• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

191

Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

The Effect of Village Development on Poverty Reduction in Indonesia

Alfiani Farida1), Muhammad Hasbi Arifuddin2), Nina Rahimi3), Neng Kamarni4)

1,2,3,4)

Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas, Kota Padang e-mail korespondensi: m.hasbiarifuddin@gmail.com

Info Artikel Abstrak

Kemiskinan berdampak buruk bagi pembangunan sehingga perlu segera ditangani. Sebaran penduduk miskin Indonesia lebih banyak berada di perdesaan dibanding perkotaan, sehingga pembangunan desa perlu diupayakan untuk mengentaskan kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pembangunan desa terhadap penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan desa dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang terdiri atas lima dimensi, yaitu pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, aksesibilitas, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan. Metode penelitian menggunakan analisis regresi dengan unit analisis 434 kabupaten/kota di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dimensi, yaitu pelayanan dasar dan pelayanan umum memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Variabel lain yang juga berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia.

Kata Kunci: Indeks Pembangunan Desa, Kemiskinan, Pembangunan Desa.

Riwayat Artikel : Diterima: 18 April 2022 Disetujui: 11 Juli 2022 Dipublikasikan: Juli 2022

Nomor DOI

10.33059/jseb.v13i2.5253 Cara Mensitasi :

Farida, A., Arifuddin, M. H., Rahimi, N., & Kamarni, N.

(2022). Pengaruh pembangunan desa terhadap penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis, 13(2), 191-205. doi:

10.33059/jseb.v13i2.5253.

Article Info Abstract

Poverty harms development, so we must address it immediately. The poor in Indonesia are more distributed in rural areas than urban areas, so they must pursue rural development to alleviate poverty. This study aims to analyze the impact of rural development on poverty alleviation in Indonesia. In this study, the Village Development Index (IPD) consists of five dimensions, namely essential services, infrastructure conditions, accessibility, publik services, and governance. The research method uses regression analysis with unit analysis for 434 provinces/cities in Indonesia. The results show that two dimensions, i.e.

essential services and publik services have a negatif and significant impact on poverty in Indonesia. Other variables that have a significant impact on poverty reduction in Indonesia are economic growth and the Human Development Index.

Keywords: Village Development Index, Poverty, Rural Development.

Article History : Received: 18 April 2022 Accepted: 11 July 2022 Published: July 2022

DOI Number :

10.33059/jseb.v13i2.5253 How to cite :

Farida, A., Arifuddin, M. H., Rahimi, N., & Kamarni, N.

(2022). Pengaruh pembangunan desa terhadap penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis, 13(2), 191-205. doi:

10.33059/jseb.v13i2.5253.

Volume 13, Nomor 2, Juli 2022

2614-1523/©2022 The Authors. Published by Fakultas Ekonomi Universitas Samudra.

This is an open access article under the CC BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).

(2)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 192 PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan proses multi- dimensi yang menyangkut berbagai aspek.

Pembangunan melibatkan perubahan yang mendasar di dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan juga lembaga nasional.

Proses itu bertujuan percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan serta pengangguran, serta penanggulangan masalah kemiskinan (Todaro & Smith, 2012).

Kemiskinan menjadi masalah serius yang sering dihadapi negara berkembang karena menghambat tercapainya tingkat kesejahteraan. Kondisi kemiskinan dapat mempengaruhi isu-isu pembangunan lain seperti kualitas kesehatan, pendidikan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan (Saragi et al., 2021). Oleh karena itu, kebijakan dan program pemerintah terkait kemiskinan harus berdampak langsung bagi masyarakat miskin. United Nation (UN) dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) menargetkan tujuan tanpa kemiskinan dapat dicapai di tahun 2030 (Bappenas, 2017).

Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuatif dalam lima tahun terakhir dan dominan berada di perdesaan. Berdasarkan catatan BPS, penduduk miskin pada bulan September 2021 tercatat sebanyak 9,71 persen atau 26,50 juta orang. Angka tersebut meningkat jika dibanding tahun 2018 yang sebanyak 25,67 juta orang atau 9,66 persen.

Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada September 2021 sebanyak 14,64 juta orang (12,53 persen). Angka ini lebih besar dibanding penduduk miskin di perkotaan sebanyak 11,85 juta orang (7,60 persen) (BPS, 2022).

Penanganan masalah kemiskinan secara khusus di perdesaan telah mendapat perhatian serius oleh pemerintah Indonesia dengan menyalurkan lebih dari Rp. 395,7 Triliun dana desa dalam upaya membiayai program

pembangunan di desa. Harmadi et al. (2020) menjelaskan bahwa jika pembangunan desa semakin baik, maka desa akan semakin mandiri dalam meningkatkan daya saingnya.

Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan desa seharusnya terukur. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, BPS menyusun Indeks Pembangunan Desa (IPD) dengan tujuan agar bisa digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan desa (BPS, 2019).

Berdasarkan publikasi IPD tahun 2018, sebagian besar desa di Indonesia berada dalam kategori desa berkembang, yaitu sebanyak 54.879 desa atau 74,49 persen.

Jumlah desa mandiri hanya sebesar 5.559 desa (7,55 persen), dan masih terdapat desa tertinggal sebanyak 13.232 desa (17,96 persen). Sebaran desa tertinggal terbanyak terdapat di Pulau Papua yaitu sebanyak 6.305 desa (8,36 persen). Selain itu, hasil IPD juga menunjukkan capaian yang beragam diantara lima dimensi standar pelayanan minimum pada tingkat desa (BPS, 2019).

Realita masih banyaknya desa tertinggal berdasarkan hasil IPD 2018 menarik untuk disandingkan dengan masalah kemiskinan di Indonesia. Capaian IPD nasional yang hanya 59,36 poin masih tergolong rendah sebagai tolak ukur membaiknya pembangunan desa.

Sebaran kemiskinan yang lebih banyak di wilayah perdesaan seharusnya terdampak pada peningkatan status desa, khususnya pada desa dengan status desa mandiri.

Telah banyak penelitian empiris yang dilakukan untuk menentukan determinan kemiskinan di Indonesia, antara lain Yacoub (2012), Priyarsono (2018), Pratama (2014), Sayifullah & Gandasari (2016), Safuridar (2017), Prasetyoningrum & Sukmawati (2018), Hasibuan et al. (2019), Arfiansyah (2020), serta Saragi et al. (2021). Namun belum banyak penelitian yang menggunakan indikator keberhasilan pembangunan desa sebagai faktor yang diduga mempengaruhi

(3)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 193 kemiskinan. Karenanya, penelitian ini ber

tujuan menganalisis pengaruh pembangunan desa yang diukur melalui IPD terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini penting dilakukan agar menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan pembangunan desa yang lebih efektif dan efisien.

Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) mengguna- kan pendekatan kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach) sebagai ukuran kemiskinan di Indonesia.

Menurut konsep tersebut, kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Seseorang dengan pengeluaran rata-rata per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan akan diklasifikasikan sebagai penduduk miskin (BPS, 2021b).

Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, baik makanan maupun bukan makanan, dalam sebulan dengan jumlah pengeluaran minimum. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) yang diukur dengan nilai Rupiah (BPS, 2021b). GKM menggambarkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan makanan (setara 2.100 kkal per kapita per hari) dengan nilai pengeluaran minimum yang diwakili 52 jenis komoditas. Sedangkan GKNM menggambarkan besaran minimum pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan seperti sandang, pendidikan, kesehatan, dan perumahan (BPS, 2021b).

Indeks Pembangunan Desa (IPD)

Tujuan pembangunan desa adalah kesejahteraan masyarakat, kualitas hidup, dan penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan pasal 74 UU Desa, terdapat empat aspek

dalam pembangunan desa, yaitu pelayanan dasar, kebutuhan dasar, pemberdayakan masyarakat desa, dan lingkungan. Pengukuran keberhasilan pembangunan desa diharapkan mencakup semua aspek yang terkait secara komprehensif, namun disusun dalam suatu indikator yang sederhana. Atas dasar itu, BPS selanjutnya menyusun Indeks Pembangunan Desa (IPD) (BPS, 2019).

IPD tersusun atas lima dimensi, yaitu:

(1) Pelayanan Dasar yang mewakili indikator pelayanan pendidikan serta kesehatan;

(2) Kondisi Infrastruktur mewakili keter- sediaan infrastruktur ekonomi, energi, air bersih dan sanitasi, serta komunikasi dan informasi; (3) Aksesibilitas mewakili keter- sediaan dan aksesibilitas sarana transportasi;

(4) Pelayanan Umum mewakili aspek lingkungan dan pemberdayaan masyarakat;

serta (5) Penyelenggaraan Pemerintahan mewakili kinerja pemerintah pada tingkat desa. Setiap dimensi dalam IPD disusun atas beberapa indikator yang memiliki nilai bobot/penimbang dengan besaran yang telah dihitung dengan metodologi tertentu. IPD memiliki rentang nilai terendah sebesar 0 poin dan tertinggi sebesar 100 poin (BPS, 2019).

Penelitian mengenai hubungan antara pembangunan desa dengan kemiskinan telah banyak dilakukan dengan hasil yang beragam.

Penelitian yang dilakukan Hasibuan et al.

(2019) menggunakan ukuran Indeks Desa Membangun (IDM) yang disusun oleh Kementerian Desa PDTT, menemukan hasil bahwa IDM tidak signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan. Sunaryono (2021) menemukan bahwa IDM secara keseluruhan signifikan tapi secara parsial tidak signifikan terhadap kemiskinan. Selanjutnya Priyarsono (2018) serta Chotia dan Rao (2016) menemukan bahwa infrastruktur secara signifikan memberi pengaruh mengurangi derajat kemiskinan dalam masyarakat.

(4)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 194 Penelitian Williams (2017) mengungkap

bahwa peningkatan infrastruktur keuangan di pedesaan diperlukan agar signifikan terhadap kemiskinan. Temuan studi Hermawati (2022), Arham & Payu (2019), serta Daforsa &

Handra (2019) juga menemukan bahwa dana desa berpengaruh signifikan mengurangi kemiskinan. Putra (2022) juga menemukan bahwa peningkatan akses pelayanan dasar dan publik mampu mengurangi pengangguran di perdesaan. Sementara hasil yang berbeda didapatkan dari studi milik Imawan &

Purwanto (2020) bahwa meskipun terjadi peningkatan fasilitas pedesaan, infrastruktur dan pemberdayaan komunitas, dana desa diargumentasikan tidak berkorelasi langsung dengan pengurangan kemiskinan.

Adanya gap dan pertentangan temuan penelitian sebelumnya serta belum banyaknya penggunaan IPD sebagai ukuran dari pembangunan desa menjadi dasar penelitian ini untuk menganalisis hubungan IPD dengan kemiskinan, dimana hipotesis pertama yang dirumuskan adalah:

H1: Pembangunan desa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu dari ukuran keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan kapasitas suatu wilayah untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduk dalam jangka panjang (Jhingan, 2013).

Pertumbuhan ekonomi merupakan satu faktor penting untuk mengurangi kemiskinan.

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi hanya merupakan syarat yang diperlukan dalam mengurangi kemiskinan (Škare &

Družeta, 2016). Pertumbuhan ekonomi akan dapat mengurangi kemiskinan jika hasilnya dapat dinikmati hingga lapisan masyarakat terbawah (Todaro & Smith, 2012). Perlu kombinasi kebijakan yang “pro-growth” dan

“pro-poor” serta pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk meningkatkan partisipasi dan kontribusi dari penduduk miskin dalam perekonomian (Nansadiqa et al., 2019; Škare

& Družeta, 2016).

Sejumlah penelitian terdahulu mengenai keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan memperlihatkan hasil empiris yang berbeda-beda. Nindi &

Odhiambo (2015) menemukan pertumbuhan ekonomi tidak berhubungan kausal dengan pengurangan kemiskinan. Beberapa penelitian lainnya menemukan adanya hubungan positif di antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan, seperti Prasetyoningrum &

Sukmawati (2018); Novianto & Sudarsono (2018); Sihite et al. (2021); Adelowokan et al. (2019); serta Koudia & Gakpa (2021).

Sedangkan temuan studi milik Tri (2020);

Nansadiqa et al. (2019); Garza-Rodriguez (2018), Škare & Družeta (2016); Wibowo &

Ridha (2019), Safuridar (2017), serta Sudewi

& Wiranthi (2013), berargumen bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Berdasarkan gap dari studi-studi terdahulu tersebut, hipotesis kedua yang dimunculkan yaitu:

H2: Pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh bersifat negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Indeks Pembangunan Manusia

Konsep pembangunan manusia pertama kali diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Konsep ini memandang manusia bukan hanya sebagai input pembangunan, tetapi juga tujuan akhir pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan bertujuan menghadirkan lingkungan yang mendukung masyarakat untuk mencapai hidup sehat, umur panjang, dan produktif (UNDP, 1990). Konsep ini kemudian disebut sebagai Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

(5)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 195 IPM mencerminkan derajat kualitas

pembangunan manusia yang pada akhirnya berpengaruh pada level kesejahteraan. Suatu wilayah dapat dikategorikan sebagai wilayah maju, berkembang, ataupun terbelakang menggunakan IPM sebagai parameter.

Dimensi IPM mencakup: (1) umur panjang dan hidup sehat yang diwakili Umur Harapan Hidup (UHH) saat lahir; (2) pengetahuan diwakili oleh Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS); serta (3) standar hidup layak diwakili pengeluaran per kapita. IPM bernilai antara 0 hingga 100, dimana jika nilai IPM mendekati 100 berarti semakin baik level pembangunan manusianya (BPS, 2018).

Hubungan antara IPM dan kemiskinan telah banyak diteliti dan menemukan hasil yang berbeda. Penelitian yang menemukan hubungan positif antara IPM dengan kemiskinan dilakukan diperoleh Yusuf & Dai (2020). Sebaliknya, penelitian Jamaliah &

Elyta (2022); Landapa & Purbadharmaja (2021); Prasetyoningrum & Sukmawati (2018), Ewubare & Mark (2018); Sayifullah

& Gandasari (2016); Pratama (2014); Dahliah

& Nur (2021); Sihite et al. (2021); serta Wibowo & Ridha (2019) menemukan bahwa IPM berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Berdasarkan gap atas temuan dari studi-studi sebelumnya, maka hipotesis ketiga yang dimunculkan adalah:

H3: IPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Pengangguran

Pengangguran terdiri atas orang yang tidak memiliki pekerjaan namun sedang mencari pekerjaan, menyiapkan usaha, putus asa dan merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, ataupun sudah memperoleh pekerjaan atau diterima bekerja namun belum mulai bekerja (BPS, 2021a). Tingkat pengangguran di suatu wilayah dapat diukur

melalui indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

TPT menunjukkan besarnya persentase angkatan kerja yang menganggur di suatu wilayah. Nilai TPT yang tinggi mengindikasi- kan banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan kerja. Pengangguran merupakan faktor yang terkait erat dengan kemiskinan. Kondisi menganggur akan membuat seorang individu kehilangan sumber pendapatan sehingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya menurun.

Sejumlah peneliti telah menganalisis pola hubungan antara pengangguran dan kemiskinan. Penelitian milik Quy (2016) menghasilkan temuan bahwa pengangguran berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.

Sementara itu, beberapa penelitian lain menemukan hubungan positif pengangguran dengan kemiskinan, seperti yang dilakukan oleh Adelowokan et al. (2019); Adenike (2021); Isa et al. (2019); Muthalib et al.

(2018); Prasetyoningrum & Sukmawati (2018); serta Yusuf & Dai, 2020. Studi oleh Isa et al. (2019) menemukan hasil bahwa pengangguran berpengaruh positif tapi tidak signifikan. Berdasarkan sejumlah temuan empiris terdahulu tersebut, yang ada, hipotesis keempat yang dirumuskan adalah:

H4: Pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisis regresi untuk melihat pengaruh pembangunan desa terhadap kemiskinan. Unit analisis adalah 434 kabupaten/kota di Indonesia.

Variabel terikat yaitu persentase penduduk miskin sebagai ukuran kemiskinan di suatu wilayah (Pov). Variabel-variabel bebas yang menjadi fokus analisis adalah Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang diuraikan menjadi lima subindeks (yaitu:

pelayanan dasar (dasar), infrastruktur (infra),

(6)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 196 aksesibilitas (akses), pelayanan umum

(umum), serta penyelenggaraan pemerintahan (pemerintah)), pertumbuhan ekonomi (PE), tingkat pengangguran terbuka (TPT), serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Satuan ukuran dari setiap variabel adalah persentase.

Penelitian kuantitatif ini menggunakan metode analisis regresi linier untuk melihat hubungan linier antara satu atau beberapa variabel bebas dengan variabel terikat melalui suatu model persamaan. Selain itu, regresi linier juga dapat digunakan memprediksi nilai variabel terikat dan mengidentifikasi besaran kontribusi dari masing-masing variabel bebas terhadap perubahan yang terjadi pada variabel terikatnya (Yan & Su, 2009). Koefisien persamaan regresi pada dasarnya adalah slope atau kemiringan yang menunjukkan seberapa besar pengaruh dari perubahan suatu variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Koefisien tersebut diperoleh dari nilai dugaan parameter model regresi untuk kondisi yang sebenarnya.

Terdapat beberapa tahapan dalam analisis regresi, seperti melakukan uji asumsi klasik atas model regresi, menganalisis besaran pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat, serta melakukan uji hipotesis.

Tahap terakhir yaitu menginterpretasi model regresi (Chatterjee & Hadi, 2006).

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan model regresi yang diestimasi sudah tepat, tidak bias, serta konsisten.

Normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas merupakan uji asumsi yang harus dipenuhi di dalam model regresi (Gujarati, 2004).

Uji asumsi yang pertama adalah normalitas yang digunakan untuk memastikan bahwa residual model mengikuti distribusi normal, dimana metode yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria jika nilai probabilitas hasil uji ini

melebihi taraf nyata penelitian berarti tidak ada masalah normalitas dalam model regresi (Suyono, 2015). Uji asumsi kedua adalah heteroskedastisitas yaitu kondisi saat residual model memiliki varians yang tidak sama, dimana metode yang digunakan adalah uji Glejser dengan meregresikan nilai mutlak residual model dengan semua variabel bebas dengan kriteria model regresi dikatakan memenuhi asumsi ini jika nilai probabilitas semua variabel bebas dalam uji Glejser di atas taraf nyata penelitian (Yan & Su, 2009).

Uji asumsi ketiga adalah autokorelasi yaitu kondisi saat residual model regresi pada periode t berkorelasi dengan periode t-1, menggunakan metode uji statistik Durbin- Watson (DW) dengan kriteria bahwa model regresi memenuhi asumsi ini apabila nilai du

< DW < 4-du (Chatterjee & Hadi, 2006). Uji asumsi terakhir yaitu multikolinearitas untuk menguji apakah variabel bebas yang diguna- kan berkorelasi kuat satu sama lain. Masalah multikolinearitas bisa mengakibatkan adanya standard error model sangat tinggi sehingga nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat. Model regresi dianggap memenuhi asumsi ini jika tidak ada nilai Variance Inflation faktor (VIF) yang melebihi 10 (Chatterjee & Hadi, 2006).

Analisis Koefisien Regresi

Koefisien persamaan regresi merupakan parameter yang tidak diketahui nilai sebenar- nya. Nilai koefisien itu dapat diduga melalui estimasi menggunakan metode tertentu. Salah satu metode yang paling sering digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Prinsip dari metode ini adalah menemukan penduga parameter dari suatu garis regresi yang paling mendekati sebaran data. Dengan metode ini akan didapatkan deviasi vertikal yang terkecil antara garis regresi dengan sebaran datanya (Walpole et al., 2011).

(7)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 197 Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang mula-mula dilakukan adalah uji parsial untuk masing-masing variabel bebas dengan uji t. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas mana yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis nol dalam pengujian ini akan ditolak jika nilai probabilitas statistik uji t lebih kecil dari taraf nyata penelitian, yang artinya variabel bebas yang diuji tidak signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat dalam model regresi (Walpole et al., 2011).

Uji hipotesis kedua adalah uji simultan melalui uji F. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah minimal terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis nol akan ditolak jika nilai probabilitas statistik uji F lebih kecil dari taraf nyata penelitian, artinya variabel-variabel bebas yang dianalisis secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Yan & Su, 2009).

Penilaian terhadap model regresi juga dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien ini menunjukkan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika nilai R2 mendekati 1, maka model dikatakan semakin baik. Sebaliknya, jika R2 mendekati 0 artinya semakin kecil keragaman pada variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model (Suyono, 2015).

HASIL ANALISIS

Berdasarkan data dari BPS, persentase penduduk miskin secara nasional pada periode Maret 2018 tercatat sebesar 9,82 persen. Persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 7,02 persen, sementara di perdesaan persentasenya lebih tinggi yaitu mencapai 13,20 persen. Maluku (18,12%), NTT (21,35%), Papua Barat (23,01%), dan Papua (27,74%) merupakan empat provinsi

yang memiliki penduduk miskin tertinggi mencapai lebih dari 18 persen. Sementara itu, Kalimantan Tengah (5,17%), Kalimantan Selatan (4,54%), Bangka Belitung (5,25%), Bali (4,01%), dan DKI Jakarta (3,57%) merupakan provinsi dengan penduduk miskin terendah dibawah 6 persen.

Perkembangan desa di Indonesia tahun 2018 dapat digolongkan berada pada tahap desa berkembang dengan capaian IPD nasional sebesar 59,36 poin. Secara rata-rata menurut provinsi, tidak ada provinsi yang memiliki capaian IPD di atas 75 poin.

Provinsi dengan capaian IPD tertinggi adalah DIY sebesar 73,32 poin. Sementara itu, capaian IPD terendah secara umum tersebar pada provinsi di kawasan timur Indonesia, terutama Papua (34,67 poin) dan Papua Barat (38,15 poin). Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, serta Pulau Jawa-Bali merupakan pulau dengan capaian IPD di atas rata-rata nasional, dengan nilai IPD masing-masing (60,02), (60,63), dan (67,82) poin.

Jika dilihat menurut dimensi penyusun- nya, masing-masing dimensi dalam IPD tahun 2018 memiliki capaian berbeda. Tiga diantara lima dimensi IPD tergolong dalam capaian rendah, yaitu: infrastruktur, pelayanan dasar, dan pelayanan umum. Kondisi infrastruktur merupakan dimensi dengan capaian terendah yaitu 44,63 poin pada tahun 2018. Sementara itu, aksesibiltas merupakan dimensi dengan capaian tertinggi pada tahun 2018, dengan nilai mencapai 77 poin.

Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan estimasi model regresi, langkah selanjutnya yaitu melakukan uji asumsi klasik. Ringkasan hasil uji asumsi klasik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Pertama, hasil uji asumsi normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov mem peroleh nilai signifikansi lebih besar dari taraf

(8)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 198 nyata penelitian; sehingga dinyatakan bahwa

model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Kedua, hasil uji asumsi heteroskedastisitas memperoleh nilai signifikansi lebih besar dari taraf nyata penelitian untuk semua variabel bebas yang digunakan dalam model, sehingga dinyatakan bahwa model regresi terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

Ketiga, hasil uji asumsi autokorelasi memperoleh nilai DW yang lebih besar dari du dan lebih kecil dari 4-dui, sehingga dinyatakan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model. Terakhir adalah uji multikolinearitas dimana diperoleh nilai VIF untuk semua variabel bebas lebih kecil dari 10, yang artinya model terbebas dari masalah multikolinearitas.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini dinilai handal karena telah memenuhi semua asumsi klasik.

Hasil Estimasi Persamaan Regresi

Analisis regresi dilakukan untuk melihat pengaruh dari pembangunan desa terhadap kemiskinan di Indonesia. Hasil estimasi persamaan regresi dirangkum dalam Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, nilai koefisien regresi atau beta (B) bahwa di antara dimensi- dimensi penyusun IPD, diperoleh bahwa pelayanan dasar (B = -0,138), kondisi infrastruktur (B = -0,019), aksesibilitas (B = - 0,008), dan pelayanan umum (B = -0,233), berpengaruh negatif terhadap kemiskinan;

sedangkan pada dimensi penyelenggaraan pemerintah (B = 0,029) diperoleh sebagai determinan satu-satunya yang berpengaruh positif terhadap kemiskinan.

Selain itu, dua variabel lainnya yaitu pertumbuhan ekonomi (B = -0,202) dan IPM (B = -0,602), juga teridentifikasi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan; sedangkan pengangguran (B = 0,104) berpengaruh positif terhadap kemiskinan.

Tabel 1. Kriteria Sampel

Asumsi Metode Variabel Statistik Uji Nilai

Normalitas Uji Kolmogorov-Smirnov Residual Asymp. Sig. (2-tailed) 0,363

Heteroskedastisitas Uji Glejser Dasar Sig. 0,899

Infra 0,021

Akses 0,118

Umum 0,175

Pemerintah 0,297

TPT 0,700

PE 0,667

IPM 0,418

Autokorelasi Durbin Watson DW 1,937

Multikolinearitas Variance Inflation Faktor Dasar VIF 5,330

Infra 5,552

Akses 1,787

Umum 2,364

Pemerintah 2,424

TPT 1,160

PE 1,020

IPM 2,412

Sumber: Diolah peneliti, 2022.

(9)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 199 Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Berganda

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 74,495 4,489 16,596 0,000

Dasar -0,138 0,046 -0,217 -2,987 0,003*

Infra -0,019 0,049 -0,028 -0,379 0,705

Akses -0,008 0,035 -0,009 -0,220 0,826

Umum -0,233 0,051 -0,223 -4,610 0,000*

Pemerintah 0,029 0,041 0,035 0,717 0,474

TPT 0,104 0,124 0,028 0,841 0,401

PE -0,202 0,099 -0,065 -2,036 0,042**

IPM -0,602 0,068 -0,431 -8,827 0,000*

F 73,130

R Square 0,579

Prob (F-Statistic) 0,000

Keterangan: *) signifikan pada α = 1 persen; **) signifikan pada α = 5 persen.

Sumber: Diolah peneliti, 2021.

Hasil ini berarti bahwa apabila terjadi peningkatan pada salah satu variabel diantara pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, aksesi- bilitas, pelayanan umum, pertumbuhan ekonomi dan IPM maka akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di dalam masyarakat. Di sisi lain, apabila terjadi peningkatan pada salah satu variabel diantara penyelenggaraan pemerintah ataupun tingkat pengangguran, maka akan bisa mempertinggi tingkat kemiskinan di dalam masyarakat.

Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang dilakukan meliputi uji parsial (uji t) serta uji simultan (uji F).

Hasil uji hipotesis dirangkum dalam Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh hasil uji parsial menunjukkan bahwa terdapat empat variabel bebas di dalam penelitian yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, yaitu pelayanan dasar (Sig. t = 0,003), pelayanan umum (Sig. t = 0,000), pertumbuhan ekonomi (Sig. t = 0,042), dan IPM (Sig. t = 0,000). Hal ini karena nilai Sig.t dari variabel-variabel bebas tersebut lebih kecil dari taraf nyata penelitian ( = 0,05).

Sementara untuk variabel bebas lainnya, yaitu

kondisi infrastruktur (Sig. t = 0,705), aksesi- bilitas (Sig. t = 0,826), penyelenggaraan pemerintah (Sig. t = 0,474) dan pengangguran (Sig. t = 0,401), terbukti memberi pengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan karena nilai Sig.t dari variabel-variabel bebas itu lebih besar dari taraf nyata ( = 0,05).

Bila dikombinasikan antara nilai koefisien regresi dengan hasil uji parsial, maka diperoleh bahwa hipotesis pertama (H1) dinyatakan tidak terbukti karena ada satu sub- variabel dari Indeks Pembangunan Desa (IPD) yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki nilai koefisien positif tetapi sifat pengaruh tidak signifikan. Selain itu, H1 juga ditolak karena dua sub-variabelnya, yaitu infrastruktur serta aksesibilitas, diperoleh memiliki sifat pengaruh yang tidak signifikan.

Hipotesis kedua (H2) dinyatakan terbukti kebenarannya karena pertumbuhan ekonomi diperoleh memiliki nilai koefisien regresi yang negatif serta sifat pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan. Hipotesis ketiga (H3) juga dinyatakan terbukti diterima kebenarannya karena Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperoleh memiliki nilai koefisien regresi yang negatif serta sifat

(10)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 200 pengaruh yang signifikan. Hipotesis keempat

(H4) sayangnya tidak terbukti kebenarannya karena variabel pengangguran diperoleh memiliki nilai koefisien regresi yang positif tetapi pengaruh yang bersifat tidak signifikan terhadap kemiskinan.

Rangkuman hasil dalam Tabel 2 juga menunjukkan hasil uji simultan dimana diperoleh nilai F sebesar 73,170 dengan prob.

(F-Statistic) sebesar 0,000. Karena nilai prob.

lebih kecil dari taraf nyata penelitian ( = 0,05) maka artinya secara bersama-sama semua variabel bebas berpengaruh siginifikan terhadap kemiskinan. Selain itu, nilai koefisien determinasi atau R-Square sebesar 0,579 pada Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas dalam model dapat menjelaskan variabilitas kemiskinan sebesar 57,9 persen, sedangkan sisanya 43,1 persen ditentukan oleh variabel-variabel lain diluar model penelitian ini.

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ketersediaan pelayanan dasar dan pelayanan umum akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hasil ini mendukung pendapat Haughton & Khandker (2009) bahwa kedua faktor tersebut merupakan determinan penting tingkat kemiskinan suatu wilayah. Namun demikian, temuan ini membantah hasil studi dari Sunaryono (2021) yang menggunakan pendekatan berbeda dalam mengukur pembangunan desa, dan menemukan bahwa peningkatan fasilitas perdesaan yang berasal dari penggunaan dana desa dinilai belum berpengaruh nyata dalam upaya mengurangi kemiskinan di Indonesia.

Sementara itu, tiga dimensi lain dari IPD yaitu Infrastruktur, Aksesibilitas, dan Penyelenggaran Pemerintah diperoleh tidak signifikan mempengaruhi kemiskinan di Indonesia. Temuan ini bertentangan dengan hasil studi Priyarsono & Astridasari (2018)

yang menyatakan peningkatan infrastruktur secara signifikan mengurangi pengurangan kemiskinan di Indonesia. Data IPD tahun 2018 menunjukkan bahwa capaian dimensi kondisi infrastruktur di perdesaan Indonesia memang masih rendah. Selain itu, terjadi ketimpangan yang cukup tinggi pada capaian indikator ini, dimana tertinggi adalah Kota Denpasar (82,52) sedangkan yang terendah yaitu Kabupaten Puncak (7,41) Provinsi Papua.

Di sisi lain, hasil penelitian ini mendukung temuan Sihite et al. (2021), Imawan & Purwanto (2020) dan Azmi et al.

(2020) yang menyoroti peningkatan fasilitas infrastruktur perdesaan dari alokasi dana desa.

Temuan ketiga studi tersebut menyatakan bahwa peningkatan fasilitas pelayanan publik dan infrastruktur belum maksimal sehingga belum signifikan berdampak pada upaya penanganan kemiskinan terutama di daerah perdesaan. Dalam studi tersebut dijabarkan penyebabnya diantaranya alokasi yang tidak efektif dan efisien, pengelolaan yang kurang transparan, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam program.

Selanjutnya, meskipun capaian dari dimensi aksesibilitas dan penyelenggaraan pemerintahan adalah paling tinggi di antara dimensi yang lain, namun ternyata juga tidak signifikan mempengaruhi kemiskinan di Indonesia. Dimensi aksesibilitas mengukur ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang berfungsi sebagai penghubung aktivitas sosial ekonomi masyarakat desa, sedangkan dimensi penyelenggaraan pemerintah desa mengukur kinerja pelayanan pemerintah desa.

Faktor selanjutnya yang dipandang berpengaruh signifikan pada kemiskinan yaitu pertumbuhan ekonomi. Peningkatan nilai pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan, sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini. Studi empiris di berbagai negara telah membuktikan

(11)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 201 temuan itu. Studi oleh Santos et al. (2017)

menghasilkan temuan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh nyata mengurangi angka kemiskinan dan kemiskinan multi- dimensi di 78 negara berkembang. Garza- Rodriguez (2018) serta Nguyen (2019) juga membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dalam menanggulangi kemiskinan melalui pengurangan jumlah pengangguran dan kesenjangan pendapatan di Brazil dan Vietnam. Di lingkup Indonesia, temuan serupa telah dibuktikan dalam penelitian oleh Sudewi & Wirathi (2013), Safuridar (2017), serta Wibowo & Ridha (2019). Pertumbuhan ekonomi berdampak pada peningkatan produksi dalam suatu perekonomian sehingga lapangan kerja akan turut bertambah dan kemiskinan akan berkurang (Arfiansyah, 2020).

Faktor berikutnya yang juga dinilai bersifat signifikan menurunkan kemiskinan adalah IPM. Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian Chukuwubudom (2016) serta Ewubare & Mark (2018) yang menyatakan bahwa IPM merupakan faktor fundamental untuk mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang di Nigeria. Studi oleh Singh (2012) juga menghasilkan temuan serupa dimana IPM berpengaruh nyata dalam mengurangi kemiskinan di India. Di lingkup Indonesia, hasil studi yang sejalan dengan temuan ini diantaranya dilakukan Jamaliah &

Elyta (2022), Landapa & Purbadharmaja (2021), serta Wibowo & Ridha (2019).

Kualitas pembangunan manusia yang semakin baik mempertinggi level produktivitas yang mendapat penghasilan untuk memenuhi standar hidup yang layak dan mengurangi level kemiskinan (Landapa & Purbadharmaja, 2021; Prasetyoningrum & Sukmawati, 2018;

Sayifullah & Gandasari, 2016).

Variabel terakhir yaitu pengangguran diperoleh berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia, namun bersifat tidak

signifikan. Meski tidak berpengaruh nyata, temuan ini sejalan dengan studi Hassan et al.

(2016), Meo et al. (2018), Adelowokan et al.

(2019), serta Adenike (2021). Beberapa studi di Indonesia memperoleh temuan serupa yaitu meskipun pengangguran berpengaruh positif terhadap kemiskinan, namun pengaruhnya tidak signifikan secara statistik seperti milik Isa et al. (2019), Yusuf & Dai (2020), serta Dahliah & Nur (2021). Menurut Isa et al.

(2019), jika konsumsi rumah tangga saat ini sangat kuat dipengaruhi pendapatan sekarang maka pengangguran bisa berdampak langsung pada kemiskinan dalam jangka pendek, dan sebaliknya.

Yacoub (2012) dalam studinya juga menjelaskan beberapa hal terkait peningkatan pengangguran yang tidak selalu diikuti oleh peningkatan kemiskinan, dan sebaliknya.

Pertama, kondisi ini berhubungan dengan bertambahnya pengangguran terdidik yang berasal dari penduduk yang baru memasuki angkatan kerja atau mencari pekerjaan yang lebih baik. Meskipun jumlah pengangguran meningkat, kemiskinan tidak bertambah karena angkatan kerja tersebut masih menjadi tanggungan anggota rumah tangga yang memiliki pendapatan.

Kondisi kedua adalah realita besarnya tingkat pengangguran terselubung, yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja dengan optimal karena jam kerja yang rendah.

Pengangguran ini memiliki produktivitas yang rendah, sehingga pendapatan yang diterima juga relatif rendah. Kondisi ketiga adalah fenomena pada wilayah dengan tingkat kemiskinan ekstrim, namun justru tingkat pengangguran juga cukup rendah. Pada kondisi ini, mayoritas penduduk bekerja agar dapat bertahan hidup dengan rata-rata pendapatan yang relatif rendah. Akibatnya walaupun tingkat pengangguran rendah karena sebagian besar penduduk bekerja, namun kemiskinan tetap tinggi.

(12)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 202 SIMPULAN

Hasil penelitian ini menemukan bahwa IPD, pertumbuhan ekonomi, IPM, dan pengangguran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.

Namun demikian, hasil uji parsial menunjuk- kan bahwa dari semua variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, hanya empat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan, yaitu ketersediaan pelayanan dasar dan pelayanan umum, pertumbuhan ekonomi, dan IPM, dengan pengaruh yang bersifat negatif; sedangkan infrastruktur, aksesibilitas, penyelenggaraan pemerintah, dan TPT tidak berpengaruh nyata dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia.

Pembangunan desa perlu mendapat perhatian serius dari pemangku kepentingan dalam upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Pembangunan desa bisa diupaya- kan melalui alokasi dana desa yang efektif dan efisien serta pengelolaannya secara transparan. Aspek ketersediaan dan keter- jangkauan berbagai infrastruktur pelayanan perlu ditingkatkan sehingga dapat mendukung kelancaran aktivitas sosial ekonomi dari masyarakat. Pembangunan ekonomi perlu diupayakan inklusif dan berkelanjutan agar hasilnya dapat dinikmati seluruh masyarakat.

Upaya peningkatan IPM bisa dilakukan dengan memperbaiki derajat kesehatan dan kualitas pendidikan yang dapat berdampak pada peningkatan produktivitas maupun pendapatan masyarakat. Upaya pengurangan kemiskinan perlu dilakukan secara simultan di antara faktor-faktor tersebut. Pembangunan seharusnya tidak hanya berfokus pada fisik dan infrastruktur, tapi juga diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek pembangunan itu sendiri. Terkait hal tersebut, pembangunan pedesaan dapat dioptimalkan melalui dana desa melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Saran untuk para peneliti berikutnya perlu memasukkan faktor-faktor lain diluar model penelitian ini yang diduga turut mempengaruhi kemiskinan. Selain itu, perlu dipertimbangkan indikator-indikator lain untuk mengukur pembangunan desa sebagai pembanding dengan penelitian ini. Penelitian lain juga dapat memfokuskan cakupan pada provinsi tertentu yang memiliki nilai capaian pembangunan desa masih rendah.

REFERENSI

Adelowokan, O. A., Maku, O. E., Babasanya, A. O., & Adesoye, A. B. (2019).

Unemployment, poverty and economic growth in Nigeria. Journal of Economics & Management, 35(1). doi:

10.22367/jem.2019.35.01.

Adenike, E. T. (2021). Poverty, unemploy- ment and insecurity challenges in Nigeria. Tanzanian Economic Review, 11(1), 115–136. Retrieved from https://journals.udsm.ac.tz/index.php/ter /article/view/4164.

Arfiansyah, M. A. (2020). Dampak Dana desa dalam penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah. Jurnal Studi Islam dan Sosial, 1(c), 91–106. Retrieved from https://lisyabab-staimas.e-journal.id/

lisyabab/article/view/20.

Arham, M. A., & Payu, B. R. (2019). Village fund transfer and rural poverty in Indonesia. Economics Development Analysis Journal, 8(4), 324–334.

Retrieved from http://journal.unnes.ac.

id/sju/index.php/edaj.

Azmi, S., Nuryartono, N., & Binenbaum, E.

(2020). Rural development policy and poverty allevation: The case of village funds in Aceh Province, Indonesia.

Jurnal PKN STAN, 4(2), 136–154. doi:

10.31092/jia.v4i2.735.

Bappenas. (2017). Terjemahan tujuan dan target global TPB/SDGs. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

BPS. (2018). Indeks pembangunan manusia 2018. Badan Pusat Statistik.

(13)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 203 BPS. (2019). indeks pembangunan desa 2018.

Badan Pusat Statistik.

BPS. (2021a). Keadaan angkatan kerja indonesia 2021. Badan Pusat Statistik.

BPS. (2021b). Penghitungan dan analisis kemiskinan makro Indonesia 2021.

Badan Pusat Statistik.

BPS. (2022). Berita resmi statistik profil kemiskinan di Indonesia September 2021.Badan Pusat Statistik.

Chatterjee, S., & Hadi, A. S. (2006).

Regression analysis by example. In Gastronomía Ecuatoriana Y Turismo Local (4th ed.). Wiley.

Chotia, V., & Rao, N. V. M. (2016). Studies in economics and finance article information: infrastructure development, poverty and rural - urban income inequality: Evidence from BRICS nations. Studies in Economics and Finances, 34(4), 466–484. doi: 10.1108/

sef-07-2016-0159.

Chukwubudom, C. J. (2016). Impact of Human Capital Development on Poverty Reduction in Nigeria. MPRA Paper, 74696, 1–6. https://mpra.ub.uni- munchen.de/74696/.

Daforsa, F., & Handra, H. (2019). Analysis of village fund management in poverty alleviation at Pasaman Regency , West Sumatra. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah, 6(6), 717–

728. doi: 10.22437/ppd.v6i6.6817.

Dahliah, D., & Nur, A. N. (2021). The influence of unemployment, human development index and gross domestic product on poverty level. Golden Ratio of Social Science and Education, 1(2), 95–108. doi: 10.52970/grsse.v1i2.84.

Ewubare, D. B., & Mark, T. (2018). Human capital development and poverty reduction in Nigeria. Journal of Econo- mics and Business, 1(2), 150-163. doi:

10.31014/aior.1992.01.02.13.

Garza-Rodriguez, J. (2018). Poverty and economic growth in Mexico. Social Sciences, 7(183), 1-9. doi: 10.3390/

socsci7100183.

Gujarati, D. (2004). Basic Econometrics (4th Ed.). McGraw-Hill.

Harmadi, S. H. B., Suchaini, U., & Adji, A.

(2020). Indikator pembangunan desa di Indonesia: Ditinjau dari ketidaksesuaian indikator pengukuran pembangunan desa. TNP2K Working Paper 51/2020.

Retrieved from https://sonnyharmadi.

com/wp-content/uploads/2020/07/WP51 IndFA2606.pdf.

Hasibuan, S. N., Juanda, B., & Mulatsih, S.

(2019). Analisis sebaran dan faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Agribisnis Indonesia, 7(2), 79–91. doi: 10.29244/

jai.2019.7.2.79-91.

Hassan, M. U., Khalid, M. W., & Kayani, A.

S. (2016). Evaluating the dilemma of inflation, poverty and unemployment.

Bulletin of Business and Economics, 5(2), 67–82. Retrieved from https://

bbejournal.com/index.php/BBE/article/v iew/250/201.

Haughton, J., & Khandker, S. R. (2009).

Handbook on poverty and inequality.

The World Bank.

Hermawati, L., Susetyo, D., & Yulianita, A.

(2022). Direct effects of village fund program on the human development index, and its implications on poverty level. Proceedings of the 7th Sriwijaya Economics, Accounting, and Business Conference (SEABC 2021), In Advances in Economics, Business and Management Research, 647, 94-99. doi:

10.2991/aebmr.k.220304.012.

Imawan, S. A., & Purwanto, E. A. (2020).

Governing village fund in Indonesia : Is it erradicating poverty?. Policy &

Governance Review, 4(1), 14-27. doi:

10.30589/pgr. v4i1.169.

Isa, D. P., Arham, M. A., & Dai, S. I. S.

(2019). Effects of capital expenditures, development index and unemployment on poverty in Gorontalo Province.

Jambura Equilibrium Journal, 1(1), 23–

30. doi: 10.37479/jej.v1i1.1998.

(14)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 204 Jamaliah & Elyta. (2022). The effect of

human development index (HDI) on poverty and crime in West Kalimantan, Indonesia. Khazanah Sosial, 4(1), 119- 130. doi: 10.15575/ks.v4i1.17159.

Jhingan, M. L. (2013). Ekonomi pembangun- an dan perencanaan. Rajawali.

Kouadio, H. K., & Gakpa, L. L. (2021). Do economic growth and institutional quality reduce poverty and inequality in West Africa?. Journal of Policy Modeling, 44(1), 41-63. doi: 10.1016/

j.jpolmod.2021.09.010.

Landapa, S. I. I., & Purbadharmaja, I. B. P.

(2021). The effect of economic growth, foreign investment, and human develop- ment index on poverty in Indonesia.

International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology, 8(7), 166–172. Retrieved from https://ijiset.com/vol8/v8s7/IJISET_V8_

I07_17.pdf.

Meo, M. S., Khan, V. J., Ibrahim, T. O., Khan, S., Ali, S., & Noor, K. (2018).

Asymmetric impact of inflation and unemployment on poverty in Pakistan:

new evidence from asymmetric ARDL cointegration. Asia Pacific Journal of Social Work and Development, 28(4), 295–310. doi: 10.1080/02185385.2018.

1523745.

Muthalib, A. A., Adam, P., Rostin, Zainuddin, S., & Suriadi, L. O. (2018).

The influence of fuel prices and unemployment rate towards the poverty level in Indonesia. International Journal of Energy Economics and Policy (IJEEP), 8(3), 37–42. Retrieved from www.econjournals.com/index.php/ijeep/

article/download/6233/3675/15945.

Nansadiqa, L., Masbar, R., & Majid, M. S. A.

(2019). Does economic growth matter for poverty reduction in Indonesia?.

East African Scholars Journal of Economics, Business and Management, 2(2), 46-51. doi: 10.36349/easjebm.

2019.v02i0.

Novianto, S., & Sudarsono, H. (2018).

Analysis of poverty level in districts/

cities of Central Java. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 16(1), 1–12. doi:

10.22219/jep.v16i1.8181.

Nguyen, C. T. (2019). Using Solow and I–O models to determine the factors impacting economic growth in Ho Chi Minh City, Vietnam. Asia-Pacific Journal of Regional Science, 3(3), 247–

271. doi: 10.1007/s41685-018-0094-0.

Prasetyoningrum, A. K., & Sukmawati, U. S.

(2018). Analisis pengaruh indeks pembangunan manusia tenaga kerja dan kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi. Jurnal Ekonomi Syariah, 6(2), 2502–8316. doi: 10.21043/equilibrium.

v6i2.3663.

Pratama, Y. C. (2014). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 4(2), 210–223. doi:

10.15408/ess.v4i2.1966.

Priyarsono, D. S., & Astridasari. (2018).

Pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap ketimpangan pendapatan dan kemiskinan kota dan desa di Indonesia:

Analisis data provinsi. IPB University Scientific Reporsitory. Retrieved from http://repository.ipb.ac.id/handle/12345 6789/93880.

Putra, F. (2022). Village development initiative as an alternative strategy of rural poverty reduction : An evaluation of village fund program in Indonesia.

International Journal of Social Science And Human Research, 05(04), 1453–

1460. doi: 10.47191/ijsshr/v5-i4-35.

Quy, N. H. (2016). Relationship between economic growth, unemployment and poverty: Analysis at provincial level in Vietnam. International Journal of Economics and Finance, 8(12), 113–

119. doi: 10.5539/ijef.v8n12p113.

Safuridar, S. (2017). Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Kabupaten Aceh Timur. Ihtiyath : Jurnal Manajemen Keuangan Syariah, 1(1), 37–55. doi: 10.32505/ihtiyath.

v1i1.674.

(15)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 205 Santos, M. E., Dabus, C., Delbianco, F.,

Santos, M. E., Dabus, C., & Delbianco, F. (2017). Growth and poverty revisited from a multidimensional perspective.

The Journal of Development Studies, 55(2), 1–18. doi: 10.1080/00220388.

2017.1393520.

Saragi, N. B., Muluk, M. R. K., & Sentanu, I.

G. E. P. S. (2021). Indonesia’s village fund program: Does it contribute to poverty reduction? Jurnal Bina Praja, 13(1), 65–80. doi: 10.21787/jpb.13.

2021.65-80.

Sayifullah, S., & Gandasari, T. R. (2016).

Pengaruh indeks pembangunan manusia dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Banten. Jurnal Ekonomi-Qu, 6(2), 236–255. doi: 10.35448/jequ.

v6i2.4345.

Sihite, L., Daulay, M., Lubis, I., & Parinduri, R. E. (2021). The effect of village funds, human development index (HDI), and economic growth on decrease of poverty level in North Sumatera Province.

International Journal Public Budgeting, 4(1), 1–10. Retrieved from http://ijpbaf.

net/index.php/ijpbaf/article/view/262.

Singh, R. (2012). Human development index and poverty linkages. International Journal of Marketing and Technology, 2(5), 219–230. Retrieved from https://

indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor :ijmt&volume=2&issue=5&article=014.

Škare, M., & Družeta, R. P. (2016). Poverty and economic growth: A review.

Technological and Economic Development of Economy, 22(1), 156- 175. doi: 10.3846/20294913.2015.

1125965.

Sudewi, N. N. A., & Wiranthi, I. G. A. P.

(2013). Pengaruh desentralisasi fiskal dan korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 2(3), 135–141. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/

eep/article/view/4434.

Sunaryono. (2021). Analysis of enhancement village status (The village building index) on reduction the poverty rate in the Province of West Kalimantan.

Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 2, 26–38. doi: 10.30650/JEM.V15I1.2118.

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2012).

Economic Development (11th Ed.).

Pearson.

Tri, N. M. (2020). Economic growth with poverty reduction in Vietnam. Journal of Critical Reviews, 7(08), 2527–2533.

Retrieved from http://www.jcreview.

com/admin/Uploads/Files/61c9bb09cb8 911.08561934.pdf.

UNDP. (1990). Human development report 1990: Concept and measurement of human development. New York.

Walpole, R. E., Myers, R. H., Myers, S. L., &

Ye, K. (2011). Probability & Statistics for Engineers & Scientists (9th Edition).

Prentice Hall.

Wibowo, A., & Ridha, M. R. (2019). The effect of economic growth, unemploy- ment rate and human development on poverty in Indonesia (Panel model approach in 4 poorest provinces). Jurnal Matematika dan Aplikasi, 10(1), 1–7.

Retrieved from https://ejournal.unsrat.

ac.id/index.php/decartesian.

Williams, H. T. (2017). Role of financial inclusion in economic growth and poverty. Heliyon, 7(5), 265–271. doi:

10.18374/JIFE-18-2.9.

Yacoub, Y. (2012). Pengaruh tingkat peng- angguran terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal EKSOS, 8(3), 176–185.

Retrieved from http://repository.polnep.

ac.id/xmlui/handle/123456789/63.

Yan, X., & Su, X. G. (2009). Linear regression analysis: Theory and computing. World Scientific.

Yusuf, L. A., & Dai, S. I. (2020). The Impact of unemployment and human development index on poverty in Gorontalo Province 2008-2017.

Jambura Equilibrium Journal, 2(1), 7–

16. doi: 10.37479/jej.v2i1.4495.

(16)

Farida, A., et al.: Pengaruh Pembangunan Desa terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 206

Referensi

Dokumen terkait

Budiman PM, selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung maka diketahui bahwa faktor- faktor penghambat tugas dan wewenang Dinas Kebersihan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kelayakan LKPD berbasis learning content development system (LCDS) pada materi sistem pernapasan

Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) in any discipline is the perfect union of three knowledge domains (content, pedagogy, and technology) to develop

200.000-, ( Dua ratus ribu rupiah ) karena tidak menggunakan tarif maka pendapat beliau hanya bersifat perkiraan dalam pendapatan, pijat yang dilakukan beliau

Adapun judul tugas akhir program masgister saya ini berjudul " Evaluasi Kinerja Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Lubuklinggau Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Pekan Olahraga

Adapun faktor penyebab terjadinya pencurian aset perkebunan disebabkan faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) perkebunan dan upaya yang dilakukan

Dan pemilih pemula adalah pemilih yang sama sekali tidak pernah atau mempunyai pengalaman dalam mencoblos atau memilih dalam pemilihan umum, maka disini money politic

•Ketika hal yang demikian dikatakan, brahmana Aggikabhāradvāja berkata ini kepada Begawan — “Luar biasa,.