PERTUMBUHAN BIBIT RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN PERBEDAAN DOSIS PUPUK PES (Provasoli’s Enrich Seawater) DALAM MEDIA
Oleh:
Valentina Retno Iriani, Asmanik dan Zahria Anis
ABSTRAK
Uji coba pengaruh konsentrasi pupuk PES (Provasoli’s Enrich Seawater) dalam media cair terhadap pertumbuhan bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan telah dilaksanakan. Perlakuannya adalah A. Pupuk PES 15 ml/1 L media; B. Pupuk PES 20 ml/1 L media dan C. Pupuk PES 25 ml/ 1L media. Masing-masing perlakuan dengan 2 kali ulangan. Hasilnya adalah untuk perlakuan A, B dan C secara berturut-turut, pada pertumbuhan mutlak (gr/hari) adalah 0.06 gr/hari, 0,05 gr/hari, 0.04 gr/hari; selisih pertambahan bobot (gr) adalah 4.65 gr, 3.5 gr, 3.05 gr; DGR (%/hari) adalah 4.09 %/hari, 3.74 %/hari, 3.57 %/hari; dan sintasan (%) adalah 100% untuk semua perlakuan. Hasil di atas menunjukkan bahwa beberapa perlakuan konsentrasi pupuk PES dalam media pemeliharaan pada uji coba ini tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan berat, sintasan, laju pertumbuhan harian dan pertumbuhan mutlak bibit rumput laut K. alvarezii.
KATA KUNCI: Kappaphycus alvarezii, Konsentrasi, Pertumbuhan dan PES- Provasoli’s
Enrich Seawater.
I. Pendahuluan
Keberhasilan teknik kultur jaringan pada rumput laut E. cottonii atau K. alvarezii
diharapkan dapat meningkatkan produksi rumput laut tersebut. Kutur jaringan berdasarkan pada prinsip totipotensi (sebuah sel atau jaringan yang diambil dari bagian manapun akan dapat tumbuh menjadi tanaman sempurna kalau diletakkan dalam media yang cocok) (Rahardja, 1989). Dengan teknik kultur jaringan, telah dihasilkan bibit rumput laut (plantlet).
Tahap selanjutnya setelah dihasilkan plantlet adalah kegiatan pembesaran. Pembesaran plantlet dilakukan pada media yang mengandung pupuk. Ada beberapa jenis pupuk yang digunakan pada kegiatan kultur jaringan, antara lain: Conway (Suryati, et al. 2010.; Mulyaningrum, et al. 2012.; Sulistiyani, et al. 2012.), PES (Suryati, et al. 2010.; Chen, 2011.;Yong, et al. 2011.), VS (Yong, et al. 2011.), f/2 (Yong, et al. 2011); Z9 (Chen, 2011.).
(2012) menyatakan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara sangat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dengan kandungan hara yang cukup maka digunakan sebagai unsur pembentuk klorofil. Aktifitas fotosintesis akan menghasilkan sejumlah bahan-bahan dasar seperti glukosa dan bahan lainnya sebagai pembentuk jaringan dan peningkatan biomassa.
Tujuan dari ujicoba ini adalah untuk mengetahui performa bibit rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan yang ditumbuhkan dalam media cair dengan dosis pupuk PES berbeda.
II. Materi dan Metode
Kegiatan ujicoba ini dilaksanakan di Laboratorium kultur jaringan BBPBL Lampung. Plantlet rumput laut diperoleh dari SEAMEO BIOTROP Bogor. Sebelum melakukan kultur plantlet, semua alat dan media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121ºC selama 2 jam. Cara pembuatan pupuk PES akan dijelaskan pada Lampiran 1. Setelah semua alat dan bahan telah selesai dipersiapkan, maka kegiatan kultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet secara aseptis. Plantlet dikultur dalam erlenmeyer volume 1000 ml. Bobot awal rumput laut adalah 0.2 gram. Perlakuan adalah penanaman plantlet pada media cair yang mengandung pupuk PES dengan dosis berbeda. Adapun perlakuannya adalah A. Pupuk PES 15 ml/1 L media; B. Pupuk PES 20 ml/1 L media dan C. Pupuk PES 25 ml/ 1L media. Masing-masing perlakuan dengan 2 kali ulangan.
Setelah selesai kultur, maka hasil kultur tersebut diberi aerasi dan ditempatkan pada rak kultur dengan penyinaran dengan lampu TL (intensitas cahaya 1500 lux). Suhu ruang antara 20 – 25 ºC. Penggantian media setiap satu minggu sekali. Parameter yang diamati adalah berat thalus, sintasan dan penyakit. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi jalur tunggal (Steel dan Torrie, 1989).
III. Hasil dan Pembahasan
Dari hasil analisis terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan mutlak, selisih pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian dan sintasan di antara perlakuan. Hal ini berarti dosis pupuk PES dalam media yang diperlakuan pada ujicoba ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan sintasan bibit rumput laut.
Keterangan: tanda superskrip yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan
AWAL I0 II III IV V VI VII VIII IX X XI
Apabila dikaitkan dengan pendapat Yong, et al. (2011) berarti semakin tinggi konsentrasi pupuk semakin pekat media tersebut dan semakin banyak kandungan garam terlarut didalamnya. Hal ini akan mempengaruhi proses fisiologi rumput laut. Perubahan bentuk sel terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda. Sel yang terletak pada larutan isotonik, maka volumenya akan konstan (sel akan mendapat dan kehilangan air yang sama). Jika sel terdapat pada larutan hipotonik, maka sel akan mendapatkan banyak air, sehingga menyebabkan turgiditas tinggi pada sel tumbuhan. Sebaliknya, jika sel berada pada larutan hipertonik, maka sel banyak kehilangan molekul air, sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan kematian. Dengan penjelasan di atas, apabila rumput laut dikultur pada media dengan dosis pupuk PES berbeda maka akan mempengaruhi kelangsungan proses-proses yang terjadi dalam sel dan akhirnya mempengaruhi pertumbuhan (Zaim, 2012).
Aslan (1998) menyatakan suhu yang optimum untuk pertumbuhan rumput laut antara 20-28ºC. Pemberian aerasi untuk meratakan pupuk dalam media, supaya tidak mengendap. Yong, et al. (1990) menyatakan intensitas, panjang gelombang dan kualitas spektral cahaya, mempengaruhi produktivitas fotosintesis. Eksplan menanggapi intensitas cahaya yang lebih tinggi dengan memproduksi lebih banyak tunas dan kemudian mengarah ke peningkatan biomassa. Intensitas cahaya yang optimal untuk rumput laut Eucheuma rumput pada kisaran 6.000 lux. Kenaikan lebih lanjut dari intensitas cahaya menjadi kerugian bagi pertumbuhan rumput laut, karena disebabkan
photoinhibition.
Media kultur harus mengandung setidaknya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman yang memadai. Sel tumbuhan dapat tumbuh dengan nitrat saja, namun hasilnya lebih baik bila media berisi nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen. Nitrat biasanya pada kisaran 20-25 mM; konsentrasi amonium lebih dari 8 mM dapat merusak pertumbuhan sel spesies tertentu (Anonymus, 2003). Penyakit yang menyerang bibit rumput laut adalah ice-ice. Selain itu thalus diselimuti lumut, hal ini akan mengganggu proses fotosintesis, karena menghalangi thalus untuk mendapat cahaya (Gambar 2,3 dan 4 dapat dilihat pada Lampiran 1).
Kesimpulan adalah beberapa perlakuan dosis pupuk PES dalam media pemeliharaan pada ujicoba ini tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan berat, sintasan, laju pertumbuhan harian dan pertumbuhan mutlak bibit rumput laut K. alvarezii.
Saran untuk peningkatan pertumbuhan bibit rumput laut adalah perlu dilakukan ujicoba mengenai penambahan zat pengatur tumbuh dalam media.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L. M., 1998. Budidaya Rumput Laut. PT. Kanisius.Yogyakarta. 96 Hal.
Anonymus. 2003. Tissue culture media – composition. Phyto Technology Laboratories. Inc. www.phytotechlab.com.
Chen, Y. C. 2011. The effect of shifts in medium types on the growth and morphology of Spirulina platensis (Arthrospira platensis). Journal of Marine Science and Technology, 19(5): 565-570.
Mulyaningrum, S. R. H., H. Nursyam., Y. Risjani1. dan A. Parenrengi. 2012. Regenerasi Filamen Kalus Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Formulasi Zat Pengatur Tumbuh yang Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan 1(1) (2012) 52-60, online at www.jpp.ub.ac.id ISSN : 2337-621X.
Rahardja, P. C. 1989. Kultur jaringan: teknik perbanyakan tanaman secara modern. Jakarta: Penebar Swadaya.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi 2. Jakarta: Gramedia.
Suryati, E., A. Tenriolu dan B.R Tampangalo. 2010. Pelestarian Plasma Nutfah Rumput Laut Kappaphycus alvarezi (Doty). Melalui Induksi Kalus dan Embriogenesis Secara In vitro. Laporan Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Pusat Riset Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan. 25 Hal.
Silea, L. M. J. dan L. Mashita. 2012. Penggunaan pupuk bionik pada tanaman rumput laut (Eucheuma sp) . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Unidayan. www.infodiknas.com.
Sulistiani, E., D. T. Soelistyowati., Alimuddin. dan S. A. Yani. 2012. Callus induction and filaments regeneration from callus of cottonii seaweed (doty) collected from
Natuna Islands, Riau Islands Province. Biotropia. 19 (2): 103-114.
Zaim, M. 2012. Sistem transportasi pada tumbuhan.
http://mahranzaim.blogspot.com/2012/11/sistem-transportasi-pada-tumbuhan.html
Lampiran 1. Komposisi pupuk PES ((Provasoli’s Enrich Seawater), kondisi kultur dan penyakit pada bibit rumput laut.
a. Pembuatan media kultur PES
Na2b-glycerophosphate H2O --- 0.5 gr
Larutan Iron-EDTA (cara pembuatan terlampir di bawah) 250 mL Larutan PII trace metal (cara pembuatan terlampir di bawah) 25 mL
Thiamine (vit.B1) --- 0.500 mg
Biotin (vit H) 5.0 mg L -1 akuades 1 mL
Cyanocobalamin (vit B12) 10.0 mg L-1 akuades 1 mL
Pembuatan Larutan Iron-EDTA
Penyiapan 900 ml akuades, pelarutan EDTA terlebih dahulu baru kemudian Iron sulfate. Kemudian ditambahkan akuades hingga volume mencapai 1 liter. kemudiandiikuti komponen larutan berikutnya. Setelah itu ditambahkan akuades hingga volume mencapai 1 liter.
Komponen Larutan stok Kuantitas
perlakuan A : 15 ml/liter media (mengambil 15 ml larutan stock PES, kemudian ditambahkan air laut steril hingga 1 L, media disterilisasi dengan autoclave pada 121ºC selama 2 jam).
perlakuan B : 20 ml/liter media (mengambil 20 ml larutan stock PES, kemudian ditambahkan air laut steril hingga 1 L, media disterilisasi dengan autoclave pada 121ºC selama 2 jam).
perlakuan C : 25 ml/liter media (mengambil 25 ml larutan stock PES, kemudian ditambahkan air laut steril hingga 1 L, media disterilisasi dengan autoclave pada 121ºC selama 2 jam).
Gambar 2. Kondisi kultur rumla K. Alvarezii Gambar 3. K. alvarezii yang terinfeksi ice-ice