• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Manusia dan Filsafat Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hakikat Manusia dan Filsafat Pendidikan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Hakikat Manusia dan Filsafat Pendidikan

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Semester Genap Dengan Dosen Pengampu Dr. Edi Suresman, M. Ag

Oleh:

Didin Komarudin (1105010)

M. Ishak (1103906)

Siswo Yudhanto Pradana (1100995)

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillāh, segala puji bagi Allāh yang telah memberikan kami segala nikmat, yaitu nikmat iman dan islam, khususnya nikmat kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Semoga alawat serta salām tercurah limpahkan kepada panutanṣ alam, Nabi Muhammad alla allāh alaihi wasallam yang telah menunjukkanṣ kepada kita ke jalan menuju zaman yang terang benderang penuh dengan cahaya-Nya.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung kami secara materil dan imateril, dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu, Dr. Edi Suresman M. Ag, dan rekan-rekan satu prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam kami yang telah memberikan dukungan berupa motivasi dan do’a sehingga makalah ini bisa terealisasi untuk kepentingan pengetahuan.

Namun sebagai manusia yang tak pernah luput dari kekurangan dan kesalahan, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, terdapat kekurangan dan kesalahan baik dalam segi sistematika penulisan maupun diksi yang digunakan. Oleh karena hal itu, kami menerima saran dan kritik dari pembaca sekalian untuk melengkapi kekurangan dan kesalahan itu, sehingga ke depannya kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Hormat kami,

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

(3)

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN...3

A. Latar Belakang...3

B. Rumusan Masalah...4

C. Tujuan Penulisan...4

BAB II HAKIKAT MANUSIA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN...5

A. Pengertian Hakikat Manusia...5

B. Pengertian filsafat pendidikan...9

C. Ruang lingkup dalam filsafat pendidikan...10

D. Peran Filsafat Pendidikan...11

E. Latar belakang munculnya filsafat pendidikan...12

F. Aliran filsafat pendidikan moderen ditinjau dari ontologi, epistemologi dan aksiologi...13

G. Hubungan antara filsafat, manusia, dan pendidikan...16

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...20

A. Kesimpulan...20

B. Saran...20

DAFTAR PUSTAKA...20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

(4)

yang filosofis karena setiap manusia akan selalu berpikir tentang dirinya sendiri. Pemikiran filosofis dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh dan mendasar. Jawaban seperti itu juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk apa hakikat manusia dan bagaimana kedudukannya dalam realitas dirinya, alam semesta dan hubungan dengan penciptanya beserta semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

Namun, untuk mencari hakikat manusia dan pendidikan secara komprehensif adalah suatu hal yang sangat sulit. Hal ini tidak saja karena keunikan karakternya, tetapi juga karena sangat terbatasnya data dan kemampuan manusia untuk mengenal dirinya. Alexis Carrel [CITATION Muh11 \p 43 \l 1057 ] menyebutkan bahwa sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian besar untuk mengetahui tentang dirinya, namun manusia itu hanya mampu mengetahui sekelumit saja dari dirinya. Kendati pun telah banyak temuan-temuan dan hasil penelitian dari para filsuf, ilmuwan, sastrawan, bahkan para ahli di bidang keruhanian, namun mereka belum berhasil mengetahui manusia secara utuh, sehingga persoalan-persoalan yang mereka ajukan sampai saat ini pun masih tetap tanpa jawaban yang pasti.

Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa selain sebagai subjek pendidikan manusia juga merupakan objek pendidikan itu sendiri [CITATION Jal10 \p 132 \l 1033 ].

Berdasarkan pada pemikiran di atas, kami menyusun makalah tentang hakikat manusia dan filsafat pendidikan. Semoga dapat menambah khazanah pengetahuan bagi para pembaca umumnya dan bagi penyusun khususnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, kami menyusunnya ke dalam beberapa rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu:

(5)

2. Apa yang dimaksud pengertian filsafat pendidikan?

3. Apa saja yang menjadi ruang lingkup dalam filsafat pendidikan? 4. Bagaimana peran filsafat pendidikan?

5. Apa yang melatar belakangi munculnya filsafat pendidikan?

6. Bagaimana pendapat aliran filsafat pendidikan moderen ditinjau dari ontologi, epistemologi dan aksiologi?

7. Bagaimana hubungan antara filsafat, manusia, dan pendidikan?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami pengertian hakikat manusia. 2. Mengetahui dan memahami pengertian filsafat pendidikan.

3. Mengetahui dan memahami ruang lingkup dalam filsafat pendidikan. 4. Mengetahui dan memahami peran filsafat pendidikan.

5. Mengetahui dan memahami latar belakang munculnya filsafat pendidikan. 6. Mengetahui dan memahami pendapat aliran filsafat pendidikan moderen

ditinjau dari ontologi, epistemologi dan aksiologi.

7. Mengetahui dan memahami hubungan antara filsafat, manusia, dan pendidikan.

BAB II HAKIKAT MANUSIA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN A. Pengertian Hakikat Manusia

Manusia merupakan sebuah subjek dan objek dalam setiap pemikiran filosofis. Sudah berabad-abad lamanya manusia berusaha memecahkan masalah yang senantiasa hadir menyelimuti dirinya dan berusaha mengungkap kebenaran-kebenaran tentang dirinya. Pada akhirnya, usaha manusia itu membuat manusia bertanya tentang apa itu hakikat manusia?

(6)

“Hakikat adalah berupa apa yang membuat sesuatu terwujud. Dengan kata lain dapat dirumuskan, hakikat adalah unsur utama yang mewujudkan sesuatu. Hakikat mengacu kepada faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut wajib ada dan merupakan suatu kemestian. Hakekat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah-rubah. Tanpa faktor utama tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan karena hakekat merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensinya itu tidak dapat dipungkiri atau dinafikan. Keberadaannya (eksistensinya) itu di setiap tempat dan waktu tidak berubah. Dengan kata lain hakikat itu adalah pokok atau inti dari yang ada. Tidak akan pernah ada sebuah atribut jika tidak ada hakikat.

Adapun pengertian untuk istilah kedua, manusia menurut etimologi Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang. Selain itu, manusia juga secara bahasa berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain) [ CITATION Kam13 \l 1033 ]. Sedangkan menurut terminologi [ CITATION Kam13 \l 1033 ], manusia adalah

 Nicolaus D. & A. Sudiarja

Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.

 Abineno J. I

Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana”.

 Upanisads

Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan fisik.

 I Wayan Watra

Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa.

 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany

Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.

 Erbe Sentanu

Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain.

(7)

Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hakikat manusia adalah unsur utama yang mewujudkan sesuatu, terdiri dari ruh dan jasad atau dikenal pula dengan istilah jasmani dan rohani.

Persoalan mengenai hakikat manusia dapat diketahui dan dipahami melalui pemikiran filosofis yang telah diungkapkan oleh para filosof baik di dunia barat (diwakili oleh orang-orang Eropa) maupun di dunia timur (diwakili oleh para filsuf Muslim). Adapun pemikiran dari beberapa para filosof itu, yaitu:

1. Plato

Plato berpendapat bahwa manusia itu sebagai suatu pribadi yang tidak terbatas pada saat bersatunya jiwa dengan raga. Jiwa dan raga bukan diciptakan secara bersamaan. Jiwa telah ada jauh sebelum ia muncul di dunia, sedangkan raga manusia diciptakan setelahnya merupakan instrumen bagi penyempurnaan jiwa di dunia [CITATION Muh11 \p 44 \l 1033 ].

2. Aristoteles

Aristoteles berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk organis yang fungsionalisasinya tergantung pada jiwa[ CITATION Muh11 \l 1033 ]. 3. Rene Descartes maupun di segi fungsinya, yakni jiwa dan raga[ CITATION Muh11 \l 1033 ].

(8)

Al Isfahani berpendapat bahwa manusia tersusun oleh unsur bahimah di satu sisi dan malakiyan di sisi lainnya; yang pertama merupakan unsur syahwat badani yang terlihat aktivitas-aktivitas seperti makan,minum, nikah, dan bentuk-bentuk kelezatan badan lainnya. Sedangkan yang kedua adalah potensi ruhaniah seperti hikmah `adala, juud, hilm, `ilm, naatiq dan fahm[ CITATION Muh11 \l 1033 ].

Dilihat dari beberapa pernyataan yang telah diungkapkan para filosofis di atas, Nampak memeliki kesamaan, yaitu bahwa jiwa merupakan hakikat manusia yang sesungguhnya dan raga merupakan instrumen bagi pengembangan jiwa manusia.

Selain itu, hakikat manusia secara sederhana juga dapat dipelajari dari beberapa aliran filsafat berikut:

1. Aliran Materialisme

Aliran ini berpendapat bahwa manusia itu terdiri dari jasmani atau raga saja. Sebab hanya jasmani atau raga saja yang merupakan sesuatu yang nyata dan benar, serta bersifat objektif. Tokohnya adalah Ludwig Feuerbach (1804-1872). Menurut Feuerbach [CITATION Sur09 \p 128 \l 1033 ] di balik manusia tidak ada ‘makhluk’ lain yang disebut jiwa. Sama seperti tidak adanya Tuhan dibalik alam ini. Selanjutnya ia berpendapat bahwa manusia itu dinamis, jiwa itu adalah gejala sampingan sebagai kesan subjektif yang timbul karena secara pribadi menghayati eksistensi kita sendiri.

2. Aliran Spritualisme

Aliran ini berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah jiwa. Tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM). Plato [ CITATION Sur09 \l 1033 ] berpendapat bahwa jiwa lebih agung dari badan, jiwa telah ada di ‘alam atas’ sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam hidup duniawi, lalu terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana.

3. Aliran Dualisme

(9)

dibedakan atas pararelisme dan monism. Dalam Pararelisme antara jiwa dan raga terdapat kesejajaran (pararel), keduanya sederajat. Ada pun dalam monisme antara jiwa dan raga telah terjadi perpaduan sehingga manunggal.

4. Aliran Eksistensialisme

Aliran ini berpendapat bahwa hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Dalam aliran ini, Jalaluddin dan Abdullah [CITATION Jal10 \p 130 \n \l 1033 ] berpendapat manusia dipandang tidak dari sudut materialisme, atau sudut spritualisme maupun dualism, tetapi dari eksistensi manusia di dunia ini.

Berdasarkan

D. Pengertian filsafat pendidikan 1. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. Philosophia terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. Jadi, filsafat adalah cinta pengetahuan atau dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.

Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus [CITATION Jal101 \p 15-16 \l 1057 ] mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut :

 Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.

 Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.

 Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.  Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti

(10)

 Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.

Selanjutnya, menurut Harun Nasution [CITATION Jal101 \p 16 \l 1057 ] filsafat ialah berpikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. Berpikir seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri [CITATION Jal101 \p 16 \l 1057 ] adalah sebagai karakteristik dan berpikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam. Begitu pun berpikir secara spekulatif, termasuk dalam rangkaian berpikir filsafat. Maksud berpikir spekulatif di sini adalah berpikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk mencari hakikat sesuatu.

2. Pengertian Filsafat Pendidikan

Menurut Al-Syaibani [CITATION Jal101 \p 19 \l 1057 ], filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini filsafat, filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Sedangkan menurut John Dewey [CITATION Jal101 \p 20 \l 1057 ], filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia.

(11)

pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terjadi ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap.

E. Ruang lingkup dalam filsafat pendidikan

Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yanb komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun non material (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas. Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi :

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education);

2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjeka dan objek pendidikan (the nature of man);

3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;

4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan;

5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan);

6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.

(12)

pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

F. Peran Filsafat Pendidikan

Secara praktis, filsafat pendidikan memiliki fungsi peranan yang sekurang-kurangnya dibedakan ke dalam empat hal utama. Keempat hal tersebut antara lain adalah menginspirasikan, menganalisis, mendeskriptifkan dan menginvestigasi.

Pertama, filsafat pendidikan menjadi ruang inspirasi, khususnya bagi para pendidik dalam melaksanakan ide-ide tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat pendidikan, filsuf menjelaskan idenya mengenai pendidikan tersebut, ke mana diarahkan, siapa saja yang patut menerima pendidikan, bagaimana cara mendidik, serta apa peran pendidik. Sudah tentu, ide ini didasari oleh asumsi-asumsi tertentu tentang anak manusia, masyarakat atau lingkungan, dan negara.

Kedua, peran analitis. Dalam peran ini, filsafat pendidikan berarti memeriksa secara teliti bagian-bagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. Hal ini dimaksudkan agar dalam menyusun konsep pendidikan secara utuh tidak terjadi kerancuan (tumpang tindih). Di sini filsafat pendidikan memeriksa bagian-bagian pendidikan secara saksama untuk mengetahui validisi pendidikan secara gamblang. Hal ini dimaksudkan, selain untuk menghindari tumpang tindih serta kesimpang-siuran, juga guna untuk mengarahkan tujuan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan.

Ketiga, filsafat pendidikan memiliki makna preskriptif atau memberi pengarahan kepada pendidik dalam soal apa dan mengapa pendidikan itu. hal yang dijelaskan dapat berupa hakikat manusia jika dibandingkan dengan makhluk lain atau aspek-aspek peserta didik yang memungkinkan untuk dikembangkan. Proses perkembangan tersebut tergantung pada batas bantuan yang diberikan, batas keterlibatan pendidik, arah pendidikan, target pendidikan, perbedaan arah pendidikan dan bakat serta minat anak.

(13)

yang dipraktikkan tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan, sedankan posisi filsafat hanya sebagai latar pengetahuan saja.

G. Latar belakang munculnya filsafat pendidikan

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah-masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Namun karena banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat, maka lahirlah cabang ilmu pengetahuan lain yang membantu menjawab segala macam permasalahan yang timbul.

Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyata memiliki objek dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan mengurus dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memerhatikan hubungan dengan bidang lainnya. Akibatnya, terjadilah pemisahan antara berbagai macam bidang ilmu, hingga ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan masyarakat dan umat manusia dengan segala macam problematikanya.

Di antara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey [CITATION Jal101 \p 42 \l 1057 ], filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan.

(14)

H. Aliran filsafat pendidikan moderen ditinjau dari ontologi, epistemologi dan aksiologi

Dalam filsafat pendidikan modern dikenal beberapa aliran, antara lain progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksionisme

1. Aliran Progresivisme

Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan inteligensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadian.

Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, meliputi : ilmu hayat, bahwa manusia mengetahui semua masalah kehidupan; antropologi, bahwa manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru; psikologi, bahwa manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, pengalaman, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengatur alam.

Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges Santayana.

2. Aliran Esensialisme

Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang di dasarkan nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-cirinya yang berbeda dengan progresivisme. Dasar pijakan aliran pendidikan ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

(15)

sebagai pangkal tmbulnya pandangan-pandangan esensialisme awal. Sedangkan puncak dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke-19. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, namun tidak melebur menjadi satu dan tidak melepaskan karakteristiknya masing-masing.

3. Aliran Perenialisme

Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memerikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Dari pendapat ini, diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.

Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles, kemudian di dukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas yang menjadi pembaru utama di abad ke-13. Aristoteles dan Thomas Aquinas meletakkan dasar bagi filsafat ini, hingga pada pokoknya ajaran filsafat ini tidak berubah semenjak abad pertengahan.

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Ini bukanlah berarti nostalgia, melainkan karena kepercayaan-kepercayaan masa lalu itu berguna bagi abad sekarang. Oleh karena itu, asas-asas filsafat perenialisme bersumber dari dua filsafat kebudayaan, yaitu perenialisme-teologis dan perenialisme-sekular yang berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.

4. Aliran rekonstruksionisme

(16)

perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok tertinggi dalam kehidupan umat manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut, diperlukan kerja sama antara umat manusia.

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang di atur dan di perintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan), dan masyarakat bersangkutan.

I. Hubungan antara filsafat, manusia, dan pendidikan

(17)

dapat terarah, selain dapat mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Melalui proses ini, manusia menugaskan pikirannya untuk bekerja sesuai dengan aturan-aturan dan hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang berasal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau dari luar dirinya.

Untuk mengembangkan mutu pendidikan, ada lima jalur yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Landasan filsafat untuk menjadi dasar dalam menyusun paradigma bagi pengembangan ilmu pendidikan. Filsafat yang akan dijadikan dasar pengembangan tersebut haruslah filsafat pendidikan.

2. Paradigma bagi penyusunan metodologi pengembangan ilmu pendidikan. Paradigma yang di maksud ialah kerangka pikiran yang dapat menentukan kita dalam menyusun metodologi pengembangan ilmu pendidikan.

Paradigma inilah yang kelak akan diperkirakan mampu menentukan kita dalam menyusun metodologi pengembangan ilmu pendidikan.

3. Modal-modal penelitian untuk digunakan dalam penelitian pendidikan.

4. Metodologi pembagian ilmu pendidikan tersebut. Metodologi ini berupa metode pengembangan teori pendidikan yang diperkirakan dapat

mengembangkan teori-teori ilmu pendidikan kita.

5. Organisasi yang berskala nasional. Organisasi itulah yang diharapkan merencanakan, memonitor dan merancang hasil-hasil penelitian untuk disusun secara sistematik dalam batang tubuh ilmu pendidikan. Organisasi itu diharapkan dapat memberikan jalannya dalam upaya mencari biaya bagi penelitian yang dimaksud.

(18)

pendidikan, (2) pendidik dan peserta didik, (3) kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.

1. Dasar dan tujuan

Dasar pendidikan merupakan suatu asas untuk mengembangkan bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, karena pendidikan merupakan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Di samping itu, asas tersebut juga bisa berfungsi sebagai sumber peraturan yang akan digunakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan. Selain itu, pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Karena tujuan merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan pendidikan, maka tujuan pendidikan tidak saja akan memberikan arahan ke mana pendidikan harus ditujukan, tetapi juga memberikan ketentuan yang pasti dalam memilih materi, metode, alat, evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan. Secara umum, tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah tingkat

kedewasaan. Artinya, membawa anak didik agar dapat mandiri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Tujuan pendidikan terbagi ke dalam empat macam berdasarkan tingkatan dan luasnya, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan instruksional dan tujuan kurikuler. 2. Pendidik dan peserta didik

(19)

Sama halnya di lingkungan masyarakat, pemimpin dan anggota lain yang berfungsi sebagai pendidik.

3. Kurikulum

Kurikulum merupakan rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya. Sedangkan pokok pikiran penting yang biasa dalam kurikulum adalah tujuan pendidikan, bahan pelajaran, pengalaman dan aspek perencanaan. Kurikulum yang ditetapkan itu harus berorientasi pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Sebagai isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum menyangkut masalah-masalah nilai, ilmu, teori, skill, praktik, pembinaan mental, dan sebagainya. Ini berarti, bahwa kurikulum itu harus mengandung isi pengalaman yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan kata lain, kurikulum harus kaya dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat membina kepribadian.

Kendati pada dasarnya tujuan pendidikan yang pokok itu tetap, namun ini tak berarti bahwa kurikulum itu harus tetap. Kurikulum justru harus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat untuk apa pendidikan itu diselenggarakan. Dengan demikian, kurukulum bersifat progresif, berkembang maju, dinamis. Oleh karena itu, harus ada evaluasi kurikulum.

4. Sistem pendidikan

Sistem pendidikan adalah sistem yang dijadikan tolok ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi mengendalikan, mengatur dan mengarahkan perkembangan masyarakat dalam lapangan pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan perlu memberikan jawaban-jawaban yang tepat sehingga kecendrungan dan sikap berpikir masyarakat tidak terombang-ambing tanpa arah yang jelas. Jadi, sistem pendidikan itu diperlukan untuk menjawab semua persoalan yang ada, khususnya di bidang kependidikan.

(20)

itu timbul dan berkembang dari sumber kultural umat itu sendiri. Sebagai alat, tentunya pendidikan merupakan aplikasi dari kebudayaan yang berposisi tidak netral, melainkan selalu bergantung pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan.

Adapun korelasi antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan adalah

1. Bahwa sistem pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan/atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan makna akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan. Ini meliputi problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik pendidikan, sampai pada seni mendidik (the art of education)

2. Isi moral pendidikan atau tujuan intermediate adalah perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan dan/atau merupakan konsepsi dasar nilai moral pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan

3. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, sistem pendidikan yang meliputi politik kependidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi pengajarannya, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

J. Saran

DAFTAR PUSTAKA

HR, J. (2010, Juni 12). Pengertian-hakikat. Retrieved from Jalius12.wordpress.com:

(21)

Jalaluddin, & Idi, A. (2010). Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Kamelia. (2013, April 27). Pengertian manusia menurut para ahli. Retrieved from kamelia11.wordpress.com:

http://kamelia11.wordpress.com/tag/pengertian-manusia-menurut-para-ahli

Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kebijakan penurunan fraksi pertambahan jumlah penduduk dan dampaknya pada penurunan jumlah limbah yaitu limbah KJA, ternak babi dan sapi, tinja manusia, dan

Jika dipandang perlu, Para Pihak dapat mengundang instansi pemerintahan lain dan instansi non-pe1nerintah untuk melaksanakan Memorandum Saling Pengertian ini sesuai

3.. manusia akan rumah tinggal dan gedung-gedung menjadi latar belakang pada periode ini. karena kerusakan akibat perang tersebut perlu dibangun kembali , maka usaha untuk

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Undang-Undang (statute approach) karena dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

Dengan surat ini kami sampaikan kepada Bapak/Ibu kepala sekolah, bahwa untuk menambah pengetahuan serta wawasan dan juga pengalaman yang berkaitan dengan ilmu

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Ranah keluarga dan ranah agama dipilih oleh peneliti karena peneliti memperhatikan serta mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut.: (1) peralihan bahasa Bali

Dalam hal jumlah dari perjalanan dinas jabatan ternyata melebihi jumlah hari yang ditetapkan dalam SPPD, pejabat yang berwenang dapat mempertimbangkan tambahan uang