• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor: 2803/SK/BAN-PT/Ak-PPJ/S/V/2020

Penerapan Sertifikat Halal Katering Pabrik Bagi Konsumen di Perusahaan Bersertifikat Halal dan Perusahaan yang Belum Bersertifikat

Halal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

OLEH:

Nama : Cindy Clarissa Gabriela Febrian NPM : 2016200133

No. HP : 0812-2373-4351 PEMBIMBING

Prof. Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M.

USULAN DOSEN PENGUJI SIDANG:

1. Prof. Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M.

2. Prof. Dr. Bernadette M. Waluyo, S.H., M.H., CN.

3. Alusius Dwi Rachmanto, S.H., M.Hum.

Penulisan Hukum

Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Program Studi Ilmu Hukum

Tahun Ajaran 2019/2020

(2)

Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang Ujian Penulisan Hukum Fakultas Hukum

Universitas Katolik Parahyangan

Pembimbing,

Prof. Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M.

Dekan,

Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum.

(3)

PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK

Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akademik yang setinggi-tingginya, maka Saya, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : CINDY CLARISSA GABRIELA FEBRIAN

No. Pokok : 2016200133

Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati dan pikiran, bahwa karya ilmiah/ karya penulisan hukum yang berjudul:

“PENERAPAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN DI PERUSAHAAN BERSERTIFIKAT HALAL DAN

PERUSAHAAN YANG BELUM BERSERTIFIKAT HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014

TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL”

adalah sungguh-sungguh merupakan karya ilmiah/ karya penulisan hukum yang telah Saya susun dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan pengetahuan akademik Saya pribadi, dan sekurang-kurangnya tidak dibuat melalui dan mengandung hasil tindakan-tindakan yang:

a. Secara tidak jujur dan secara langsung atau secara tidak langsung melanggar hak-hak atas kekayaan intelektual orang lain, dan/atau;

b. Dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas akademik dan itikad baik.

Seandainya di kemudian hari ternyata terbukti bahwa Saya telah menyalahi dan/atau melanggar penyataan Saya di atas, maka Saya sanggup untuk menerima akibat-akibat dan/atau sanksi-sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di

(4)

lingkungan Universitas Katolik Parahyangan dan/atau peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pernyataan ini Saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa paksaan dalam bentuk apapun juga.

Bandung, 21 Maret 2020

Mahasiswi Penyusun Karya Ilmiah/ Karya Penulisan Hukum

Cindy Clarissa Gabriela Febrian 2016200133

(5)

DATA SKRIPSI

Nama Mahasiswi : Cindy Clarissa Gabriela Febrian

NPM : 2016200133

Judul Skripsi : PENERAPAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN DI PERUSAHAAN BERSERTIFIKAT HALAL DAN PERUSAHAAN

YANG BELUM BERSERTIFIKAT HALAL

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

Bidang Kajian : Hukum Perlindungan Konsumen

Pembimbing I : Prof. Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M.

Penguji I : Prof. Dr. Bernadette M. Waluyo, S.H., M.H., CN.

Penguji II : Alusius Dwi Rachmanto, S.H., M.Hum.

Tanggal Ujian : 23 Juli 2020 Nilai Akhir : A / B / C / D / E Judul BAB I : PENDAHULUAN

Judul BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT

HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

Judul BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG PELAKU USAHA KATERING PABRIK DAN KONSUMEN

Judul BAB IV : PERANAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

Judul BAB V : PENUTUP

Tanda Tangan Mahasiswi,

Cindy Clarissa Gabriela Febrian

(6)

KATA PENGANTAR

Segala syukur dan puji hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena anugerah- Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Adapun judul dari penulisan skripsi ini adalah:

“PENERAPAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN DI PERUSAHAAN BERSERTIFIKAT HALAL DAN

PERUSAHAAN YANG BELUM BERSERTIFIKAT HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014

TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, menyadari masih terdapat segala keterbatasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis dengan tangan terbuka akan menerima saran, nasehat, dan kritik yang bersifat membangun untuk dapat lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan dalam menghadapi pembangunan hukum nasional Indonesia di masa yang akan datang. Dengan tersusunnya skripsi ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya yang paling dalam kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan hikmat-Nya khususnya dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

3. Bapak Prof. Dr. Johannes Gunawan, S.H., LL.M., selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan selama bimbingan dengan Bapak selama kurang lebih 6 (enam) bulan.

(7)

4. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

5. Seluruh Staff Tata Usaha dan Pekarya Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

6. Keluarga yaitu, Papih Hendra Julius, Mamih Sienny Destriana, dan kedua adik yaitu Bryan Hensen dan Christian Julius yang telah memberikan dukungan dan mendorong saya untuk terus maju.

7. Joshua Jordan yang telah mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Lily Marjani dan Bapak Danny Soerianto selaku pelaku usaha untuk memperlengkapi skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bandung, 21 Maret 2020

Cindy Clarissa Gabriela Febrian

(8)

ABSTRAK

Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, setiap pemasaran produk harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan ketentuan tersebut, diperlukan adanya jaminan bahwa produk yang dikonsumsi adalah produk halal. Produk halal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Kewajiban bagi pelaku usaha adalah untuk menjamin bahwa produknya adalah halal. Bagi pelaku usaha yang akan memproduksi barang dan jasa yang digunakan oleh semua konsumen, maka harus memiliki sertifikat halal untuk menjamin produknya. Pelaku usaha yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu pelaku usaha katering pabrik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yang dilengkapi dengan studi yang diperoleh dengan data lapangan sebagai contoh penerapan, yaitu data dokumen, wawancara dan kuisioner. Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan konsumen dari perusahaan katering pabrik bersertifikat halal telah puas dengan katering yang bersertifikat halal. Sedangkan konsumen dari perusahaan katering yang belum bersertifikat halal sebagian besar telah puas dengan katering yang belum bersertifikat halal, namun ada beberapa keluhan yang seharusnya menjadi perhatian penting bagi pelaku usaha pabrik dalam memilih jasa katering. Faktor-faktor yang mempengaruhi sertifikat halal dianggap menjadi tidak terlalu urgen, yaitu: standar dari suatu perusahaan dan pengetahuan yang minim tentang pentingnya sertifikat halal, sertifikat halal dianggap sebagai formalitas, dan mencarikeuntungan yang sebesar-besarnya bagi suatu perusahaan tanpa mempertimbangkan keamanan dan keselamatan pekerja.

Kata Kunci: Sertifikat Halal, Jaminan Produk Halal (JPH), Pelaku Usaha Katering, Jasaboga.

(9)

1 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

DAFTAR TABEL ……….4

BAB I PENDAHULUAN ... 5

1. LATAR BELAKANG MASALAH……… 5

2. RUMUSAN MASALAH………...14

3. TUJUAN PENELITIAN………14

3.1 TUJUAN UMUM………14

3.2 TUJUAN KHUSUS……….14

4. MANFAAT PENELITIAN………14

4.1 MANFAAT TEORITIS ………..…………14

4.2 MANFAAT PRAKTIS..………..…………14

5. METODE PENELITIAN………...16

6. SISTEMATIKA PENULISAN………..18

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL ... 21

1. SERTIFIKAT HALAL ...………..21

2.KETENTUANSERTIFIKATHALAL……….….24

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PELAKU USAHA KATERING PABRIK DAN KONSUMEN ... 29

1. PELAKU USAHA KATERING………..……….………29

2. HASIL WAWANCARA DENGAN PELAKU USAHA KATERING DARI PERUSAHAAN BERSERTIFIKAT HALAL ………. 29

3. HASIL WAWANCARA DENGAN PELAKU USAHA KATERING DARI PERUSAHAAN BELUM BERSERTIFIKAT HALAL.…….. 35

4. DEFINISIKONSUMEN………...36

5. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN……… 37

(10)

2 6. HASIL PENELITIAN KONSUMEN PERUSAHAAN

BERSERTIFIKAT HALAL ……… 40

7. HASIL PENELITIAN KONSUMEN PERUSAHAAN BELUM BERSERTIFIKAT HALAL ……… 49

8. KRITERIA PRODUK HALAL ………... 59

BAB IV PERANAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL……….65

1. PENERAPAN SERTIFIKAT HALAL BAGI KONSUMEN...………65

2. SEJAUH MANA PENERAPAN SERTIFIKAT HALAL……….67

BAB V PENUTUP ... 70

1. KESIMPULAN………...………... 70

2. SARAN………...……….. 73

2.1 UNTUK PEMERINTAH………...……….73

2.2 UNTUK PERUSAHAAN KATERING BERSERTIFIKAT HALAL………...………..………….74

2.3 UNTUK PERUSAHAAN KATERING YANG BELUM BERSERTIFIKAT HALAL………...…...………74

2.4PELAKUUSAHAPABRIK………...….75

2.5 KONSUMEN………...75

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN

(11)

3 DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 JANGKA WAKTU MENGONSUMSI MAKANAN …………. 41 TABEL 3.2 MEYAKINI MAKANAN AMAN DIKONSUMSI………. 42 TABEL 3.3 MENGETAHUI KATEGORI PRODUK HALAL..………. 42 TABEL 3.4 MEYAKINI MAKANAN ADALAH PRODUK HALAL..…….43 TABEL 3.5 PENGETAHUAN TENTANG SERTIFIKAT HALAL..…….….43 TABEL 3.6 MEMIKIRKAN KATERING SUDAH TERSERTIFIKASI ..….44 TABEL 3.7 KRITERIA DALAM MEMILIH JASA KATERING ……...….45 TABEL 3.8 KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KATERING………...46 TABEL 3.9 PERBAIKAN MAKANAN KATERING

DIPERLUKAN………...………...46 TABEL 3.10 PERNAH SAKIT KARENA MAKANAN KATERING….………...………...47 TABEL 3.11 PENERIMAAN MAKANAN SELALU DALAM KEADAAN

BAIK……...….………...………...47 TABEL 3.12 PERNAH MENEMUKAN BENDA YANG SEHARUSNYA TIDAK ADA ……..………...………...48 TABEL 3.13 KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KESELURUHAN

MAKANAN ……..………...…………..…...48 TABEL 3.14 KELUHAN. ……..………...…………..…...49 TABEL 3.15 SARAN…………..………...…………..…...49 TABEL 3.16 JANGKA WAKTU MENGONSUMSI MAKANAN …………. 51 TABEL 3.17 MEYAKINI MAKANAN AMAN DIKONSUMSI………. 51 TABEL 3.18 MENGETAHUI KATEGORI PRODUK HALAL..………. 52 TABEL 3.19 MEYAKINI MAKANAN ADALAH PRODUK HALAL..…….52 TABEL 3.20 PENGETAHUAN TENTANG SERTIFIKAT HALAL..…….….53 TABEL 3.21 MEMIKIRKAN KATERING SUDAH TERSERTIFIKASI ...53 TABEL 3.22 KRITERIA DALAM MEMILIH JASA KATERING ……...….54

(12)

4 TABEL 3.23 KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KATERING………...55 TABEL 3.24 PERBAIKAN MAKANAN KATERING

DIPERLUKAN………...………...55 TABEL 3.25 PERNAH SAKIT KARENA MAKANAN KATERING….………...………...56 TABEL 3.26 PENERIMAAN MAKANAN SELALU DALAM KEADAAN

BAIK……...….………...………...56 TABEL 3.27 PERNAH MENEMUKAN BENDA YANG SEHARUSNYA TIDAK ADA ……..………...………...57 TABEL 3.28 KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KESELURUHAN

MAKANAN ……..………...…………..…...57 TABEL 3.29 KELUHAN. ……..………...…………..…...58 TABEL 3.30 SARAN…………..………...…………..…...58

(13)

5 BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan. Ragam kebudayaan itulah yang membuat Indonesia disebut beauty in diversity yang begitu lekat dengan bangsa kita dan dikenal oleh masyarakat dunia.1 Bangsa Indonesia terdiri lebih dari 700 suku bangsa. Terbentang dari Sabang sampai Merauke menyebabkan banyak keberagaman agama, suku budaya, etnis dan ras. Kondisi masyarakat di Indonesia sangat plural.2 Mayoritas masyarakat di Indonesia adalah penganut agama Islam.3 Dalam agama Islam terdapat keyakinan bahwa produk yang dikonsumsi harus halal.

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, setiap pemasaran produk harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, diperlukan adanya jaminan bahwa produk yang dikonsumsi adalah produk halal. Produk halal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, selanjutnya disingkat UU Produk Halal. Dalam Pasal 4 UU Produk Halal dijelaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Pangan adalah makanan.4 Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar atau kebutuhan primer bagi manusia. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi semakin besar. Pangan halal adalah pangan yang memenuhi syariat agama Islam baik dari segi bahan baku, bahan tambahan yang digunakan maupun

1 A. Wahid, Kita Ada Karena Keberagaman, Kompas, 2015, hlm 12.

2 H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Entitas dan Identitas Bangsa Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 142.

3 Lihat ..., www.indonesia.go.id/agama, Agama, Portal Informasi Indonesia, 2019, hlm. 1.

4 Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. 368.

(14)

6 cara produksinya sehingga pangan tersebut dapat dikonsumsi oleh orang beragama Islam tanpa berdosa.5 Pasal 1 angka (2) UU Produk Halal menjelaskan bahwa, produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Unsur-unsur dari produk halal adalah tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi. Tidak mengandung bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran, dan lain-lain. Semua berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, tempat pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya, maka terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat Islam. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.6

Berdasarkan Pasal 1 angka (12) UU Produk Halal, pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia. Sedangkan menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disingkat UU Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 Tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal Menteri Agama Republik Indonesia, dijelaskan bahwa,

5 Ahmadi Miru, et al., Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 34.

6 Lihat Said Agil, Panduan Sertifikat Halal, Departemen Agama, Jakarta, 2001, hlm. 4-5.

(15)

7

“Produsen atau importer sebelum mengajukan permohonan pemeriksaan wajib menyiapkan dan/atau melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyiapkan sistem halal;

b. Mendokumentasikan sistem halal secara jelas dan rinci serta menjadikan sistem halal sebagai bagian dari kebijakan manajemen produsen;

c. Menguraikan sistem halal dalam bentuk panduan halal;

d. Menyiapkan prosedur baku pelaksanaan untuk mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produk dapat terjamin;

e. Mensosialikan dan menguji coba panduan halal dan prosedur baku pelaksanaan di lingkungan produsen atau importir;

f. Melakukan pemeriksaan dan mengevaluasi pelaksanaan sistem halal untuk menjamin kehalalan suatu produk;

g. Mengangkat seorang auditor halal internal yang beragama Islam.”7

Kewajiban bagi pelaku usaha adalah untuk menjamin bahwa produknya adalah halal. Bagi pelaku usaha yang akan memproduksi barang dan jasa yang digunakan oleh semua konsumen, maka harus memiliki sertifikat halal untuk menjamin produknya.

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) UU Produk Halal dijelaskan bahwa, Jaminan Produk Halal adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal. Sertifikat adalah surat keterangan dari pejabat berwenang, yang dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan atau suatu kejadian.8 Dalam Pasal 1 angka (10) UU Produk Halal dijelaskan bahwa Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (selanjutnya disingkat BPJPH) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.

Dalam hal ini, penulis akan meneliti pelaku usaha, yaitu pelaku usaha katering pabrik. Katering adalah jenis penyelenggaraan makanan yang tempat memasak berbeda dengan tempat menghidangkan makanan. Makanan

7 Supra note 6.

8 Viswandro, Kamus Istilah Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2014, hlm. 64.

(16)

8 yang sudah jadi diangkut ke tempat lain untuk dihidangkan, misalnya ke tempat penyelengaraan pesta, rapat, pertemuan, kantin, dan kafetaria.9 Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 Tahun 2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga dijelaskan bahwa, setiap jasaboga harus memiliki surat izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jasaboga dikelompokkan atas: Jasaboga Golongan A, Jasaboga Golongan B dan Jasaboga Golongan C. Dalam hal ini, pelaku usaha katering termasuk dalam usaha jasaboga golongan A3. Jasaboga Golongan A3 adalah jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja. Dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa:

“Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan juur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan kegunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

f. Memberoi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

Berdasarkan peraturan tersebut, sebagai pelaku usaha katering pabrik, wajib mematuhi aturan dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen. Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengambil data dari pelaku usaha catering bersertifikat halal dan pelaku usaha katering yang belum bersertifikat halal.

9 Moehyi S, Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga, Penerbit Bharata, Jakarta, 1992, hlm. 5.

(17)

9 Perusahaan bersertifikat halal adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa penyedia makanan pabrik, terletak di Jalan Naga Karya nomor 32, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1999. Perusahaan ini telah memiliki surat izin perusahaan, sertifikat halal, sertifikat higiene, dan telah diperiksa secara keseluruhan oleh Dinas Kesehatan.

Perusahaan yang belum bersertifikat halal adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa penyedia makanan pabrik, terletak di Jalan Setiabudhi Regency Wing III Zambrut 8 nomor 12, Bandung. Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 2013. Perusahaan ini sudah memiliki surat izin perusahaan, namun belum memiliki sertifikat halal, sertifikat higiene, dan belum diperiksa secara keseluruhan oleh Dinas Kesehatan.

Sertifikat halal penting bagi pelaku usaha katering pabrik, untuk menjamin bahwa produknya halal. Terutama dalam Pasal 7 huruf d UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha katering pabrik selaku pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Namun pada kenyataannya belum semua pelaku usaha katering pabrik memiliki sertifikat halal.

Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara penulis dengan pelaku usaha yang belum bersertifikat halal, bahwa untuk memiliki sertifikasi halal harus memenuhi berbagai aspek sertifikasi selain halal, salah satunya sertifikasi higiene. Saat ini pelaku usaha belum mempunyai sertifikat halal, tetapi pabrik masih banyak yang masih terima jasa katering. Jadi sertifikat halal belum terlalu penting, selama masih banyak pesanan.10

Bagi pelaku usaha yang ingin memperoleh sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), dan restoran atau katering atau

10 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Danny Soerianto selaku pemilik perusahaan yang belum bersertifikat halal. Pada Hari Rabu, 30 Oktober 2019, Pukul 18.30 WIB.

(18)

10 dapur, harus melakukan pendaftaran sertifikasi halal dan memenuhi persyaratan sertifikasi halal.

“Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar proses sertifikasi halal:

a. Memahami persyaratan sertifikat halal b. Mengikuti pelatihan sistem jaminan halal c. Menerapkan sistem jaminan halal

Perusahaan harus menerapkan sistem jaminan halal, antara lain: daftar produk, penetapan tim manajemen halal, pembuatan manual sistem jaminan halal, pelaksanaan pelatihan, penyiapan prosedur terkait sistem jaminan halal, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen.

d. Menyiapkan dokumen sertifikat halal

Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan, dan dokumen bahan, daftar penyembelih (khusus RPH), matriks produk, manual sertifikat jaminan halal, diagram alir proses, daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal dan bukti audit internal.

e. Melakukan pendaftaran sertifikat halal.

f. Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit disarankan silakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil pre audit.

g. Pelaksanaan audit

Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua fasilitas yang berkaitan dengan produk yang disertifikasi.

h. Melakukan monitoring pasca audit

Setelah melakukan upload data sertfikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit disarankan dilakukan setiap hari, dan jika terdapat ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.

i. Memperoleh sertifikat halal

Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat Halal dalam bentuk softcopy di Cerol. Sertifikat halal yang asli dapat diambil di kantor LLPOM MUI Jakarta dan dapat juga

(19)

11 dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal berlaku

selama 2 (dua) tahun.”11

Perusahaan bersertifikat halal mendapatkan pesanan dengan cara mengajukan proposal kerjasama, kemudian memberikan surat-surat keterangan halal, sertfikat higiene dan surat keterangan dinas kesehatan ke instansi industri, lalu memberikan contoh makanan untuk mencicipi rasa makanan. Apabila instansi industri hendak memakai jasa katering, maka antara perusahaan katering dengan instansi industri menentukan kesepakatan harga dan kuatitasnya.12

Cara perusahaan yang belum bersertifikat halal mendapatkan pesanan adalah dengan mengajukan proposal kerjasama berdasarkan informasi dari mulut ke mulut, memberikan contoh produk kepada pabrik yang bersangkutan. Jika pabrik merasa cocok, maka menentukan harga.13

Keadaan di lapangan, pelaku usaha katering dalam mewujudkan sertifikat halal adalah dengan memenuhi standar regulasi yang diwajibkan pemerintah untuk mendapatkan sertifikat halal, yaitu dengan pemeriksaan kelayakan tempat kerja, kebersihan dapur dan sanitasi, cara pengelolahan makanan, cara penyimpanan makanan, menyeleksi bahan-bahan yang layak dipakai dan tidak, juga hasil produksi makanan yang telah siap dikirim.

Jaminan mutu barang dan/atau jasa sangat dibutuhkan bagi konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 angka (2) UU Perlindungan Konsumen, bahwa hak konsumen adalah hak untuk memiliki barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

“Berdasarkan Pasal 16 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

11 Lihat …, http:/www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/56/1362/page/1,

…, Prosedur Sertifikat Halal MUI, 2019, hlm 1.

12 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lily Marjani selaku pemilik perusahaan bersertifikat halal. Pada hari Jumat, 01 November 2019. Pukul 07.45 WIB.

13 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Danny Soerianto selaku pemilik perusahaan yang belum bersertifikat halal. Pada hari Rabu, 30 Oktober 2019. Pukul 18.30 WIB.

(20)

12 a. Menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu

penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;

b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.”

Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Dalam Pasal 50 huruf b UU Produk Halal dijelaskan bahwa pengawasan jaminan produk halal dilakukan salah satunya terhadap masa berlaku sertifikat halal.

Sebelum mempunyai sertifikat halal, perusahaan bersertifikat halal menghadapi beberapa kendala yang dialami dalam pencarian order, namun tidak begitu signifikan. Karena tidak memiliki surat-surat yang lengkap menjadi salah satu pertimbangan dari pihak pabrik untuk menggunakan jasa katering ini. Karena pabrik-pabrik yang dilayani memiliki standar dalam memilih katering, harus menggunakan sertifikat halal. Tetapi sesudah mempunyai surat-surat komplit, tentu saja menjadi pendukung dalam mengajukan kerjasama ke target perusahaan katering. Meningkatkan harga katering dan bisa diajukan bukan hanya pabrik bisa juga diajukan ke instansi kesehatan misalnya ke rumah sakit. Jangkauannya menjadi lebih luas ketika sudah memiliki sertifikat halal.14

Dalam hal ini, pelaku usaha katering memang belum mempunyai sertifikat dari dinas kesehatan dan sertifikat halal dari pemerintah.

Dikarenakan kurangnya sarana tempat kerja dan sumber daya yang belum mengerti dalam penerapan standar kebersihan dan kelayakan dalam usaha katering.15

14 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lily Marjani selaku pemilik perusahaan bersertifikat halal. Pada hari Jumat, 01 November 2019. Pukul 07.45 WIB.

15 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Danny Soerianto selaku pemilik perusahaan yang belum bersertifikat halal. Pada hari Rabu, 30 Oktober 2019. Pukul 18.30 WIB.

(21)

13 Fakta pengawasan sertifikat halal di perusahaan bersertifikat halal.

Dalam pengawasan di lapangan, secara prosedur katering akan ditinjau 6 (enam) bulan sekali untuk memastikan kondisi kebersihan dapur dan cara pengelolaan makanan oleh Dinas Kesehatan, tujuannya demi tetap terpantau kualitas makanan yang disajikan oleh katering. Supaya dapat stabil untuk standar pelayanan jasa makanan katering. Tetapi pada kenyataannya terkadang tidak rutin dalam melakukan pengawasan tersebut. Meskipun demikian, pihak katering selalu menjaga kualitas makanan dan juga cara pengelolaan makanan dengan sebaik-baiknya. Sertifikat halal penting dalam pelaksanaan usaha katering, karena memudahkan untuk menjalin kerjasama dan juga untuk memberikan peluang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki sertifikat halal. Dengan jaminan sertifikat halal, makanan yang katering kirim atau sajikan mempunyai mutu dan kualitas yang terjamin dibandingkan dengan yang tidak memiliki sertifikat halal.16

Konsumen dari kedua pelaku usaha katering yang akan penulis teliti adalah karyawan pabrik, yang terdiri dari buruh dan staff. Konsumen dari perusahaan bersertifikat halal kurang lebih berjumlah 500 orang per hari.

Sedangkan konsumen dari perusahaan yang belum bersertifikat halal kurang lebih berjumlah 700 orang per hari.

Pelaku usaha bersertifikat halal dalam sebulan akan melayani kurang lebih 15.000 orang. Sedangkan pelaku usaha yang belum bersertifikat halal akan melayani kurang lebih 21.000 orang dalam sebulan. Jika dilihat dari data lapangan, maka pelaku usaha yang belum bersertifikat halal memiliki kesempatan yang cukup besar dan tidak kalah dengan pelaku usaha bersertifikat halal. Konsumen tersebut mayoritas adalah konsumen yang menganut agama Islam. Dalam jasa menyediakan makanan katering, perlu dijamin bahwa produk tersebut adalah produk yang halal. Sehingga perlu diteliti seberapa penting sertifikat halal bagi konsumen katering pabrik.

16 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lily Marjani selaku pemilik perusahaan bersertifikat halal. Pada hari Jumat, 01 November 2019. Pukul 07.45 WIB.

(22)

14 Berdasarkan uraian di atas, penulis menafsirkan bahwa ada urgensi sertifikat halal bagi konsumen yang banyak dan plural tertutama sebagai konsumen pabrik. Konsumen yang banyak dan plural dalam mengonsumsi produk yang belum dijamin kehalalannya, akan menjadi kendala yang cukup serius. Ketika suatu perusahaan memproduksi makanan secara massal dengan kuantitas yang banyak, penting untuk dijamin dengan adanya sertifikat halal.

Sehingga perlu dibahas mengenai penerapan sertifikat halal bagi pengusaha katering pabrik berdasarkan UU Produk Halal.

Maka berdasarkan uraian tersebut, penulis akan melakukan suatu penelitian hukum dengan judul sebagai berikut:

“PENERAPAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN DI PERUSAHAAN BERSERTIFIKAT HALAL DAN

PERUSAHAAN YANG BELUM BERSERTIFIKAT HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014

TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka terdapat pokok permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu:

1) Bagaimana dampak penerapan sertifikat halal bagi konsumen dari pelaku usaha bersertifikat halal, dibandingkan dengan pelaku usaha yang belum bersertifikat halal bagi konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal?

2) Sejauh mana urgensi penerapan sertifikat halal oleh pelaku usaha katering?

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan dari adanya sertifikat halal bagi konsumen dari pelaku usaha katering pabrik yang disertai sertifikat halal, dibandingkan dengan pelaku usaha

(23)

15 katering pabrik tanpa sertifikat halal bagi konsumen berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Lebih jauh melalui sertifikat halal, pelaku usaha diharapkan dapat lebih memahami bagaimana sertifikat halal bekerja untuk menjamin kepastian hukum.

Kepastian hukum mengenai sertifikat halal, khususnya bagi pelaku usaha katering pabrik baik yang telah memiliki sertifikat halal maupun yang belum memiliki sertifikat halal.

3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus mengetahui apa faktor yang berpengaruh terhadap penerapan sertifikat halal oleh pelaku usaha katering. Pada dasarnya, sertifikat halal sebagai jaminan produk halal sangat diperlukan untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen. Sehingga penting untuk mengetahui sejauh mana urgensi penerapan sertifikat halal oleh pelaku usaha katering.

4. Manfaat Penelitian 4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi manfaat dalam usaha mengembangkan pengetahuan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum perlindungan konsumen dan jaminan produk halal. Diharapkan bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan mengenai praktik tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, pelaku usaha dan konsumen.

4.2 Manfaat Praktis

Untuk kalangan akademisi, melalui hasil analisis penelitian ini diharapkan agar menjadi dasar bagi kalangan akademisi untuk mengembangkan lebih lanjut penelitian ini sehingga konsumen sebagai pemakaian produk bisa semakin dilindungi.

(24)

16 Untuk penulis sendiri, melalui penelitian ini memberikan penulis sebuah pengetahuan dan juga pemahaman mengenai penerapan sertifikat halal katering pabrik bagi konsumen.

5. Metode Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka terdapat urgensi sertifikat halal bagi konsumen dari pelaku usaha katering pabrik. Penulis akan meneliti penerapan sertifikat halal katering pabrik bagi konsumen. Penulis akan melakukan wawancara terhadap pelaku usaha katering pabrik yang telah bersertifikat halal, yaitu Ibu Lily Marjani. Selain itu, penulis akan melakukan wawancara terhadap pelaku usaha katering pabrik yang belum bersertifikat halal, yaitu Bapak Danny Soerianto. Untuk melengkapi data penelitian, penulis melakukan wawancara terhadap Ibu Ester selaku staff pabrik dari pelaku usaha katering pabrik yang telah bersertifikat halal dan Bapak Pupus selaku staff pabrik dari pelaku usaha katering pabrik yang telah bersertifikat halal

Dalam hal mencari pandangan konsumen terhadap sertifikat halal akan menggunakan kuisioner. Penulis akan menyebarkan kuisioner kepada staff dan buruh pabrik dari pelaku usaha yang telah bersertifikat halal dan pelaku usaha yang belum bersertifikat halal. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random). Teknik random sampel dijalankan dengan cara lotere, yaitu dengan cara

- Klasifikasikan populasi menjadi beberapa kelompok

- Ambil dari tiap kelompok sejumlah individu secara acak dan sembarang

- Sejumlah individu itulah yang menjadi sampel.17

Dalam hal mengetahui pengawasan pemerintah terhadap pelaku usaha katering pabrik sebagai bentuk perlindungan bagi konsumen, dilakukan wawancara terhadap pelaku usaha katering pabrik bersertifikat halal, yaitu Ibu Lily Marjani. Dalam pengumpulan data tersebut digunakan metode

17 Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 52.

(25)

17 penelitian yuridis normatif yang dilengkapi dengan studi yang diperoleh dengan data lapangan sebagai contoh penerapan, yaitu data dokumen, wawancara dan kuisioner. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif.

Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.18

Metode Yuridis Normatif merupakan penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan kasus (case aproach). Pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori, konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori, konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Bahan hukum yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, antara lain:

a. Sumber atau bahan hukum primer

Sumber atau bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini, terdiri atas :

1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, Tentang Jaminan Produk Halal,

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen,

18 Soerjono Soekanto, et al., Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.

(26)

18 3) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Kepariwisataan, 4) Peraturan – peraturan pelaksana lainnya.

b. Sumber atau bahan hukum sekunder

Sumber atau bahan hukum sekunder sebagai bahan pustaka penunjang bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku karangan para ahli, terdiri dari:

1) Wawancara, 2) Kuisioner / angket, 3) Buku-buku,

4) Tulisan / pendapat para ahli (doktrin), 5) Jurnal akademik,

6) Artikel-artikel, (baik dari media cetak atau internet).

6. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah rencana sistematis penulisan laporan hasil penelitian hukum:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini terdiri dari:

1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Metode Penelitian 5. Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL Pada bab ini menguraikan mengenai:

(27)

19 1. Definisi Sertfikat Halal

2. Ketentuan Sertifikat Halal

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PELAKU USAHA KATERING PABRIK DAN KONSUMEN

Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap:

1. Pelaku Usaha Katering

2. Hasil Wawancara dengan Pelaku Usaha Katering Bersertifikat Halal

3. Hasil Wawancara dengan Pelaku Usaha Katering Belum Bersertfikat Halal

4. Konsumen

5. Hasil Penelitian Konsumen di Pabrik dari Pelaku Usaha Bersertfikat Halal

6. Hasil Penelitian Konsumen di Pabrik dari Pelaku Usaha Bersertifikat Halal

7. Kriteria Produk Halal

BAB IV PERANAN SERTIFIKAT HALAL KATERING PABRIK BAGI KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap:

1. Bagaimana penerapan dari adanya sertifikat halal bagi konsumen dari pelaku usaha katering pabrik bersertifikat halal, dibandingkan dengan pelaku usaha katering yang belum bersertifikat halal bagi konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

2. Sejauh mana urgensi penerapan sertifikat halal oleh pelaku usaha katering.

(28)

20 BAB IV PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran yang diuraikan oleh penulis:

1. Kesimpulan 2. Saran

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada kelompok ini sehingga menghambat besarnya angka inflasi antara lain : cabai merah turun 29,16 persen dengan

Sub sektor lain yang masih mengalami pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya adalah sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dimana pada triwulan laporan pertumbuhannya

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum

Perusahaan tidak secara penuh oleh lingkungannya. Berkaitan edngan sumber uang, perusahaan dapat mepengaruhi arus yang mengalir ke dan dari lingkungan. Program yang

Pemimpin yang baik dan mengerti arah perubahan harus selalu. berfalsafah :” Ing ngarso sung tulodho”... Menciptakan Atmosfer untuk

PERCERAIAN AKIBAT ISTRI NUSYUZ BERDASARKAN UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Studi Putusan Nomor: 1183/pdt.G/2013/PA.Srg ABSTRAK

Hasil survei kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2010 mengindikasikan bahwa sektor dunia usaha masih optimis pada triwulan I-2011 walaupun dengan besaran yang

Risiko kredit perbankan sebagaimana tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans ( NPLs ) pada triwulan II-2013 tercatat membaik dengan nilai NPLs