• Tidak ada hasil yang ditemukan

EBP Kenanga 1 Ismail M Fauzi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EBP Kenanga 1 Ismail M Fauzi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EVIDENCE BASED PRACTICE

TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP

INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI

Jurnal Endurance 2(3) October 2017 (397-405) Author : Neila Sulung, Sarah Dian Rani

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Stage Anak

Disusun Oleh :

Ismail M Fauzi NPM. 220112170530

PROGRAM PROFESI NERS XXXV

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien dengan appendisitis yang sudah perforasi telah menjalani operasi

appendektomi laparoskopi di ruang Kemuning 2 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Appendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat apendiks,

pembedahan dilakukan apabila pasien trindikasi dan didiagnosa appendisitis. Tindakan

pembedahan dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko terjadinya perforasi pada

appendiks. Pada pasien yang menderita apendiksitis akut, abses, dan telah perforasi maka

tindakan operasi harus dilakukan sesegera mungkin (Suratun, 2010).

Tindakan pembedahan mengakibatkan rasa nyeri yang hebat bagi pasien. Nyeri terjadi

akibat luka insisi yang memutuskan jaringan pada organ dan kulit. Nyeri hebat pasca operasi

biasanya dirasakan setelah dilakukan pembedahan pada intratoraks,intra-abdomen, dan

pembedahan ortopedik mayor. Nyeri terjadi akibat adanya stimulasi ujung serabut saraf oleh

zat-zat kimia yang dikeluarkan saat pembedahan atau iskemia jaringan yang terjadi karena

terganggunya suplai darah. Suplai darah terganggu karena ada penekanan, spasme otot, atau

edema. Trauma pada serabut kulit mengakibatkan nyeri yang tajam dan terlokalisasi

(Bradero, 2008).

Nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien pasca operasi merupakan pengalaman yang

tidak menyenangkan dan tentu sangat mengganggu kenyamanan pasien. Bila pasien

mengeluh nyeri maka hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi atau bahkan

menghilangkan rasa nyeri tersebut. Pada umumnya penggunaan terapi farmakologi adalah

cara yang paling efektif untuk membantu menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang

sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer and

(3)

Teknik farmakologi yang dilakukan untuk membantu mengurangi rasa nyeri adalah

dengan pemberian obat jenis analgesic. Selain obat analgesic, untuk mengurangi nyeri juga

dapat dilakukan dengan pemberian obat tidur. Namun pemakaian obat - obatan yang

berlebihan membawa efek samping kecanduan dan apabila dosisnya berlebihan dapat

menyebabkan overdosis yang dapat membahayakan pemakainya (Coates, 2001 : Pinandita

2012).

Selain mengurangi nyeri menggunakan obat analgesic, beberapa penelitian

menyatakan bahwa tehnik relaksasi juga terbukti efektif untuk membantu menurunkan

sensasi nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien pasca operasi. Teknik relaksasi membuat

pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan

emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005). Oleh karena itu evidence best practice ini mencoba

menelaah intervensi yang tepat untuk nyeri pada pasien anak dengan post operasi

(4)

BAB II

ANALISIS JURNAL

1. Appendsitis

Appendiks sering disebut dengan umbai cacing. Mayoritas masyarakat menyebutnya

usus buntu hal tersebut kurang tepat karena sebenarnya usus yang buntu adalah sekum.

(Sjamsuhidayat ,2004 ). Appenditits merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada

vermiforis. Sehingga merupakan penyakit yang paling sering memerlukan pembedahan.

Apabila tidak ditangani dengan segera maka akan berakibat fatal (Kowalak, 2011).

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu

tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun. Insiden laki-laki dan perempuan umunya sebanding, kecuali pada umur 20 - 30

tahun, insiden lelaki lebih tinggi, namun pada tiga-empat dasawarsa ini menurun secara

bermakna (Sjamsuhidayat, 2005).

Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan Word Health

Organisation (2010) yang dikutip oleh Naulibasa (2011), angka mortalitas akibat appendicitis

adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka

mortalitas appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada

perempuan. di Amerika Serikat terdapat 70.000 kasus appendicitis setiap tahunnya..

Sementara untuk Indonesia sendiri appendicitis merupakan penyakit dengan urutan

keempat terbanyak pada tahun 2006. Data yang diliris oleh Departemen Kesehatan RI pada

tahun 2008 jumlah penderita appendicitis di Indonesia mencapai 591.819 orang dan

meningkat pada tahun 2009 meningkat mencapai 596.132 orang (Eylin, 2009 : Andika,

(5)

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Barat menyebutkan bahwa pada tahun

2014 jumlah kasus appendicitis sebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderita diantaranya

menyebabkan kematian. Dari data di RSUD Achmad Mochtar pada tahun 2014 angka

kejadian appendiksitis sebanyak 493 pasien dengan rincian 221 pria dan 272 wanita, dan pada

tahun 2015 angka kejadian appendiksitis sebanyak 521 pasien dengan perincian 204 pria dan

317 wanita dan 2 tahun berturutturut ada 7 pasien yang meninggal dunia.

2. Etiologi dan Patofisiologi

Appendisitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa

faktor yang menyebabkan appendisitis yaitu sumbatan lumen appendiks yang dianggap

sebagai pencetus selain hiperplasia jaringan limfe,fekalit,tumor apendiks dan dapat

disebabkan oleh cacing askaris yang dapat menimbulkan sumbatan. Selain faktor diatas juga

ada faktor lain yang menjadi penyebab dari appendisitis yaitu erosi mukosa appendiks karena

adanya parasit seperti E.histolitica. Appendik juga dapat disebabkan karena kebiasaan makan

makanan yang rendah serat sehingga dapat menimbulkan konstipasi sehingga dapat

memepengaruhi terhadap timbulnya appendicitis. Peningkatan kongesti dan penurunan

perfusi pada dinding apendik akan mengakibatkan terjadinya nekrosis dan inflamasi pada

appendiks.Sehingga pada keadaan tersebut akan menimbulkan nyeri pada area periumbilikal.

Adanya proses inflamasi yang berkelanjutan maka terjadi pembentukan eksudat pada

permukaan serosa appendiks. Pada saat eksudat berhubungan dengan pariental peritoneum,

maka intesitas nyeri yang khas akan terjadi.Peningkatan obstruksi yang terjadi maka bakteri

akan berpoliferasi sehingga meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada

dinding apendik yang disebut sebagai appendiks mukosa. Perforasi dengan cairan inflamasi

dan bakteri yang masuk pada rongga perut akan mengakibatkan peritonitis atau inflamasi

pada permukaan peritoneum.Perforasi appendik dengan adanya abses akan menimbulkan

(6)

3. Komplikasi

Menurut Deden & Tutik (2010) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan

apendisitis yaitu :

a) Perforasi appendiks Tanda – tanda perforasi yaitu meningkatnya nyeri,meningkatnya

spasme dinding perut kanan bawah, ileus,demam,malaise, dan leukositisis.

b) Peritonitis Abses Bila terbentuk abses appendik maka akan teraba massa pada kuadran

kanan bawah yang cenderung menggelembung pada rektum atau vagina. jika terjadi

perintonitis umum tidakan spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal

perforasi tersebut.

Menurut Lippicott williams & wilkins (2011) manifestasi klinis yang muncul pada

pasien apendisitis yaitu :

a) Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat,

anoreksia, mual muntah.

b) Nyeri setempat pada perut bagian kanan bawah. c) Regiditas abdominal seperti papan.

d) Respirasi retraktif.

e) Rasa perih yang semakin menjadi. f) Spasma abdominal semakin parah.

g) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal ).

h) Gejala yang minimal dan samar rasa perih yang ringan pada pasien lanjut usia

5. Penatalaksanaan Medis

Appendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat appendik yang dilakukan

untuk meurunkan tingkat resiko terjadinya perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan secara

terbuka atau laparoskopi. Appendiktomi terbuka dillakukan insisi McBurnney yang biasanya

(7)

diberikan antibiotik, kecuali pada appendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah yang

diberikan antibiotik dapat menimbulkan abses atau perforasi. Terapi Farmakologis preoperatif

antibiotik untuk menurunkan resiko infeksi pascabedah.

6. Terapi Pasca-Bedah

Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan

nyeri pascaoperasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan

dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri

(Smeltzer and Bare, 2001). Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika

terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry,

2005). Pada jurnal ini dijelaskan bahwa sensasi nyeri hebat yang dirasakan pasien selain

dapat dikurangi dengan pemberian obat analgesic, bisa juga dibantu dengan melakukan

teknik relaksasi genggam jari (finger hold).

Menggenggam jari sambil mengatur napas (relaksasi) dilakukan selama kurang lebih 3-5

menit dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan

menghangatkan titik keluar dan masuknya energy meridian (energy channel) yang terletak

pada jari tangan kita. Titik-titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara

refleks (spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan gelombang

listrik menuju otak yang akan diterima dan diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju

saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi

menjadi lancar (Puwahang, 2011 ; Andika 2006).

Prosedur untuk melakukan teknik relaksasi genggam jari yaitu :

a) Relaksasi dimulai dengan menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut b) Genggam hingga nadi pasien terasa berdenyut

(8)

d) Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan napas secara teratur dan

kemudian seterusnya

e) Satu persatu beralih kejari selanjutnya dengan rentang waktu yang sama f) Setelah kurang lebih 15-25 menit, alihkan tindakan untuk tangan yang lain

g) Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi genggam jari 3 kali dalam sehari.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata sebelum dilakukan teknik relaksasi genggam jari

adalah 4,80 dan hasil rata-rata sesudah dilakukan teknik relaksasi genggam jari adalah 3,87.

Hasil menunjukkan ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik

relaksasi genggam jari pada pasien post appendiktomi.

Responden pada jurnal ini adalah pasien appendicitis dengan post appendectomy.

Sedangkan fenomena di ruang kemuning 2 RS Dr.Hasan Sadikin Bandung adalah pasien

dengan peritonitis difuse post operasi appendectomi. Pada fenomena diatas memiliki

kesamaan tindakan medis yaitu post operasi appendectomy, perbedaan hanya terletak pada

tingkat keparahan dimana pada jurnal pasien belum mengalami perforasi, sedangkan pada

fenomena diruangan pasien sudah mengalami peritonitis difuse. Sehingga teknik ini dapat

diberikan kepada pasien anak dengan post operasi eppendectomi..

Pencarian jurnal ini menggunakan kata kunci Appendiktomi, Intensitas Nyeri, Teknik

(9)

BAB III

PEMBAHASAN

Sensasi nyeri yang dirasakan pasien pasca operasi appendectomy menjadi berkurang

setelah diberikan teknik relaksasi genggam jari. Hal ini dikarenakan Menurut, terapi genggam

jari dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi

pada nyeri (Potter & Perry, 2005). Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam dapat

mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan

menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energy pada meridian yang terletak pada

meridian yang terletak pada jari tangan kita. Sehinggan intensitas nyeri akan berubah atau

mengalami modlasi akibat stimulasi relaksasi genggam jari yang lebih dahulu dan lebih

banyak mencapai otak. Relaksasi juga dapat menurunkan kadar hormone stress cortisol,

menurunkan sumber-sumber depresi sehingga nyeri dapat terkontrol dan fungsi tubuh

semakin membaik.

Teknik relaksasi genggam jari dipilih karena praktis dan efektif juga dapat dilakukan

sendiri setiap saat dengan atau tanpa bantuan orang lain.

Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan oleh perawat di ruangan untuk

membantu menurunkan tingkat sensasi nyeri pada pasien post appendectomi, karena

intervensi ini mudah dilakukan dan memiliki efek yang positif serta tidak ada efek samping.

Perawat sebagai care giver sudah semestinya memberikan asuhan keperawatan yang

(10)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Dari hasil penelitian pada jurnal ini diketahui pelaksanaan teknik relaksasi genggam jari berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi appendektomi.

2. Saran

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Andika M, Mustafa, R. 2016. Pengaruh Teknik Relaksasi Genggan Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Paisen Post Operasi Apendiktomy di RS DR. Reksodiwiryo. STIKes Mercubakti jaya : Padang.

Baradero, M, Dayrit, M, & Siswandi, Y, 2008. Prinsip dan praktik Keperawatan perioperative. EGC: Jakarta.

Dermawan deden & Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernnaan. Yogyakarta : Gosyen publising.

Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011.Buku Ajar Patofisiologi. EGC: Jakarta.

N. Sulung & S. D. Rani. 2017. Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Appendiktomi. Keperawatan Stikes Fort De Kock Bukittinggi. Jurnal

Endurance 2(3) October 2017 (397-405). DOI:

http://doi.org/10.22216/jen.v2i3.2404

Pinandita, I, Purwanti, E, & Utoyo, B (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi, Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong. (“Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012,” 2012).

Potter & Perry, 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Volume 2, Edisi 4. EGC: Jakarta.

Sjamsuhidayat,R & Wim,de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat, R, & Jong, W 2005.Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Smeltzer, S & Bare, B 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1, Edisi 8 p. 233, Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Suratun & Lusianah, 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta.

William, Lippicott & Wilkins. 2011. Nurs ing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : Indeks Permata Puri Media.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk upaya penjualan kamar melalui media promosi di loji hotel solo, Kendala yang terjadi didalam lingkup hotel. Solusi mengatasi

Hal ini dapat disimpulkan bahwa kualitas laba dapat diterangkan oleh faktor asimetri informasi, beban pajak tangguhan , dan good corporate governance yang diproksikan

Kami mohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan jawaban dengan sungguh-sungguh ( benar dan jujur ), sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.. Kesediaan tersebut

Proses yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut. sebagai saponifikasi (Girgis,

Shock merupakan komponen yang digunakan untuk meredam getaran dan goncangan yang berlebih pada jetski ketika kendaraan ini berjalan di darat.Jenis shock yang

dilakukan dengan bentang bervariasi pada struktur Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa yang merupakan struktur jembatan pile slab yang berada di atas air laut..

Fermentasi ekstrak kulit nanas dengan menggunakan bakteri Zymomonas Mobilis dengan variasi pemekatan medium menghasilkan konsentrasi bioethanol tertinggi pada variasi

Selain adanya perintah dan anjuran untuk memelihara anak yatim dan hartanya dengan baik, Alquran juga menjelaskan mengenai larangan memakan harta anak yang berada