• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi Aturan dalam Usaha Membatasi Pe (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Regulasi Aturan dalam Usaha Membatasi Pe (1)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of International Politics Pebriyana Arifin

Regulasi Aturan dalam Usaha Membatasi Perilaku Tentara Bayaran Private Security Company (PSC)

Perdebatan mengenai definisi dan status tentara bayaran (mercenary) bukanlah sebuah hal baru.

Perilaku tentara bayaran yang tidak terikat oleh hukum nasional maupun internasional membuat

mereka bisa melakukan tindakan semena-mena dalam menjalankan fungsinya di lapangan/ area

peperangan. Banyak negara yang menginginkan adanya hukum untuk mengikat tindakan dari

tentara bayaran serta tidak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari tentara resmi negara

(Fallah, 2006: 599). Adanya perdebatan mengenai hokum legal yang harus ditetapkan oleh dunia

internasional muncul karena banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh tentara bayaran seperti

tragedi Nisour Square yang dilakukan oleh Blackwater di tahun 2007. Sebelum menganalisis

lebih jauh tentang dilema regulasi hukum internasional terhadap keberadaan perusahaan tentara

bayaran paska tragedi Nisour Square, penulis akan terlebih dahulu mengulas tentang hukum

intenasional terkait perang, apa itu tentara bayaran dan aturan yang mengikat keberadaan mereka

selama ini.

Hukum Humaniter Internasional: Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan 1977 dan

Konvensi Haag 1989 dan 1907 masih menjadi instrumen legal yang paling efektif sebagai

pelindung korban-korban dari konflik bersenjata. Hukum-hukum tersebut juga menjadi pembatas

tindakan dan penggunaan metode oleh tentara di medan perang (Abrisketa, 2007: 1). Hanya saja

kondisi konflik yang dinamis dan selalu berevolusi juga mengharuskan adanya evolusi

hukum-hukum yang berlaku sehingga hokum yang mengikat tidak dinilai usang dan bisa diterapkan

dalam keadaan konflik nasional maupun internasional yang telah berevolusi. Munculnya aktor

baru seperti Private Military Company/Private Security Company/Contractor (PMC/PSC) seiring

dengan berubahnya tatanan konflik kemudian membuat hukum humaniter yang berlaku selama

ini menjadi usang (Abrisketa, 2007: 1). PSC memfasilitasi keberadaan tentara bayaran yang

nantinya dapat menjadi penunjang jumlah personel yang diturunkan di medan konflik selain

tentara legal milik negara. Keberadaan PSC di abad kedua puluh satu merupakan sebuah solusi

dalam permasalahan terkait konflik bersenjata kontemporer (Abrisketa, 2007: 2). Namun PSC

tidak terikat oleh negara sehingga tindakan yang dilakukan oleh PSC sepenuhnya hanya terikat

(2)

Journal of International Politics Pebriyana Arifin

dalam PSC bekerja tidak seperti tentara legal yang didasari oleh undang-undang serta memiliki

justifikasi moral. Tentara bayaran bekerja jika disewa, dengan kata lain mereka bekerja untuk

uang. Selain itu tentara bayaran bersifat independen dan tidak memiliki tanggung jawab terhadap

Negara sehingga mereka tidak bias dihukum dengan hokum nasional maupun internasional jika

melakukan penyalahgunaan metode di medan konflik (Wicaksana, 2015). Salah satu PSC

terbesar dan kontroversial adalah Blackwater bentukan Erik Prince mantan NAVY SEAL

Amerika Serikat yang dikontrak oleh Pemerintah AS salah satunya dalam misi Invasi ke Irak.

Aksi-aksi Blackwater paska 9/11 di Irak dimulai dengan adanya kontrak dengan pemerintah AS.

Kontrak antara kedua belah pihak dimulai pada bulan Juni 2004 dengan jangka waktu satu

tahun—yang berlanjut hingga tahun 2009—dan telah menghabiskan kurang lebih $99 juta Dolar

Amerika untuk jasa PSC di Irak (CBO Paper, 2008). Pada tanggal 16 September 2007, tentara

bayaran Blackwater melakukan penembakan terhadap 17 warga sipil di Nisour Square, Baghdad.

Tragedi tersebut dinyatakan sebagai salah satu tindakan Blackwater yang paling parah meskipun

fakta mengatakan bahwa tindakan keji Blackwater sebenarnya telah tercatat sejak tahun 2005—

yakni sebanyak 323 kejadian bersenjata yang dilakukan oleh Blackwater di Irak, dengan rata-rata

dua insiden penembakan per minggu (Fitzsimmons, t.t.: 1). Detail tindakan kriminal Blackwater

selama menjalankan operasi di Irak diwujudkan dalam dua table di bawah ini:

(3)

Journal of International Politics Pebriyana Arifin

Perilaku Blackwater terkait erat dengan prioritas PSC untuk lebih mengutamakan keamanan dan

perlindungan terhadap diri mereka sendiri serta klien yang menyewa mereka. Sehingga dalam

melakukan operasi, PSC seperti Blackwater cenderung mengabaikan factor lain seperti perlakuan

terhadap lingkungan medan konflik, warga sipil, tentara militer Irak, anggota PSC lain, bahkan

tentara Amerika Serikat yang notabene pemerintahnya adalah si penyewa Blackwater

(Fitzsimmons, t.t.: 18). Ketidakterikatan Blackwater terhadap hokum membuat mereka bebas

melakukan apapun apabila keadaan medan konflik membahayakan diri mereka—termasuk

menggunakan senjata. Artikel 47 Protokol I 1997 menjelaskan bahwa tidak ada batasan jelas

tentang perilaku tentara bayaran di medan konflik dalam rekruitmen tentara bayaran yang hanya

menjadi justifikasi bahwa PSC dibolehkan terlibat (Abrisketa, 2007: 5). Pada tahun 1989,

Konvensi Internasional Melawan Rekruitmen, Pemakaian, Pendanaan, dan Pelatihan Tentara

Bayaran diterima oleh PBB dan diratifikasi oleh dua puluh negara1 yang notabene adalah

Negara-negara dengan kekuatan ala kadarnya (Abrisketa, 2007: 6). Hal tersebut bukan tanpa

alasan karena umumnya PSC banyak tersebar dan didukung oleh negara-negara dengan kekuatan

yang besar seperti Amerika Serikat yang membutuhkan jasa PSC.

Regulasi perilaku PSC dianggap perlu menyentuh level intrastate sebagai basis regulasi yang

tidak memerlukan persetujuan dari dunia internasional. Namun terdapat tiga masalah

fundamental yang muncul dari pendekatan ini: yang pertama adalah cara PSC dibentuk. PSC

merupakan bisnis yang tidak terikat negara sehingga mereka bias berpindah lokasi untuk

menghindari adanya aturan legal negara; permasalahan kedua terkait aturan negara terhadap PSC

yang kemudian juga harus diimplementasikan di luar batas negara. PSC yang tidak dan tidak

mau terikat oleh aturan negara tentu akan sulit diatur perilakunya ketika sedang beroperasi di

luar batas negara; Permasalahan terakhir terkait lemahnya aturan domestik yang datang dari

lemahnya aturan atau hukum internasional (Abrisketa, 2007: 9&10). Seperti yang diketahui

bahwa jika menyinggung hukum internasional, maka aktor yang diperlukan untuk melakukan

pengaturan sudah harus spesifik dan sampai saat ini memang belum ada baik aturan tegas

maupun aktor yang akan bertanggung jawab. Jika melihat dari fungsi PSC, sebenarnya mereka

1Azerbaijan, Barbados, Belarus, Cameroon, Costa Rica, Croatia, Cuba, Cyprus, Georgia,

Guinea, Italia, Liberia, Libya, Maldives, Mali, Mauritania, Moldavia, New Zealand, Peru, Qatar, Saudi Arabia, Senegal, Seychelles, Suriname, Togo, Turkmenistan, Ukraine, Uruguay and

(4)

Journal of International Politics Pebriyana Arifin

dapat dikategorikan menjadi agen milik negara. Singer menyebut PSC sebagai “quasi-state

actors” dalam skenario internasional yang berarti hukum internasional bisa berlaku untuk menjadi pengawas tanggung jawab negara. Komunitas internasional melihat perlunya kooperasi

antara pihak sipil di medan konflik dan aktor militer yang beroperasi. Sedangkan penulis

berpendapat bahwa negara penyewa lah yang seharusnya mencantumkan aturan-aturan sebelum

bekerjasama dengan PSC seperti Blackwater untuk setidaknya membatasi perilaku mereka di

medan konflik sehingga kejadian seperti tragedi Nisour Square dan insiden yang melibatkan

warga sipil tidak terulang lagi. Regulasi aturan internasional harusnya dibentuk setelah ada aktor

internasional khusus yang menjadi pengawas perilaku PSC sehingga hukuman terhadap PSC

yang melanggar kontrak bisa dihukum secara tegas dan adil.

Referensi:

Abrisketa, Joana. 2007. Blackwater: Mercenaries and International Law. University of Deusto,

pp: 1-13.

CBO Paper. 2008. Congress of the United States Congressional Budget Office, “Contractors’

Support of U.S. Operations in Iraq,” hal 16.

Fallah, Katherine. 2006. Corporate Actors: the Legal Status of Mercenaries in Armed Conflict.

International Review of the Red Cross Vol. 88 Number 863, pp: 599-611.

Fitzsimmons, Scott. T.t. Wheeled Warriors: Explaining Blackwater’s Unparalleled Record of

Violence in Iraq. University of British Columbia, pp: 1-46.

Wicaksana, Wahyu. 2015. Perkuliahan Masalah-masalah Non-Organisasional Lintas Batas:

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur Kehadirat Tuh an Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dap at menyelesaikan skripsi yang berjudul

Jadi dapat disimpulkan bahwa burnout pada perawat kesehatan Rumah Sakit Jiwa adalah suatu fenomena yang dialami individu dalam kondisi internal negatif yang disertai dengan

Berbagai metode pengolahan limbah cair untuk mengeliminasi kandungan anion maupun kation logam berat yang terdapat di dalam limbah cair sangat beragam.. Metode tersebut antara

Aktiviti pergerakan merupakan aktiviti yang memerlukan kerjasama, menjalin rassa saling mempercayai dan memikul tanggungjawab menhadapi cabaran-cabaran yang di

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan tingkat efektivitas antara pemberian terapi musik dengan terapi pembacaan Al-Qur’an terhadap penurunan tingkat kecemasan

Selain itu, menurut Zimmerman (2008) bahwa Self Regulatead Learning sangat mempengaruhi pencapaian prestasi siswa dengan kata lain jika siswa dapat terus

Kegiatan dilanjutkan dengan guru meminta siswa siswa memerhatikan panjang benda-benda terdekat , dan mengurutkan benda mulai dari yang paling pendek ke benda

Instrumen yang digunakan dalam penilitian ini adalah kuisioner berbasis daftar pertanyaan yang akan disebar terkait partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap