• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK YAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK YAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK YANG

LAHIR DARI PERKAWINAN SIRI (STUDI PERBANDINGAN

UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN UNDANG-UNDANG

NO 35 TAHUN 2014 )

Aminah

Fakultas Hukum

Universitas Sains Cut Nyak Dhien Email: amieguchi@ymail.com

Abstract: The Marriage Act recognizes two kinds of childhood status: legitimate and

unmarried children. As explained in Article 42 that a legitimate child is a child born in or as a result of a legal marriage. While outsiders are stated in Article 43 that the child born outside of marriage only has a civil relationship with his mother and his mother's family. Legitimate children are legally perfectly civilized with both parents. While the married offspring born of siri marriage (not recorded) only have a civil relationship with his mother and his mother's family only. In Law Number 35 Year 2014 concerning Child Protection which has a principle of non-discrimination so that the law does not distinguish between children born from parents whose marriage is recorded or not registered because with the difference the child's rights are not obtained especially the right of the child to get the relationship Civility perfectly with both parents.

Keyword: Siri marriage, children

Abstrak: Undang-Undang Perkawinan mengakui dua jenis status anak-anak: anak yang sah

dan anak di luar perkawinan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 42 bahwa anak yang sah adalah anak yang lahir atau akibat perkawinan yang sah. Sedangkan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 43 bahwa anak yang lahir di luar nikah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Anak yang sah secara hukum memiliki hubungan dengan kedua orang tuanya. Sedangkan keturunan yang yang lahir dari pernikahan siri (tidak tercatat) hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang memiliki prinsip non-diskriminasi sehingga undang-undang tersebut tidak membedakan antara anak yang lahir da ri orang tua yang perkawinannya tercatat atau tidak terdaftar karena perbedaan hak anak tidak diperoleh terutama hak Anak untuk menjalin hubungan dengan baik dengan kedua orang tuanya.

(2)

168

Pendahuluan

Pernikahan adalah sebuah perbuatan yang suci dan mempunyai tujuan yang

sangat mulia, maka perundang-undangan hukum Indonesia, yang berkaitan dengan

ketentuan perkawinan/penikahan telah diatur dalam bentuk perundang-undangan

yang di berlakukan kepada seluruh warga negara indonesia. Aturan

perundang-undangan tentang perkawinan/pernikahan yang dimaksudkan adalah Undang-undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan peraturan pelaksananya diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI)

yang lahir dari hasil musyawarah dan mufakat para alim ulama Indonesia yang

dikuatkan dengan Kepres Nomor 1 Tahun 1991, Undang-undang ini merupakan

hukum materil dari perkawinan dan sedangkan hukum formalnya ditetapkan dalam

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1989.1

Hukum perkawinan Indonesia yang berlangsung banyak terjadi berbagai

penyimpangan dalam pelaksanaannya, sehingga terganggu pula suatu pemahaman

hukum mengenai perkawinan dikalangan masyarakat Islam itu sendiri. Misalnya

mengenai masalah perkawinan siri (nikah siri) yang terjadi dikalangan umat Islam.

Pernikahan siri ini adalah pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat perkawinan

tetapi belum/tidak dicatatkan di KUA (Kantor Urusan Agama) bagi orang Islam.2

Dalam Undang-undang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa

perkawinan/pernikahan dianggap sah jika dilaksanakan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan pasal 2 ayat (2) menyatakan tiap-tiap

perkawinan yang telah dilaksanakan harus dicatatkan di lembaga Pencatatan Nikah

yaitu bagi orang-orang yang beragama Islam di KUA dan selain itu di Catatan Sipil.

Di samping itu harus memenuhi prosedur yang telah diatur oleh Undang-undang

tersebut.

1Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; antara Fikih Munakahat dan

Undanng-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pranada Media 2006), 1.

2 Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan tidak dicatat Menurut Hukum

(3)

169 Menurut Undang-Undang Perkawinan, anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, meskipun anak tersebut lahir dari

perkawinan wanita hamil yang usia kandungannya kurang dari enam bulan lamanya

sejak ia menikah resmi. Perkawinan yang sah yang dimaksud adalah perkawinan

yang dicatat melalui hukum hegara. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974.3

Pencatatan perkawinan merupakan suatu hal yang urgensi, bahkan menjadi

sebuah persyaratan administratif yang harus dilakukan. Tujuannya adalah agar

perkawinnan itu jelas dan menjadi bukti bahwa perkawinan itu telah terjadi, baik bagi

yang bersangkutan, keluarga kedua belah pihak, orang lain maupun bagi masyarakat,

karena peristiwa perkawinan itu dapat dibaca dalam suatu surat yang bersifat resmi

dan dalam suatu daftar yang sengaja dipersiapkan untuk itu, sehingga sewaktu-waktu

dapat dipergunakan, terutama sebagai bukti tertulis yang terkait dengan autentik.

Dengan adanya surat bukti tersebut maka secara hukum dapat di cegah terjadinnya

suatu perbuatan lain, dengan demikian dapat dikatakan bahwa meskipun ketentuan

pencatatan hanya merupakan persyaratan administratif, namun ketentuan ini memiliki

pengaruh yang cukup besar terhadap ketentuan administrasi lainnya, khususnya yang

terkait dengan peristiwa dan perbuatan hukum.

Di Indonesia pencatatan perkawinan ditempatkan sebagai suatu yang penting.

Hal ini ditandai dengan adanya pengaturan mekanisme yang jelas tentang proses

pencatatan perkawinan, sebuah perkawinan dibuktikan dengan adanya bukti tertulis

yang sah yang dikeluarkan oleh lembaga negara yang berwenang, dan anak yang lahir

dari perkawinaan yang tidak di catatkan tidak diakui oleh negara sebagai anak yang

sah dan anak tersebut tidak menpunyai hak baik yang bersifat yuridis maupun non

yuridis yang meliputi hak nasab (garis keturunan) anak di hubungkan kepada ayah,

hak pemenuhan nafkah dari orang tua terhadap anak, hak pemeliharaan dan

3C.S.T. Kansil ,Pengantar Hukum Islam dan Tata Hukum Indonsia , (Jarkarta: Balai Pustaka)

(4)

170 pendidikan (hadhanah), hak saling mewarisi, hak perwalian nikah bagi ayah atas

anak perempuan, dan hak-hak keperdataan lainya.4

Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,

Undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak

berdasarkan azas-azas nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak

untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan serta penghargaan terhadap

pendapat anak.

Selain itu jika seorang anak manusia yang lahir kemudian identitasnya tidak

terdaftar, kelak akan menghadapi berbagai masalah yang akan berakibat pada negara,

pemerintah dan masyarakat. Dalam perspektif Konvensi Hak Anak (KHA) dan

Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Negara harus

memberikan pemenuhan hak dasar kepada setiap anak, dan terjaminnya perlindungan

atas keberlangsungan, tumbuh dan kembang anak.5

Pembahasan

A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak

Dalam sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan

bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak tidak terkecuali

anak luar kawin yang lahir akibat dari perkawinan siri yang dilakukan oleh ayah

biologisnya yang masih terikat dengan tali perkawinan yang sah dengan isterinya

berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpatisipasi serta berhak

atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan

kebebasan. Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga

dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebenkan oleh

hukum. Demikian pula dalam rangka peneyelenggaraan perlindungan anak, Negara

4I Nyoman Sujana, Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010, (Yogyakarta: Aswanja Pressindo, 2011), 56

5Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum

(5)

171 dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksebilitas bagi anak,

terutaama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.6

Hak-hak anak yang telah tertuang dalam berbagai ketentuan-ketentuan hukum

mengenainya, tidaklah sebatas teori atau catatan belaka tanpa adanya kepastian

hukum yang jelas dalam supremasinya. Untuk itu ketentuan ketentuan hukum

mengenai hak anak tersebut dilindungi, dan ini menjadi tanggung jawab bersama baik

orang tua, masyarakat ataupun negara (pemerintah).

Dalam seminar perlindungan anak pada tahun 1997 yang diadakan oleh Pra

Yunama, terdapat dua perumusan tentang perlindunggan anak, yaitu:

1. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun

lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan,

pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak dan

remaja yang sesuai dengan kepentinggan dan hak asasinya.

2. Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perorangan,

keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaaan

dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah sesuai dengan hak asasi

dan kepentingan agar dapat menggembangkan dirinya seoptimal mungkin.7

Walaupun anak dapat dibawa ke depan sidang pengadilan sebagai status

terpidana, namun ia berhak mendapatkan penanganan khusus dalam pengadilan,

organisasi sosial serta dalam masyarakat, standar untuk peradilan anak agar efektif

dan adil, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Hakim dan stafnya harus mampu mencegah pelayanan secara individual dan

tidak menghukum.

2. Tersedianya fasilitas yang cukup dalam sidang dan dalam masyarakat untuk

menjamin.

a. Bahwa disposisi pengadilan didasarkan pada pengetahuan yang terbaik

untuk kebutuhan anak

6Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PTIK, 2012), .2. 7

(6)

172 b. Bahwa anak, jika ia membutuhkan pemeliharaan dan pembinaan, dapat

menerimanya sebagai fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhannya dan

menpunyai kekuasaan untuk memberi kepada mereka.

c. bahwa masyarakat menerima perlindungan yang cukup.

3. Prosedur dirancang untuk menjamin:

a. Bahwa setiap anak dan situasinya dipertimbangkan secara individual.

b. Hak-hak yuridis dan kostitusional dari anak dan orang tua dan masyarakat

di pertimbangkan secara tepat dan di lindngi.

Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak secara garis besar dapat di

klasifikasiakan dalam dua pengertian yaitu:

1. Perlindungan yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan dalam :

a. Bidang hukum politik.

b. Bidang hukum keperdataan.

2. Perlindungan yang bersifat non yuridis meliputi :

a. Bidang sosial.

b. Bidang kesehatan

c. Bidang kependidikan.8

Dengan demikian perlindungan terhadap hak anak memiliki aspek-aspek yang

sangat luas yang meliputi pola pelaksanaan perlindungan hak dan kewajiban anak

secara seimbang dan manusiawi. Hal ini sangat sesuai dengan pemahaman dari

perlindungan atas anak sendiri yaitu suatu usaha yang melindungi anak agar dapat

melaksanakan hak dan kewajibannya secara jasmaniah dan rohaniah, di berikan

dalam bentuk yang sesuai dengan hambatan dan penderitaan dan akibat-akibatnya

agar dapat mewujudkan kemampuannya.

8

(7)

173 Penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-primsip

dasar konvensi Hak-hak anak meliput:

a. Non diskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak adalah semua tindakan yang

menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan

legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan bagi anak harus menjadi

pertimbangan utama.

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak

asasi paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orang tua.

d. Perlindungan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak

anak untuk berpatisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan

keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang menpengaruhi

kehidupannya

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhi hak-hak anak agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat dan kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan

sejahtera.9

B. Garis-garis Besar Hak Anak

 Hak Anak dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

Hak anak yang lahir dari sebuah perkawinan berhubungan dengan hak

keperdataan seorang anak yang meliputi: Hak nasab (garis keturuanan) anak di

hubungkan kepada ayah, hk pemenuhan nakfah dari orang tua terhadap anak, hak

9

(8)

174 pemeliharaan dan pendidikan (hadhanah), hak saling mewarisi, hak perwalian nikah

bagi ayah atas anak perempuan dan hak keperdataan lainnya.

1. Hak nasab

Di dalam Undang-undang perkawinan tidak dijelaskan secara rinci, tentang

hak nasab anak yang sah, namun bila kita melihat kebalikan dari anak di luar nikah

hanya bernasab pada ibunya dan keluarga ibunya saja, jadi dapat kita simpulkan

bahwa anak yang sah berhak bernasab dengan ayahnya. Sesuai dengan peraturan

Undang-undang Perkawinan yaitu Pasal 42 Anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dan Pasal 43 ayat 1 Anak

yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan

ibunya dan keluarga ibunya.

Nasab dalam doktrinal fiqh suatu yang sangat urgen, nasab menjadi nikmat

yang paling besar yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hambanya. Nasab adalah

legalitas hubungan kekeluargaan yang bedasarkan pertalian darah, sebagai salah satu akibat dari pernikahan yang sah. Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan anak dengan garis keturunan dari ayahnya sehingga dengan itu anak

tersebut menjadi salah seorang anggota keluarga dengan keturunan itu, dan demikian

anak itu berhak mendapatkan hak sebagai akibat adanya hubungan nasab seperti

hukum waris, pernikahan, perwalian dan lain sebagainya.10

Seseorang boleh menasabkan dirinya kepada seseorang atau ayahnya apabila

telah memenuhi syarat-syaratnya. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

a. Seorang anak yang lahir dari seseorang perempuan memang benar hasil

perbuatannya dengan suaminya.

b. Ketika perempuan hamil, waktunya tidak kurang dari waktu kehamilan pada

umumnya.

c. Suami tidak mengingkari anak yang lahir dari suaminya.11

10 Muhammad Ali ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1999). 19.

11

(9)

175 2. Hak Nafkah

Hak nafkah terhadap anak yang sah wajib diberikan oleh orang tuannya

sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974

yaitu tersebut didalam pasal 41 dinyatakan:

a. Baik ibu dan bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya,

semata-mata demi kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai

penguasaan anak Pengadilan memberikan keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak, bilamna bapak dalam kenyataannya tidak dapat

memenuhi kewajiban tersebut. Pemgadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut

memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan atau menentukan sesuatu bagian kewajiban bagian bekas

istri.12

3. Hak Pemeliharan

Secara global Undang-undang perkawinan telah nemberi aturan menyangkut

kewjiban orang tua terhadap pemeliharaan anak tersebut yang dibingkai dalam

pasal 45 Undang undang perkawinan yaitu

(1) kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-

baiknya

(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini berlaku

sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus

meskipun perkawinan kedua orang tua putus.13

4. Hak Waris

12

Undang-undang Republik Indonesia Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umara, 2010), 16.

13

(10)

176 Sebagaimana pada ketentuan dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 bahwa anak yang sah memiliki hak perdata secara sempurna dengan

ayahnya maka anak tersebut juga memiliki hak waris secara sempurna pula.

5. Hak Perwalian

Begitu juga dengan hak perwalian bahwa anak yang sah adalah berhak

menjadi walinya adalah orang tua kandunganya (ayahnya).14

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 undang-undang perkawinan yaitu:

(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum

pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya

selama mereka tidak dicabut kekuasannya.

(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di

dalam dan di luar pengadilan.15

C.Hak Anak dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014

Di dalam Pasal 1 angka Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2014 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam

kandungan.

Adapun hak anak yang terdapat dalam undang-undang perlindungan anak

sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa pasal dalam Undang-undang

Perlindungan Anak di antarnya yaitu:

a. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

b. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan.

14

Abdul Wahid Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaharuan Hukum Positif, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009). 2.

15

(11)

177 c. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan

orang tua

d. (1)Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh

oleh orang tuanya sendiri.

(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin

tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak

tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat

oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

e. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

f. (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

peembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat

dan bakatnya;

(2) Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan disatuan pendidikan dari

kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga

kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain;

(3) Selain mendapatkan hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) Anak penyandang disabilitas berhak menperoleh pendidikan luar

biasa dan anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan khusus.

g. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan

usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan

kepatutan.

h. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul

dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan

(12)

178 i. Setiap anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan

sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

j. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana

pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan

dari perlakuan:

1) Diskriminasi; misalnya perlakuan yang berbeda-bedakan suku, agama, ras,

golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak,

urusan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan mental.

2) Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, misalnya tindakan atas

perbuatan mempererat, menmanfaatkan atau memeras anak untuk

memperoleh keuntungan pribadi, kelurga atau golongan.

3) Penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan

sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat atau mengurus anak

sebagaimana mestinya.

4) Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, misalnya tindakan atau

perbuatan secara zalim, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan

kepda anak. Perlskuan kekerasan dan penganiayaan misalnya perbuatan

melukai dan mencedaerai anak dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga

mental dan sosial..

5) Ketidakadilan, misalnya tindakan berpihak antara anak yang satu dengan

lainnya atau kesewenang-wenang terhadap anak

6) (1) Perlakuan salah lainnya. Misalnya tindakan pelecahan atau

perbuatantidak senonoh kepda anak.

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala

bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka pelaku

dikenakan pemberatan hukuman.

k. (1) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada

(13)

179 adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan

terakhir.

(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Anak

tetap berhak:

 Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua

orang tuanya;

 Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan

untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan

kemampuan, bakat dan minatnya;

 Menperoleh pembiyaan hidup dari kedua orang tuanya;

 Menperoleh hak anak lainya.

l. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :

1) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

2) Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

3) Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

4) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan

5) Pelibatan dalam peperangan

6) Kejahatan seksual.

m. (1) Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran

penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak

manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat

dilakukan sebagai upaya terakhir.

n. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

(1) Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya

(14)

180 (2) Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

(3) Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

(4) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau

yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

o. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya termasuk bantuan medis,

sosial, rehalibitisai, vokasional dan pendidikan

p. Kepentingan yang terbaik bagi anak adalah semua tindakan yang menyangkut

anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan

yudikatif, maka kepentingan bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

q. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi

paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orang tua.

r. Perlindungan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak

untuk berpatisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan

keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang menpengaruhi

kehidupannya

s. Setiap anak yang menjadi pelaku korban kekerasan seksual atau berhadapan

dengan hukum berhak dirahasiakan 16

D. Kedudukan Nikah Siri

Nikah siri berasal dari bahasa arab, yaitu sirrun, jamak dari asrarun, yang

berarti rahasia.17 Melalui kata ini dapat dipahami bahwa nikah siri berarti nikah yang

dilakukan dengan rahasia atau dirahasiakan. Nikah siri sebagai bentuk pernikahan

16Anggota IKAPI, Undang-Undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokusmedia, 2011),

2-11.

17Abdurrahman Partosantoso, Qamus Dars al-Luhgah al-A’rabiyyah li al

(15)

181 yang dilakukan hanya berdasarkan agama dan adat istiadatnya tanpa menggikuti

prosedur hukum nasional yang berlaku. Bentuk ini adalah pernikahan yang tidak

didaftarkan atau tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama kecamatan atau tidak

tercatat pada Kantor Catatan Cipil yang bukan beragama Islam. nikah siri

kadang-kadang diistilahakan dengan nikah misyar. Ada ulama yang menyamakan pengertian

kedua istilah ini, tetapi tidak sedikit pula yang menyamakannya. Nikah siri juga

distilahkan dengan nikah ‘urfi, yaitu nikah yang didasarkan pada adat istiadat.18

Dalam asumsi masyarakat, perkawinan siri memiliki tiga pengertian,19 yaitu

antara lain:

1. Pengertian yang pertama, perkawinan siri adalah perkawinan yang

dilangsungkan oleh seseorang laki-laki dan seorang perempuan tanpa

menggunakan wali atau saksi yang dibenarkan oleh syariat Islam

2. Pengetian yang kedua dari perkawinan siri adalah perkawinan yang dilakukan

oleh seseorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa melibatkan petugas

pencatatan perkawinan atau dengan kata lain perkawinan tersebut tidak dicatat

oleh petugas pencatatan yang ditunjuk oleh undang-undang

3. Pengertian yang ketiga adalah perkawinan yang di rahasiakan karena

pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan

stigma negatif dari masyarakat yang terlanjurr menganggap tabu perkawinan

siri atau karena pertimbangan-pertimbangan sulit lainnya sehingga terpaksa

dirahasiakan.

Pengertian perkawinan siri yang berkembang didalam masyarakat saat ini

adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh kedua mempelai dengan memenuhi

semua rukun dan syarat perkawinan menurut ketentuan hukum agama islam, namun

proses perkawinan terrsebut tidak dilakukan di hadapan pegawai pencatat perkawinan

sehingga oleh karenanya perkawinan tersebut tidak dicatat dalam daftar catatan

18Happy Santoso, Nikah Siri Apa Untungnya, (Jakarta: Visimedia, 2007), 22.

19 D.Y. Witanto, Hukum Keluarga dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya

(16)

182 perkawinan di kantor pencatat perkawinan dan tidak memilki surat nikah yang

dikeluarkan oleh pemerintah.20

Di kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa nikah siri itu bukanlah nikah

yang disembunyikan, akan tetapi nikah yang dilaksanakan secara terang-terangan dan

sesuai dengan kaidah perkawinan hanya saja belum dicatatkan dalam administrasi

perkawinan. Istilah nikah siri mengalami pergeseran makna, nikah siri yang pada

awalnya adalah sebutan untuk pernikahan yang tidak memenuhi rukun nikah, rukun

nikah dianggap sah jika ada dua saksi pria, mempelai dan wali mempelai wanita, jika

tidak terpenuhi salah satunya maka perkawinan tidak sah. Sedangkan sekarang ini

pernikahan yang tidak dicatat dimaknai sebagai nikah siri.21

Nikah siri menurut Neng Zubaidah adalah pernikahan yang memenuhi rukun

dan syarat perkawinan tetapi belum/tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama

kecamatan bagi orang Islam, atau tidak tercatat pada Kantor Catatan Sipil yang

beragama bukan Islam.22

Catatan hukum perkawinan Indonesia nikah siri ini telah berkembang sejak

tahun 1970-an, pada saat itu pemerintah Indonesia membuka peluang terhadap

pengusaha asing yang melakukan investasi di wilayah Kalimantan. Tidak sedikit para

pengusaha yang datang ke Indonesia tanpa diikuti keluarganya sehingga kebutuhan

akan hasrat manusia menimbulkan gejolak. Sebagai salah satu usaha untuk memenuhi

hasrat tersebut, pengusaha asing melakukan pendekatan dengan perempuan di

wilayah tersebut, tidak mudah melakukan pernikahan (perkawinan), dimana terikat

dengan peraturan, adat-istiadat dan agama yang berbeda dengan mereka, yang pada

gilirannya mencari jalan lain yang dapat di tempuh untuk dapat melaksanakan

pernikahan. Saat itu pernikahan secara siri (dibawah tangan) dilakukan melalui

20

I Nyoman Sujana, Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010, (Yogyakarta: Aswanja Pressindo, 2011), 103.

21Iwan Zainoel Fuad, Dkk, “Kriminalogis Sosiologis Nikah Siri”, Jurnal Penelitian, 8, (Mei

2001): 26.

22Neng Jubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan tidak dicatat; Menurut Hukum

(17)

183 mediasi sejumlah ulama atau tokoh masyarakat di daerah tersebut yang menfatwakan

bahwa pernikahan itu tetap sah karena dilakukan dengan cukup rukun dan syaratnya,

meskipun tidak didaftar dan dicatat di Kantor yang berwenang.23

Didalam undang–undang perkawinan tidak dikenal adanya perkawinan siri,

berdasarkan pada ketentuan pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 undang-undang perkawinan,

bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu dan didalam ayat 2 ditentukan bahwa tiap-tiap

perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku berdasarkan pada

rumusann ketentuan pasal tersebut, maka untuk sahnya suatu perkawinan haruslah

memenuhi ketentuan pasal tersebut secara utuh nyakni memenuhi ketentuan ayat 1

dan ketentuan ayat 2 dan bila mana ditinjau hanya dari ayat 1 saja dengan

mengenyampingkan ketentuan ayat 2, maka perkawinan seperti itu dapat

dikatagorikan sebagai pernikahan yang dirahasiakan/ disembunyikan, atau pernikahan

siri karena belum memenuhi ayat 2 dari ketentuan pasal 2 undang-undang

perkawinan. Dengan demikaian perkawinan baru sah menurut hukum negara, apabila

bunyi ketentuan pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 ini dilaksanakan secara utuh sebagai satu

kesatuan peraturan hukum. Untuk pencatatan bagi mereka yang masuk waga negarra

muslim menurut agama Islam dilakukan dikantor urusan agama (KUA) kecamatan,

untuk mereka yang beragama Katolik, Kristen, Hindu dan Budha dilakukan di kantor

catatan sipil. Pasal ini mengandung pengertian bahwa bagi umat Islam jika suatu

perkawinan telah memenuhi syarat-syarat dan rukun kawin sesuai dengan syariat

Islam, atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya ( bagi

umat kristen atau katolik), dan perkawinan itu dicatat oleh negara sehingga

perkawinan tersebut sah menurut hukum Negara. 24

Pernikahan yang dillakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai

pencatat nikah tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah d imata

hukum. Pernikahan siri berdampak sangat merugikan bagi isteri dan perempuan pada

23 Santoso, Nikah Siri..., 24. 24

(18)

184 umunya, baik secara hukum maupun sosial. Secara hukum negara, tidak diakuinya

hak-hak kepedataan yang ditimbulkn oleh pertalian hubungan perkawinan, tidak

dianggap sebagai isteri sah dan tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika

ia meninggal dunia. Disamping itu juga tidak berhak atas harta gono gini jika terjadi

perpisahan, karena secara hukum, perkawinan dianggap tidak pernah terjadi.25

Dengan kata lain dampak negatif yang ditimbulkan oleh perkawinan siri

terhadap hak-hak keperdataan istri, yaitu;

a. Tidak diakuinya hak-hak keperdataan isteri

b. Tidak dianggap sebagai isteri yang sah

c. Tidak berhak atas nafkah

d. Tidak berhak atas warisan jika suami meningal dunia

e. Tidak berhak atas harta gono gini jika terjadi perpisahan

Semua dampak negatif itu adalah timbul karena secara hukum kenegaraan,

perkawinan dianggap tidak pernah terjadi. Terhadap anak tidak sah pernikahan di

bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang

dilahirkan di mata hukum, yakni status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak

tidak sah. konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan

keluarga ibunya. Artinya si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap

ayahnya (sebagaimana ketentuan dalam pasal 42 dan pasal 43 Undang-Undang No 1

tahun 1974 tentang perkawinan). Di dalam akta kelahirannya pun statusnya dianggap

sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya.

Keterangan berupa status anak luar nikah dan tidak dicantumkan nama si ayah akan

berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya.26

E. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak yang Lahir dari Perkawinan Siri

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

25

Djubaidah, Pencatatan Perkawinan..., 256.

26

(19)

185 Perkawinan yang sah yang ditentukan di dalam Undang-undang Perkawinan

adalah perkawinan yang memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Perkawinan. Maka Anak yang dilahirkan akibat perkawinan yang sah adalah

anak sah memiliki hubungan keperdataan secara sempurna dengan kedua orang

tuanya, serta anak sah tersebut menpunyai kekuatan hukum dan mendapat jaminan

hukum.27 Dan negara menjamin perlindungan hukum terhadapa hak anak tersebut

baik perlindungan hukum yang bersifat yuridis dan non yuridis

Dengan demikian untuk menentukan anak sah yang dilahirkan dalam sebuah

perkawinan tidak tergantung pada waktu anak itu dibuahkan dalam rahim ibu apakah

anak tersebut dibuahkan dalam akibat perkawinan yang sah atau tidak, dan tidak

tergantung pada jangka waktu perkawinan berlangsung sampai anak dilahirkan.

Penentuan anak sebagai anak yang sah yang menpunyai kekuatan hukum dan

mendapat jaminan hukum hanya tergantung kepada waktu anak tersebut dilahirkan

dalam perkawinan yang dilakukan di hadapan Pencatat Nikah dan dicatatkan, tanpa

membatasi waktu terjadinya pembuahan dalam rahim dan jangka waktu perkawinan

sejak perkawinan berlangsung hingga anak dilahirkan. Dengan kata lain penentuan

anak sah ditentukan tanpa melihat waktu terjadinya pembuahan anak dalam akibat

perkawinan yang sah dan dalam jangka waktu antara tanggal berlangsungnya

perkawinan hingga isteri melahirkan anak.28

Anak yang dilahirkan dari perkawinan siri, meskipun secara agama diakui

sebagai anak sah, akan tetapi oleh karena perkawinan orang tuanya tidak dicatatkan

tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah di mata hukum. Maka anak

yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dilihat dari kacamata Undang-undang

perkawinan anak tersebut adalah anak luar kawin.29 Sebagaimana disebutkan dalam

Undang-undang Perkawinan yaitu :

Pasal 43 ayat 1 yaitu :

27Jubaidah, Pencatatan Nikah..., 303. 28Ibid,,,287

29

(20)

186 Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya.30

Berdasarkan sebab dan latar belakang terjadinya anak luar kawin timbul

antara lain disebabkan oleh :

1. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat dikantor Catatan Sipil

dan/atau Kantor Urusan Agama.

2. Anak yang dilahirkan oleh seseorang wanita tapi wanita itu tidak menpunyai

perkawinan dengan pria yang menyetubuhinya dan tidak menpunyai ikatan

perkawinan dengan pria atau wanita lain

3. Anak yang dilahirkan dari seseorang wanita, kelahiran tersebut diketahui dan

dikehendaki oleh salah satu atau ibu bapaknya, hanya saja salah satu orang

tuanya masih terikat dengan perkawinan lain.

4. Anak yang lahir dari seorang wanita iddah perceraian tetapi anak yang dilahirkan

itu merupakan hasil hubungan dari pria yang bukan suaminya.

5. Anak yang lahir dari seorang wanita yang ditinggal suami lebih dari 300 hari

anak tersebut tidak diakui suaminya sebagai anak sah.

6. Anak yang lahir dari wanita padahal agama mereka peluk menentukan lain,

misalnya dalam agama katolik tidak mengenal cerai hidup tetapi dilakukan juga

kemudian ia kawin lagi dan melahirkan anak, anak tersebut dianggap anak luar

kawin.

7. Anak yang lahir dari seorang wanita sedangkan pada mereka berlaku ketentuan

Negara melarang melakukan perkawinan misalnya Warga Negara Indonesia

(WNI) dan Warga Negara Asing (WNI) tidak mendapat ijin dari kedutaan besar

untuk mengadakan perkawinan karena salah satu dari mereka telah mempunyai

isteri tetapi meraka tetap campur dan melahirkan anak, anak tersebut dinamakan

juga anak luar kawin.

30

(21)

187 8. Anak yang dilahirkan oleh sesorang wanita tetapi anak tersebut sama sekali tidak

mengetahui kedua orang tuanya.

9. Anak yang lahir dari perkawinan secara adat tidak dilaksanakan menurut agama

dan kepercayaanya serta tidak terdaftar dikantor CatatanSipil dan kantor Urusan

Agama.31

Secara hukum, anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan,

kelahirannya tidak dicatatkan pula secara hukum. Tidak sahnya perkawinan siri

menurut hukum negara memilki dampak negatif terhadap hak-hak sipil dan

keperdataan anak yang dilahirkan dari pasangan suami istri yang melakukan

perkawinan siri di antaranya yaitu:

a. Status anak yang dilahirkan dari perkawinan siri di mata hukum di anggap

sebagai anak tidak sah; konsekuensinya,

b. Anak hanya menpunyai hubungan perdata dengan ibu dan kelurga ibunya;

c. Anak tidak menpunyai hubungan hukum terrhadap ayahnya,

d. Dalam akta kelahiran, status anak dianggap sebagi anak luar nikah, sehingga

hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannnya.32

Kedudukan Anak luar kawin yang lahir dari perkawinan siri ini hanya

mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Sedangkan

hubungan hukum antara anak dengan ayahnya tidak menpunyai kekutan hukum dan

tidak mendapatkan jaminan hukum. Artinya hubungan hukum keperdataan antara

anak dengan ayahnya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mendapatkan

jaminan hukum. Maka hubungan mewarisi antara anak dengan ayahnya tidak

mempunyai kekuatan hukum dan tidak mendapatkan jaminan hukum, apabila anak

tersebut perempuan ataupun cucu perempuan melalui anak yang dilahirkan dari

perkawinan siri (tidak dicatat) maka ayahnya atau kakeknya dari cucu perempuan

tersebut tidak dapat berkedudukan sebagai wali nikah karena hubungan keperdataan

dengan meraka tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mendapatkan jaminan

31Herusko, Anak Di Luar Perkawinan, Makalah Seminar Kowani, Jakarta, 14 Mei 1996, .6. 32

(22)

188 hukum, begitu juga mengenai hak-hak keperdataan yang lainnya. Dengan demikian

anak luar kawin yang lahir dari perkawinan siri tidak memperoleh hak-haknya secara

maksimal di Negara yang berdasarkan hukum, sehingga secara yuridis perlindungan

hukum terhadap anak luar kawin dari perkawinan siri ini sangat lemah, karena belum

diatur secara utuh dan lengkap.33

Oleh karena perkawinan siri tidak dicatat, sehingga perkawinan tersebut tidak

memenuhi unsur administrasi sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang

Perkawinan Pasal 2 ayat (2) maka anak tersebut dilihat dari sudut Undang-undang

Perkawinan adalah tidak sah. maka akibat hukum dari perkawinan siri yang demikian

itu menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anak-anak yang dilahirkan maupun

kepada perempuan yang melangsungkan perkawinan siri ini. Bagi si anak akibat

hukumnya, tidak akan mendapatkan hak-haknya sebagai anak bangsa yang

menpunyai harkat dan martabat sama dengan anak-ank pada umumnya.34

Hal ini menentukan bahwa perkawinan yang tidak dilakukan di hadapan

Pejabat Pencatat nikah sebagai perkawinan yang tidak sah dan tidak menpunyai

kekuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawian siri sesuai hukum Islam, tetapi

tidak dicatat adalah berkedudukan sebagai anak yang tidak sah, karena ia dilahirkan

dari perkawinan tidak sah, sekalipun perkawinan tersebut sah sesuai dengan Hukum

Islam, Karena dalam pandangan undang-undang perkawinan sahnya suatu

perkawinan tergantung kepada pencatatan perkawinan semata, bukan berdasarkan

hukum islam.

F. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak yang Lahir dari Perkawinan Siri

Menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia yang merupakan potensi dan generasi bangsa, yang memiliki peranan

srategis dan menpunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan

33Sujana, Kedudukan Hukum..., 125. 34

(23)

189 perlindugan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,

sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Di dalam UUD-NKRI 1945

dinyatakan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Pengakuan

hukum dan keadilan meupakan salah satu syarat mutlat dalam mencapai tujuan

nasional. Tujuan nasional yang dimaksudkan adalah tegaknya Negara hukum yang di

jamin UUD-NKRI 1945 dalam proses hukum yamg adil (due proces of law), yakni

setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil, serta perlakuan yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

(equality before the law).35

Perlindungan terhadap hak anak-hak asasi manusia/warga negara sebagai

bagian dari perlindungan hak-hak asasi bangsa dalam negara hukum Indonesia.

Secara implisit mencakup juga hak-hak asasi anak luar kawin sebagai manusia. Hal

ini berarti bahwa negara berkewajiban melindungi hak asasi anak luar kawin, atau

anak luar kawin berhak atas perlindungan hak-hak asasinya oleh negara. Ketentuan

hak asasi bagi anak luar kawin di dalam kedudukannya sebagia insan pribadi

(persoon) yang memilki dimensi khusus dalam kehidupannya. Selain tumbuh

kembangnya memerlukan bantuan orang tua, faktor lingkungan juga memiliki

peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak, ketika

menyongsong fase kedewasaanya kelak. Anak juga sosok yang memikul tanggung

jawab dimasa yang akan datang, sehingga tidak berlebihan jika negara memberikan

perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan

masa depannya .

Hukum dibentuk untuk melindungi yang lemah, hukum memang bagian dari

produk politik kekuasaan dominan yang ada saat pembentukannya, namun secara

prinsip kehadiran kekuasaan tersebut tidaklah serta merta menggampangkan,

mengenyampingkan hak-hak rakyatnya. Di samping sebagai produk politik, hukum

berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan seperti

35

(24)

190 politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya, dibentuk dan

ikut membentuk tatanan masyarakat. Bentuknya di bentukkan oleh masyarakat

dengan berbagai sifatnya namun sekaligus ikut menentukan sifat masyarakat itu

sendiri. Begitu juga hakikat hukum keperdataan khususnya yang menyangkut status

hukum anak luar kawin beserta hak-hak keperdataannya sudah semestinya di

tunjukkan untuk melindungi anak-anak yang lahir dari perkawinan, bukan saja

memberikan perlindungan kepada anak sah namun anak luar kawin pun sepatutnya di

akui keberadaannya. 36

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi. Demi terwujudnya anak indonesia yang berkaulitas,

beraklak mulia, dan sejahtera.37 Upaya perlindungan anak perlu dilaksanankan sedini

mungkin, yakni sejak dari jani dlam kandungan sampai anak berumur 18 tahun

(delapan bela) tahun.

Di dalam Undang-undang Kesejahteraan Anak, dinyatakan didalam ketentuan

Pasal 1 Ayat (1), yang menentukan :

a. Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang

dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara

rohani, jasmani maupun sosial.

b. Usaha kesejahteraan anak adalah uasaha kesejahteraan sosial yang ditujukan

untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya

kebutuhan pokok anak.

Dalam menetapkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

perlindungan anak, pemerintah menyadarkan sejumlah asumsi dasar mengapa disusun

undang-undang ini. Di antaranya bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

menjamin kesejahteraan warga negaranya, termasuk perlindungan hak-hak anak yang

36Ibid..., h. 61. 37

(25)

191 merupakan hak asasi manusia, bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang

Maha Esa. Yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya, bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus

yang menjamin keberlangsungan eksistensis bangsa dan negara pada masa depan,

bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia

perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang

secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu

dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan

memberikan jaminan terhadap hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa

diskriminasi.38

Konsep perlindungan hukum terhadap anak yang lahir dari perkawinan siri

(anak luar kawin) yang dilakukan pasangan laki dengan wanita di mana si

laki-laki masih terikat dengan perkawinan yang sah dengan isterinya. Perlindungan

hukum tersebut yaitu perlindungan hukum secara preventif dan perlindungan hukum

secara refresif.

a. Perlindungan hukum secara preventif yaitu sebagai perlindungan terhadap

hak-hak normatif yang diberikan oleh Negara terhadap anak luar kawin yang

lahir dari perkawinan siri yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebagai ayah

biologisnya yang masih terikat dengan tali perkawinan sah dengan isterinya.

Pengakuan terhadap anak luar kawin lebih menitik beratkan pada pengakuan

terhadap status hukumnya sehingga hal ini adalah implementasi kongkrit atas

pemenuhan hak-hak normatif bagi anak luar kawin tersebut, baik dalam hal

memperoleh hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,

berpatisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan

diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

38Muladi,Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum

(26)

192

b. Sedangkan perlindungan hukum secara refresif dimaknai sebagai

perlindungan hukum terhadap hak-hak anak di luar kawin yang lahir sebagai

akibat dari perkawinan siri yang dilakukan oleh ayah biologisnya yang masih

terikat tali perkawinan sah dengan isterinya, untuk mempertahankan atau

membela hak-hak normatif yang dimilikinya ketika terjadi perselisihan antara

ibu kandungnya dengan ayah biologisnya yang melakukan perkawinan siri

tersebut.39

Undang-undang perlindungan anak menegaskan bahwa pertanggung jawaban

orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga negara

merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi

terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan

terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental,

spritual maupun sosial, tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan

terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh,

memilki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai pancasila, serta

berkemampuan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.40

Dalam Undang-undang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa Negara dan

Pemerintah Berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak

asasi anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,

budaya dan bahasa, status anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan mental

(Pasal 21). Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan

anak, misalnya sekolah, lapamgan bermain, lapangan olah raga, rumah ibadah, balai

kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak,

dan rumah tahanan khusus anak (Pasal 22). Negara dan pemerintah menjamin

perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan

kewajiban orang tua, wali atau oran lain yang secara hukum bertanggung jawab

39 Sujana, Kedudukan Hukum..., 125. 40

(27)

193 terhadap anak (Pasal 23 ayat 1). Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan

dan perlindungan anak (ayat 2). Negara dan pemerintah menjamin anak

menpergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan

tingkat kecerdasan anak (Pasal (24).41

Dalam teori perlindungan anak, maka dapat dikemukakan bahwa anak-anak

yang terlahir ke dunia ini patut diberikan hak-haknya secara maksimal dengan tanpa

melakukan diskriminasi. Demikian pula halnya dengan anak luar kawin yang lahir

sebagai akibat dari perkawinan siri yang dilakukan oleh orang tuanya, di mana

laki-laki sebagai ayah biologisnya masih terikat tali perkawinan sah dengan isterinya.

Anak luar kawin tersebut berhak mendapatkan perlindungan hukum dari Negara atau

pemerintah, karena sesuai dengan konstistusi Negara kita didalam ketentuan Pasal 28B ayat (2) menentukan bahwa: “setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Anak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah atau anak luar kawin berhak mendapatkan perlindungan hukum dari Negara

mengenai hak-hak normatifnya sebagai anak bangsa. Perlindungan yang patut

diberikan oleh Negara adalah dituangkannya hak-hak normatif anak luar kawin

tersebut di dalam suatu peraturan perundangan-undangan, yaitu di antaranya hak

untuk pendidikan yang layak, dan juga hak untuk mewaris dari orang tuanya

bilamana orang tuanya telah meninggal dunia. Karena tidak adil dan tidak bijak

bilamana Negara melepaskan laki-laki sebagai ayah biologisnya yang menyebabkan

kelahiran anak luar kawin tersebut dari tanggumgjawab untuk melakukan

pemeliharaan terhadap anak luar kawin ini. Dan hanya menyebabkan tanggung jawab

tersebut untuk dipikul oleh ibunya saja.42

Kedudukan nikah siri dilihat dari peraturan perundang-undangan perkawinan

di Indonesia adalah perkawinan tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 1

ayat (2) Undang-undang Perkawinan. Sehingga perkawinan yang demikian

(28)

194 menimbulkan hukum yang kompleks bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan

siri ini.

Maka dalam hal ini usaha yang dilakukan untuk dapat memberikan kepastian

hukum mengenai kedudukan anak luar kawin yang lahir dari perkawinan siri ini,

dapat dilakukan langkah hukum dengan melegalisasi perkawinan siri ini dengan

melalui isbat nikah. Adapun yang di maksud dengan isbat nikah adalah permohonan

pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan agama untuk dinyatakan sahnya

pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.

Penutup

Berdasarkan dari keseluruhan data tentang Perlindungan Hukum Terhadap

Hak Anak yang Lahir dari Perkawinan Siri (Studi Berdasarkan Undang-Undang No

1 Tahun 1974 dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak)”. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan membedakan antara anak sah dan anak luar kawin

(perkawinan tidak dicatat). Anak sah adalah anak yang dilahirkann dari perkawinan

yang sah serta menpunyai hubungan keperdataan secara sempurna dengan kedua

orang tuanya. Dan negara menberikan perlindungan hukum terhadap hak anak

tersebut baik perlindungan hukum yang bersifat yuridis dan non yuridis. Sedangkan

anak luar kawin yang lahir dari perkawinan tidak dicatatkan hanya menpunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dan tidak diakui oleh negara

sebagai anak sah. Dengan demikian anak yang lahir dari perkawinan siri (tidak

dicatat) secara hukum Negara tidak menpunyai hubungan keperdataan dengan

ayahnya, dan negara tidak menjamin perlindumgan hukum terhadap hak anak luar

kawin.

Sedangkan didalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak memberikan perlindungan hukum terhadap setiap anak yang

(29)

195 dari perkawinan siri (tidak dicatat). Sebagaimana yang tercantun didalam

Undang-unndang tersebut bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhi

ha-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpatisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas mulia

dan sejahtera karena dengan adanya perbedaan tersebut hak anak tidak diperoleh

secara menyeluruh terhadap setiap anak yang dilahirkan baik yang menyangkut

hukum keperdataan maupun hak anak yang dijamin sebagai hak asasi manusia

Bibliography

Books

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; antara Fikih Munakahat

dan Undanng-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pranada Media 2006)

Anggota IKAPI, Undang-Undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokusmedia, 2011)

Abdul azis Dahlan, Eksilopedisi Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve. 2002)

Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PTIK, 2012)

Abdul Wahid Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaharuan Hukum

Positif, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009)

Abdurrahman Partosantoso, Qamus Dars al-Luhgah al-A’rabiyyah li al-Mudarisi

al-a’liyah, (Jakarta: Dharma Bakti, 1982)

Budiman al-hanif, Membangu keluarga sakinah mebeladani kehaarmonisan keluarga

rasulullah (Jakarta, cakrra wala publingsing, 2008 )

C.S.T. Kansil ,Pengantar Hukum Islam dan Tata Hukum Indonsia, (Jarkarta: Balai Pustaka)

D.Y. Witanto, Hukum Keluarga dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya

Putusan MK Tentang Uji Materil UU Perkawinan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012)

Happy Santoso, Nikah Siri Apa Untungnya, (Jakarta: Visimedia, 2007)

Herusko, Anak Di Luar Perkawinan, Makalah Seminar Kowani,(Jakarta, 14 Mei 1996)

I Nyoman Sujana, Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010, (Yogyakarta: Aswanja

(30)

196 Iwan Zainoel Fuad, Dkk, “Kriminalogis Sosiologis Nikah Siri”, Jurnal Penelitian, 8,

(Mei 2001)

Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990) Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif

Hukum Islam dan Masyarakat, (Bandung: PT. Grafika Aditama,2009)

Muhammad Ali ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)

Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif

Hukum Islam dan Masyarakat, (Bandung: PT. Grafika Aditama, 2009)

Neng Djubaedah, P encatatan Perkawinan dan Perkawinan tidak dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) Neng Jubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan tidak dicatat; Menurut

Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010)

Neng Jubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan tidak dicatat; Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010)

Laws

Undang-undang Republik Indonesia Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umara, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Berikutnya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

3) Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa. 4) Terapi di sini

Hak-hak Anak). Pemerintah juga telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan telah diperbarui dengan Undang- undang Nomor 35

BLMSK adalah ritual penggantian kain kelambu/kain mori (luwur) yang digunakan untuk membungkus nisan, cungkup, makam, serta bangunan di sekitar makam Sunan Kudus. Puncak

The stages of the lesson and its activities reveal the essence and practical execution of CL’s five key components: positive interdependence, collaborative skills,

• Klik Delete pada Rows & Columns Group dan pilih apa yang ingin dihapus (cell, kolom, baris, atau seluruh tabel).. Menggabungkan dan

Sumber data dalam penelitian ini adalah film《 天下无贼》 Tiānxià Wú Zéi karya (赵本夫) Zhao Benfu. Data dalam penelitian ini berupa monolog, kutipan-kutipan

Hal ini dikarenakan perhitungan Ecological Footprint berdasarkan data tahunan yang telah berlalu, dan tidak dapat benar-benar tepat mengukur kemampuan daya dukung lingkungan hidup