• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN UDANG MANTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN UDANG MANTIS"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DENGAN UMPAN YANG BERBEDA DI DESA SUNGAI

JAMBAT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

SKRIPSI

Oleh :

MA’SHUM ARDI PAMUNGKAS E1E018006

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI 2023

(2)

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN UDANG MANTIS (Harpisoquilla raphidea) DENGAN UMPAN YANG BERBEDA DI DESA SUNGAI

JAMBAT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR Ma’shum Ardi Pamungkas,Dibawah bimbingan

Afriani H1), dan Lisna2)

RINGKASAN

Salah satu alat tangkap yang sering dioperasikan di perairan Desa Sungai Jambat adalah jaring insang dasar (Bottom Gill Net). Namun ada sebagian dari masyarakat Sungai Jambat ini menggunakan alat tangkap jaring Insang berwarna kehijauan, tepatnya pada bahan yang digunakan memiliki warna dasar agak hijau.

Nelayan Desa Sungai Jambat dalam menangkap udang mantis menggunakan beberapa umpan yang diperoleh dari tangkapan sampingan, maka dari itu dilakukan penelitian penggunaan umpan ikan pari dan ikan duri.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan udang mantis (Harpisoquilla raphidea) dengan umpan yang berbeda di Desa Sungai Jambat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi pada tanggal 30 Juni sampai dengan 25 Juli tahun 2022 dengan metode experimental fishing dan perlakuan umpan ikan pari (Dasyatis sp.) serta umpan ikan duri (Hexanematichthys Sagor) pada 16 kali pengulangan, sedangkan untuk responden dilakukan simpe random sampling, yaitu dari total jumlah nelayan (10 orang) diambil 20% sehingga didapat 2 nelayan yang menggunakan jaring insang dasar (Bottom Gill Net) berwarna hijau. Data yang dihimpun dalam penelitian ini meliputi data hasil tangkapannya dari banyaknya udang yang ditangkap (ekor), dibagi berdasarkan great, jumlah hasil tangkapan (kg), dan parameter lingkungan

Hasil penelitian ini menunjukan hasil tangkapan udang mantis berdasarkan jumlah (ekor) dan berat (kg) menggunakan umpan daging ikan pari dan ikan duri menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) yang artinya terdapat perbedaan hasil tangkapan menggunakan umpan yang berbeda pada alat tangkap bottom gill net di Desa Sungai Jambat. Penggunaan umpan ikan pari didapat hasil yang lebih banyak dikarenakan adanya kandungan air yang lebih besar dibandingkan umpan ikan duri. Selain perbedaan umpan yang digunakan, parameter lingkungan juga mempengaruhi hasil tangkapan pada alat tangkap bottom gill net.Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil tangkapan menggunakan umpan ikan pari dan umpan ikan duri terhadap hasil tangkapan udang mantis di Desa Sungai Jambat Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Keterangan : 1) Pembimbing Utama 2) Pembimbing Pendamping

(3)
(4)

ii PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“Perbandingan Hasil Tangkapan Udang Mantis (Harpiosquilla rapidea) Dengan Umpan Yang Berbeda Di Desa Sungai Jambat Kabupaten Tanjung Jabung Timur”

adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Jambi, Januari 2023

Ma’shum Ardi Pamungkas

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di lahirkan di Desa Gilingsari, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Provisi Jawa Tengah pada tanggal 18 Maret 1999, sebagai anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sri Harno dan Ibu Titik Budiarti.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar di SD Negeri 266 Merangin pada tahun 2012, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 54 Merangin pada tahun 2015 dan Pendidikan Menengah Kejuruan di SMK Negeri 2 Merangin pada tahun 2018.

Pada tahun 2018 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis aktif mengikuti kegiatan Organisasi Kemahiswaan dari semester 1 sampai semester 9 yaitu HIMAPERI (Himpunan Mahasiswa Perikanan), pada perode 2019-2020 menjadi devisi informasi dan komunikasi (INFOKOM) dan pada periode 2021-2022 menjabat menjadi ketua umum Himpunan Mahasiswa Perikanan. Pada semester 4 penulis juga mulai aktif mengikuti organisasi yang bersifat eksternal yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan pernah menjabat menjadi pengurus dalam bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP), organisasi eksternal HIMPATINDO (Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia) sebagai Badan Pengurus Harian Pusat (BPHP) dan mejabat sebagai Badan Pengurus Organisasi (BPO) pada periode 2021-2022, organisasi eksternal HIMAPIKANI (Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia), Organisasi eksternal bersifat Paguyuban yaitu HMPM (Himpunan Mahasiswa Pelajar Merangin), dan GMM (Gerakan Mahasiswa Merangin). Penulis pada semeter 2 mendapatan beasiswa Bidikmisi hingga semester 8. Penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT).

(6)

i PRAKATA

Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan komoditas hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dengan nilai ekonomis yang tinggi banyak nelayan yang melakukan penangkapan dengan hasil tangkapan utama udang mantis. Alat tangkap gill net merupakan alat tangkap yang digunakan dalam melakukan penangkapan udang mantis, dalam proses penangkapan perlakuan umpan dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan.

Oleh karena itu, penelitian tentang perbandingan hasil tangkapan udang mantis (Harpisoquilla raphidea) dengan umpan yang berbeda di Desa Sungai Jambat Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Hasil penelitian yang diperoleh dituangkan dalam tulisan ini.

Pada kesempatan ini, penulis awali dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan nikmat kesehatan serta kesempatan yang telah dianugrahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Penulis menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyelesaikan penulisan skripsi. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Terimakasih kepada Dr. Ir. Agus Budiansyah, M.S. Selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Peternakan

2. Terimakasih kepada Dr. Ir. Syafwan, M. Sc. Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Kerja Sama, dan Sistem Informasi Fakultas Peternakan Universitas Jambi

3. Terimakasih kepada Dr. Ir. Suparjo, M.P Selaku Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan, dan Keuangan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

4. Terimakasih kepada Dr. Drh. Fahmida, M. P Selaku wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Peternakan Universitas Jambi

(7)

ii 5. Terimakasih kepada Dr. Drh. Sri Wigati, M.Agr.Sc Selaku Ketua Jurusan

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

6. Terimakasih kepada Afriani H, S.Pt., M.P. sebagai dosen wali akademik dan pembimbing utama yang telah memberikan arahan, bimbingan, dorongan dan motivasi selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan.

7. Terimakasih kepada Lisna S.Pi., M.Pi. selaku ketua program studi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pembimbing pendamping, atas bimbingan, dorongan dan motivasi serta diskusi yang sangat berharga yang diberikan sejak penyusunan usulan penelitian skripsi sampai skripsi ini diselesaikan.

8. Terimakasih kepada Nelwida S.Pt., M.P., Fauzan Ramadan S.Pi., M.Si, dan Prof. Ir. M. Afdal, M.Sc., M.Phil., Ph.D Selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam perjalanan penulisan skripsi ini.

9. Keluarga tercinta, kedua orang tuaku ibuk Titik Budiarti dan bapak Sri Harno yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam melakukan studi di perantauan baik secara moral maupun material, mas Tomi Ardi Mulyono, mas Tatak Ardi Wibowo serta mas Yusuf Ardi Solikin atas kasih sayang dan dukungan semangatnya.

10. Ade Khairunissa teman perjalanan yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan dalam melakukan pengerjaan proposal, penelitian sampai skripsi ini diselesaikan.

11. Sahabat-sahabat tercinta Ardiansyah, ilham Tri Syahfitra, Apda Rezah, Sandi Kurniawan, Irvan Gunawan, Sarah Angelina, dan Melati, yang telah banyak meluangkan waktu dari awal perkuliahan sampai akhir perkuliahan.

12. Teman-teman kelas PSP A yang menjadi motivasi dan bekerja sama dengan baik selama perkuliahan 8 semester.

Demikian skripsi ini dibuat, semoga dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Jambi, Januari 2023

Ma’shum Ardi Pamungkas

(8)

iii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... ... i

DAFTAR ISI... .. iii

DAFTAR GAMBAR... . v

DAFTAR TABEL... ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 4

1.3 Manfaat... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Alat Tangkap Jaring Insang (Gill Net) ... 5

2.2. Kontruksi Jaring Insang (Gill Net) ... 6

2.3. Umpan ... 7

2.3.1. Ikan Pari (Dasyatis sp.) ... 8

2.3.2. Ikan Duri (Hexanematichthys sagor) ... 9

2.4. Hasil Tangkapan ... 10

2.4.1. Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) ... 10

2.4.2. Ikan Gulama 9Johnius trachyephalus) ... 11

2.4.3. Ikan Duri (Hexanematichthys sagor) ... 12

2.4.4. Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum) ... 12

2.4.5. Ikan Bawal (Pampus argenteus) ... 13

2.5. Indikator Lingkungan ... 13

2.5.1. Suhu ... 13

2.5.2. pH (Derajat Keasaman) ... 14

2.5.3. Salinitas ... 15

2.5.4. Kecepatan Arus ... 15

BAB III METODE PENELITIAN... 17

3.1. Waktu dan Tempat ... 17

3.2. Materi dan Peralatan ... 17

3.3. Metode Penelitian ... 17

3.4. Prosedur Kerja ... 18

3.4.1. Persiapan ... 18

3.4.2. Setting... 18

3.4.3. Immersing... 19

3.4.4. Hauling ... 19

3.5. Data yang Dihimpun ... 19

3.6. Pengukuran Parameter Lingkungan ... 20

(9)

iv

3.6.1. Salinitas ... 20

3.6.2. Suhu ... 20

3.6.3. Kecepatan Arus ... 20

3.6.4. pH (Derajat Keasaman) ... 20

3.2. Analisis Data ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 22

4.2. Parameter Lingkungan ... 23

4.3. Komposisi Hasil Tangkapan ... 26

4.4. Hasil Tangkapan Udang Mantis ... 28

4.5. Perbandingan Jumlah Hasil Tangkapan ... 29

4.6. Perbandingan Berat Hasil Tangkapan ... 30

4.7. Ukuran Udang Mantis ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1. Kesimpulan ... 33

4.4. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

LAMPIRAN.. ... 40

(10)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alat Tangkap Gill Net ... 5

2. Kontruksi Alat Gill Net ... 6

3. Ikan Pari (Dasyatis sp.) ... 8

4. Ikan Duri (Hexanematichthys Sagor) ... 9

5. Udang Mant is (Harpiosquilla raphidea) ... 11

6. Ikan Gulama (Johnius trachyephalus) ... 11

7. Ikan Duri (Hexanematichthys Sagor) ... 12

8. Ikan Senangin (Elutheronema tetradactylum) ... 12

9. Ikan Bawal (Pampus argenteus) ... 13

10. Lokasi Daerah Penangkapan ... 22

(11)

vi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter Lingkungan ... 24 2. Komposisi hasil Tangkapan Bottom Gill Net berwarna Hijau

Menggunakan Umpan Ikan Pari dan Ikan Duri... 26 3. Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan Udang Mantis Dengan

Menggunakan Umpan Ikan Pari dan Ikan Duri ... 28 4. Uji T Jumlah Hasil Tangkapan Udang Mantis menggunakan

Umpan Ikan Pari dan Duri ... 29 5. Uji T Berat hadil Tangkapan Udang Mantis Menggunakan

Umpan Ikan Pari dan Ikan Duri ... 30 6. Jumlah Hasil Tangkapan Udang Mantis Berdasarkan Ukuran ... 31

(12)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan Uji - t ... 40

2. Ukuran Udang mantis ... 44

3. Data Parameter Lingkungan... 46

4. Bagian Alat tangkap Bottom Gill Net, alat dan Bahan ... 46

5. Prosedur Proses Penelitian ... 49

6. Pengecekan Parameter Lingkungan ... 50

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur terletak di pantai timur pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Provinsi Riau. Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai potensi sumber daya alam pada sektor kelautan dan perikanan yang cukup besar, dengan panjang garis pantai 191 km yang membentang dari perbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat sampai dengan perbatasan Provinsi Sumatera Selatan. Potensi wilayah perikanan tangkap laut dengan luas areal 77.752 hektar dan hasil perikanan tangkap yang terdiri dari perikanan laut produksinya mencapai 23.491,54 ton, perairan umum mencapai 130,86 ton, serta hasil budidaya perikanan mencapai 120,4 ton. Dari berbagai jenis perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini dengan produksi perikanan yang cukup berpotensi terutama terdapat di Kecamatan Mendahara, Kecamatan Nipah Panjang, Kecamatan Sadu, Kecamatan Kuala Jambi dan Kecamatan Muara Sabak Timur (BPS, 2018).

Kecamatan Sadu terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang terdiri dari 9 desa, yaitu : Desa Sungai Jambat, Desa Air Hitam, Desa Sungai Itik, Desa Sungai Lokan, Desa Remau Baku Tuo, Desa Sungai Cemara, Desa Sungai Sayang, Desa Labuhan Pering, dan Sungai Benuh. Kecamatan Sadu memiliki jumlah nelayan sebanyak 355 nelayan, dalam penggunaanya nelayan menggunakan alat tangkap seperti belat sebanyak 47 nelayan, alat tangkap gombang sebanyak 19 nelayan, alat tangkap rawai sebanyak 56 nelayan, penggunaan alat tangkap jaring kantong sebanyak 105 nelayan dan penggunaan alat tangkap jaring insang sebanyak 128 nelayan. Kecamatan Sadu mempunyai garis pantai yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, sehingga potensi yang terdapat didalamnya sangat melimpah terutama di sumberdaya perikanannya.

Desa Sungai Jambat merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sadu. Pekerjaan masyarakat biasanya menjadi nelayan dan perkebunan khususnya kelapa dan pinang, untuk menangkap udang biasanya

(14)

2 masyarakat Sungai Jambat menggunakan alat tangkap seperti sondong, rawai, jaring kantong dan jaring insang (Gill Net). Di Desa Sungai Jambat terdapat 20 nelayan, 10 nelayan menggunakan alat tangkap jaring ingsang, 5 nelayan menggunakan rawai dan 5 nelayan menggunakan alat tangkap belat. Tangkapan utama nelayan di Desa Sungai Jambat adalah udang mantis (Harpiosquilla raphidea).

Salah satu alat tangkap yang sering operasikan di perairan Desa Sungai Jambat adalah jaring insang dasar (Bottom Gill Net). Namun ada sebagian dari masyarakat Sungai Jambat ini menggunakan alat tangkap jaring Insang berwarna kehijauan, tepatnya pada bahan yang digunakan memiliki warna dasar agak hijau.

Mengingat sumberdaya laut yang sangat melimpah, penggunaan alat tangkap jaring insang dasar (Bottom Gillnet) ini bisa mendukung nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut secara optimal. Menurut Saputra et al (2016) bahwa bahan nylon sering digunakan oleh nelayan untuk alat tangkap jaring insang. Keunggulan jaring berbahan dasar nylon berwarna hijau adalah bahan jaring yang berwarna agak kehijauan saat berada di perairan, sehingga udang lebih tertarik keberadaan jaring di dalam perairan, dan udang dapat terjerat atau terperangkap. Bahan nylon juga memiliki keunggulan yang tahan terhadap air laut yang asin.

Jaring Bottom Gill net yang biasanya digunakan nelayan di Desa Sungai Jambat untuk menangkap udang mantis memiliki mesh size 4 inch dengan panjang

± 900 meter dan tinggi 1,5 Meter serta menggunakan umpan daging ikan pari dan ikan duri dengan potongan daging ikan masing-masing memiliki berat ± 20 gram, alasan memilih ikan pari dan ikan duri sebagai umpan karena merupakan ikan bernilai ekonomis rendah. Selain bernilai ekonomis rendah, ketersediaan ikan ini juga tergolong banyak, karena biasanya nelayan Desa Sungai Jambat selalu memperoleh ikan ini secara tidak sengaja (by catch).

Hasil tangkapan utama Bottom gill net yang dioperasikan di Desa Sungai Jmbat adalah udang mantis. Udang mantis disebut juga udang lipan, udang ronggeng, dan di Desa Sungai Jambat biasa disebut dengan udang nenek, selain udang mantis hasil tangkapan sampingan (by catch) gill net yaitu seperti, ikan gulamah, ikan malung, ikan pari, ikan duri, ikan bawal, ikan senangin dan

(15)

3 kepiting ranjungan. Udang mantis merupakan makhluk yang memiliki peran penting dalam ekosistem laut dengan menjaga populasi dan memelihara semua spesies yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku hidup dari udang mantis yang menggali lubang pada terumbu karang memberi peluang untuk oksigenisasi sehingga kesehatan terumbu karang akan lebih terjaga. Udang mantis akan menggali terumbu karang yang kondisinya tidak baik, sehingga dapat disimpulkan peran udang mantis dalam ekosistem laut sebagai bioindikator (Barber et al., 2002). Menurut Maulana et al. (2020) bahwa udang mantis merupakan salah satu jenis crustacea di laut yang termasuk memilki kandungan gizi yang cukup baik dan protein yang tinggi dan cukup diminati oleh masyarakat macanegara untuk dikonsumsi, keberadaan udang mantis di Indonesia sendiri masih belum sepopuler negara tetangga seperti Malaysia. Hal ini di perjelas oleh pendapat Astuti dan Ariestyani (2013) bahwa Udang mantis merupakan salah satu komoditas hewan laut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Udang mantis termasuk salah satu jenis krustase laut yang bernilai gizi tinggi, dengan kadar protein dapat mencapai 87,09%. Menurut Moosa (2000) bahwa ukuran badan udang mantis bisa mencapai 33,5 cm dengan bobot 200 g/ekor. Udang mantis yang tertangkap merupakan komoditas ekspor dengan negara tujuan utama adalah Taiwan dan Hongkong (Gonser,2003).

Penggunaan umpan merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan operasi penangkapan udang mantis. Keberadaan umpan sangat penting dalam memikat udang disekitaran jaring agar bisa terperangkap.

Faktor penentu keberhasilan proses penangkapan udang dengan menggunakan umpan salah satunya adalah kandungan kimia yang ada di dalam umpan. Menurut Clark (1985) bahwa asam amino yang dapat merangsang penciuman ikan adalah alanina, arginina, prolina, glutamat, sisteina Nikonov dan metionina. Umpan hidup maupun umpan mati memiliki bau spesifik yang berbeda dan mengakibatkan ikan dapat membedakan hal tersebut. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah umpan yang digunakan merupakan umpan yang disenangi oleh udang yang menjadi tujuan penangkapan (Baskoro dan Effendy, 2005).

Maka berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang

“Perbandingan Hasil Tangkapan Udang Mantis (Hariosquilla raphidea) Dengan

(16)

4 Umpan Yang Berbeda Di Desa Sungai Jambat Kabupaten Tanjung Timur” untuk mengetahui efektivitas hasil tangkapan udang mantis, untuk membedakan penggunaan dua umpan yaitu ikan pari (Dasyatis sp) dan ikan duri (Hexanematichthys sagor), sehingga dari perbedaan tersebut didapatkan pengaruh umpan yang efektif dalam menangkap udang mantis menggunakan alat tangkap bottom gill net.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dengan umpan yang berbeda di Desa Sungai Jambat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan, khususnya para nelayan agar menjadi panduan untuk meningkatkan hasil tangkapannya.

(17)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alat Tangkap Jaring Insang (Gill Net)`

Menurut Martasuganda (2002) bahwa jaring insang (Gill Net) adalah satu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana ukuran mata jaring (mesh size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal (mesh lenght/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/MD). Pada lembaran jaring bagian atas diletakkan pelampung (floats) dan pada bagian bawah diletakkan pemberat (sinkers).

Gambar 1. Alat Tangkap Gill Net

Jaring insang dasar (Bottom Gillnet) tegolong ramah lingkungan dengan memenuhi beberapa indikator ramah lingkungan, yaitu tidak diizinkan menangkap di kawasan konservasi (Latuconsina, 2010). Menurut Subehi et al (2015) bahwa Gill Net termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan karena memiliki selektifitas yang tinggi, tidak merusak habitat, tidak membahayakan nelayan, produk tidak membahayakan konsumen, tidak menangkap ikan yang dilindungi undang-undang, serta dapat diterima oleh masyarakat.

Menurut Kamal (2007), bahwa jaring insang (Gill Net) merupakan alat tangkap dimana ikan terjerat atau terpuntal pada jaring berlapis satu, dua atau tiga.

Penggunaan jaring dapat satu persatu atau dengan merangkaikan jaring yang sama

(18)

6 atau bermacam macam. Bentuk yang penting adalah jaring tetap (di dasar), jaring hanyut (di bawah permukaan) dan jaring insang lingkar.

2.2. Kontruksi Jaring Insang (Gill Net)

Konstruksi jaring insang terdiri dari badan jaring (webbing), tali ris atas, tali ris bawah, pelampung pemberat (Parnen, 2014).

Gambar 2. Kontruksi Alat Tangkap Gill Net Keterangan :

1. Pelampung 2. Tali Pelampung 3. Tali Ris Atas 4. Tali Serampat Atas 5. Badan Jaring

6. Tali Serampat Bawah 7. Tali Ris Bawah 8. Tali Pemberat 9. Pemberat

Bahan jaring yang digunakan adalah berbahan nylon dan ukuran mata jaring yang digunakan adalah 4 inci, ukuran mata jaring ini sangat cocok untuk udang tujuan tangkapan dari alat tangkap gillnet tersebut yaitu udang mantis (Harpiosquilla raphidea). Menurut Ayodhyoa (2004) bahwa pada ukuran mata jaring yang lebih kecil kemungkinan memperoleh ikan akan lebih banyak dibandingkan dengan pada ukuran mata jaring yang lebih besar, demikian pula hendaknya warna jaring sama dengan warna perairan tersebut, juga warna jaring hendaknya janganlah membuat kontras yang sangat namun dapat dimodifikasi menjadi warna lumut misalnya.

(19)

7 Pelampung adalah bahan yang terpasang pada alat tangkap yang memiliki masa jenis lebih kecil dari rata-rata masa jenis air laut. Pelampung berfungsi untuk membuka sempurna badan jaring secara vertikal saat dioperasikan pada suatu perairan. Pelampung memiliki berat dan volume serta jumlah pada pemasangannya di setiap satu pis jaring. Pemasangan ini akan mempengaruhi daya apung (bouyancy). Nilai dari hasil analisis perhitungan daya apung yang terpasang pada jaring sangat memiliki pengaruh terhadap baik atau tidaknya hasil tangkapan (Sutrisno et al., 2013).

Bahan tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, dan tali pemberat adalah PE (Polyethylene) alasan penggunaan tali berbahan ini karena bahan ini ringan dan mengapung di air. Namun memiliki tingkat kekenyalan tinggi dan permukaannya halus (Ardidja, 2010).

Pemberat adalah bahan yang terpasang pada alat tangkap yang memiliki masa jenis lebih besar dari rata-rata masa jenis air laut. Pemberat berfungsi untuk membantu menenggelamkan alat tangkap sampai kedalaman yang diinginkan.

Pemberat ini sangat beragam, untuk nelayan di beberapa wilayah perairan Indonesia menggunakan pemberat dari bahan semen. Namun di setiap wilayah pasti akan berbeda-beda, mulai dari bahan, ukuran, bentuk, daya tenggelam.

Perbedaan tersebut disesuaikan dengan alat tangkap dan juga target tangkapan (Sutrisno et al., 2013).

2.3. Umpan

Umpan merupakan suatu alat bantu penangkapan yang bertujuan memberi rangsangan terhadap udang mantis (Harpiosquilla raphidea) untuk mendekati dan tertangkap pada area penangkapan. Penggunaan umpan pada bottom gillnet bertujuan agar udang-udang yang berada didasar perairan terpengaruh terhadap umpan sehingga tertangkap pada alat tangkap tersebut (Fitri dkk., 2008).

Pada alat tangkap pasif (Gill Net), cara menarik perhatian udang dari sasarannya diantaranya dengan menggunakan umpan. Seperti dikemukakan oleh Subani dan Barus (1989), ikan-ikan atau sumberdaya perikanan laut lainnya tertangkap baik karena terangsang adanya umpan maupun tidak.

(20)

8 Berdasarkan kondisinya, umpan dapat dibedakan sebagai umpan hidup dan umpan mati. Berdasarkan asalnya dibedakan sebagai umpan alami dan umpan buatan. Menurut penggunaannya dibedakan kedalam umpan yang dipasang pada alat dan yang tidak dipasang pada alat (Apritia, 2006). Menurut Monintja dan Martasuganda (1990), salah satu yang menyebabkan hasil tangkapan masuk ke alat tangkap adalah tertarik bau umpan.

Menurut Slack dan Smith (2001) bahwa syarat umpan yang baik adalah sebagai berikut :1). Efektif untuk mencari target. 2). Ketersediaannya melimpah.

3) Mudah untuk disimpan dan diawetkan. 4). Harganya murah agar operasi penangkapan menguntungkan.

2.3.1. Ikan Pari (Dasyatis sp.)

Ikan Pari (Dasyatis sp.) juga dikenal sebagai ikan batoid, merupakan sekelompok ikan bertulang rawan yang memilki sejumlah ciri khas yang sama dengan ikan pari, tetapi dimasukkan ke dalam ordo yang tersendiri dikarenakan 17 perbedaan struktur utamanya, yaitu (1) celah insang terletak di sisi bawah kepalanya; (2) sirip-sirip dadanya hampir selalu sangat melebar hingga menyerupai sayap, dan sisi depannya bergabung secara mulus di kepalanya (Rizky, 2016).

Gambar 3. Ikan Pari (Dasyatis sp.)

Ikan termasuk dalam golongan hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di air dan memiliki ciri-ciri antara lain : berdarah dingin (Poikiloterm), bernafas dengan insang dan mempunyai sirip. Jenis ikan sangat beraneka ragam

(21)

9 dengan jumlah jenis mencapai lebih dari 28.900 di seluruh dunia (Leveque et al.

2008).

Ikan pari sering terlihat dalam kelompok kecil maupun sendiri (soliter) dan seringkali terlihat berenang di permukaan air, maupun bagian tengah kolom perairan, bahkan bentuk tubuhnya yang pipih memungkinkan Pari untuk dapat berenang di dasar suatu perairan (Allen 2000).

Secara umum Pari mempunyai bentuk tubuh sangat pipih, gepeng melebar (depressed) sehingga menyerupai piringan cakram yang lebarnya ditambah sirip dada yang lebar seperti sayap yang bergabung dengan bagian depan kepala.

Apabila dilihat dari bagian atas (anterior) dan bawah (posterior), tubuh Pari tampak oval atau membundar (Last & Stevens 2009).

2.3.2. Ikan Duri (Hexanematichthys sagor)

Gambar 4. Ikan Duri (Hexanematichthys Sagor)

Klasifikasi ikan Duri yaitu : Kerajaan : Animalia Filum, : Chordata Kelas : Actinopterygii, Ordo : Siluriformes, Famili : Ariidae, Genus Hexanematichthys, Sepesies :Hexanematichthys Sagor (Hamilton, 1822).

Ikan Duri adalah sejenis ikan mayung yang biasa didapati dalam penangkapan ikan menggunakan jaring ingsang (Gill Net) di pantai berlumpur.

Hexanematichthys sagor yang biasa disebut ikan dukang oleh warga Desa Sungai Jambat yang memiliki ciri-ciri tubuh yang licin. Memiliki bentuk mulut subterminal dengan bagian moncongnya membulat dan kepala yang lebar. Sirip dada lebih panjang dan lebih kuat dari sirip punggung tulang belakang. Warna tubuh coklat kehitaman serta bagian bawah lebih terang. Kebanyakan ikan duri ini merupakan ikan yang tidak termasuk kedalam hasil tangkapan utama karena

(22)

10 memiliki nilai jual yang tidak terlalu tinggi dibandingkan ikan lainya (Wita, 2019).

2.4. Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan utama adalah udang sebagai target utama yang dicari dan diharapkan oleh nelayan dalam melakukan operasi penangkapan menggunakan alat tangkap jaring insang (Gill Net). Spesies target juga dapat diartikan udang- udang yang telah memenuhi syarat untuk ditangkap antara lain ukuran, jenis, dan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Karman, 2008).

Hasil tangkapan sampingan (by-catch) mencakup semua hewan yang bukan merupakan sasaran utama dan benda-benda tidak hidup (sampah) yang tertangkap ketika melakukan operasi penangkapan (Earys,2007).

Kategori by-catch menjadi dua kategori yaitu hasil tangkapan sampingan by-catch yang bernilai ekonomis tinggi dan hasil tangkapan sampingan yang bernilai ekonomis rendah, bernilai ekonomis tinggi artinya yang dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi, atau warga setempat lebih menyukai beberapa jenis ikan tersebut dibandingkan jenis ikan yang lain dan bernilai ekonomis rendah adalah spesies komersial yang kecil- kecil, ikan muda (Wahyu, 2008).

2.4.1 Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)

Menurut Martin (2001), bahwa udang mantis merupakan spesies udang laut, termasuk dalam filum Arthropoda, Subfilum Krustasea, Ordo Stomatopoda.

Terdapat 5 super family yaitu Bathysquilloidea, Gonodactyloidea, Erythrosquilloidea, Lysiosquilloidea, dan Squilloidea, dan terdiri atas 20 Famili.

Menurut Manning (1969), genus Harpiosquilla (dari family Squillidae) termasuk stomatopoda terbesar, yang mencapai total panjang lebih dari 300 mm. Menurut Barber dan Erdmann (2000) bahwa udang mantis secara taksonomi merupakan kelas malocostraca dan ordo Stomatopoda. Lebih dari 400 spesies telah dikenal yang masuk kedalam lebih dari 100 genus. Jumlah famili Familia Stomatopoda yaitu 19 yang digolongkan ke dalam lima super families, yaitu Bathysquilloidea, Squilloidea, Erythrosquilloidea, Lysiosquilloidea dan Gonodactyloidea.

(23)

11 Gambar 5. Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)

Udang mantis disebut juga udang lipan, udang ketak, udang mentadak, udang eiko, udang ronggeng dan udang belalang, dalam bahasa inggris disebut mantis shrimp atau ada juga yang menyebut dengan praying shrimp. Disebut udang mantis karena penampilan dan karakteristiknya mirip dengan belalang sembah (mantis) (Astuti, 2013).

2.4.2 Ikan Gulama (Johnius trachyephalus)

Gambar 6. Ikan Gulama (Johnius trachyephalus)

Ikan Gulamah dalam bahasa latin disebut Johnius trachycephalus adalah sejenis ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan ini memiliki beberapa nama lokal, diantaranya: Siliman, Tiga Wajah, Krokot, Tengkerong, Gulamo, dan Ikan Kepala Batu (Faizah dan Anggawangsa, 2019).

Ikan gulama dikelompokan dalam sumberdaya ikan demersal dan menyukai substrat berpasir atau berlumpur, sering dilepas pantai atau teluk terlindung, dan muara sungai (jalal et al., 2012).

(24)

12 2.4.3 ikan Duri (Hexanematichthys sagor)

Gambar 7. ikan Duri (Hexanematichthys sagor)

Ikan duri memiliki beberapa sebutan atau nama-nama lain seperti kedukang, badukang, dukang atau babukan, sedangkan dalam bahasa inggris ikan duri disebut sebagai atau Sagor Catfish atau Sunda sea-catfish. Karakterisitik ikan duri yaitu tidak bersisik, umumnya mempunyai panjang 45 cm, kepala memipih datar kearah moncong serta bersungut pada bagian rahang atas serta ujungnya dapat menggapai sampai pertengahan sirip dada ataupun lebih (Nasution danMachrizal, 2021).

2.4.4 Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum)

Gambar 8. Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum)

Ikan senangin termasuk ikan demersal di daerah pantai dan muara sungai serta tergolong ikan buas yang memakan ikan-ikan kecil, udang-udangan, dan organisme dasar (Simanjuntak, 2002).

Pada dasarnya ikan senangin termasuk ikan karnivora, sehingga jenis makanan yang dimakan tidak jauh berbeda, hanya tergantung pada faktor kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan di perairan (Titrawani et al., 2013).

(25)

13 Ikan senangin bisa berenang secara bergerombol pada umur yang sama (Welch, 2007).

2.4.5 Ikan Bawal (Pampus argenteus)

Gambar 9. Ikan Bawal (Pampus argenteus)

Ikan bawal putih dalam bahasa perdagangan dikenal dengan nama Silver pomfret termasuk kelompok famili Stromateidea, dengan ciri-ciri antara lain bentuk badan pipih dan tinggi sehingga hampir menyerupai belah ketupat, berwarna putih keperakan di sisi bagian bawah dan keabu-abuan di bagian sisi atas serta permukaan tubuh ditutupi dengan bintik-bintik hitam kecil. Bawal putih tergolong kelompok ikan yang mampu berkembang di wilayah estuaria dan sedikit berlumpur (Prihatiningsih, 2015).

2.5. Indikator Lingkungan

Gambaran salinitas di perairan ini menginformasikan bahwa besar kecilnya fluktuasi salinitas diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi) dan curah hujan (presipitasi) untuk mengukur parameter fisika kimia dalam menentukan kualitas perairan.

Pengambilan sampel air dilakukan saat pasang sebanyak enam kali pengulangan.

Parameter lingkungan yang diukur meliputi parameter fisika (suhu) dan parameter kimia (salinitas, pH), (Ott,1978 dalam Suriadarma, 2011)

2.5.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor alam yang mempengaruhi keberadaan udang dalam suatu wilayah perairan . suhu berperan aktif dalam keberlangsungan kehidupan udang, karena suhu akan mempengaruhi kebiasaan dan aktifitas udang.

Kenaikan suhu perairan sebesar C akan meningkatkan metabolisme dalam

(26)

14 tubuh udang itu sampai dua kali lipat. Penurunan suhu perairan C akan menurunkan nafsu makan dari udang. Jika suhu perairan tiba-tiba naik cukup tajam, maka tingkat metabolisme dalam tubuh udang tersebut juga meningkat.

Disisi lain kenaikan oksigen justru menyebabkanturunya tingkat kelarutan oksigen dalam air akibatnya terjadi kesenjangan oksigen. Udang kekurangan oksigen akan menjadi lemas (karena oksigen tersebut dalam proses pembakaran menghasilkan tenaga), jika hal ini berlangsung lama maka udang mati. Hal ini oleh udang akan diantisipasi dengan berpindah mencari perairan yang kondisi suhunya sesuai dengan yang mereka senangi (Effendi, 2003).

2.5.2. pH (Derajat Keasaman)

Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya ganguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan metabolisme berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik. Kisaran pH bagi kehidupan organisme perairan adalah 6 - 9,5 (Effendi, 2003)

Derajad keasaman (pH) yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (Hydrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu (Kordi, 2010).

Derajat Keasaman (pH) menunjukkan kekuatan antara asam dan basa dalam air, juga dapat diartikan dengan kadar konsenstrasi ion hidrogen dalam larutan. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2004).

(27)

15 2.5.3. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut, dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya (Gufran dan Baso, 2007 dalam Widiadmoko, 2013).

Pengertian Salinitas Salinitas merupakan salah satu parameter fisika yang dapat mempengaruhi kualitas air. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di air. Pengertian salinitas air yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan. Hal ini dikarenakan salinitas air ini merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (0 /00). Salinitas penting artinya bagi kelangsungan hidup organisme, hampir semua organisme laut hanya dapat 7 hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang kecil. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut, dan evaporasi (Sumarno, 2013).

Satuan untuk pengukuran salinitas air adalah satuan gram per kilogram (ppt) atau permil (‰). Nilai salinitas air untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0–0,5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 0,5–30 ppt (Salinitas air payau) dan salinitas perairan laut lebih dari 30 ppt (Effendi, 2003).

2.5.4. Kecepatan Arus

Arus laut merupakan salah satu faktor oseanografi yang sangat menarik untuk dikaji, terutama dalam menghasilkan informasi hidrografinya (Sudarto et al, 2013).

Arus merupakan salah satu parameter oseanografi yang memiliki peranan penting dalam menentukan kondisi suatu perairan. Arus merupakan perpindahan massa air yang diakibatkan beberapa faktor, diantaranya perbedaan massa jenis air, perbedaan tekanan, gaya-gaya pembangkit lain seperti gelombang panjang dan angin (Permadi et al, 2015).

(28)

16 Arus memiliki peranan penting dalam menentukan kondisi suatu perairan.

Pola dan karateristik arus yang meliputi jenis arus dominan, kecepatan dan arah serta pola pergerakan arus laut menyebabkan kondisi suatu perairan menjadi dinamis (Hadi dan Radjawane, 2009),

(29)

17 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi pada tanggal 30 Juni sampai dengan 25 Juli tahun 2022

3.2. Materi dan Peralatan

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap jaring insang dasar (Bottom Gill Net) berwarna hijau. Alat yang digunakan yaitu unit operasional penangkapan udang berupa jaring insang dasar (Bottom Gill Net) berwarna hijau 2 unit dengan panjang masing-masing 900 m, 2 unit kapal, mistar ukur untuk mengetahui ukuran hasil tangkapan, alat tulis, kamera (handphone). Alat untuk mengukur parameter lingkungan seperti, termometer, pH meter, refaktometer dan botol yang suah diikat oleh tali.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode experimental fishing yaitu dengan melakukan uji coba penangkapan langsung dengan nelayan setempat menggunakan alat tangkap jaring insang dasar (Bottom Gill Net) untuk mengetahui pengaruh umpan terhadap hasil tangkapan udang mantis (Harpiosquilla raphidea). Menurut Sugiyono (2003) Metode eksperimen adalah observasi di bawah kondisi buatan (Artifisial Condition) dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya suatu hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara melakukan pelakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental

Sample pada penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu 10 nelayan bottom gill net 4 inchi yang diambil bedasarkan kontruksi bottom gill net dan ukuran kapal yang sama dan total 10 nelayan tersebut disampling 20%

maka didapat 2 nelayan yang menggunakan jaring insang dasar berwarna hijau.

(30)

18 Metode pengumpulan sample yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono, 2008). Penelitian ini menggunakan bottom gill net dengan mesh size 4 inci, mempunyai panjang ± 900 Meter dan tinggi 1,5 Meter, dilakukan menggunakan 2 perlakuan umpan yaitu ikan pari dan ikan duri.

3.4. Prosedur Kerja 3.4.1. Persiapan

Sebelum berangkat ke fising ground nelayan melakukan pengecekan kapal seperti mengecek pada bagian mesin dan mengisi bahan bakar. Selanjutnya nelayan berangkat pada pagi hari pukul (07:00-08:00 WIB) mengikuti waktu pasang surut air laut. Selanjutnya adalah tahap dalam pengoperasian alat tangkap gillnet dengan cara memperhatikan kondisi perairan seperti: mengecek kedalaman, arus, dan lain-lain. Pengoperasian jaring insang dioperasikan dengan memotong/menghadang arus laut.

3.4.2. Setting

Ketika keadaan sekitar perairan dianggap aman kemudian nahkoda mulai menjatuhkan pelampung tanda terlebih dahulu kemudian disusul dengan bagian badan jaring. Pada proses setting dimana umpan ikan duri dan ikan Pari dikaitkan dengan bantuan peniti ke bagian mata jaring (Mesh Size) dari alat tangkap Bottom Gill Net dan pemasangan umpan dikaitkan berjejer lurus pada badan jaring.

Dengan perlakuan satu alat tangkap Bottom Gill Net dipasang satu jenis umpan dengan jumlah umpan 300 buah, dengan berat masing-masing umpan 20 gram jarak antara satu umpan ke umpan yang lain yaitu ± 3 meter, dalam pemasangan umpan dikaitkan menggunakan peniti atau jarum, pemasangan umpan ini berserempaan dengan penurunan alat tangkap Bottom Gill Net searah arus.

Penurunan badan jaring ini kapal harus bergerak mundur sampai semua badan jaring diturunkan semua ke perairan dan diakhiri dengan tali selambar yang menghubungkan antara gillnet dan kapal, agar gillnet tidak hanyut atau terpisah dari kapal saat dioperasikan. Perahu bergerak mudur dan secara lurus tanpa mengubah arah haluan dengan kecepatan konstan agar gillnet tidak tersangkut dan

(31)

19 dalam posisi terbentang sempurna. Proses setting ini dilakukan dengan waktu ± 1 jam

3.4.3. Immersing

Immersing adalah masa tunggu gillnet dibiarkan didalam air hingga waktu yang telah ditentukan oleh nahkoda. Masa tunggu bottom Gill Net tidak menentu, biasanya bisa mencapai 2 jam. Sesekali nahkoda akan mengecek ke tali selambar guna untuk mengatuhui apakah jaring insang dasar masih tetap terikat pada kapal.

3.4.4. Hauling

Hauling adalah proses pengangkatan jaring dari perairan keatas kapal, setelah gillnet dibiarkan diperairan kemudian jaring diangkat keatas kapal sedikit demi sedikit sampai semua bagian Jaring naik keatas kapal. Proses hauling dilakukan setelah menunggu 2 jam alat tangkap Bottom Gill Net diturunkan selanjutnya udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang terjerat diambil secara perlahan agar tidak terjadi kerusakan fisik, kemudian udang mantis dimasukan kedalam wadah yang berisi air dan dihitung jumlahnya serta diukur panjangnya.

Metode penangkapan pada alat tangkap gill net adalah secara pasif dilakukan pada siang hari, yang menjadi tujuan penangkapan adalah udang yang menghampiri dan terbelit pada jaring (Parnen, 2014).

3.5. Data yang Dihimpun

Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan berupa hasil tangkapan nelayan mengunakan alat tangkap jaring ingsang dasar (Bottom Gill Net) berwarna hijau dalam hal ini yang menjadi target tangkapan adalah udang, data hasil tangkapannya adalah banyaknya udang yang ditangkap (ekor), dibagi berdasarkan great dan jumlah hasil tangkapan (kg), serta komposisi hasil tangkapan.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari data hasil penelitian terdahulu atau dari sumber-sumber dinas perikanan dan sejenisnya. Data sekunder yang diambil adalah kondisi daerah penelitian , unit penangkapan udang, daerah penangapan udang, dan data produksi. Data sekunder yang diambil meliputi

(32)

20 keadaan umum daerah penelitian guna untuk menunjang atau sebagai perbandingan data primer yang telah dilakukan secara langsung.

3.6. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, salintitas dan tingkat keasaman perairan (pH) sebagai berikut :

3.6.1. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Apabila pada lensa refraktometer terlihat agak kabur, tepatkan fokusnya dengan memutar lensanya sehingga skala dalam layar terlihat terang dan jelas. Kalibrasi refraktometer dilakukan dengan cara objek dibersihkan dengan kapas kemudian teteskan akuades pada kaca. Lihat pada layar seandainya garis antara putih dan biru tidak terletak pada garis nol, tepatkan agar garis tersebut tepat pada nol dengan cara memutar skrope pada bagian atas refraktometer.

3.6.2. Suhu

Suhu diukur menggunakan thermometer yang dimasukan setengah panjang dari alat tersebut ke badan perairan, setelah di celupkan ke badan perairan maka terlihat angka yang tertera di alat tersebut, suhu diukur setelah selesai penurunan jarring. Siapkan termometer dimasukan kedalam perairan selama 1-2 menit selanjutnya diangkat dan dibaca dengan cepat agar tidak tersentuh oleh anggota badan.

3.6.3. pH (Derajad Keasaman)

Siapkan alat pH meter kemudian ambil sampel air menggunakan gelas lalu celupkan pH meter kedalam air sampel kira-kira 5 cm, lihat hasilnya dan dicatat.

3.6.4. Kecepatan Arus

Kecepatan arus dikukur dengan menggunakan botol yang diikat menggunakan tali sepanjang satu meter. Selanjutnya, pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menghanyutkan botol yang telah iikat dengan tali selama waktu (t) hingga tali tertarik lurus. Nilai kecepatan arus dihitung dengan menggunakan rumus :

(33)

21

V =

Keterangan :

V : Kecepatan Arus (m/s) l : Panjang (m)

t : waktu (s) 3.7. Analisis Data

Untuk mengetahui adanya perbedaan pemberian umpan ikan pari (Dasyatis sp.) dan ikan duri (Hexanematichthys sagor) terhadap hasil tangkapan udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dari masing-masing umpan (ekor), panjang udang mantis (inchi). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus uji-t (Sudjana, 2005).

=

( ) ( ) (

) ( )

Dimana :

X1 = Rata-rata hasil tangkapan menggunakan ikan pari (ekor) X2 = Rata-rata hasil tangkapan menggunakan ikan Duri (ekor) n1 = Jumlah sampel (umpan ikan Pari)

n2 = Jumlah sampel (umpan ikan duri) n = jumlah dari n1+ n2

S = Standar deviasi

= Variasi nilai kelompok

(34)

22 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tanjung Jabung Timur terletak di pantai timur pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Provinsi Riau. Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai potensi sumber daya alam pada sektor kelautan dan perikanan yang cukup besar, dengan panjang garis pantai 191 km yang membentang dari perbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat sampai dengan perbatasan Provinsi Sumatera Selatan. Menurut Badan Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur (2019) bahwa Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki luas 5.445 Km secara geografi terletak pada 0°53’ - 1°41’ LS dan 103°23 - 104°31 BT. Dari berbagai jenis perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini dengan produksi perikanan yang cukup berpotensi terutama terdapat di Kecamatan Mendahara, Kecamatan Nipah Panjang, Kecamatan Sadu, Kecamatan Kuala Jambi dan Kecamatan Muara Sabak Timur (BPS, 2018). Penelitian ini dilakukan di perairan Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Adapun penentuan daerah penangkapan (Fishing Ground) selama 16 penangkapan dapat dilihat pada gambar 10 berikut.

Gambar 10. Lokasi Daerah Penangkapan

(35)

23 Kecamatan Sadu terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki karakteristik perairan yang berlumpur dengan dicirikan berwarna coklat hal ini dikarenakan bagian dasar perairaan berlumpur dan berpasir. Kondisi ini sangat cocok dengan habitat udang mantis yang cenderung hidup di dasar perairan ini dengan cara membenamkan dirinya di bawah lumpur. Menurut Dini et al. (2013) bahwa substrat pasir dan pasir berlumpur merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan udang mantis. Hal ini didukung Menurut Mashar dan Wardiatno (2011), habitat udang mantis (Harpiosguilla raphidea) adalah dasar perairan berlumpur dengan tipe substrat lempung berpasir, dan udang mantis cenderung berlindung dalam lubang di dalam substrat lumpur dengan diameter dan kedalaman lubang yang bervariasi sesuai dengan ukurannya. Selain dari pada hal tersebut kondisi perairan ini dikatakan baik untuk mengoperasikan alat tangkap jaring insang dasar yang target tangkapanya udang mantis.

Jumlah penduduk Desa Sungai Jambat Kecamatan Sadu berjumlah 2.902 jiwa (BPS, 2010). Masyarakat Desa sungai Jambat memiliki mata pencaharian selain nelayan adalah berkebun dan berdagang. Hasil perkebunan masyarakat adalah kelapa, pinang dan sawit sedangkan pedagangnya berprofesi sebagai penjual bahan pokok dan penyuplai hasil perkebunan. Tangkapan utama nelayan Desa Sungai Jambat adalah Udang mantis hal ini dikarenakan udang mantis di daerah tersebut masih tergolong tinggi harga ekonomisnya. Udang mantis adalah kelompok yang sering dijumpai di laut tropis serta di perairan payau. Peraiaran Desa Sungai Jambat masih didaerah perairan estuaria yang mana masih bertemu dengan air tawar dan bertemu dengan air laut lepas. Beberapa nelayan Sungai Jambat menggunakan jaring insang dasar (bottom Gill Net) berwarna hijau.

penggunaan jaring warna hijau ini nelayan memilih bahan jenis monofilament yang memiliki kualias yang lebih baik dan mudah diperoleh. Sebelumnya, nelayan Desa Sungai Jambat banyak menggunakan jaring insang berwarna putih, namun karena ketersediaan yang terbatas jadi nelayan sebagian beralih menggunakan jaring insang berwarna hijau.

4.2 Parameter lingkungan

Parameter lingkungan adalah indikator untuk melihat kualitas suatu perairan. Menurut Mustaruddin et al. (2016) bahwa kondisi salinitas, suhu,

(36)

24 oksigen terlarut, sedimentasi, kekeruhan, fase bulan, dan keadaan hari (siang dan malam) juga mempengaruhi perkembangan udang dan potensi tidaknya suatu daerah penangkapan udang. Hal ini didukung oleh pendapat Suryaperdana et al.

(2012) bahwa kualitas air berpengaruh positif apabila masih dalam kisaran nilai kandungan yang masih dapat diterima oleh tubuh udang. Selengkapnya data parameter lingkungan dapat dilihat pada Tabel.1

Tabel 1. Parameter Lingkungan

Parameter Kisaran Rata-rata

Suhu (°C) 27-30 29,0

Derajat Keasaman (pH) 7-7,7 7,4

Salinitas 15-22 17,6

Kecepatan Arus (m/s) 0,25-0,42 0,35

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa suhu merupakan suatu faktor penting bagi makhluk hidup yang beraktifitas. Lingkungan perairan yang dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk ke perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses kehidupan makhluk hidup. Suhu yang tertera pada tabel di atas suhu rata-rata perairan di saat penelitian adalah 29°C.

Rata-rata suhu tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan perairan daerah penelitian dikatakan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat New (2002) dalam Lantang dan Rini (2020) bahwa kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan dan kehidupan udang terletak pada suhu 20-31°C dan merupakan kisaran yang cukup normal untuk kehidupan udang mantis.

Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya ganguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan metabolisme berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik. Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa hasil pengukuran pH di perairan Desa Sungai Jambat memiliki kisaran antara 7,1-7,8, dengan rata-rata sebesar 7,4. Dengan kondisi tersebut bisa dikatakan baik dikarenakan biota dalam perairan bisa hidup dan

(37)

25 tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Astrini et al. (2014) bahwa pada perairan dalam kondisi basa (pH antara 7,1- 8,5) biota perairan dapat hidup dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang normal. Pada penelitian ini nilai pH masih dalam kisaran baik bagi biota dan pertumbuhan udang mantis. Menurut Yulis dan Desti (2018) bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5 dan kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.

Salinitas perairan diartikan sebagai jumlah total material padat yang dinyatakan dalam garam yang terdapat dalam satuan kilogram air laut. Hasil pengukuran salinitas yang disajikan dalam Tabel 1 menunjukan bahwa salinitas perairan memiliki kisaran antara 12-19 ppt. Daerah penilitian di Kecamatam Sadu memiliki kondisi perairan yang payau (estuaria) sehingga memiliki salinitas yang tidak terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiansyah (2011) bahwa nilai salinitas air untuk perairan tawar berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6–29 ppt, dan perairan laut berkisar antara 30–40 ppt.

Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang dibawa oleh aliran sungai air tawar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarno (2013) bahwa nilai salinitas suatu perairan sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar aliran sungai ke suatu perairan. Dan di perjelas oleh pendapat Azis (2007) bahwa semakin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut akan rendah dan sebaliknya makin sedikitnya sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas akan tinggi. Menurut Hal ini sesuai dengan pendapat Asstalavista (2012) dalam Astuti dan Ariestyani (2013) menyatakan bahwa spesies Harpiosquilla raphidea hidup di daerah intertidal dengan nilai salinitas 12-19 ppt. Salinitas merupakan peubah penting dalam perairan pantai dan estuaria. Perubahan salinitas dapat menyebabkan perubahan kualitas ekosistem akuatik, terutama ditinjau dari tipe-tipe dan kelimpahan organisme. Salinitas harus digunakan sebagai parameter pendugaan dampak untuk pengembangan sumberdaya air yang berhubungan dengan perairan pantai dan estuaria. Sebaran

(38)

26 salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2002).

Arus merupakan salah satu faktor yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan di Desa Sungai Jambat untuk digunakan dalam penangkapan udang mantis.

Dalam penelitian ini pada daerah penangkapan untuk kecepatan arus memiliki kisaran 0,25-0,42 m/s dengan rata-rata 0,35 m/s sehingga arus ini dikatagorikan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ihsan (2009) bahwa kecepatan arus dapat dibedakan dalam 4 kategori yakni kecepatan arus 0-0,25 m/dtk yang disebut arus lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/dtk yang disebut arus sedang, kecepatan arus 50 - 1 m/dtk yang disebut arus cepat, dan kecepatan arus diatas 1 m/dtk yang disebut arus sangat cepat.

4.3 Komposisi Hasil Tangkapan

Hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan di Kecamatan Sadu Desa Sungai Jambat menggunakan alat tangkap jaring insang dasar (Bottom Gill Net) didapat hasil dan disusun dalam suatu susunan komposisi hasil tangkapan, dengan adanya mengetahui komposisi dari hasil tangkapan maka diketahui juga sepesies ikan dan udang yang tertangkap. Komposisi hasil tangkapan menggunakan botttom Gill Net berwarna hijau berdasarkan berat (Kg) dan jumlah (Ekor) selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Hasil Tangkapan Bottom Gill Net Menggunakan Umpan Ikan Pari dan Ikan Duri

Keterangan: HTU = Hasil Tangkapan Utama (main catch), HTS = Hasil Tangkapan Sampingan (by-catch).

Jumlah (Ekor)

Komposisi (%)

Berat (Kg)

Komposi si (%)

Jumlah (Ekor)

Komposisi (%)

Berat (Kg)

Komposisi (%)

Udang mantis 453 20,41 71,6 34,74 418 19,04 62,6 29,32 HTU

Duri 255 11,49 41,9 20,33 223 10,15 42,9 20,09 HTS

Senangin 156 7,03 19 9,22 106 4,83 13,1 6,14 HTS

Bawal 51 2,30 5,3 2,57 40 1,82 6,5 3,04 HTS

Pari 58 2,61 10,8 5,24 82 3,73 20,5 9,60 HTS

Gulama 1186 53,42 48,2 23,39 1251 56,97 57,2 26,79 HTS

Rajungan 61 2,75 9,3 4,51 76 3,46 10,7 5,02 HTS

Total 2220 100 206,1 100 2196 100 213,5 100

Rata-rata 138,75 12,88 137,25 13,34

Ikan Pari Ikan Duri

Umpan

Keterangan Nama Lokal

(39)

27 Pada Tabel 2. Dapat diktahui bahwa komposisi hasil tangkapan jaring insang dasar (Bottom Gill Net) terdiri dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang termasuk dalam tangkapan utama nelayan (main catch). Sedangkan untuk ikan duri (Hexanematichthys sagor), ikan senangin (Eleutheronema tetradactylum), ikan bawal (Pampus argenteus), ikan pari (Dasyatis Sp), ikan gulama (Johnius trachycephahus), dan kepiting ranjungan (liocarcinus holsatus) dikatagorikan sebagai tangkapan sampingan nelayan (by-catch). Menurut pendapat Rainaldi et al (2017) bahwa hasil tangkapan utama berupa udang yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan hasil tangkapan sampingan yang bernilai ekonomis berupa jenis-jenis ikan tertentu dijual dengan harga bervariasi tergantung jenis, ukuran dan kualitas yang ada. Menurut Tzanatos et al. (2007) bahwa faktor-faktor yang menjadikan hasil tangkapan sampingan sebagai by catch pada upaya penangkapan adalah disebabkan: 1) rendahnya nilai ekonomi hasil tangkapan, dan 2) Hasil tangkapan bisa dijadikan umpan untuk memperoleh hasil tangkapan utama pada upaya penangkapan.

Komposisi hasil tangkapan selama 16 kali pengulangan menggunakan umpan ikan pari berjumlah 2.220 ekor dan berat 206,1 Kg dengan rata-rata hasil tangkapan berjumlah 138,75 ekor perhari. Sedangkan komposisi hasil tangkapan menggunakan umpan ikan duri berjumlah 2.196 ekor dan berat 213,5 Kg dengan rata-rata hasil tangkapan berjumlah 137,25 ekor perhari.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan komposisi (%) hasil tangkapan udang mantis lebih tinggi dengan menggunakan umpan ikan pari.

hasil tangkapannya lebih tinggi dikarenakan pengaruh dari umpan ikan pari. Dari tabel kompoisi hasil tangkapan di atas, prsentase hasil tangkapan paling banyak tertangkap adalah ikan gulama,dikarenakan ikan gulama ini bersifat bergerombol yang hidup didasar perairan sehingga banyak ikan gulama yang terjaring pada proses penangkpan jaring insang dasar. Menurut Anggraeni et al. 2016) bahwa hidup ikan gulama bersifat bergerombol, dan Menurut Longhurst & Pauly (1987) dalam Faizah & Anggawangsa (2019) bahwa ikan gulamah merupakan ikan yang hidup di perairan laut dan payau. Ikan gulamah hidup di perairan yang bersuhu rendah, sangat keruh dan berlumpur.

(40)

28 Dari urain tabel komposisi hasil tangkapan diatas menunjukan ikan pari juga diperoleh dalam penangkapan nelayan, yang mana ikan pari juga digunakan sebagai umpan. Ikan pari yang diperoleh disebabkan ikan pari mendekati jaring karena adanya umpan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lipej et al., (2013) bahwa dalam hal mencari makan, ikan pari bersifat predator yang memangsa jenis-jenis ikan berukuran kecil, kepiting, kerang dan beberapa invertebrata. Keagresifan ikan pari dalam mencari mangsa, membuat ikan pari didaulat sebagai salah satu predator teratas untuk jenis-jenis ikan pelagis.

4.4 Hasil Tangkapan Udang Mantis

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat jumlah hasil tangkapan udang mantis menggunakan umpan ikan pari dan duri dengan jaring insang dasar (bottom Gill Net) dapat kita lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan Udang Mantis Dengan Menggunakan Umpan Ikan Pari Dan Ikan Duri.

Umpan Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan (ekor)

Jumlah (Ekor) Berat (Kg)

Ikan Pari 453 71,6

Ikan Duri 418 62,6

Total 871 134,2

Berdasarkan Tabel 3, jumlah hasil tangkapan menggunakan umpan ikan pari lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan menggunakan umpan ikan duri. Jumlah tangkapan pada umpan ikan duri sebanyak 453 ekor dengan berat 71,6 Kg sedangkan jumlah hasil tangkapan menggunakan umpan ikan duri yaitu 418 ekor dengan berat 62,6 Kg. Hal ini dikarenakan terdapat rangsangan lebih tajam dari daging ikan pari, daging ikan pari mempunyai bau yang lebih tajam dibandingkan daging ikan duri. Hal ini sesuai dengan pendapat Efitriyeni (2002) bahwa daging ikan pari mempunyai bau yang lebih kuat rangsangannya, banyaknya crustacea yang tertangkap dengan menggunakan umpan daging ikan pari disebabkan tekstur daging ikan pari yang kenyal dan mempunyai serat yang berwarna putih, padat dan cukup liat. Menurut pendapat Mardiah et al., (2008) menyatakan bahwa ikan pari memiliki kandungan air sebesar 79,10 %. Dan didukung oleh pendapat Nurhamita (2022) bahwa jenis ikan pari memiliki bau yang menyengat karena kondisi tubuhnya memiliki kandungan air yang tinggi. Sedangkan menurut Ghazali dan Swastawati (2014) bahwa sejenis

(41)

29 ikan duri memiliki kandungan air maksimal sebanyak 60%. Menurut Monintja dan Martasuganda (1991) bahwa terperangkapnya udang, kepiting atau ikan-ikan dasar disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya dikarenakan oleh bau umpan.

4.5 Perbandingan Jumlah Hasil Tangkapan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, jumlah hasil tangkapan udang mantis menggunakan umpan ikan pari dan duri di Desa sungai Jambat selama 16 kali pengulangan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Uji T Jumlah Hasil Tangkapan Udang Mantis Menggunakan Umpan Ikan Pari dan Ikan Duri

Keterangan Umpan

Ikan Pari Ikan Duri

Jumlah (ekor) 453 418

Rata-rata (ekor/hari) 28,31a 26,13b

Stdev 2,82 2,50

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 4 yang di analisis menggunakan uji-t menunjukkan bahwa hasil tanggapan udang mantis berdasarkan jumlah (ekor) dengan umpan ikan pari dan ikan duri menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) yang artinya terdapat perbedaan hasil tangkapan menggunakan umpan yang berbeda pada alat tangkap bottom gill net di Desa Sungai Jambat. Dalam penangkapan udang mantis menggunakan umpan yang memiliki bau yang menyengat sehingga udang dapat mendekati jaring, faktor penentu keberhasilan proses penangkapan udang mantis adalah umpan. Menurut Subani dan Barus (1989) bahwa efektivitas umpan ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawi pada umpan agar dapat memberikan respon terhadap ikan dan crustacea tertentu.. Menurut Hermanto et al (2012) bahwa umpan yang memiliki tingkat bau tertentu merupakan salah satu faktor sebagai penarik ikan dan jenis crustacea dalam mencari makanan, atas dasar pengetahuan tersebut, maka nelayan menggunakan umpan untuk mendorong biota di perairan agar mendekati ataupun melakukan aktifitas tertentu disekitar umpan.

Apabila dilhihat dari hasil tangkapan udang, udang yang tertangkap tersebut menunjukan adanya kecenderungan tertangkap pada posisi mendekati

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inokulasi penyiraman dengan pelukaan akar paling tepat untuk digunakan dalam pengujian ketahanan nilam terhadap penyakit

PERKEMBANGAN JUMLAH LULUSAN DAN PRODUKTIVITAS UNIVERSITAS NEGERI MALANG TRENDS IN NUMBER OF GRADUATES AND PRODUCTIVITY OF STATE UNIVERSITY OF MALANG. TAHUN / YEARS

berfikir kritis, pemecalahan masalah dan ketrampilan informasi. Perpustakaan adalah komponen penting untuk pembelajaran formal mahasiswa dan kebutuhan riset informal, dan

Salah satu Fakultas yang menerapkannya adalah Fakultas Ekonomi Dan ilmu sosial Dengan adanya sis- tem SIASY di Fakultas Ekonomi Dan Ilmu SosiaL untuk pengurusan surat keteran- gan

Menteri Keuangan Nomor 481/KMK.071/1999 menetapkan standar tingkat solvabilitas perusahaan asuransi berdasarkan perhitungan Risk Based Capital atau rasio antara

Kegiatan operasional merupakan kegiatan yang harus kita rancang sebelum memulai suatu usaha, ada bebrapa hal ayng harus dipersiapkan sebelumya, yaitu kegiatan pra operasional

Skala perkembangan kanak-kanak barat seringkali digunakan di Malaysia sebagai panduan utama ibu bapa dan golongan profesional dalam memantau perkembangan kanak-kanak kerana

Resistensi reseptor insulin pada jaringan perifer penderita DM tipe 2 didahului oleh keadaan hiperinsulinemia dan gangguan pada reseptor insulin di jaringan