau menurut, melawan dan menentang standar-standar orangtua. Bila

ini terjadi, orangtua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan

memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar menaati standar-standar

orangtua (Collins, 1990 dalam Santrock, 1997).

Pada masa remaja, siswa/i kelas satu SMA ‘X’ menjadi lebih mampu

untuk membuat keputusan sendiri. Perubahan-perubahan yang dialami oleh

mereka sangat mempengaruhi hubungan antara orangtua dengan siswa/i.

Contohnya, dalam hal perubahan kognitif, siswa/i dapat memberi alasan yang

lebih logis kepada orangtuanya daripada di masa kanak-kanaknya. Mereka selalu

(40)

11

orang tua, bahkan dengan perkembangan kognitif mereka dapat menemukan

kekurangan dalam alasan tersebut.

Pada masa ini remaja menuntut akan otnomi dari orangtua. Remaja

menginginkan kebebasan untuk mengatur hidupnya sedangkan pihak orangtua

melihat hal tersebut sebagai usaha remaja untuk melepaskan diri dari genggaman

mereka. Oleh karena itu, mereka mungkin berusaha melakukan pengendalian

lebih kuat ketika remaja menuntut otonomi dan tanggung jawab. Keadaan

emosional yang mungkin memanas dapat terjadi di kedua belah pihak, dimana

salah satu pihak mencaci maki, mengancam dan melakukan apa saja yang dirasa

perlu untuk memperoleh kendali. Orang tua mungkin tampak frustrasi ketika

mereka berharap remaja mereka menuruti nasehat mereka, mau meluangkan

waktu bersama dengan keluarga, dan tumbuh untuk melakukan apa yang benar

namun remaja mereka tidak menampakkan perilaku tersebut (Collins & Luebker,

1993 dalam Santrock, 2003).

Sebagai suatu sistem, setiap anggota keluarga mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh anggota keluarga yang lain. Dengan berjalannya waktu,

transaksi yang terjadi di antara anggota keluarga menjadi pola-pola yang

membentuk tingkah laku seluruh anggota keluarga. Siswa/i SMA sebagai anggota

keluarga tentunya juga akan berinteraksi dengan anggota keluarga lain dengan

suatu pola tertentu yang menjadi pola interaksi dalam keluarganya. Pola-pola

interaksi yang terjalin di antara tiap-tiap anggota keluarga ini oleh Goldenberg

(1985) diistilahkan sebagai fungsionalitas keluarga. Secara fungsional, keluarga

(41)

12

memelihara dan mendidik anak-anak; menciptakan lingkungan fisik, sosial dan

ekonomi; memelihara dan memperkuat ikatan afeksional dalam keluarga; dan

bagaimana cara orangtua memberikan teladan bagi anak-anaknya agar dapat

menyesuaikan diri dengan situasi di luar keluarga (Goldenberg, 1985).

Bagaimana orangtua memantau dan mengajarkan anak untuk

menginternalisasikan nilai-nilai dapat menghindarkan mereka dari pengaruh

negatif pergaulan, keterlibatan terhadap obat terlarang, dan perilaku anti sosial,

dan membuka peluang ke arah yang lebih positif (Mounts & Steinberg, 1998).

Selanjutnya menurut David H. Olson (1995), pola interaksi antara

orangtua dengan anak dapat dilihat dalam tipe relasi keluarga. Olson

mengungkapkan bahwa ada tiga komponen dalam relasi keluarga, yaitu: cohesion

(togetherness), adaptibility (the capacity to change) and communication. Dua

komponen pertama (cohesion dan adaptibility) digunakan Olson sebagai dimensi

yang menggambarkan relasi keluarga. Sedangkan komponen komunikasi

merupakan faktor fasilitator, yaitu memfasilitasi pergerakan keluarga pada

dimensi kohesi dan adaptibilitas. Dalam pengertian, anggota keluarga yang

mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik, cenderung menjadi dekat

dan memiliki kemampuan untuk memecahkan suatu permasalahan ketika

permasalahan itu muncul.

Cohesion didefinisikan sebagai “a feeling of emotional closeness with

another person” atau kedekatan emosional antar anggota keluarga (Olson, 1995).

Individu dapat mengalami empat derajat kohesi dalam hubungannya dengan orang

(42)

13

Olson disebut: disengaged, separated, connected, enmeshed, yang secara

berturut-turut menunjukkan kedekatan hubungan yang secara emosional ekstrim jauh

sampai yang ekstrim dekat. Hubungan disenganged digambarkan sebagai suatu

hubungan yang menekankan pada perseorangan, kedekatan dengan anggota

keluarga yang lain sangat kurang, kurangnya loyalitas terhadap keluarga, lebih

tidak terikat dan lebih lepas dari anggota keluarga yang lain. Sedangkan di

ekstrim lain, yaitu hubungan enmeshed ditandai dengan menekankan kebersamaan

antar anggota keluarga, memiliki hubungan yang sangat erat di antara anggota

keluarga, kesetiaan terhadap keluarga sangat tinggi dan antar anggota sangat

tergantung satu dengan yang lain (Olson, 1995).

Kedua tipe relasi keluarga separated dan connected memiliki derajat

kedekatan yang berada di antara kedua ekstrim tersebut. Pada derajat separated

terlihat ciri-ciri: masih menekankan perseorangan namun derajatnya lebih ringan

dari disenganged, kedekatan dengan anggota keluarga masih kurang namun

derajatnya lebih ringan daripada disenganged, derajat lotyalitas terhadap keluarga

lebih kuat daripada disenganged, menekankan pada kemandirian namun masih

sedikit tergantung dengan angota keluarga yang lain. Sementara derajat connected

menunjukkan ciri-ciri: lebih menekankan pada kebersamaan namun derajatnya

lebih ringan daripada enmeshed, tingkat loyalitas terhadap anggota keluarga

berada pada taraf cukup, lebih tergantung dengan anggota keluarga yang lain

namun masih bisa mandiri (Olson, 1995: 136).

Derajat cohesion ekstrim rendah (disenganged) maupun ekstrim tinggi

(43)

14

menimbulkan permasalahan. Pada keluarga dengan derajat cohesion dengan tipe

disenganged bisa ditemukan permasalahan seperti kenakalan remaja (juvenile

delinquency). Salah satu prediktor kenakalan remaja adalah hakekat dukungan

keluarga dan praktek-praktek manajemen keluarga. Kelalaian-kelalaian orangtua

dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen keluarga

secara konsisten berkaitan dengan perilaku antisosial anak-anak dan remaja (Novy

dkk, 1992 dlm Santrock). Dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen ini

mencakup pemantauan tempat remaja berada, ketrampilan-ketrampilan

pemecahan masalah yang efektif dan dukungan orangtua bagi pengembangan

ketrampilan-ketrampilan prososial, dimana hal-hal tersebut tidak dijumpai dalam

keluarga dengan tipe disenganged. Sedangkan permasalahan yang bisa timbul

pada keluarga dengan tipe enmeshed adalah seorang anak bisa melakukan tingkah

laku yang persis sama dengan orangtuanya dan kontrol orangtua menjadi tidak

efektif. Kebersamaan yang berlebihan juga membuat setiap anggota keluarga

kehilangan waktu pribadi mereka sebagai individu sehingga mereka tidak

memiliki ruang untuk mengembangkan minat pribadi ataupun keahlian mereka

(David H. Olson dalam Randal D. Day et all., 1995). Anggota keluarga dengan

tipe enmeshed menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan mereka sebagai keluarga

dan akibatnya mereka mengembangkan otonomi sebagai satu kesatuan keluarga

bukan sebagai individu dan memiliki kecenderungan yang kecil untuk

mengeksplor masalah-masalah di luar keluarga (Goldenberg, 1983).

Meskipun relasi disenganged maupun enmeshed cocok untuk saat-saat

(44)

15

dalam area tersebut. Derajat cohesion yang separated dan connected nampaknya

merupakan corak hubungan yang paling fungsional sepanjang daur kehidupan,

sebab hubungan tersebut mampu menyeimbangkan antara separateness dan

togetherness, oleh karena itu hubungan-hubungan ini disebut “seimbang”

(balanced).

Sedangkan dimensi kedua dari model relasi keluarga ialah adaptability.

Adaptability didefinisikan sebagai: “the ability to change power structure, roles,

and rules in the relationship” atau kemampuan mengubah struktur kekuasaan,

peran dan aturan-aturan dalam berelasi (Olson, 1995). Seperti juga cohesion,

adaptability memiliki empat derajat yang terentang dari sangat rendah (rigid),

sampai sangat tinggi (chaotic). Di antara kedua ekstrim tersebut terdapat derajat

structured dan flexible.

Dalam hubungan yang rigid, hanya terjadi sedikit sekali perubahan dan

kepemimpinannya biasanya otoritarian. Akibatnya, disiplin sangat ketat dan

peran-peran sangat stabil. Aturan-aturan di keluarga rigid nyaris senantiasa sama,

meskipun aturan di luar keluarga terus berubah. Di ekstrim yang lain, chaotic,

terjadi banyak sekali perubahan yang seringkali karena kurangnya kepemimpinan,

aturan berubah-ubah dan tidak konsisten. Dengan demikian keluarga yang

adaptability nya berada pada golongan chaotic nyaris tanpa struktur, tanpa aturan

dan peran yang jelas. Pada golongan yang balanced dari adaptability (structured

dan flexible) terdapat ciri-ciri dari hubungan yang mempunyai keseimbangan

yang baik antara stabilitas dan perubahan. Hubungan yang terstruktur mempunyai

(45)

16

berbagi. Disiplin biasanya demokratik dan peran-perannya sangat stabil.

Sedangkan hubungan yang fleksibel, lebih banyak terjadi perubahan dan biasanya

hubungan antar anggota keluarga bersifat demokratik. Di sini juga terdapat lebih

banyak saling berbagi peran antar anggota keluarga.

David H. Olson (1995), juga mengatakan terdapat faktor-faktor yang turut

berperan dalam relasi keluarga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

adalah tahap perkembangan keluarga, krisis yang terjadi dalam keluarga, dan

ketrampilan komunikasi antar anggota keluarga. Sedangkan faktor eksternal

adalah perubahan lingkungan yang ekstrim dan budaya.

Tahap perkembangan keluarga menurut David H. Olson (Randal D. Day et

all., 1995), terbagi ke dalam empat tahap, yaitu pasangan muda, keluarga dengan

anak-anak, keluarga dengan remaja, dan keluarga lanjut usia. Keempat tahap

perkembangan ini memiliki hubungan dengan dimensi adaptability dan dimensi

cohesion. Biasanya pada tahap keluarga dengan remaja memiliki tipe relasi

flexibly separated. Hal ini dikarenakan pada tahap ini remaja akan mendesak

orangtuanya untuk mendapatkan otonomi dan berusaha untuk mengembangkan

jati diri mereka sehingga arah struktur kekuasaan, peran dan aturan-aturan dalam

berelasi di keluarga menjadi lebih fleksibel dan separated (David H. Olson dalam

Randal D. Day et all., 1995). Orangtua yang bijaksana akan melepaskan kendali di

bidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan-keputusan yang masuk

akal tetapi tetap terus membimbing remaja untuk mengambil keputusan-keputusan

yang masuk akal di bidang-bidang dimana pengetahuan remaja terbatas (Santrock,

(46)

17

Kehidupan keluarga modern ini tidak jarang mengalami krisis, ketegangan

dan gangguan dalam berhubungan dengan sesama, termasuk dengan anggota

keluarga. Permasalahan-permasalahan yang terjadi merupakan suatu pendorong

bagi keluarga menerapkan strategi-strategi penanggulangan krisis.

Strategi-strategi penanggulangan krisis ini menggerakkan atau membuat keluarga

beradaptasi terhadapi situasi krisis yang sedang dihadapi (Goldenberg, 1983).

Hubungan orangtua dan remaja sebelum terjadi krisis berada pada dimensi

separated namun jika remaja tersebut tiba-tiba mengalami krisis seperti terkena

narkoba maka hubungan orangtua dengan remaja bisa berubah menjadi enmeshed.

David H. Olson (1995), juga mengatakan pergerakan arah relasi sebagai jalan

keluar yang efektif dan tepat sebagai strategi penanggulangan stress.

Selain itu, faktor keterampilan berkomunikasi juga memiliki hubungan

dengan dimensi cohesion dan adaptability. Jika anggota keluarga memiliki

kemampuan komunikasi yang baik, mereka akan lebih dekat dan lebih mampu

mengatasi permasalahan yang muncul maupun beradaptasi terhadap perubahan

(David H. Olson dalam Randal D. Day et all., 1995). Keluarga yang memiliki

ketrampilan berkomunikasi yang baik adalah keluarga yang balanced, yaitu

keluarga yang memiliki tipe relasi flexibly separated, flexibly connected,

structurally separated, structurally connected. Karena keluarga yang balanced

memiliki kemampuan komunikasi yang positif. Komunikasi positif adalah

komunikasi yang memiliki intensitas yang tinggi dari komunikasi yang suportif,

informasi yang terbuka dan perasaan yang positif (Barnes & Olson, 1995; Olson

(47)

18

Faktor eksternal, khususnya perubahan lingkungan yang ekstrim memiliki

peran terhadap relasi keluarga. Perubahan lingkungan yang ekstrim seperti krisis

ekonomi, bencana alam, perubahan status ekonomi, dan perpindahan penduduk

dapat membuat perubahan tipe relasi keluarga. Misalnya saja keluarga dengan tipe

relasi chaotically disengaged bisa berubah menjadi flexibly separated pada saat

terjadi bencana alam di daerah tersebut.

Faktor eksternal kedua adalah faktor budaya. David H. Olson (Randal D.

Day et all., 1995) mengatakan, keluarga akan berfungsi dengan baik walaupun

pengharapan normatif keluarga berada pada taraf ekstrem satu atau kedua

dimensi, selama anggota keluarga bisa menerima dan merasa puas dengan

(48)

19

(49)

20

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir, ditarik asumsi sebagai berikut:

1. Tipe relasi keluarga dibentuk oleh penghayatan dimensi cohesion,

adaptibility.

2. Dimensi cohesion terdiri atas empat derajat (dari yang ekstrim rendah ke

ekstrim tinggi), yaitu disengaged, separated, connected, enmeshed.

3. Dimensi adaptability terdiri atas empat derajat (dari yang ekstrim rendah

ke ekstrim tinggi), yaitu rigid, structured, flexible, chaotic.

4. Terdapat 16 tipe relasi keluarga, yaitu chaotically disengaged, chaotically

separated, chaotically connected, chaotically enmeshed, flexibly

disengaged, flexibly separated, flexibly connected, flexibly enmeshed,

structurally disengaged, structurally separated, structurally connected,

structurally enmeshed, rigidly disengaged, rigidly separated, rigidly

connected, rigidly enmeshed.

5. Tipe relasi keluarga dipengaruhi oleh faktor internal (tahap perkembangan

keluarga, krisis dalam keluarga, dan faktor keterampilan berkomunikasi)

(50)

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data maka dapat ditarik kesimpulan mengenai Tipe Relasi Keluarga siswa/i di SMA “X” sebagai berikut:

1. Sebagian besar siswa/i menghayati tipe relasi keluarganya Flexibly

Connected, tipe relasi Structurally Connected, dan tipe relasi Structurally

Separated.

2. Sebagian besar orangtua pada tipe Balanced Family mengubah perilaku mereka terhadap siswa/i seiring dengan pertumbuhan siswa/i menjadi lebih dewasa dibandingkan ketika masih kanak-kanak. Orangtua pada tipe Balanced

Family mampu dan mau membuka dirinya terhadap perubahan atau

perkembangan lingkungan serta yang memungkinkan orangtua memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang berguna dalam membangun hubungan dengan anak.

(51)

69

menciptakan suatu hubungan yang akrab dan hangat antara orangtua dengan siswa/i.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan yang mewarnai hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Bagi keluarga yang berada pada tipe Balanced Family disarankan untuk mempertahankan tipe relasi Balanced Family (tipe relasi Flexibly Connected,

Structurally Connected, Structurally Separated). Bagi keluarga yang belum

berada pada tipe Balanced Family disarankan untuk mengubah komponen relasi keluarga (Cohesion atau Adaptability) yang berada pada tahap ekstrim ke tahap balanced atau midrange.

2. Bagi siswa/i disarankan turut berperan dalam menciptakan tipe relasi

Balanced Family di dalam keluarga siswa/i.

3. Bagi guru SMA ‘X’ disarankan untuk mendorong, mendukung dan memberikan penyuluhan bagi orangtua maupun siswa/i dalam menciptakan tipe relasi Balanced Family di dalam keluarga siswa/i.

4. Menyarankan agar guru SMA ‘X’ memperlakukan siswa/i di sekolah dengan tipe relasi yang Balanced baik dari segi komponen Cohesion dan komponen

(52)

70

DAFTAR PUSTAKA

Olson, David H. 1995. Research and Theory in Family Science. Cole Publishing Company, Inc.

Papalia, Diane & Wendkosolds, Sally. 1998. Human Development, 7th ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo

Goldenberg, I., & Goledenberg, H. 1985. family Therapy: An Overview, 2nd edition. Monterey: Cole Publishing Company

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Psychology: A Life Span Approach. Fifth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.

Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Editor: Wisnu C, Kristiadji. Jakarta: Erlangga

Sitepu, Nirwana SK. 1995. Analisis Korelasi. Bandung: Universitas Padjajaran.

(53)

71

DAFTAR RUJUKAN

Merry. 9530030. Skripsi hubungan antara fungisionalitas keluarga dan konsep diri pada remaja di SMU ‘X’. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Nur Agung Priyanto. 9830072. Skripsi hubungan antara pola asuh orangtua dengan orientasi masa depan remaja dalam bidang pendidikan di SMU ‘X’. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Gambar

Tabel L.2 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan
Tabel L.4 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan
Tabel L.8 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan suku bangsa ayah
Tabel L.9 Tabulasi silang antara tipe relasi dengan suku bangsa ibu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penulis menganalisa tipe-tipe interpersonal and intrapersonal conflicts yang dialami oleh Daniel Stone dan Trixie Stone dalam novel Jodi Picoult’s

perlunya pembuatan Penerapan Metode User Centered Design Pada Sistem Akademik MAN 2 Mataram Berbasis. Mobile Android, dibutuhkan

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi yang telah dilakukan dan tengah direncanakan oleh perusahaan terkait penerapan SAK terbaru (yang konvergen dengan IFRS)

[r]

Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa

Mengacu persoalan Kawasan Kota Lama Semarang dan relevansinya bagi daya tarik wisata sejarah budaya, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana model

Information regarding submission of the coursework assignment outline has been updated on page 21. Please see the Cambridge Handbook for