• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Migrasi Open Source

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Buku Migrasi Open Source"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Bekerjasama dengan Pemerintahan Aceh Tengah dan Yogyakarta

Penulis : AirPutih Editor : Rusdi Mathari Fotografer : AirPutih, Pelita, Infest Desain dan Tata Letak : Tim AirPutih

Desain Cover : Dianto Adwoko S. Cetakan Pertama, Edisi Indonesia, Desember 2013

Hak Cipta

Hak Cipta (c) 2013 dipegang oleh AirPutih, dan di publikasikan berdasarkan lisensi Creative Commons Atribusi Non-Commercial, Share Alike:

http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/2.5/

---AirPutih

http://www.airputih.or.id || info@airputih.or.id

(3)
(4)

Lampiran ...69

Berkas-Berkas Pendukung Migrasi Open Source...74

Data Hasil Migrasi Open Source...99

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008 – 2009...99

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2010 - 2011...100

Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2011 - 2012...102

Panduan LibreOffice 3.5.x...103

Mengganti Ukuran Kertas di LibreOffice Writer dan Mengubahnya Menjadi Ukuran Baku...103

Cetak Dokumen F4 LibreCalc...106

Membuat Drop Down List di LibreOffice Calc...108

Cara Pertama : membuat dropdown list secara manual...109

Cara Kedua : membuat dropdown list secara otomatis...111

Mengubah Warna Penanda Batas Halaman Pada LibreOffice Calc (Speadsheet) ...113

Pengaturan Kertas Tegak & Melintang Dalam Satu Lembar Kerja...115

Panduan Penggunaan Mail Marge Pada Libre Office...118

Tips : Membuat Halaman Baru Pada Libre Office...121

Membuat Row Tabel Tercetak pada Tiap Halaman...126

Tips LibreCalc, Cara Memblok Cell yang Berbeda Urutannya...129

Tips LibreCalc, Copy Cell dengan Drag...130

Tips LibreCalc, Menambah Grafik Chart dari Tabel...131

Mengatasi Notifikasi “template already exists.” pada LibreOffice 3.5.x...133

Menghitung Range Tahun Bulan Hari Beserta Umur di LibreOffice.Calc...134

Tips : Menggunakan Paste Special di Libre Office Calc...136

Memodifikasi Currency Format menjadi Accounting Format di LibreOffice Calc...139

Mencetak Baris/Kolom pada Setiap Halaman di Libre Office Calc...142

Tips - Menambahkan Watermark berupa Gambar pada LibreOffice Writer...143

Tips LibreOffice Calc, Membuat Terbilang Menjadi Mudah ...145

Tips LibreOffice Calc, Membekukan Kolom dan Baris...146

Change case dengan mudah menggunakan shortcut di LibreOffice Writer...147

Membuat Grafik Pada LibreOffice Writer...148

Tips LibreOffice Impress, Mengekspor Tampilan Slide Sebagai Format Lain...149

Mengolah Gambar di LibreOffice Writer...151

Seleksi Blok Vertikal Teks Pada Libreoffice Writer...152

(5)

Cara Membuat Hasil Print Menjadi Hitam Putih (Grayscale)

di Ubuntu/BlankOn...155

Memasang Font Windows (ttf-mscorefonts-installer) secara Online maupun Offline di Ubuntu 10.04...157

Invalid Sheet Reference Open Office pada Ubuntu/BlankOn...159

Cara Membuat Garis Double pada Kop Surat di libreoffice...162

Tips Mengubah Antarmuka Bahasa Indonesia di LibreOffice...166

Memahami Fungsi Gaya dan Pemformatan pada Libre Office...168

Mudahnya Menulis Naskah Formal dengan LibreOffice...170

Instalasi Driver untuk Printer Canon di Ubuntu/BlankOn...174

Instalasi printer Canon secara umum...174

Install Canon Pixma 1700...176

Instalasi Printer Canon MP258...177

Instalasi Scanner Canon MP258...178

Install Printer Canon Pixma MP497...179

Instalasi Scanner Canon Pixma MP497...180

Canon LBP 2900...181

(6)
(7)

Kata Pengantar

AirPutih

uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulisan buku ini selesai dikerjakan. Tak lupa ucapan terimakasih kepada para pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu proses penulisan buku ini dari awal hingga akhir.

P

Ketergantungan pada perangkat lunak (software) berbayar dan berkode sumber tertutup menjadi fenomena yang menggejala di Indonesia. Lembaga pendidikan dan pemerintah acapkali secara tidak disadari menjadi bagian pemasaran efektif bagi produsen perangkat lunak. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya modul yang dikembangkan sebagai bahan pengajaran, secara eksplisit menyebutkan merek produk sistem operasi dan aplikasi tertentu. Model inilah yang tanpa disadari telah membentuk perilaku dan ketergantungan.

Ketergantungan lahir karena tunggalnya sistem operasi yang kerap diajarkan. Pengguna tidak memperoleh informasi yang mencukupi tentang ketersediaan sistem operasi lain yang juga berfungsi sama dengan jenis yang berbayar. Pengetahuan tunggal ini menyebabkan jatuhnya pilihan penggunaan piranti lunak pada satu jenis. Ketidakmampuan secara finansial dan keengganan membeli perangkat lunak legal menyebabkan tingginya angka pembajakan perangkat lunak.

Penggunaan perangkat lunak kode terbuka (open source) di kalangan pendidikan dan pemerintah tidak semata terkait dengan penghematan anggaran belanja langsung perangkat lunak. Namun juga terkait dengan pembiasaan masyarakat untuk turut serta pada keterbukaan pengetahuan yang dapat mendorong kemajuan kolektif.

(8)

Tentu saja banyak kekurangan dalam buku ini, tapi buku ini setidaknya diharapkan bisa menjelaskan sejumlah keberhasilan migrasi di Aceh Tengah dan Yogyakarta yang dilakukan oleh AirPutih berikut kekurangan dan hambat-hambatannya. Dengan demikian, di masa mendatang diharapkan ada sumbangan ide, saran, dan yang lainnya serta jalan keluar yang lebih baik, ketika melaksanakan program migrasi dari perangkat lunak berbayar ke perangkat lunak kode terbuka (Open Source Software).

Khusus kepada Bupati Aceh Tengah dan Walikota Yogyakarta kami sampaikan rasa terima kasih atas kerjasama dan atas ijinnya untuk melaksanakan migrasi di lingkungan pemerintahannya. Serta kepada Shita Laksmi dari Hivos kami sampaikan terima kasih atas kerjasama dan dukungannya untuk proses kegiatan tersebut.

Kepada para teman-teman komunitas yaitu rekan-rekan dari Pusat Pendayagunaan Open Source Universitas Syiah Kuala, Fakultas Teknik Univeritas Gajah Putih, Pengguna Linux Takengon (PELITA), KPLI Aceh, Combine Resource Intitution (CRI), Yayasan Penggerak Linux Indonesia, POSS UGM, KPLI Jogja, Infest Jogja, Ubuntu ID Jogja dan para pihak pendukung sampai terbitnya buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat Indonesia.

(9)

Kabupaten Aceh Tengah

Migrasi Penggunaan Perangkat Lunak Open Source

abupaten Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang berada di tengah-tengah wilayah provinsi dan pegunungan Bukit Barisan dengan topografi berbukit dan lembah. Kabupaten ini berada pada ketinggian antara 800 – 2600 mdpl dengan hawa yang sejuk.

K

Kabupaten ini memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian, seperti tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan darat. Semua subsektor ini telah berkembang sejak lama, yang didukung oleh potensi alam, kesuburan tanah dan luas lahan yang tersedia. Namun potensi yang tersedia tersebut, belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menjamin kesejahteraan masyarakat Aceh Tengah, karena keterbatasan akses dari dan ke kabupaten Aceh Tengah, seperti sarana transportasi darat dan akses informasi.

Beranjak dari keterbatasan itu, Pemerintah Kabupaten Aceh bertekad untuk keluar dari berbagai keterisoliran. Salah satu alternatif yang ditempuh dan diusahakan adalah dengan manfaatkan teknologi informasi dan komunikasi mengingat penggunaannya tidak dibatasi oleh wilayah, jarak dan waktu. Tujuannya adalah untuk mempromosikan produk unggulan daerah, sumber informasi pemenuhan kebutuhan industri lokal, dan kesempatan memperoleh informasi yang berhubungan dengan kesempatan memperoleh pendidikan.

Masalahnya, perangkat teknologi informasi di Indonesia masih merupakan perangkat yang cukup mahal. Di sisi lain anggaran pemerintah daerah juga terbatas sehingga bisa dipastikan, Kabupaten Aceh Tengah tidak akan mampu mengadakan perangkat yang legal bagi aparatur maupun masayarakat; hingga kami berkenalan dengan teman-teman dari Yayasan AirPutih pada sebuah kesempatan sosialisasi penggunaan open source, 2007. Sejak saat ini, staf kami mempelajari dengan serius manfaat yang dapat diperoleh dari pemakaian open source. Sosialisasi di tingkat kabupaten pun digelar hingga beberapa kali.

Berikutnya, setelah melakukan pengkajian, kami memutuskan untuk melakukan migrasi, meski terbatas dengan anggaran. Kami lalu mengajukan kepada Kementerian Riset dan Teknologi sebagai daerah proyek percontohan migrasi open source. Pengajuan ini dikabulkan oleh menteri Ristek dengan memfasilitasi kegiatan pelatihan dan migrasi pengunaan piranti lunak legal berbasis open source, dengan pendamping Yayasan AirPutih.

(10)

sesuatu yang baik pula,” maka kami menyakini bahwa migrasi open source adalah satu-satunya jalan agar kami dapat mengembangkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara legal. Harapannya, hal ini bisa menjadi katalisator percepatan pembangunan daerah kami.

Maka pada 2 Maret 2009, kami menandatangani nota kesepahaman antara Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dengan Yayasan AirPutih tentang kerja sama penggunaan perangkat lunak legal open source. Menyusul kerjasama ini, keluar Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor SE/01/M.PAN/3/2009 tanggal 30 Maret 2009, yang antara lain berisi dead line atau batas akhir penggunaan perangkat lunak legal bagi seluruh jajaran pemerintahan di seluruh Indonesia. Berdasarkan surat edaran tersebut kami bertambah yakin bahwa proses migrasi yang ditandatangani bersama Yayasan AirPutih sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pada tanggal 2 April 2009, kami mengeluarkan surat edaran bagi seluruh jajaran pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk melakukan migrasi ke open source. Dan tidak lama setelah itu, Menteri Ristek pun kembali mengeluarkan surat yang ditujukan bagi seluruh jajaran pemerintah, mulai tingkat menteri sampai pimpinan direksi BUMN untuk menindaklanjuti surat edaran Menpan.

Kami sadar bahwa dukungan terhadap proses migrasi open source yang diberikan oleh Menristek melalui Yayasan AirPutih hanya selama tiga bulan. Kami juga sadar bahwa dalam waktu sesingkat itu mustahil seluruh jajaran pemerintah daerah di Kabupaten Aceh Tengah dapat menguasai open source dengan baik. Kami karena itu mempersiapkan sebuah komunitas yang dilatih secara intensif untuk menguasai segala seluk beluk open sorce.

(11)

Kendala utama dalam proses ini, adalah tidak atau belum terbentuknya helpdesk lokal di setiap SKPD. Helpdesk lokal menurut hasil evaluasi yang kami lakukan adalah salah satu titik penting keberhasilan migrasi. Tanpa helpdesk lokal, para pengguna akan kesulitan saat menemui kendala dalam pemakaian open source. Kendala ini pada akhirnya akan berdampak pada lambatnya pekerjan yang ditangani.

Di sisi lain kami hanya menggunakan helpdesk terpusat dan membuka kelas pelatihan yang dilakukan satu kali setiap pekan. Dalam pelatihan tersebut para pengguna dari setiap SKPDdapat menyampaikan keluhannya agar dicarikan solusi. Menurut hasil evaluasi yang kami lakukan, strategi helpdesk terpusat kurang efektif, tapi membuka kelas pelatihan bagi seluruh SKPD sangat bermanfaat.

Namun secara garis besar, dapat kami sampaikan, keuntungan yang telah kami peroleh selama menggunakan open source. Pertama dapat memanfaatkan IT untuk mendukung administrasi kepemerintahan tanpa harus melanggar peraturan dan ketentuan yang berlaku seperti Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual.

Kedua, kami juga tidak membutuhkan perawatan rutin komputer karena sudah tidak ada virus dengan demikian bisa menghemat anggaran.

Ketiga, adanya dukungan dari pemerintah pusat seperti Menristek, Menkominfo dan sebagainya.

Keempat, terbukanya peluang bagi mahasiswa dan perguruan tinggi untuk meningkatkan manfaat IT, terutama pengembangan open source, sehingga dapat memahami seluk beluk pengembangan open source

Kelima meningkatnya kompetensi tenaga pengajar melalui penggunaan perangkat TI dalam proses mengajar; mengingat buku-buku panduan pelajaran TI yang dikeluarkan oleh Kemdiknas berbasis open source.

Keenam, tersedianya dukungan LSM, baik dari dalam maupun luar negeri untuk open source. Kabupaten kami menjadi salah satu kabupaten yang mendapat kehormatan untuk mengikuti International Conference Open Source di Taipe, 25 – 27 september 2009.

Ketujuh, kami dapat menekan biaya pengadaan komputer.

Dengan beberapa manfaat itu, saat ini kami sedang menjajaki kemungkinan menggunakan open source untuk perangkat komputer dengan spesifikasi yang rendah sehingga berharga murah tapi tidak kehilangan fungsinya. Hal ini diperkirakan sulit dipenuhi bila yang kami gunakan adalah software berbayar yang biasanya menuntut spesifikasi komputer yang lebih tinggi.

(12)

produktivitas hasil pertanian, pendidikan, dan sebagainya. Untuk itu kami masih sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak terkait.

Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan negara kita tidak lagi mendapat penilaian buruk di mata internasional karena penggunaan perangkat ilegal.

Wassalam

Makasar, 8 oktober 2009 Wakil Bupati Aceh Tengah

(13)

Bab 1

Tsunami, AirPutih dan Open Source

Buku ini dibuat antara lain sebagai pertanggungjawaban AirPutih dalam melaksanakan program migrasi perangkat lunak berbayar ke OSS di Aceh Tengah dan Pemerintah Yogyakarta itu.

ETIKA tsunami menggulung hampir seluruh wilayah pesisir Aceh, konon tak sedikit orang Aceh yang merasa kiamat sudah terjadi di Serambi Mekkah itu. Saat air laut perlahan surut, mereka mulai sadar bahwa hari ketika air laut setinggi dua kali pohon kelapa itu datang, adalah hari Minggu. Bukan, kata mereka, ini bukan kiamat. Karena menurut ajaran Islam yang diyakini oleh hampir seluruh orang Aceh, kiamat akan terjadi pada hari Jumat, dan bukan pada hari Minggu.

K

Beberapa bulan setelah tsunami berlalu, anekdot tentang kiamat itu berkembang di penduduk Aceh, beredar dari warung makan ke warung makan, dari kedai kopi ke kedai kopi. Kiamat tentu saja tak terjadi di Aceh, jika yang dimaksud adalah berakhirnya seluruh kehidupan. Sama dengan tempat lain dan manusia lain di seluruh dunia, kehidupan masyarakat di Aceh masih berlangsung.

(14)

Jika ada yang harus berbeda, itu adalah kehidupan di Aceh yang tak sepenuhnya pulih. Beberapa pantai berganti menjadi lautan seperti di Lamno, Calang, dan Meulaboh. Jalan-jalan rusak berat. Orang-orang, sebagian masih hidup dalam serba kekurangan; tak punya rumah, tak punya pekerjaan, dan kehilangan orang-orang dekat. Penduduk Aceh, selebihnya sedang menyusuri arah pemulihan dan perbaikan, fisik dan non fisik, ekonomi dan politik yang sangat mungkin melebihi hayalan dan harapan orang Aceh itu sendiri, jauh sebelum bencana.

Munich Re perusahaan asuransi terbesar dunia memperkirakan nilai kerusakan akibat bencana tsunami di 11 negara termasuk di Indonesia [Aceh dan Nias] mencapai € 10 miliar [sekitar US$ 13,4 miliar]. Sementara Organisasi Pangan dan Pertanian PBB [FAO] menyatakan kebutuhan pendanaan untuk rehabilitasi petani dan nelayan di Aceh dan Nias yang terkena bencana tsunami mencapai US$ 26 juta. Beberapa ahli gempa dan tsunami dari Jepang, terkejut membayangkan apa yang bisa dilakukan melihat kerusakan dan jumlah korban yang masif di Aceh.

Aceh Institute, karena itu menaksir usaha-usaha rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias hingga 2009 berkisar Rp 80-90 triliun. Angka yang lebih konservatif dikeluarkan oleh Bappenas yaitu sekitar Rp 41 triliun [ada yang menyebut Rp 67 triliun]. Angka tersebut merupakan alokasi untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi terbesar di negara berkembang dan berasal dari tiga sumber utama: Pemerintah Indonesia terdiri dari komponen moratorium utang sampai dengan dua tahun, dana dekonsentrasi, dan dana perimbangan minyak dan gas bumi; lembaga donor termasuk dana donor bilateral dan multilateral dan melalui LSM; dan komitmen LSM asing maupun nasional.

Hampir seluruh wilayah Aceh sejak digulung oleh tsunami itu kemudian menjadi tempat untuk unjuk kepedulian. Banyak LSM, lembaga donor, dan juga wartawan -domestik dan internasional- datang, melihat dan tinggal di sana. Berbagai proyek kemanusian lalu muncul seperti jamur di musim penghujan. Hingga dua tahun setelah tsunami, tercatat ada 178 proyek di bawah badan-badan PBB dan LSM yang diperuntukkan untuk Aceh. Pemerintah maupun donor internasional juga menyepakati bantuan senilai US$ 2,8 juta untuk mendanai proyek-proyek pembangunan kembali Aceh.

Dengan dukungan dana besar, mereka semua seolah adalah Sinterklas untuk Aceh dan masyarakatnya. Kemunculan mereka --LSM, lembaga donor, aparat, wartawan dan sebagainya-- itu dianggap penting karena membawa bantuan materi yang paling konkret yang dibutuhkan masyarakat Aceh terutama para korban. Sebagian dari masyarakat Aceh yang menjadi korban tsunami, lantas mendapatkan rehabilitasi fisik dan nonfisik di tengah puing-puing reruntuhan bangunan dan ribuan mayat yang masih berserak di penjuru kota, di sebagian besar wilayah Aceh: Dibuatkan rumah, diberikan pelatihan dan konseling, disediakan pekerjaan lewat program padat karya [cash-for-work] dan sebagainya.

(15)

Aceh. Akan tetapi berbeda dengan relawan lain yang memanggul mayat korban tsunami, mengulurkan bantuan materi, atau ikut bergotong-royong membangun rumah-rumah penampungan; AirPutih datang ke Aceh dengan sebuah gagasan sederhana yakni membangun jaringan internet di Aceh yang pada waktu itu lumpuh. Cita-citanya juga tidak muluk-muluk: Arus dan distribusi informasi tentang bencana tsunami Aceh dan penanganannya setelah itu, agar bisa lebih cepat diketahui oleh banyak orang.

Faktanya, selain menelan korban ribuan manusia, menghancurkan banyak bangunan, dan melumpuhkan kegiatan ekonomi; gempa dan tsunami di Aceh 26 Desember 2004 juga menyebabkan jaringan komunikasi dari dan ke seluruh wilayah Aceh tidak berdaya. Mulai dari hubungan telepon dan seluler, apalagi jaringan internet. Itu sebabnya, di hari-hari pertama setelah tsunami, informasi tentang Aceh menjadi tersendat-sendat dan tidak keruan. Para wartawan dan relawan yang hendak mengabarkan keadaan yang terjadi dan semua keperluan yang dibutuhkan para korban, tidak bisa bekerja maksimal karena kesulitan mengirimkan informasi.

AirPutih karena itu berinisiatif membuat semua arus informasi dari dan ke Aceh yang semrawut itu bisa terintegrasi, dan itu semua hanya bisa dilakukan apabila jaringan internet di Aceh pulih, atau segera dibangun kembali. Berbekal ide sederhana itu, AirPutih datang ke Aceh. Tidak ada sponsor kecuali dukungan peralatan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet atau APJI. Semua keperluan, baik ongkos dari Malang di Jawa Timur ke Jakarta, dan Jakarta ke Banda Aceh, biaya mengangkut peralatan dilakukan secara mandiri. Patungan dari ongkos pribadi.

AirPutih, sebelum akhirnya dikenal banyak orang, awalnya adalah nama sebuah grup diskusi di internet. Mailing list. Pesertanya sebagian besar untuk tidak menyebut seluruhnya, adalah anak-anak muda yang tinggal di Malang, atau yang pernah tinggal di kota itu. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, hingga juru parkir; dari profesional hingga pengangguran. Sebagian dari mereka dihubungkan oleh pertemanan di bangku kuliah, sebagian yang lain karena hubungan bisnis; tapi intinya mereka dipertemukan oleh kesamaan kepedulian dan kepentingan bisnis yang sama yaitu internet. Beberapa di antara mereka, seperti Heru Nugroho, saat itu kebetulan adalah pengurus APJI. Dari sini bisa diketahui, mengapa kemudian APJI terlibat dan mendukung aksi AirPutih di Aceh, sejak awal.

Sekitar dua atau tiga hari sebelum Aceh diguncang gempa dan tsunami yang mematikan, sebagian dari mereka sebetulnya tengah berkumpul di kawasan Puncak, Bogor untuk membahas peluang bisnis. Pembahasan itu lalu diteruskan dengan diskusi lewat ruang diskusi di email [chatting] sepulang mereka dari Puncak. Di ruang

(16)

Aceh Media Centre inilah yang belakangan dijadikan “bendera” awal AirPutih untuk berangkat ke Aceh.

Ketika kali pertama tiba ke Aceh pada hari keempat setelah tsunami, yang datang hanya seorang relawan Aceh Media Centre yakni Anjar Ari Nugroho. Hari-hari berikutnya, selusinan relawan menyusul Anjar dan mendarat di Aceh, dan setelah terus berdatangan sejumlah relawan.

Kehadiran mereka awalnya tak mendapat respons yang bagus. Dalam beberapa kasus, tim Aceh Media Centre mengalami perlakuan tak menyenangkan bukan hanya dari para korban tapi juga dari sejumlah kalangan, pemerintah maupun LSM. Kedatangan mereka tak dianggap penting di tengah puing-puing reruntuhan bangunan dan ribuan mayat yang masih berserak di penjuru kota. Di tengah situasi yang memilukan itu, kehadiran relawan medis maupun yang menawarkan tenaga dan materi dianggap lebih nyata dibutuhkan.

Tanggapan terhadap kehadiran relawan Aceh Media Center mulai agak berubah ketika pada hari pertama tiba di Banda Aceh, Anjar berhasil memasang sebuah jaringan internet di halaman kantor BRI dengan menggunakan bambu yang disambung-sambung hingga menjadi tiang setinggi 18 meter. Jaringan ini berfungsi pada sore harinya dan menjadi satu-satunya jaringan internet yang memungkinkan pertukaran arus informasi dari dan ke Banda Aceh pasca bencana. Dua hari kemudian, jaringan internet dibangun di Pendopo Gubernur Aceh di Peuniti, dan di markas relawan Palang Merah Indonesia [PMI] di Leung Bata.

Bersamaan dengan itu, Sugeng Wibowo, relawan di Jakarta membuat situs www.acehmedicenter.or.id. Lewat situs internet inilah, semua informasi penting dari Aceh bisa disebarkan ke seluruh dunia di tengah masih tidak berdayanya sebagian besar fasilitas komunikasi karena jaringan telekomunikasi yang rusak parah dilindap gempa dan tsunami. Dengan tampilan yang sangat sederhana, website tersebut sudah dikunjungi belasan ribu orang hanya dalam waktu dua hari.

Hampir berbarengan dengan itu, selusinan relawan dari grup diskusi AirPutih juga sudah tiba di Banda Aceh. Mereka membangun 12 titik jaringan internet [hot spot] di Banda Aceh. Terobosan yang paling dirasakan manfaatnya oleh para relawan lain, adalah ketika sebuah Media Cetre berhasil diwujudkan atau didirikan di Pendopo Gubernur. Media Center ini mendapat dukungan peralatan dan dana dari berbagai lembaga. Antara lain Intel Corp, Bank Dunia, Dompet Dhuafa.

(17)

POINTER CAFE AIRPUTIH (FOTO : AIRPUTIH)

Melihat hasil nyata itu, beberapa perusahaan yang bergerak di bisnis teknologi dan informasi mulai mengulurkan tangan. Mereka, perusahaan-perusahaan itu juga peduli dengan bencana di Aceh, tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan selain hanya mengirimkan bantuan materi. Pemulihan jaringan internet di Aceh yang dilakukan oleh tim Aceh Media Center karena itu dianggap sesuai dengan bidang bisnis mereka yaitu teknologi informasi. Maka antara lain IBM, Hawlet Packard, dan Cisco System Indonesia membantu pengadaan peralatan, mulai dari pengadaan lap top, menara pemancar dan sebagainya; yang berguna memasang sambungan internet di seluruh Aceh. Belakangan, beberapa LSM internasional seperti Jesuit Refugee Service, Flora Fauna Internasional [FFI] dan sebagainya juga ikut membantu MediaCenter yang dibuat AirPutih.

(18)

Hingga kurang lebih setahun setelah bencana tsunami, AirPutih berhasil membangun 46 titik jaringan internet tanpa kabel hampir di banyak tempat di Aceh dan juga Nias, terutama di Banda Aceh. Tahun berikutnya, AirPutih membuat aplikasi peringatan dini gempa dan tsunami bekerjasama dengan BMKG dan sebuah stasiun televisi. Lewat aplikasi ini, orang-orang di Aceh terutama, diharapkan bisa mengetahui secara dini akan terjadinya gempa dan tsunami. Kelak, terobosan ini menghasilkan portal berita yang khusus berisikan tentang bencana alam di seluruh Indonesia sehingga dunia sambil menceritakan kondisi terakhir pembangunan di Dari yayasan, dibentuklah sebuah perusahaan PT. AirPutih Palapa. Pendirian perusahaan ini

bertujuan membantu

keberlangsungan yayasan, dan menghidupi para awak AirPutih yang pada saat itu, sebagian telanjur meninggalkan pekerjaan mereka sebelumnya karena bergabung menjadi relawan di Aceh. Akan tetapi keberadaaan perusahaan ini belakangan dibekukan, dan AirPutih kembali hanya bernaung di bawah satu nama yaitu Yayasan AirPutih.

Kembali hanya bernaung di bawah yayasan, pada tahun 2007 AirPutih untuk pertama kali membuat laporan keuangan. Laporan ini merupakan hasil kerjasama dengan Hivos yang membantu SDM AirPutih untuk mengelola dan membuat laporan keuangan. Hasilnya: pemeriksa keuangan independen menyatakan laporan keuangan AirPutih adalah wajar.

AIRPUTIH

(19)

Semua yang dilakukan AirPutih untuk membantu pemasangan jaringan internet di Aceh, pada akhirnya memang menjadi berkah, baik untuk AirPutih maupun masyarakat Aceh. Sejak pemasangan jaringan internet pertama, empat hari setelah tsunami itu; Aceh lalu menjadi wilayah yang paling banyak memiliki jaringan internet dan hotspot, dan terus berkembang hingga sekarang. AirPutih yang semula hadir dan tampil di Aceh untuk memudahkan orang berkomunikasi lewat jaringan internet di tengah keterpurukan masyarakat Aceh akibat tsunami, kemudian berinisiatif untuk mendidik masyarakat Aceh menggunakan software dan internet yang sehat. Keputusan ini didasari oleh perkembangan internet di Aceh pasca tsunami yang luar biasa cepat setelah jaringan internet pertama dipasang oleh AirPutih.

Di Banda Aceh yang seluas 61,36 kilometer persegi misalnya, banyak sekali dijumpai

hotspot, melebihi Jakarta. Sebagian besar untuk tidak menyebut seluruhnya, disediakan cuma-cuma alias gratis. Lalu, ada 23 kota atau kabupaten di seluruh Aceh dan Nias yang terpasang jaringan internet. Dampaknya, pengguna internet di Aceh dan Nias pun meningkat drastis.

Open Source

angkah pertama yang dilakukan oleh AirPutih adalah mewujudkan apa yang disebut sebagai penggunaan open source software atau OSS. Gagasan ini sesuai dengan cita-cita AirPutih, bahwa menggunakan dan mendapat akses komputer dan internet adalah hak setiap orang; dan karena itu juga menuntut kerja besar yang berbeda dengan ide sederhana untuk memasang jaringan internet di Aceh pasca tsunami. Lebih dari itu, orang-orang AirPutih yang sejak awal terlibat dalam aksi pemasangan dan pemulihan jaringan internet di Aceh adalah orang-orang yang sudah lebih dulu aktif menggunakan dan mengkampanyekan OSS menyusul peluncuran Goes Open Source atau IGOS oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi, dan sejumlah kementerian lain yang terkait.

L

Cita-cita AirPutih ini mendapat sambutan dari kementerian yang lalu menunjuk AirPutih sebagai pelaksana penggunaan OSS di seluruh Aceh. Lembaga lain yang ditunjuk adalah Yayasan Penggerak Linux Indonesia, Combine Resource Institution, Komunitas Pengguna Linux Indonesia Yogyakarta, Pusat Pendayagunaan Open Source – Universitas Gajah Mada, KPLI Aceh, Bungker, dan POSS Universitas Syiah Kuala. Dua provinsi ditetapkan kementerian sebagai proyek percontohan dalam penerapan OSS ini, yaitu Provinsi Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

(20)

Apa yang dimaksud sebagai OSS kurang-lebih adalah “cara baru” dalam mendistribusikan perangkat lunak kepada pengguna. Jika sebelumnya pendistribusian perangkat lunak bersifat tertutup atau closed source, maka OSS hadir dengan memberikan program dan source-nya secara terbuka dan gratis bagi pengguna. Selain lisensinya yang terbuka, pengguna juga dapat mempelajari dan memodifikasi perangkat lunak tersebut sesuai dengan keinginan mereka.

Secara singkat, OSS adalah perangkat lunak yang dikembangkan secara gotong-royong tanpa koordinasi resmi. Sistem ini menggunakan kode program [source code] yang tersedia secara bebas, dan didistribusikan melalui internet. Menurut Richard Stallman (1998), budaya gotong royong pengembangan perangkat lunak itu sendiri, telah ada sejak komputer pertama kali dikembangkan. Namun ketika dinilai memiliki nilai komersial, pihak industri perangkat lunak mulai memaksakan konsep mereka perihal kepemilikan perangkan lunak. Dengan dukungan finansial yang kuat -secara sepihak- mereka membentuk opini masyarakat bahwa penggunaan perangkat lunak tanpa izin/ lisensi merupakan tindakan kriminal.

Ada beberapa kabupaten di Aceh yang dilibatkan dalam migrasi atau perpindahan dari sistem berbayar ke OSS. Antara lain Aceh Jaya, Lhokseumawe, dan Aceh Tengah, selain di tingkat kantor Sekretariat Daerah Aceh. Sementara DI Yogyakarta meliputi Sekretariat Daerah Yogyakarta, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Gunung Kidul. Untuk Aceh, proyek migrasi ini didukung oleh Irwandi Yusuf [waktu itu gubernur Aceh] dengan menginstruksikan kepada bupati dan walikota di Aceh untuk segera mengganti sistem operasi yang ilegal dengan yang sistem operasi legal, yaitu sistem OSS.

(21)

Kabupaten pertama yang merespons program migrasi dari penggunaan perangkat lunak berbayar ke OSS oleh AirPutih adalah Aceh Tengah. Migrasi ini bertujuan untuk menghindarikan Aceh Tengah dari ketergantungan pada perangkat lunak yang mahal dan tertutup. Langkah ini juga merupakan bentuk partisipasi Pemkab Aceh Tengah mendukung upaya penegakan hukum terhadap penggunaan perangkat lunak legal di lingkungan pemerintahan, serta berpartisipasi aktif dalam rangka mendukung program Indonesia Go Open Source.

Di sisi lain, migrasi OSS juga dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah di bidang penggunaan teknologi komputer, dan menjadikan kabupaten yang berada di dataran tinggi Gayo itu sebagai pelopor dan acuan penggunaan perangkat lunak open source bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Setidaknya hingga pertengahan 2011, seluruh komputer di Satuan Kerja Perangkat Daerah [SKPD] di Aceh Tengah telah bermigrasi ke sistem operasi terbuka.

Di Yogyakarta, AirPutih bekerja sama dengan Hivos dan Combine Resource Institution [CRI] dan memulai program migrasi pada Maret 2009 di lingkungan SKPD Pemerintah Kota Yogyakarta lewat Jogja Goes Open Source. Program ini antara lain dibantu oleh POSS UGM, Kelompok Pengguna Linux Indonesia, dan komunitas open source dari beberapa universitas di Yogyakarta.

Tentu saja, Jogja Goes Open Source bukan sekadar gerakan migrasi dari perangkat lunak ilegal ke open source, melainkan sebagai gerakan pengetahuan pemanfaatan perangkat lunak bebas dan sumber terbuka di kalangan masyarakat dan pemerintahan Kota Yogyakarta.

(22)

Salah satu program JGOS adalah membangun lumbung pengetahuan dan dokumentasi migrasi di halaman website http://jgos.or.id. Lewat halaman itu, Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai penerima manfaat bisa terhubung dengan tim bantuan teknis di sekretariat JGOS. Lumbung pengetahuan JGOS juga mempertemukan beberapa kabupaten atau kota yang tertarik melakukan migrasi dengan berbagai pengetahuan yang mereka butuhkan.

Buku ini dibuat antara lain sebagai pertanggungjawaban AirPutih dalam melaksanakan program migrasi perangkat lunak berbayar ke OSS di Aceh Tengah dan Pemerintah Yogyakarta itu. Tentu saja banyak kekurangan dalam buku ini, tapi buku ini setidaknya diharapkan bisa menjelaskan sejumlah keberhasilan migrasi di Aceh Tengah dan Yogyakarta yang dilakukan oleh AirPutih berikut kekurangan dan hambat-hambatannya. Dengan demikian, di masa mendatang diharapkan ada sumbangan dan jalan keluar yang lebih baik, ketika melaksanakan program migrasi dari perangkat lunak berbayar ke OSS.

(23)

Bab 2

Selayang Pandang Open Source

Sejumlah negara yang telah mengadopsi open source software punya peluang yang sangat besar untuk dapat mempercepat tingkat kemajuan teknologi beserta keuntungan finansial yang dibawanya.

ERNAKAH Anda memeriksa perangkat lunak atau software apa yang ada atau digunakan untuk menggerakkan sistem di komputer Anda? Lalu, kalau sudah diperiksa dan kemudian diketahui perangkat lunak yang digunakan memiliki hak cipta [dan karena itu Anda tidak boleh menggunakannya untuk kepentingan lain, kecuali Anda harus berurusan dengan hukum]; apa yang akan lakukan?

P

Pertanyaan semacam itu penting, karena faktanya sebagian besar komputer yang digunakan di Indonesia menggunakan perangkat lunak bajakan. Sebagian besar karena ketidaktahuan konsumen, sebagiannya lagi karena faktor kesengajaan. Kenyataan ini pernah diungkapkan oleh Presiden Microsoft Indonesia, Andreas Diantoro. Kata dia, produknya menguasai pangsa pasar perangkat lunak di Indonesia sebesar 97 persen. Namun, sebanyak 86 persen pengguna alat elektronik seperti komputer meja, jinjing dan sabak menggunakan Microsoft bajakan atau ilegal. Dengan kata lain, hanya ada 11 persen pemakai perangkat lunak asli milik Microsoft.

Dengan fakta bahwa tahun lalu ada kurang-lebih 5 juta komputer yang terjual maka hanya sekitar 550 ribu komputer yang menggunakan perangkat lunak Microsoft asli di Indonesia. Sisanya sebanyak 4,3 juta menggunakan perangkat lunak tidak berpemilik. Angka ini akan semakin besar jika ditambah dengan tahun-tahun sebelumnya.

Jumlah penggunaan perangkat lunak ilegal itu memang lebih kecil dibandingkan penggunaan perangkat lunak yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 87 persen. Namun kenyataan itu, tak bisa menutupi fakta bahwa 8 dari 10 program yang di-instal oleh pengguna komputer Indonesia merupakan perangkat lunak tanpa lisensi.

(24)

karena itulah, International Data Corporation [IDC] tahun lalu menyatakan, Indonesia berada di peringkat ke 11 di dunia dengan jumlah peredaran perangkat lunak bajakan. Dengan peringkat tersebut, kerugian yang ditanggung oleh negara ditaksir mencapai US$ 1,46 miliar atau sekitar Rp 12,8 triliun. Di Asia Pasifik, posisi bahkan menempati urutan kedua setelah Bangladesh sebagai pembajak perangkat lunak. Di bawahnya ada ada Thailand dan Malaysia.

GAMBAR TABEL PELANGGARAN HAK CIPTA DARI BSA TAHUN 2011

Tentu pelanggaran terhadap penggunaan perangkat lunak berpemilik akan berakibat hukum. Di Indonesia, salah satu hukum yang mengatur ketentuan pidana penyalahgunaan perangkat lunak berpemilik tercantum pada Bab XIII pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sanksi terberat yang dikenakan terhadap pelanggaran tersebut adalah pidana kurungan penjara maksimal selama 7 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar.

(25)

Imron Fauzi, ketua Yayasan AirPutih pertama, mengkategorikan faktor-faktor penyebab konsumen menggunakan perangkat lunak bajakan. Pertama, belum tahu soal copyright atau hak cipta. Ketidaktahuan ini disebabkan tidak adanya pendidikan atau pengetahuan tentang pembajakan perangkat lunak, dan masih minim atau terbatasnya akses mendapatkan perangkat lunak open source. Kedua, tidak menghargai hak cipta. Penyebabnya bisa karena masa bodoh atau karena tidak mampu membeli.

Tabel Ilustrasi Harga Perangkat Lunak Asli dan Perangkat Lunak Bajakan No Nama perangkat

lunak

Harga asli Harga bajakan

1 Microsoft Windows ± Rp. 2.000.000,- Rp 0,- s/d Rp. 5.000,-2 Microsoft Office ± Rp. 3.000.000,- Rp 0,- s/d Rp. 5.000,-3 Aplikasi Akuntansi

Accurate

± Rp. 5.000.000,- Rp 0,- s/d Rp. 5.000,-4 Adobe Photoshop ± Rp. 5.000.000,- Rp 0,- s/d Rp. 5.000,-5 Corel Draw ± Rp. 5.000.000,- Rp 0,- s/d Rp. 5.000,-Total ± Rp. 20.000.000,- Rp. 0,- s/d Rp. 25.000,-* Hanya 20% (4 juta) tetap didalam negeri, sisanya 16 juta ke luar negeri

Berangkat dari kesadaran semacam itu, pemerintah Indonesia lewat Kementerian Negara Riset dan Teknologi karena itu mencanangkan program Indonesia Go Open SourceatauIGOS sejak akhir 2004. Sebuah gerakan untuk meningkatkan penggunaan dan pengembangan perangkat lunak sumber terbuka di Indonesia. Gerakan ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan TI mulai dari akademisi, sektor bisnis, instansi pemerintah dan masyarakat.

Sejarah dan Pengertian

stilah open source kali pertama muncul dalam sebuah rapat di Palo Alto California 1998. Rapat itu diprakarsai oleh Netscape, sebuah perusahaan pengembang

browser navigator; dengan satu keinginan Nestcape: membebaskan sumber kode [source code] diakses publik lewat re-branding Mozilla. Ada beberapa pengembang yang lants dicatat sebagai penggagas istilah open source. Antara Eric S. Raymond, Christine Peterson, Todd Anderson, Larry Augustin, Jon Hall dan Sam Ockman dengan pelopornya Richard Stallman. Istilah open source menjadi terkenal, setelah tim O'Reilly mengadakan acara project free open source setahun kemudian setelah rapat di California.

I

Apa sebetulnya open source?

(26)

sekaligus memperbaiki bila ada kelemahan-kelemahan. Orang-orang menyebut cara kerja seperti ini sebagai sumber terbuka atau open source, karena tidak menggunakan sistem lisensi secara tertutup seperti halnya produk-produk Microsoft, misalnya. Dengan pengertian ini, maka open source adalah perangkat lunak yang kode-kode pemrogramannya dibuka untuk umum.

Wikipedia menyebut, sumber terbuka adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu/lembaga pusat, tetapi oleh para pelaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber [source-code] yang tersebar dan tersedia bebas [biasanya menggunakan fasilitas komunikasi internet]. Pola pengembangan ini mengambil model ala bazaar, sehingga open source memiliki ciri bagi komunitasnya yaitu dorongan yang bersumber dari budaya memberi. Artinya ketika suatu komunitas menggunakan sebuah program open source dan telah menerima sebuah manfaat, mereka akan terdorong untuk menimbulkan sebuah pertanyaan apa yang bisa pengguna berikan balik kepada orang banyak.

Dari situs http://rms46.vlsm.org disebutkan, pengertian open source adalah perangkat lunak yang dikembangkan secara gotong-royong tanpa koordinasi resmi, menggunakan kode program yang tersedia secara bebas, lalu didistribusikan melalui internet. Singkat kata, sebuah program yang menjadi satu paket dengan kode sumbernya disebut open source kendati tidak selamanya open source bersifat gratis.

Benar, ada ada istilah free tapi istilah itu sebetulnya lebih mengarah kepada freedom

[kebebasan]. Maksudnya, semua orang bisa mempelajari open source dan melakukan modifikasi lalu mendistribusikanya kembali dengan mengikuti aturan yang telah dibuat oleh perancang [developer] awal. Perancang awal itulah yang memiliki hak untuk menentukan menarik bayaran, atau memberikannya dengan cuma-cuma.

Untuk budaya gotong royong pengembangan perangkat lunak yang disebutkan sebelumnya, konon telah ada sejak kali pertama komputer dikembangkan. Namun ketika dinilai memiliki nilai komersial, pihak industri perangkat lunak mulai memaksakan konsep mereka perihal kepemilikan perangkat lunak. Dengan dukungan finansial yang kuat dan sepihak, mereka kelompok industri itu lalu membentuk opini bahwa penggunaan perangkat lunak tanpa izin/ lisensi merupakan tindakan kriminal.

Dari titik ini, muncul kemudian semacam perlawanan dari berbagai orang dan kelompok. Salah satunya dari Richard Stallman yang beranggapan bahwa perangkat lunak merupakan sesuatu yang seharusnya selalu boleh dimodifikasi. Menyamakan hak cipta perangkat lunak dengan barang cetakan merupakan perampasan kemerdekaan berkreasi. Semenjak pertengahan tahun 1980-an, Stallman karena perlawanannnya itu, kemudian merintis proyek GNU [GNU is Not Unix]. Tujuannya memberdayakan kembali para pengguna dengan kebebasan [freedom] menggunakan dan mengembangkan sebuah perangkat lunak.

Proyek itu memperkenalkan konsep copyleftyang pada dasarnya mengadopsi prinsip

(27)

perangkat lunak tersebut boleh dimodifikasi asalkan tetap mengikuti prinsip copyleft. Konsep dari proyek GNU ini lebih dikenal dengan istilah "free software" yang memiliki banyak kesamaan dengan open source software.

Dengan pengertian dan karakteristik semacam itu, maka tidaklah keliru, apabila ada anggapan bahwa open source merupakan platform alternatif. Sebagian orang menyebutnya sebagai sebuah ide perlawanan. Apakah dengan demikian, open source

adalah sistem perlawanan yang melawan kesewenang-wenangan para pemilik modal, tafsirnya tentu akan bermacam-macam dan tafsir apa pun tentang hal ini, niscaya sah-sah saja.

Hal yang paling jelas, sejak 2009 open source bisa dikatakan berkembang dengan pesat. Beberapa negara berkembang kini bahkan telah menerapkan perangkat lunak

open source di hampir semua lembaga dan institusinya dengan kunci utama adalah pemerintah. Panduan Penelitian Open Source Software menyebutkan, beberapa negara berkembang seperti Afrika Selatan, Brasil, Malaysia, Srilangka telah mendukung dan menerapkan penggunaan dan pengembangan perangkat lunak open source yang dimotori oleh pemerintah. Disebutkan pula, sejumlah negara yang telah mengadopsi open source software punya peluang yang sangat besar untuk dapat mempercepat tingkat kemajuan teknologi beserta keuntungan finansial yang dibawanya.

Mengapa negara berkembang?

Salah satu alasannya, karena kelompok negara ini sering dijadikan sasaran oleh oleh lembaga-lembaga dunia seperti Dana Moneter Internasional [IMF] dan Bank Dunia untuk kepentingan beberapa agenda mereka. Misalnya pemaksaan sepihak terhadap pengertian konsep Hak Atas Kekayaan Intelektual [HAKI] yang sebetulnya bisa diterjemahkan, mereka menuding negara-negara berkembang sebagai pembajak, pencuri, tidak bermoral, tidak punya etika dan sebagainya.

(28)

Setidaknya, langkah ini sesuai dengan beberapa sasaran yang ingin dicapai oleh IGOS 2004. Yaitu memberikan lebih banyak alternatif perangkat lunak yang dapat digunakan oleh masyarakat secara legal dan terjangkau, sehingga jumlah pengguna komputer meningkat. Juga meningkatan kemampuan riset dan pengembangan teknologi informasi nasional bidang perangkat lunak, dan menciptakan kompetisi pengembangan teknologi informasi untuk dapat bersaing di percaturan global.

Ada dua wilayah yang merespons IGOS 2004, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam. Bukan kebetulan AirPutih kemudian ditunjuk oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada 4 Desember 2008 sebagai pelaksana sosialisasi kegiatan open source di dua wilayah itu. Di Aceh, AirPutih bisa dikatakan merupakan LSM pertama yang datang dan “menyelamatkan” sistem jaringan informasi yang hancur akibat tsunami 26 Desember 2004. AirPutih pula yang sejak awal terlibat aktif menggunakan dan mengkampanyekan open source menyusul diperkenalkan pada 1991 oleh pembuatnya Linus Torvalds. Sistem dan pustakanya umumnya berasal dari sistem operasi GNU, yang diumumkan tahun 1983 oleh Richard Stallman. Kelak, sumbangan GNU menjadi dasar dari kemunculan nama GNU/Linux.

B

Gambar Beberapa Varian Distro LINUX

(29)

Setelah itu, nama Linux tak terdengar lagi di Indonesia kendati diskusi tentang Linux muncul beberapa kali dalam diskusi. Baru pada 1994, ketika Kernel Linux 1.0 keluar, salah satu distro-nya yaitu Slackware [kernel 1.0.8] masuk ke Indonesia. Distro ini cukup lengkap dan stabil sehingga merangsang tumbuhnya sebuah komunitas GNU/Linux di lingkungan Universitas Indonesia. Masa itu, perangkat komputer di Indonesia umumnya menggunakan prosesor 386 dan 486 dengan memori antara 4-8 Mbytes, dan hardisk 40-100 Mbyte. Biasanya hardisk terdiri dari du boot, yaitu dalam mode DOS atau pun Linux. Slackware menjadi populer di kalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu menjadi satu-satunya distribusi yang ada sehingga banyak hal-hal baru yang di-oprek.

Pada tahun itu pula, muncul penyelenggara internet IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet. Tahun berikutnya, beberapa lembaga dan organisasi antara lain BPPT, IndoInternet, Sustainable Development Network, dan Universitas Indonesia; mulai mengoperasikan GNU/Linux sebagai production system. Selama kurang lebih dua tahun sejak 1995, GNU/Linux secara mulai banyak dikenal.

Di Yogyakarta, muncul kemudian kelompok-kelompok studi Linux di kampus-kampus. Antara lain di Universitas Ahmad Dahlan. Kemunculan kelompok-kelompok studi Linux di kampus-kampus di Yogyakarta ini, belakangan diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa lain di berbagai universitas. Sejak itu, Linux menjadi pilihan terutama bagi para mahasiswa.

Setelah IGOS 2004, tiga tahun kemudian muncul Indonesia Linux Conference. Konferensi ini menjadi semacam titik tolak bagi perkembangan Linux, perangkat lunak bebas, dan open source. Acara yang diselenggarakan oleh KPLI Yogyakarta itu bertujuan memadukan kepentingan pelaku bisnis, pemerintah dan komunitas menuju Indonesia yang lebih baik lewat penggunaan perangkat lunak bebas dan open source.

Beberapa Keuntungan

da beberapa keuntungan penggunaan open source. Pertama, keuntungan yang paling jelas, adalah sistem open source adalah sistem operasi legal. Dalam bahasa Imron, open source mendidik pengguna komputer untuk tidak jadi maling.

A

(30)

Keuntungan kedua, open source kebal atau tahan terhadap program jahat [malware] yang menyusup ke komputer. Internet Security Thread Report perusahaan Symantec menyebutkan bahwa angka malware mencapai 1 juta jenis dan terus berkembang. Wujudnya bisa beragam. Mulai dari virus, worm, trojan, adware dan sebagainya. Cara penyusupannya juga bermacam-macam, tapi jalur yang umum digunakan adalah lewat internet, email atau World Wide Web. Bila salah satu dari program jahat ini menyusup ke sistem operasi komputer, maka bisa dipastikan komputer yang dimaksud akan ngadat. Bisa juga menyebabkan dokumen yang tersimpan rusak atau hilang. Dalam bentuk yang paling ekstrem, program jahat ini bisa menyebabkan sistem operasi di komputer rusak.

Sistem operasi open source seperti GNU/Linux menurut Imron, sebetulnya juga tidak luput dari serangan program jahat, tapi jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan serangan terhadap sistem operasi proprietary. Kalau diserang, maka sistem operasi open source mampu menahan penyebaran virus dengan akses keamanan yang baik karena secara umum, default install GNU /Linux tidak menjalankan SSH server dan tidak menghasilkan open listening port (port terbuka yang siap menerima dan mengirimkan proses). Dengan kata lain, update perbaikan paket dari distribusi GNU/Linux ada pada tingkat keamanan secara reguler, dan itulah salah satu keuntun-gan penggunaan sistem open source.

Ketiga, mudah dan fleksibel. Saat ini sistem open source, sudah semakin banyak yang menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Inovasi dan kreatifitas pengembangan perangkat lunak pun terus dilakukan sehingga memungkinkan dilakukan dan oleh siapa pun. Tenaga ahli di bidang rekayasa perangkat lunak open source juga semakin banyak, dan open source pun kini menjadi obyek pengembangan perangkat lunak bahkan menghasilkan karya baru.

Beberapa aplikasi open source yang mulai muncul untuk memenuhi kebutuhan peng-guna adalah mapserver, map base web, logistik, human resource management, dan se-bagainya. Open source juga memungkinkan pengguna mengakses dokumen, meskipun dengan platform yang berbeda. Salah satu contohnya adalah Open Docu-ment Format yang telah dijadikan standar penggunaan format dokumen oleh Interna-tional Organization for Standardization [ISO].

Selain itu ada dukungan dari komunitas open source yang pada gilirannya akan memudahkan masyarakat menggunakan dan familiar perangkat lunak ini; selain tentu juga muncul banyak tulisan dan buku panduan atau petunjuk penggunaan open source. Komunitas ini aktif melakukan kegiatan-kegiatan offline, mulai dari pelatihan hingga workshop dengan semangat dan prinsip gotong royong.

(31)

sistem pasar tertentu untuk menciptakan peluang monopoli pasar, termasuk dalam hal penggunaan software. Munculnya gerakan free software adalah mendobrak sistem ketergantungan semacam ini, dan menawarkan alternatif yang bisa disesuaikan den-gan kebutuhan karena penggunaan open source secara teknis memang bisa menghi-langkan ketergantungan.

Setidaknya, jika mengalami kerusakan teknis pada sistem operasi, maka para pengem-bang atau komunitas bisa memberikan respons untuk memperbaiki kerusakan. Band-ingkan dengan sistem perangkat lunak proprietary yang tertutup, yang tidak semua orang diperbolehkan memperbaiki, karena terhalang oleh apa yang disebut sebagai lisensi atau hak cipta itu.

Kelima, open source relatif tidak membutuhkan biaya besar untuk mendapatkan free/open source software. Ini pun ada penjelasannya karena seperti sudah disebutkan sebelumnya, salah satu kriteria open source adalah bisa diakses atau didapatkan oleh masayarakat dengan bebas. Umumnya dapat diperoleh melalui internet, namun tidak semua daerah di Indonesia bisa mengakses internet. Alternatif lain untuk mendap-atkan adalah membeli CD/DVD installer dan repository di toko-toko. Biaya yang dikeluarkan hanya untuk jasa pengiriman dan penggandaan keping CD/DVD. Kalau melalui internet. biaya yang dikeluarkan adalah ongkos akses internet dan CD/DVD untuk penyimpanan. Satu keping CD/DVD harganya berkisar Rp 20 ribu.

Contoh, GNU/Linux BlankOn. Setelah membeli CD/DVD installer seharga Rp 50 ribu per keping, installer tersebut boleh digunakan untuk komputer lain dan tidak di-batasi jumlahnya. Misalnya dalam satu kantor ada 100 komputer, maka CD/DVD in-staller tersebut diperbolehkan untuk digunakan pada 100 komputer tersebut. Biaya yang dibutuhkan untuk 100 komputer adalah pembelian CD/DVD installer, jasa bagi orang yang melakukan install, dan pelatihan penggunaan. Hanya itu.

Tabel Ilustrasi Perbandingan Harga

No Perangkat lunak Berbayar (proprietary) Open Source

1 Sistem Operasi ± Rp. 2.000.000,- ± Rp.

50.000,-2 Jasa instalasi ± Rp. 50.000,- ± Rp.

50.000,-3 Jasa pelatihan ± Rp. 50.000,- ± Rp.

50.000,-Total per komputer ± Rp. 2.100.000,- ± Rp.

150.000,-* keterangan dalam tabel diatas merupakan ilustrasi, dimana nilai biaya bisa lebih tinggi maupun bisa lebih rendah

(32)
(33)

Bab 3

Negeri Open Source Aceh Tengah

Hingga pertengahan tahun 2011 seluruh komputer di SKPD di Aceh Tengah telah bermigrasi ke sistem operasi terbuka. Dari catatan AirPutih ada 51 lembaga pemerintah yang sudah bermigrasi ke open source.

EMERINTAH Kabupaten Aceh adalah salah satu utusan atau wakil Indonesia yang diundang untuk menghadiri International Conference Open Source di Taipe, Taiwan, 25-27 September 2009. Itu adalah konferensi bergengsi para penggiat open source di seluruh dunia. Aceh Tengah dipilih dan diundang, karena dianggap sebagai pelopor penggunaan open source di Indonesia setelah sukses melakukan migrasi open source di seluruh jajaran pemerintahnya. Hingga tahun itu, Pemerintah Aceh Tengah setidaknya sudah berhasil melakukan migrasi open source di hampir separuh dari seluruh komputer yang digunakan di jajaran pemerintah, sekolah, dan sebagainya.

P

Diundangnya wakil Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah di konferensi itu, tentu membanggakan. Undangan tersebut sekaligus membuktikan, semua usaha dan tekad yang dilakukan oleh jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk melakukan migrasi ke open source adalah usaha yang pantas dan harus ditiru. Usaha itu bukan saja menegaskan bahwa jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sadar tentang memperlakukan hak cipta, dan menghindari dari usaha ilegal, melainkan juga menjelaskan tentang sikap konsisten untuk melaksanakan amanat Indonesia Go Open Source atau IGOS yang dicanangkan oleh pemerintah pusat sejak akhir Desember 2004.

(34)

Terutama untuk Aceh, AirPutih membacanya sebagai provinsi yang memiliki potensi untuk mengembangkan open source karena maraknya penggunaan internet di wilayah itu pasca tsunami, di mana AirPutih juga terlibat dalam recovery TI di sana sejak awal. Sebagai rangkaian dari sosialisasi migrasi open source, AirPutih karena itu terlebih dulu melakukan survei untuk memetakan kabupaten/kota di Aceh yang berpotensi menggunakan atau menerapkan open source. Tujuannya untuk memperoleh data awal dan solusi dari program migrasi open source.

Ada tujuh instansi/lembaga di Aceh yang disurvei oleh AirPutih. Yaitu Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah,

Namun belakangan, hanya Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang membuka diri lalu kemudian menawarkan untuk dijadikan wilayah percontohan. Dari sini berkembanglah penggunaan open source di Aceh Tengah, meskipun cerita tentang

open source di Aceh juga punya kisah tersendiri.

Adalah Zulkarnain, mahasiswa Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, yang awalnya membentuk Kelompok Pengguna Linux di Aceh. Upayanya pernah dilakukan pada tahun 1998, tapi gagal. Seperti ditulis Acehpedia.org, Komunitas Pengguna Linux Indonesia [KPLI] Aceh terbentuk pada 16 Oktober 1999. Pembentukan ini diinisiasi oleh Zulkarnain bersama dua sahabatnya, Irwandi dan Andri Syahputra.

Untuk menyebarkan “virus” Linux, KPLI Aceh menggelar pelatihan, seminar,

workshop tentang sistem operasi terbuka ini. Namun, sepak-terjang komunitas ini vakum setelah tsunami menggulung Aceh. Dua tahun setelah tsunami, aktivis Linux di Aceh kembali gencar melakukan pengenalan Linux dan sistem berbasis terbuka kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum. Apalagi, setelah tsunami AirPutih terjun ke Aceh untuk pemulihan perangkat TI yang hancur. Sejak itu bergulirlah kampanye penggunaan open source di Aceh dan semakin kencang ketika pemerintah menunjuk AirPutih sebagai pelaksana migrasi open source di Aceh.

Cerita dari Zulfikar

i Aceh Tengah, sosok yang berperan mengenalkan dan menjadi motor penggerak kampanye open source adalah Zulfikar Ahmad. Dia adalah Kepala Bidang Telematika Dishubkomintel Aceh Tengah. Bila kebetulan berkunjung ke Aceh Tengah dan bertanya tentang nama Zulfikar, bisa dipastikan banyak orang yang mengenalnya sebagai Zulfikar yang mengenalkan open source. Faktanya, di luar pekerjaannya sebagai PNS, Zulfikar adalah juga dosen di Fakultas Tehnik Universitas Gajah Putih.

(35)

Sebuah kampus, yang di dalamnya ada Pelita [Pengguna Linux Takengon]. Pelita terbentuk sebagai akibat langsung dari kegiatan migrasi open source di Aceh Tengah. Kelak, Pelita inilah yang menjalankan program migrasi open source di Aceh, dan Zulfikar adalah salah satu pendiri Pelita.

Cerita tentang ketertarikan Zulfikar kepada open source berawal pada 2006, tapi saat itu dia masih ragu dengan sistem operasi yang dianggapnya masih asing. Hanya rasa ingin tahu yang besar yang lantas mendorong Zulfikar berusaha untuk mengenal lebih jauh sistem operasi open source. Rasa ingin tahunya semakin membuncah ketika pada tahun 2007, tim dari AirPutih datang ke Aceh Tengah. Dia berkenalan dengan Mamad dan Faisal dari AirPutih. “Mereka menanyakan apakah kami ingin mengetahui open source lebih dalam, yang tentu saja kami jawab, ingin sekali,” kata Zulfikar.

Dalam perjalanannya, dia pun berupaya mengenal dan mempelajari open source. Tak hanya dari staf AirPutih, materi open source dia pelajari dari pelbagai sumber di internet. Setiap kali terkoneksi dengan internet, Zulfikar selalu menyempatkan diri mencari referensi mengenai open source. Dia juga membeli buku-buku mengenai perangkat terbuka ini. Kelak, Zulfikar makin mengenal dan jatuh cinta pada open source.

Setelah belajar open source dari staf AirPutih, Zulfikar mengaku mendapat “hidayah” untuk benar-benar mendalaminya. Setidaknya dia mulai memahami, open source

bukan saja sistem operasi legal yang tahan terhadap virus, tetapi juga murah dan karena itu cocok digunakan untuk menghemat anggaran daerah. Dia karena itu bertekad untuk membuat seluruh perangkat komputer di jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menggunakan sistem operasi terbuka ini.

Posisinya sebagai pegawai di bidang teknologi informasi membuat Zulfikar memungkin dirinya leluasa bergerak menyebarkan penggunaan open source. Dia juga berupaya meyakinkan atasannya agar perangkat komputer di kantornya menggunakan sistem open source. Awalnya dia hanya menyasar lima komputer yang bisa beralih dari Windows menjadi Linux. Namun setelah atasanya percaya, niat Zulfikar berubah.

Dia lalu menghadap Sekretaris Daerah Aceh Tengah M. Ibrahim dan menjelaskan, pentingnya seluruh perangkat komputer di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menggunakan sistem operasi terbuka. Apalagi dia menemukan kenyataan, bahwa banyak kepala desa di Aceh Tengah yang menyampaikan keluhan bahwa masyarakatnya banyak yang ingin belajar komputer tapi tidak tahu harus belajar ke mana dan seperti apa. Singkat kata, antara lain berkat Zulfikar, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah lalu menawarkan sebagai proyek percontohan pelaksanaan migrasi open source.

Pada awal-awal pelaksanaan migrasi open source di Aceh Tengah, Zulfikar tentu menghadapi banyak kesulitan. Dia misalnya harus mendatangi kantor-kantor secara

(36)

dan ikut mendengarkan penjelasan Zulfikar. Alasan para kepala desa itu, mereka harus mengeluarkan dana mulai dari Rp 2 sampai Rp 3 juta hanya untuk keperluan instalasi ulang di komputer mereka.

Hal yang hampir membuat Zulfikar balik badan, adalah anggapan bahwa open source

merupakan sistem operasi komputer yang susah digunakan. Ada beberapa kantor yang kemudian melakukan penolakan/keberatan untuk melakukan migrasi dengan alasan kegiatan pekerjaan mereka akan terhambat. Salah satu dari Satuan Kerja Perangkat Daerah [SKPD] yang gagal melakukan migrasi, bahkan tidak percaya kepada open source. Ketidakpercayaan itu semakin kuat, ketika hard disk dari satu komputer mereka tidak bisa melakukan instalasi. “Sampai dengan saat itu seluruh SKPD berhasil dilakukan migrasi kecuali dua SKPD yaitu KPU dan Dinas Peternakan. Keduanya gagal menyatakan keberatan untuk dilakukan migrasi,” kata Zulfikar.

Perkembangan yang menggembirakan bagi Zulfikar terjadi menjelang berakhirnya proses migrasi di Aceh Tengah. Suatu hari ada pertemuan yang dihadiri kepala Dinas Keuangan dan Kekayaan Daerah. Dia saat itu menyepakati bahwa untuk tahun 2012 dan seterusnya, harus ada pemisahan antara harga software dan hardware dalam daftar barang [komputer] yang dibeli. Pemisahan harga itu juga harus tercantum dalam kontrak. Misalnya kalau komputernya belum terinstalasi perangkat lunak apa pun, maka harus dicantumkan sistem operasi yang akan digunakan. Lewat cara ini, pembelian komputer di Aceh Tengah diharapkan ada kejelasan: menggunakan perangkat lunak legal, atau yang ilegal.

Hal lain yang menggembirakan adalah badan daerah sudah meminta Kominfo agar memberi pelatihan kepada seluruh calon PNS menggunakan komputer termasuk pembekalan open source. Tujuannya agar para calon PNS itu sejak awal akan paham tentang semua tahap penggunaan open source, mulai dari instalasi, back up data dan pembaharuan-pembaharuan aplikasi.

Dua hal itu [penjelasan kepala Dinas Keuangan dan Kekayaan Daerah, dan pelatihan bagi calon PNS] bagi Zulfikar bisa membuat penggunaan open source di Aceh Tengah semakin luas. Pertama, ketentuan yang diminta oleh Dinas Keuangan itu, misalnya bisa berdampak kepada digunakannya open source pada setiap komputer yang dibeli, mengingat keuangan Aceh Tengah yang terbatas. Setidaknya akan ada standar harga.

(37)

PELATIHAN OPEN SOURCE DI SKPD ACEH TENGAH (FOTO : AIRPUTIH)

Ada beberapa alasan Zulfikar tertarik dengan open source. Pertama, karena open source terbukti mampu melakukan penghematan anggaran yang cukup besar. Dengan asumsi pemeliharaan komputer untuk satu SKPD mencapai kurang-lebih Rp 5 juta, maka untuk seluruh SKPD yang menggunakan open source bisa dihemat anggaran hampir Rp 250 juta. Penghematan sebesar itu, sama dengan biaya untuk membangun 250 meter jalan atau beberapa kelas belajar.

Penghematan yang sama juga terjadi di tingkat desa. Kalau setiap desa di Aceh Tengah membutuhkan biaya pemeliharaan komputer antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta setiap tahun, maka dengan jumlah 300 desa, anggaran yang bisa dihemat bisa mencapai Rp 600 juta. Itu baru untuk pemeliharaan komputer.

Penghematan yang sama juga akan didapat dalam hal pengadaan komputer mengingat pengadaan komputer dengan software berbayar sangat mahal. Artinya, dengan penghematan anggaran itu, akan lebih banyak lagi komputer baru yang bisa dibeli. Ujung-ujungnya akan semakin banyak pegawai di Aceh Tengah yang bisa menggunakan komputer.

Hasil Migrasi

da banyak alasan mengapa Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merespons migrasi open source. Antara lain untuk menghindarkan Aceh Tengah dari ketergantungan pada perangkat lunak yang mahal dan tertutup. Selain itu, migrasi

(38)

open source juga dipandang sebagai bentuk partisipasi aktif Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mendukung upaya penegakan hukum terhadap penggunaan perangkat lunak legal di lingkungan pemerintahan, dan tentu saja untuk mendukung program IGOS itu.

Di sisi lain, migrasi open source juga dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah di bidang penggunaan teknologi komputer, dan menjadikan kabupaten yang berada di dataran tinggi Gayo itu sebagai pelopor dan acuan penggunaan perangkat lunak open source

bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Dibuatlah kemudian perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dengan AirPutih dan Universitas Gajah Putih. Semangatnya adalah rasa tanggung jawab untuk memberikan pendidikan tentang kesadaran menggunakan perangkat lunak yang murah, efesiein dan tentu saja legal.

Lewat perjanjian kerjasama itu, AirPutih kebagian beberapa tugas. Pertama, melakukan penaksiran. Ini meliputi pengumpulan informasi jumlah dan spesifikasi perangkat keras, perangkat lunak, serta kemampuan dan kebutuhan pengguna.

Kedua, membentuk helpdesk kabupaten, helpdesk SKPD dan helpdesk online.

Ketiga, melakukan migrasi dan pendampingan. Pada tahap ini, AirPutih bertugas menghapus perangkat lunak tidak legal dan menganti dengan perangkat lunak legal berbasis open source, selain memberikan pelatihan tentang penggunaan.

Keempat, melakukan evaluasi berkala yang dilakukan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Universitas Gajah Putih. Kelima, melakukan sosialisasi, meliputi kampanye, pelatihan, workshop.

(39)

Kehadiran AirPutih di Aceh Tengah dilakukan dua tahap. Tahap pertama, AirPutih sukses melakukan proses migrasi hingga separuh dari seluruh kantor/lembaga pemerintah di Aceh Tengah. Pada tahap pertama ini, AirPutih melakukan transfer pengetahuan kepada Pelita, yang nanti pada migrasi tahap kedua giliran Pelita yang melakukan hal yang sama kepada staf lokal. Pelita pula yang menyusun tahap-tahap migrasi, mulai dari pengenalan, assesment dari komputer, backup data dan lain sebagainya.

Untuk proses transfer pengetahuan, ada 14 mahasiswa fakultas teknik yang mengikuti pelatihan. Mereka dilatih dan diberi pengetahuan tentang open source, proses instalasi, dan sebagainya. Pelita inilah, yang kelak menjadi salah satu titik yang mempercepat dan sering mengatasi permasalahan dalam pemakaian open source di Aceh Tengah.

Dengan dukungan Zulfikar yang meminta kepada kepala dinas untuk mengeluarkan SK kepada para staf agar punya tanggung jawab moral melakukan migrasi open source, respons yang diterima oleh AirPutih menggemberikan. Awalnya, Zulfikar hanya meminta setiap SKPD mengirimkan dua pegawai untuk mengikuti pelatihan

open source yang dilakukan AirPutih, tapi pada pelaksanaannya beberapa SKPD malah meminta lebih dari dua pegawai.

Yang menjadi masalah kemudian adalah ketika tahap pertama selesai, diketahui ada beberapa kantor dinas yang tidak lagi memakai open source karena tidak tersedianya dukungan terhadap pengguna. Mereka misalnya kesulitan untuk mencari pendamping sementara buku dan sebagainya yang bisa mendukung pelaksanaan open source juga sangat terbatas. Kenyaataan semacam inilah yang antara lain menjadi bahan evaluasi untuk melangkah pada tahap berikutnya.

Tahap kedua, AirPutih sepakat untuk meneruskan migrasi open source di Aceh Tengah dengan target yang lebih besar, yaitu menjangkau seluruh dinas bahkan sampai dengan kantor-kantor kecamatan. Pendampingnya adalah Universitas Gajah Putih yang di wakili oleh Pelita.

Dari semua usaha itu, alhamdulillah, hingga pertengahan tahun 2011 seluruh komputer di SKPD di Aceh Tengah telah bermigrasi ke sistem operasi terbuka. Dari catatan AirPutih ada 51 lembaga pemerintah yang sudah bermigrasi ke open source [lihat tabel terlampir]. Mulai dari kantor pemerintah, sekolah, kantor kecamatan hingga Kodim 0106 Aceh Tengah yang melakukan migrasi sejak pertengahan April 2011. Kodim Aceh Tengah ini, boleh dibilang menjadi Kodim pertama di Indonesia yang menggunakan open source. Kodim ini pun mensosialisasikan penggunaan open source ke seluruh Koramil di Aceh Tengah yang berjumlah 12 markas.

Di masa mendatang, AirPutih berharap akan banyak aplikasi-aplikasi open source

(40)

Dia karena itu berharap, penggunaan open source seperti diamanatkan oleh IGOS bisa berlangsung terus-menerus dan konsisten. Setidaknya jangan sampai aparat di daerah kebingungan karena satu kementerian menggunakaan open source, tapi kementerian yang lain malah menentang penggunaan open source.

Mengenal Gayo dan Gajah Putih

ABUPATEN Aceh Tengah terletak di tengah-tengah wilayah Provinsi Aceh. Sebagian besar wilayah Aceh Tengah berupa pegunungan sehingga berhawa sejuk. Bahkan ibu kotanya, Takengon, yang berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, disebut sebagai Negeri di Awan. Berabad-abad lampau, orang-orang Aceh pesisir menyebut wilayah Aceh Tengah sebagai Nanggroe Antara, karena kawasan ini terletak di antara langit dan bumi. Sebutan Nanggroe Antara melekat sampai kini.

K

Secara keseluruhan, luas wilayah Kabupaten Aceh Tengah mencapai 4.318,39 kilometer persegi. Kabupaten ini berada pada ketinggian 200 hingga 2.600 meter di atas permukaan laut. DI sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah; di selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues; Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur; dan Kabupaten Nagan Raya dan Pidie di sebelah barat.

Penduduk Aceh Tengah sebagian besar adalah suku Gayo, dan sebagian kecil suku Aceh, juga suku Jawa. Populasinya mencapai 213.732 jiwa berdasarkan Data Agregat Kependududukan per Kecamatan [DAK2] Desember 2012. Masyarakat Gayo terutama, dikenal sebagai penganut Islam yang kuat dan dikenal menentang segala bentuk penjajahan. Gayo dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat menentang pemerintahan kolonial Belanda.

Mata pencaharian utama masyarakat Aceh Tengah di bidang pertanian sebagai petani dan pekebun. Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis kopi arabika terbaik di dunia. Komoditas penting selain kopi adalah padi, sayur, tembakau, dan damar. Kegiatan perkebunan kopi dan tembakau dilakukan dengan membuka wilayah hutan.

Kopi Gayo

anah Gayo yang berupa hamparan pegunungan sangat cocok untuk tanaman kopi, tembakau, dan damar. Kopi merupakan komoditas terbesar daerah ini. Dari 51.854,7 hektare lahan pertanian di Aceh Tengah, 47.854,7 hektare di antaranya digunakan untuk perkebunan kopi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Aceh Tengah tahun 2011, ekspor kopi kabupaten ini mencapai 4.649.620 kilogram senilai US$ 30.440.233 ekspor.

Gambar

GAMBAR TABEL PELANGGARAN HAK CIPTA DARI BSA TAHUN 2011
Tabel Ilustrasi Harga Perangkat Lunak Asli dan Perangkat Lunak Bajakan
Gambar Logo Indonesia Go Open Source
Gambar Beberapa Varian Distro LINUX
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mempermudah kegiatan dalam perusahaan tersebut, aplikasi ini dapat membantu perusahaan untuk mencatat pemesanan dari pelanggan, penjadwalan produksi, dan

Kegiatan yang di lakukan oleh petugas kesehatan sebagai tindak lanjut upaya promosi kesehatan di dalam gedung puskesmas yang telah di lakukan kepada pasien/keluarga

Lampiran 15 Lokasi penangkapan, parameter oseanografi, dan hasil tangkapan ikan di DPI II Peralihan Musim Barat Timur (PMBT).. Lokasi Penangkapan

Islam tersebar di Indonesia atau Nusantara didukung oleh beberapa faktor yaitu ajaran Islam yang menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem

Catatan lapangan 7 Pada hari Senin tanggal 18/09/2017 pukul 08.30 Wita, peneliti kembali ke SDTQ-T An Najah Pondok Pesantren Cindai Alus Martapura untuk bertemu dengan Wakil

terintegrasi berupa Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) , yang merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan

Dalam gaya slightly cartoony tokoh memiliki mata yang sedikit lebih besar dari gambar realistis dan mulut yang lebih disederhanakan, namun bentuk proporsi wajah masih mirip

Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi konsentrasi enzim papain pada pH 5,5 dan pH 7,0 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak, kadar