• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pembelajaran Posted on 12 Janua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Pembelajaran Posted on 12 Janua"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Pembelajaran

Posted on 12 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 67 Komentar

Oleh :

Akhmad Sudrajat

D

alam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003)

mengetengahkan lima strategi pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan

Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1)

Pembelajaran Kontekstual

(Contextual

Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3)

Pembelajaran Partisipatif

(Participative Teaching and Learning); (4)

Belajar Tuntas

(Mastery Learning); dan (5)

Pembelajaran dengan Modul

(Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005)

memandang pentingnya strategi

pembelajaran inkuiri

(inquiry).

Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing strategi pembelajaran

tersebut.

1. Pembelajaran Kontekstual (

Contextual Teaching Learning

)

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL

merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi

pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu

menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada

peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru

bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur

lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.

Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang

harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :

1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta

didik

2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara

khusus (dari umum ke khusus)

3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep

sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari

orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.

(2)

5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang

dipelajari.

2. Bermain Peran (

Role Playing

)

Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya

pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal

relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.

Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama,

komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan

antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara

bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan

berbagai strategi pemecahan masalah.

Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan

pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta

didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5)

menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan

evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10)

membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)

Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model

pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles,

(E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya

keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk

memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal

yang menguntungkan peserta didik.

Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:

1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.

2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan

3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.

4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.

5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.

6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.

(3)

4. Belajar Tuntas (

Mastery Learning

)

Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu

belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang

dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran

harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi

pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,

melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik

untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan

belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar

dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.

Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar

tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi

adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta

didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta

didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik

dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).

Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut :

(1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan

sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru

dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran

sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan

konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui

pengajaran remedial (pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1)

mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar;

dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk

menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu

semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang

gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan

(2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum

menguasai bahan secara tuntas).

Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak

diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang

optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk

penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

5. Pembelajaran dengan Modul (

Modular Instruction

)

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang

disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik,

disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.

(4)

1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas

tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan

sumber belajar apa yang harus digunakan.

2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk

melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus :

(1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan

kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang

telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang

spesifik dan dapat diukur.

3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai

tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta

didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan

mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran

(role playing), simulasi dan berdiskusi.

4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik

dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak

menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.

5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta

didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai

ketuntasan belajar.

Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen,

diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4)

lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:

1.

Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk

kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.

2.

Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta

didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan

tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.

3.

Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui

kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan

apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.

4.

Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran

khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang

tujuan belajar yang dicapainya.

(5)

6.

Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan

pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul

Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan

mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2)

membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau

pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.

6. Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal

seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau

peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan

sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi

timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu: (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana

bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis

yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam

proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana

lazimnya dalam pengujian hipotesis,

Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1.

Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap

masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.

2.

Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan

hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b)

melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.

3.

Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa,

terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan

mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data,

menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari :

melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan

trend, sekuensi, dan keteraturan.

4.

Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna

hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan

5.

Menerapkan kesimpulan dan generalisasi

Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor,

konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan

pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.

Sumber :

(6)

E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.

Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung :

P.T. Remaja Rosdakarya.

Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka

W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.

Materi Terkait:

Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran

PENDAHULUAN

Masa anak-anak merupakan salah satu masa di dalam sebuah siklus kehidupan manusia

dimana masa itu merupakan masa yang pasti akan dilalui oleh semua manusia.Di masa inilah

seseorang akan mengalami banyak sekali proses pengembagan diri dan penanaman nilai-nilai

kehidupan yang pertama kali. Pada masa inilah para orang tua berimpian agar kelak

anak-anak nya tumbuh dengan baik dan mampu menjadi sesorang yang berguna dan sukses. Maka

tidak heran banyak para orang tua yang berlomba lomba untuk memasuk kan putra dan puteri

nya masuk ke sekolah favorit yang berkualitas dengan tujuan supaya putra dan puteri nya

mendapatkan pembelajaran yang optimal. Hal tersebut banyak sekali dilakukan para orang

tua untuk memilah-milah jenis sekolah yang tepat untuk anak nya, karena pemikiran mereka

biasanya agar kelak anak-anak mereka meneruskan jalur kehidupan keluarga.

Sekolah selain tempat menimba ilmu juga sebagai tempat dimana anak-anak menyalurkan

bakat dan ketrampilan mereka di dalam berbagai hal. Anak-anak belajar berbagai hal juga

dimulai di sekolah, selain pendidikan wajib yang mereka terima anak juga membutuhkan

pendidikan bersosial dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan disisi lain anak-anak di

sekolah sekarang ini lebih banyak mendapatkan suatu system pembelajaran yang monoton

atau menjenuhkan , dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku didalam nya sehingga

anak-anak terkadang bermalas-malasan untuk pergi ke sekolah.

Banyak nya jenis pembelajaran anak-anak yang ditawarkan sekarang-sekarang ini

menimbulkan kekhawatiran para orang tua untuk memasukkan anak-anak nya ke dalam suatu

pilihan. Pembelajaran yang ditawarkan sebagai contoh : Sekolah Reguler dari Pemerintah,

Home Scholling, Sekolah Islam (Pesantren) , Sekolah Internasional, Sekolah Full Day,

Sekolah Dasar Terpadu, dll.

PENJELASAN SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu)

Sekolah : bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.

Dasar : yang terbawah

(7)

SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Sebuah lembaga pendidikan swasta yang bercirikan

Islam setaraf sekolah dasar umum biasa ,yang memadukan kurikulum standart sekolah negeri

dengan pendidikan agama Islam. Adapun cirri spesifik SDIT adalah waktu belajar yang di

mulai dari pukul 07.00-15.00 (Fullday). (Yanto 2005)

Pada umum nya sekolah dasar islam terpadu ini menggunakan metoda penggabungan dua

pendidikan, yakni pendidikan reguler dan pendidikan aqidah (agama Islam). Sehingga jam

belajar yang di perlukan di sekolah ini akan lebih banyak di bandingkan dengan jam belajar

di sekolah reguler. Kegiatan siswa di dalam menuntut ilmu akan lebih banyak di sekolah

dibandingkan porsi siswa belajar dirumah. Sekolah merupakan rumah kedua untuk siswa

menuntut ilmu dan mengembangkan pengetahuan. Waktu yang lama untuk belajar di sekolah

akan membuat para siswa menjadi bosan dan merasa lelah, sehingga sekolah terpadu harus

memiliki fasilitas yang baik agar siswa merasa nyaman dan rekreatif di dalam belajar.

Siswa yang belajar si sekolah dasar islam terpadu ini akan berbeda dengan siswa yang belajar

di sekolah reguler atau formal pada umumnya, yakni mereka akan lebih banyak berinteraksi

antar sesama maupun berinteraksi dengan alam sekitar sewaktu di sekolah. Jam belajar yang

ada di sekolah membuat siswa tidak perlu lagi mengikuti kursus atau les di luar sekolah,

karena biasanya sedolah dasar terpadu sudah memiliki mata pelajaran yang lebih banyak di

bandingkan dengan sekolah formal biasa, missal nya Bahasa Inggris, komputer, baca tulis

Al-Quran, musik, dsb. Dengan adanya sekolah dasar islam terpadu semoga akan membuat

system pendidikan untuk anak-anak akan lebih maksimal di badingkan pendidikan reguler

lainnya dan menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki keahlian di dalam berbagai

bidang.

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM TERPADU

MAKALAH

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur

Pada Program Studi Pendidikan Islam

Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

(8)

Oleh:

DEDING SUDARSO Nim : 505910045

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI

CIREBON

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Menurut Abuddin Nata (2004:50), salah satu kekeliruan kebijakan pendidikan

Nasional yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja

pendidikan (educational performance) Indonesia adalah kurang diperhitungkannya lembaga

pendidikan Islam dalam sistem pendidikan Nasional. Sekilas ketika kita berbicara masalah

(9)

pendidikan Islam, misalnya madrasah, pondok pesantren maupun sekolah Islam masih

dipandang sebelah mata dan kurang diperhitungkan.

Tidaklah mengherankan bila muncul di masyarakat stereotyping, bahwa pendidikan

Islam selalu diasosiasikan dengan lembaga pendidikan terbelakang, kurang bermutu serta

tidak menghasilkan lulusan (educational output) yang memadai dan tidak memiliki

kemampuan komprehensif-kompetitif terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. (Fahrurrozi,

From: http://www.msi-uii.net .,akses, Sabtu, 7/6/2008, jam 11.27).

Secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya minat para orang tua untuk

menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke madrasah atau pesantren

(notabane Islam). Biasanya mereka tidak menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai

alternatif utama untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka

masuk bersekolah di madrasah, pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan

karena terpaksa (karena tidak lulus di sekolah umum, misalnya) (Abuddin Nata, 2001).

Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah) saat ini, mulai nampak

melakukan perubahan dan memformulasikan pendidikan yang lebih baik lagi. Dengan

banyaknya menggunakan sistem pendidikan yang mengadopsi sistem modern dan

menempatkan pendidikan Islam sebagai filosofis ilmu yang utama menjadikan lembaga

pendidikan Islam akan lebih maju dan berkembang atau dikenal dengan istilah “terpadu”.

(Depag RI, 2004:163).

Gambaran di atas, menunjukkan bahwa dunia pendidikan Islam di Indonesia

memang begitu dilematis. Artinya di satu sisi, tuntutan untuk meningkatkan mutu dan

kualitas agar dapat bersaing dengan lembaga pendidikan umum, di sisi lain perhatian dari

pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam masih rendah bahkan masih ditempatkan

bukan sebagai kelas utama (the first class) melainkan sebagai kelas kedua (the second

(10)

BAB II

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM TERPADU

A.Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Terpadu

1.Pengertian Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga Pendidikan Islam merupakan sebagai wadah untuk menggembleng

mental, moral dan spiritual generasi muda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi

manusia yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Lembaga pendidikan Islam yang

dalam hal ini dapat diwakili oleh pesantren, madrasah dan sekolah Islam. Ketiga institusi

pendidikan di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang

sama baik secara fungsional dan substansional. Secara fungsional ketiga lembaga

pendidikan tersebut. Sedangkan secara substansial dapat dikatakan bahwa ketiga institusi

tersebut merupakan panggilan jiwa spiritual seorang kyai, ustadz, guru yang tidak

semata-mata didasari oleh motif materiil, tetapi sebagai pengabdian kepada Allah (Husni Rahimi,

2004).

Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang diungkapkan oleh Al-Ghozali

yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata untuk pangkat maupun

bermegah-megahan (Ihsan: 2008).

2.Pengertian Terpadu dalam Lembaga Pendidikan Islam

Terpadu merupakan keterkaitan beberapa sistem dalam pendidikan yang dapat

diterapkan, mulai dari visi-misi, kurikulum, manajemen dan jaringan pendidikan yang dapat

mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan Islam secara baik.

Konsep terpadu menurut Rachmat Syarifudin (2007). Pertama, keterpaduan antara

(11)

Ketiga, keterpaduan dalam konsep pendidikan. Ada sinergi antara stakeholder yang terkait

dengan pendidikan tersebut (Dikutip Rachmat Syarifudin, “JSIT Memberdayakan

Sekolah-Sekolah Islam” copyrightÂĐ2007 www.republika.com).

Terpadu sebenarnya memiliki arti yang sangat luas mulai dari kurikulumnya,

pembelajaranya, lingkungan sekolah yang memadukan dengan masyarakat, orang tuadan

sebagainya. Banyak sekali orang yang melihat sekolah Islam terpadu begitu diminati

sehingga beberapa orang berminat untuk mendirikan sekolah Islam terpadu tersebut.

Keterkaitan kata “terpadu” dengan lembaga pendidikan Islam adalah bagaimana

institutsi mampu memberikan pendidikan sesuai dengan fitrah manusia, prinsip

keseimbangan misi kepemimpinan dan mengajak manusia kepada cahaya Illahi, sehingga

mampu menciptakan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlakul

karimah, berkualitas di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan mampu bersaing dalam

menghadapi tantangan masa depan. Dengan konsep lembaga pendidikan Islam Terpadu,

berusaha menjadikan pendidikan sebagai proses untuk menginternalisasikan nilai-nilai

(konsep) dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Depag RI, 2004).

Untuk memperjelas ketiga lembaga pendidikan Islam yaitu pesantren, madrasah

dan sekolah Islam. Karena ketiga lembaga pendidikan tersebut setidaknya masih eksis di

Indonesia.

1. Pesantren.

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan

sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad. Sebagai lembaga pendidikan khas

Indonesia, khususnya Jawa, pesantren memiliki keunikan tersendiri yang tidak dapat ditemui

dalam sejarah peradaban Timur Tengah sekalipun. Menurut Nurcholis Madjid dalam buku

beliau yang berjudul Bilik-Bilik Pesantren (Paramadina-Jakarta, 1997) menyebutkan, bahwa

(12)

“pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren,

sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek

huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya

kemanapun pergi. Dari sini dapat dipahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur,

yakni; Santri, Kyai dan Asrama (pondok).(Hamidah, From: http://hildaku.blog.com/614889 diakses Jum’at 6/6/2008 jam 11.23).

Menurut Azra (2005) sejak digulirkannya kebijakan tersebut pesantren berkembang

menjadi lembaga yang tidak saja mencakup dengan pendalaman masalah agama (tafaqquh

fid-din) dan madrasah tetapi juga pendidikan umum. Bahkan, pesantren juga menjadi pusat

pengembangan masyarakat dalam berbagai bidang sejak dari ekonomi rakyat. Pesantren

tidak lagi hanya terdapat di pedesaan; sejak 1980-an, banyak pesantren bermunculan di

kawasan perkotaan. Semua itu juga, yang membuat anak-anak lulusan pesantren, sejak

1980-an mampu berkompetisi dan sukses melanjutkan pendidikan di mancanegara; tidak

hanya di negara-negara Timur Tengah, namun juga di negara-negara Barat. Mereka ini pada

gilirannya memperkaya dan memperkuat generasi baru kaum terpelajar dan intelektual

Muslim di Indonesia (Republika, Kamis, 22 Desember 2005 dalam

http://ubed-centre.blogspot.com akses Senin 16/6/2008).

Pada awal era reformasi pesantren mengalami peningkatan dan mendapatkan

perhatian yang baik dari pemeritah sehingga beberapa pesantren mendapatkan ekuivalensi

dengan sekolah umum diakui seperti ditegaskan UU Sisdiknas 1989 sebagaimana juga

kemudian masih termuat dalam UU Sisdiknas 2003. Pengakuan pendidikan pesantren

dengan pendidikan pada umumnya. Namun semenjak tragedi 11 September 2001, image

pesantren mulai “tercoreng”. Amerika yang secara gencarnya memerangi terorisme, dengan

slogan ‘are you with us or with them-terrorist’ terlebih-lebih lembaga-lembaga pendidikan

(13)

Barat tertentu sebagai the breeding ground, tempat perkecambahan radikalisme (Badrun.

http://ubed-centre.blogspot.com akses Senin 16/6/2008).

Pesantren dan umat Islam kembali termarjinalkan sebagai warga negara. Mereka

tercitrakan sebagai ‘tertuduh’ dalam berbagai kasus kekerasan di tanah air hanya

dikarenakan beberapa oknum pelaku teroris merupakan alumnus pesantren. (Hamidah

From: hildaku. blog. Senin 16/6/2008).

2. Madrasah Model dan Terpadu

Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting selain

pesantren. Keberadaaanya begitu penting dalam upaya meningkat kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) dan menciptakan kader-kader bangsa yang memiliki wawasan keislaman

dan nasionalisme yang tinggi. Madrasah berupaya mengintegrasikan ilmu agama dan

umum. Menyeimbangkan keduanya untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Q.S.

(Al-Qasas (28): 77.

Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar abad ke-20.

Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu;

semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat (Timur Tengah) dan

merupakan respon pendidikan terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang

mendirikan serta mengembangkan sekolah (Maksum, 1999).

Dalam perkembangannya, sistem pendidikan madrasah mengalami perubahan

tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan pendidikan Islam pesantren.

Karena madrasah mulai memasukkan pelajaran-pelajaran umum dan metode yang

digunakan tidak lagi dengan metode sorogan atau bandongan, melainkan mengikuti sistem

(14)

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda di

banding pesantren, ia lahir pada abad 20 dengan munculnya madrasah manba’ul ulum

kerajaan surakarta tahun 1905 dan sekolah adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah

Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 (Malik Fajar, 1998).

Madrasah memiliki metode pengajaran seperti hafalan, latihan dan praktek. Ini

kielanjutan dari masa Rasulullah SAW. Terutama ketika beliau memberikan pelajaran

al-Qur’an, pada masa perkembangan berikutnya, pendidikan Islam yang dilakukan di

Madrasah menggunakan metode talqin, dimana guru mendikte dan murid mencatat lalu

menghafal. Setelah, hfalan guru lalu menjelaskan maksudnya.metode ini oleh maksidi

disebut sebagai metode tradisional; murid mencatat, menuliskan materi pelajaran,

membaca, mengahafal dan setelah itu berusaha memahami arti danmksud pelajaran yang

diberikan (Depag RI, 2004:67). Pada perkembangan selanjutnya pendidikan madrasah

dikembangkan menjadi beberapa jenjang pendidikan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah

Tsanawiyah dan madrasah Aliyah.

Madrasah Model adalah madrasah yang secara khusus diformulasikan untuk

meningkatkan kualitas bidang sains dan matematika (Depag RI, 2004:160). Menurut Husni

Rahim (2004), dengan merujuk pada hasil laporan yang berjudul “bekerja bersama

madrasah membangun model pendidikan di Indonesia” menyebutkan sekurang-kurangnya

ada bentuk keberhasilan program masrasah model tersebut, yaitu: (1). Terjadinya

peningkatan kualitas guru melalui berbagai program pendidikan (seperti S2 dan S3) dan

program pelatihan, (2). Meningkatkan mutu lulusan pendidikan madrasah yang tampak

dengan kecilnya kesenjangan prestasi siswa madrasah dengan sekolah umum., (3).

Meningkatnya animo para orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah seiring

dengan meningkatnya daya tampung madrasah, (4). Mulai terbentuknya networking antara

madrasah dengan berbagai perguruan tinggi, khususnya dengan STAIN, IAIN, dan UIN dan

(15)

Madrasah Terpadu adalah sebuah konsep pengembangan madrasah yang

mencoba mensinergikan berbagai potensi kekuatan MI, MTs dan MA yan berada dalam satu

lokasi untuk membantu, saling mengisi kekuatan dan kelemahan masing-masing untuk

mendorong peningkatan kualitas pendidikan madrasah (Depag RI, 2004:162).

3. Sekolah Islam Terpadu

Sejak awal abad ke-20 gagasan modernisasi Islam menemukan momentum.

Pendidikan direalisasikan dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan modern. Gagasan

tersebut menuntut adanya modernisasi sistem pendidikan Islam. Perkembangan mencolok

terjadi pada tahun 90an adalah munculnya sekolah-sekolah Islam elite Muslim yang dikenal

sebagai ”sekolah Islam”. Sekolah-sekolah itu mulai menyatakan diri secara formal dan diakui

oleh kalangan Muslim sebagai “sekolah unggulan” atau sekolah Islam unggulan. Sekolah

Islam unggulan tersebut seakan menjawab tuntutan modernisasi pendidikan Islam

(http://digilib.itb.ac.id/gdl.php. akses Jum’at 6/6/2008).

Sekolah-sekolah tersebut dapat dikatakan sebagai sekolah “elite” Islam

dikarenakan beberapa hal yang mendasarinya. Menurut Sanaky (2003), alasan yang

melatar belakangi sekolah-sekolah tersebut bersifat elite antara lain dari segi akademis.

Dalam beberapa kasus, hanya siswa-siswa yang terbaik saja yang dapat diterima.

Sedangkan tenaga pengajar (guru) yang mengajar pun hanyalah mereka yang memenuhi

kualifikasi yang dipersyaratkan melalui seleksi yang kompetitif. Sekolah-sekolah tersebut

dikelola oleh manajemen yang baik dengan berbagai fasilitas yang memadai dan lengkap

seperti perpustakaan, ruang komputer, masjid dan sarana olah raga.

Sedangkan menurut Alaydroes, sekolah Islam termasuk sekolah Islam terpadu,

memasukkan nilai-nilai Islam dari berbagai saluran. Baik saluran formal dalam arti

pembelajaran agama, dan semua mata pelajaran yang bernuansa islami, apakah itu PMP,

(16)

kedua, merekrut guru-guru yang punya visi dan ideologi yang sama, mereka tidak

diperkenankan merokok, berakhlak karimah, dan bisa menjadi teladan. Selain itu, perilaku

ibadah anak-anak juga dibentuk, lewat sholatnya atau doa-doanya dan diupayakan untuk

mengikuti sunnah. (Alaydroes, http://www.pks-anz.org/pkspedia/index.php, akses Jum’at

6/6/2008).

Dari perkembangan sekolah-sekolah ini, pemerintah dalam hal ini Departemen

Agama dan para ahli pendidikan mulai percaya akan kualitas yang ditawarkan oleh sekolah

“elite”, “unggulan”. Sehingga ke depan perbedaan (dikotomi) antara pendidikan Islam dan

pendidikan umum dalam konfigurasi pendidikan nasional harus dipersempit. Pendidikan

Islam harus diberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan yang seimbang untuk

mewujudkan pendidikan bermutu sejajar dengan pendidikan umum.

Sekolah Islam terpadu digagas karena melihat kejengahan sekolah-sekolah

nasional yang mendidik anak sekuleristik dengan memisahkan kehidupan keagamaan dan

kehidupan sosial bermasyarakat. Kemudian ada beberapa sekolah Islam yang juga bagin

dari sekuleristik yang sangat fokus terus di ibadah-ibadah mahdloh sehingga mengabaikan

sehi ilmu pengetahuan. Ini berdampak pada umat Islam yang semakin terpuruk dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Guna menjaga mutu dankualitas sekolah Islam terpadu, sejumlah praktisi

danpemerhati pendidikan Islam, membentuk sebuah wadah yaitu Jaringan Sekolah Islam

Terpadu (JSIT), dengan misi utamanya; Islami, efektif dan bermutu (Rachmat Syarifudin,

“JSIT Memberdayakan Sekolah-Sekolah Islam” copyrightÂĐ2007 www.republika.com).

B.Metode Lembaga Pendidikan Islam Terpadu

Berbicara tentang pendidikan Islam dan lembaga pendidikan Islam, agaknya sangat

idealis dan utopis bila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis, karena kegiatan

(17)

dari kajian pendidikan Islam yang selama ini mewacana dalam berbagai literatur

kependidikan Islam adalah mereka hanya kaya konsep fundasional atau kajian teoritis,

tetapi miskin dimensi operasional atau praktisnya, atau sebaliknya kaya praktik/operasional,

tetapi lepas dari konsep fundasional dan dimensi teoritiknya (Abuddin Nata, 2004:51).

Untuk mencegah timbulnya kesenjangan sekaligus mencari titik temu dari

persoalan tersebut, muncullah gagasan Pendidikan Islam Terpadu, sebuah model

pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek

pendidikan, yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran, dan lain

sebagainya. Sekolah Islam Terpadu sebagai bentuk satuan pendidikan pra-dasar, dasar, dan

menegah memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun, membentuk, membina,

dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki

karakter dan kepribadian yang positif, manusia yang mampu memahami diri sendiri dan

orang lain, manusia yang trampil hidupnya, manusia yang mandiri dan bertanggung jawab,

dan manusia yang mau dan mampu berperan serta dan bekerja sama dengan orang lain.

Untuk itu Sekolah Islam Terpadu mencoba menerapkan sistem terpadu dengan

penerapan program full day school. Yang dimaksud program terpadu adalah program yang

memadukan antara program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara

pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan

antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung

jawab terhadap dunia pendidikan.

Pemaduan program pendidikan umum dan agama dilakukan secara kuantitatif dan

kualitatif. Secara kuantitatif artinya porsi program pendidikan umum dan program pendidikan

agama diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum

diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan

muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama memberikan makna dan

(18)

; potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah), dan fisik (jasadiyah) merupakan

anugerah dari Allah yang perlu ditumbuhkan, dikembangkan, dibina, dan diarahkan dengan

baik, benar dan seimbang. Program pendidikan terpadu diharapkan menjadi salah satu

sarana untuk menumbuhkan, mengembangkan, membina, dan mengarahkan

potensi-potensi dasar yangdimiliki anak didik. (Ahmad azies.

http://alfauzi.blogspot.com/2008/02/metode-pengembangan-pendidikan-afektif.html. Kamis,

07 Februari 2008.

Berangkat dari pemahaman bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung

jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat, sekolah sebagai sebuah institusi adalah

pelaksana langsung proses pendidikan, sedang orang tua dan masyarakat sebagai pihak

pengguna dan penikmat hasil pendidikan perlu diberdayakan. Pemberdayaan orang tua dan

masyarakat dalam proses pendidikan dititik beratkan pada peran serta mereka dalam

penyamaan perlakuan terhadap anak didik serta dalam jalannya proses pendidikan.

Mereka bisa menjadi fasilitator, evaluator, donatur bahkan menjadi sumber belajar.

Program pendidikan terpadu menjadi salah satu wahana untuk mengoptimalkan tugas dan

tanggung jawab orang tua, sekolah dan masyarakat terhadap dunia pendidikan. Dengan

demikian Sekolah Islam Terpadu bertolak dari visi yang dibangun atas dasar keyakinan,

bahwa proses pendidikan bertolak dari dan menuju fitrah manusia yang hakiki sebagai

hamba Allah. Dalam arti pendidikan merupakan proses pencarian jati diri manusia dan

proses memanusiakan manusia. Pendidikan membangun kesadaran kepada manusia

tentang; siapa yang menjadikan manusia itu ada, dari mana manusia itu berasal, dan apa

tugas manusia di bumi ini? Dalam proses pendidikan manusia diposisikan dan diperlakukan

sebagai manusia, yang memiliki potensi, ciri dan karakteristik yang unik. Maka dalam proses

memanusiakan manusia itu harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Rabb

yang menjadikan manusia itu ada dan sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah

(19)

Dalam mencapai visi tersebut, Pendidikan di Sekolah Islam Terpadu mengemban

misi menjadi wahana konservasi nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa, diajarkan, dan

dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menjadi wahana dalam membangun, menumbuhkan,

mengembangkan, membentuk, membina, dan mengarahkan potensi dasar (fithrah) anak

didik. Menjadi mediator dalam menghantarkan anak didik memasuki zaman, sejarah, dan

tantangan yang akan dihadapinya. Dengan tujuan menumbuhkan, mengembangkan,

membentuk, dan mengarahkan anak didik menjadi hamba Allah yang shaleh secara

individual dan sosial, serta memberikan kemampuan dasar kepada anak didik berupa

pengetahuan, ketrampilan, dan sikap terpuji sesuai usia perkembangannya sebagai bekal

hidup dan kehidupannya.

C. Materi Lembaga Pendidikan Islam

Sejalan dengan visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan di atas, Sekolah Islam

Terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa mengembangkan

potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan. Guru tidak hanya

berperan sebagi pengajar (mudarris), tetapi juga sebagai pendidik (murabbi) setia yang

memahami perkembangan siswa. Guru dituntut menjadi sumber keteladanan yang nyata

bagi siswa.

Lingkungan pendidikan dirancang sebagai masyarakat belajar (learning society)

sehingga siswa berinteraksi secara simbiosis mutualistik; saling mengingatkan (taushiah bil

haq wa shabr), siap menjadi pelajar dan sekaligus menjadi pengajar. Proses pendidikan

senantiasa diwarnai nuansa-nuansa religius sehingga membentuk karakter keberagamaan

yang baik. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi fungsi masjid/mushala sekolah sebagai

media dan sentra kegiatan siswa. Pengembangan pendidikan emosional anak dilakukan

secara konseptual melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang diajarkan .

Orang tua juga diikutsertakan secara aktif dalam membantu penyelenggaraan pendidikan.

(20)

menciptakan dan menerapkan kebiasaan misalnya hal-hal yang bersifat spiritual- dalam

berbagai rutinitas kehidupan sehari-hari. Orang tua secara spontan bisa mengingatkan

untuk berdo’a sesuai dengan yang telah diajarkan di sekolah- dalam berbagai tindakan

anak. (Ahmad azies.

http://alfauzi.blogspot.com/2008/02/metode-pengembangan-pendidikan-afektif.html. Kamis, 07 Februari 2008.)

Tentu saja dalam melaksanakan program besar ini peran serta orang tua siswa

didik menjadi sangat penting, berangkat dari asumsi bahwa pendidikan merupakan tugas

dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat. Orang tua sebagai pihak

pengguna dan penikmat hasil pendidikan memiliki tugas yang sama dalam mendidik anak.

Sekolah dan orang tua melakukan penyelarasan visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran

pendidikan. Hubungan antar keduanya bersifat mutualistik untuk mewujudkan kerjasama

yang produktif, saling pengertian dan atas dasar pembagian wilayah kerja. Media untuk

menjembatani terciptanya hubungan tersebut adalah Badan Pembantu Penyelenggara

Pendidikan/BP3(JulHasratman,http://julhasratman.blogspot.com/2009/05/peran-lembaga-pendidikan-islam.htm. Jumat, 15 Mei 2009.

Melalui BP3, orang tua murid dapat memainkan peran dalam membantu

kelancaran proses pendidikan, memberikan masukan, saran, tanggapan, gagasan

dan melakukan evaluasi terhadap jalannya proses pendidikan. BP3 merupakan

bagian integral dari struktur lembaga

pendidikan(LutfiIndriyantohttp://www.smpit-albayyinah.com/?p=229#more-229).

Demikianlah dengan segenap keterpaduannya, Pendidikan Islam di Sekolah Islam

Terpadu menawarkan berbagai nilai lebih yang bisa diperoleh diantaranya adalah: siswa

mendapatkan pendidikan umum yang penuh dengan nuansa keislaman, siswa

mendapatkan pendidikan agama Islam secara aplikatif dan teoritis, siswa mendapatkan

(21)

lain-lain), siswa mendapat pelajaran dan bimbingan cara baca dan menghapal al-Qur’an

(tahfizh) secara tartil, siswa dapat menyalurkan potensi dirinya melalui kegiatan ekstra

kurikuler, perkembangan bakat, minat, dan kecerdasan siswa diantisipasi sejak dini,

pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisir, bagi orang tua yang sibuk Sekolah

Islam Terpadu, dengan model full day school-merupakan solusi untuk pembinaan

kepribadian putra-putrinya, siswa mendapatkan pendidikan bagaimana cara hidup bersama

dengan teman, dan nilai-nilai positif lainnya . Selain itu siswa didik akan belajar tentang

kecakapan hidup (life skill) yang memberikannya tumbuh akan kesadaran diri (self

awareness), trampil berpikir (thinking skill) dan bersosialisasi diri (social skill).

D. Kurikulum Lembaga Pendidikan Islam Terpadu

Menurut Muhaimin (2007), pelaksanaan pemaduan sistem pendidikan sekolah dan

pendidikan luar sekolah, dengan fokus pada pemaduan kurikulum madrasah dengan

kurikulum pendidikan keterampilan, dalam upaya pengembangan bakat dan minat yang

dilakukan kebanyakan lembaga pendidikan Islam Terpadu (pesantren, madrasah dan

sekolah Islam). Secara rinci permasalahan yang diajukan adalah bagaimana: (1) Gambaran

umum Pondok, (2) Faktor dominan yang melatarbelakangi pemaduan, (3) bentuk

keterpaduan program pendidikan, (4) Keterpaduan kurikulum pendidikan yang diterapkan,

(5) Peran program pemaduan dalam rangka pembinaan bakat dan minat santri, (6) Dampak

pemaduan terhadap dunia kewirausahaan, (7) Faktor-faktor penghambat dan pendukung

upaya pemaduan, dan (8) Upaya-upaya dalam mengatasi hambatan. Tujuan penelitian

untuk memperoleh data obyektif, mendalam, dan komprehensif tentang keterpaduan sistem

pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, dalam hal ini keterpaduan kurikulum

pendidikan madrasah dan kurikulum pendidikan keterampilan, dalam upaya pengembangan

(22)

Misi utama lembaga pendidikan Islam Terpadu adalah membangkitkan kesadaran

umat islam akan pentingnya generasi muda yang berkualitas tinggi dan berjiwa islami,

menggelorakan syiar islam, dan turut mensukseskan wajib belajar. Sejalan dengan itu, visi

utamanya adalah mencetak Generasi Muda Muslim Rabbani untuk menyiapkan dan menata

kehidupan islami yang harmonis. Untuk itu, dikembangkan tiga program utama, yaitu

program transformasi ilmu pengetahuan dan bahasa, penanaman nilai-nilai Islam dan

akhlaqul karimah, serta program dakwah dan pengarah masyarakat menuju kehidupan yang

diridhloi Allah SWT., yang selanjutnya dijabarkan dalam lima jalur program pembinaan

pendidikan, yaitu program pembinaan pendidikan persekolahan (madrasah), pendidikan

keagamaan, pendidikan bahasa, pendidikan umum, dan pendidikan keterampilan, sebagai

satu kesatuan.

Pemaduan antara pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah telah banyak

ditawarkan para ahli, salah satunya adalah model terpadu (integrated), dimana kedua jalur

pendidikan tersebut digabungkan ke dalam satu sistem pendidikan terpadu, meliputi

pengintegrasian kurikulum, proses pendidikan dan pengelolaan, serta komponen-komponen

lainnya dari kedua jalur pendidikan tersebut. Sistem pendidikan terpadu umumnya dapat

menjangkau sasaran populasi pendidikan yang lebih luas, lebih fleksibel, berorientasi pada

kebutuhan masyarakat, dan erat relevansinya dengan perkembangan pembangunan. (D.

Sudjana, 1996:101). Pondok pesantren dikatakan terpadu apa bila dalam keseluruhan

pembinaan terhadap para santri telah memadukan tradisi pesantren dengan sistem

pendidikan lainnya, sedang bila ditinjau dari fasilitasnya minimal terdiri dari Mesjid, rumah

kyai, pondok, dan madrasah (Sudjoko Prasodjo, 1994:24).

Pada akhirnya disimpulkan bahwa pemaduan sistem pendidikan sekolah (kurikulum

madrasah) dan pendidikan luar sekolah (kurikulum pendidikan keterampilan) dalam upaya

pembinaan bakat dan minat santri telah direncanakan secara sistematis dan terprogram,

(23)

karena berbagai faktor, baik yang sifatnya internal maupun eksternal, hasilnya masih belum

maksimal sesuai yang diharapkan. Untuk itu drekomendasikan perlunya penerapan

manajemen pondok yang profesional, pemberdayaan potensi pondok melalui kerja sama

sinergik dengan isntansi atau lembaga lain, penyediaan program pendidikan keterampilan

yang bervariasi sesuai bakat dan minat santri sesuai hasil identifikasi dan dilaksanakan

secara intensif, sehingga pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan ke-Islaman

mampu terus mempertahankan eksistensinya dalam menyahuti tuntutan kebutuhan

masyarakat sesuai perubahan zaman.

E. Lingkungan Pendukung Lembaga Pendidikan Islam Terpadu

Menurut Abuddin Nata (2004), mengatakan meraih prestasi tidaklah semudah

mempertahankan dan meningkatkannya. Untuk itu, lembaga pendidikan Islam diharapkan

agar tetap stabil dalam menjalankan fungsi dan tujuannya, baik dalam hal manajemen

maupun muatan yang diajarkan di dalamnya. Agar tetap berperan strategis dalam

pendidikan nasional, ada beberapa hal yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan oleh

lembaga pendidikan Islam sebagai berikut :

Pertama, Lembaga Pendidikan Islam harus mampu mempertahankan dan

meningkatkan ciri atau karakter keislaman di dalamnya. Nuansa dan nilai-nilai islami yang

terpraktekkan dalam kehidupan sehari-hari para siswanya adalah hal yang diutamakan

daripada hanya sekadar pengetahuan keislaman sebatas teoritis belaka.

Kedua, Lembaga Pendidikan Islam harus mampu mempertahankan dan

meningkatkan ciri unggulan yang melekat pada dirinya atau ‘imej tampil beda’, apabila

dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum misalnya dalam hal keilmuan (bimbingan

plus IPTEK, laboratorium alam, bimbingan intensif bekerjasama dengan bimbel terkemuka),

dalam hal keterampilan (komputer, beladiri, seni islami, teknologi tepat guna, usaha kecil,

(24)

Ketiga, Lembaga pendidikan Islam harus mampu meningkatkan kemampuan dalam

pola manajeman dan muatan kurikulum, siswa baru yang diseleksi ketat, staf pengajar dan

karyawan yang berkualitas, kendali kualitas (quality control) terhadap lulusan, serta sarana

dan prasarana yang lengkap.

Keempat, Lembaga pendidikan Islam harus gencar untuk ‘unjuk gigi’ pada setiap

kesempatan yang ada agar semakin dikenal dan dipercaya oleh orangtua dalam menitipkan

masa depan anak-anaknya. Peluang-peluang besar bagi lembaga pendidikan Islam untuk

menjadi lembaga pendidikan teratas di Indonesia adalah keniscayaan, setidaknya peluang

itu dapat dilihat dari jumlah penduduk negeri ini yang menganut agama Islam.

Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis menarik suatu kesimpulan bahwa lembaga

pendidikan Islam bukanlah lembaga pendidikan nomor dua dalam sistem pendidikan

nasional. Lembaga pendidikan Islam adalah sejajar dengan lembaga pendidikan umum

bahkan telah selangkah lebih baik dari lembaga pendidikan umum. Hal itu dapat tetap

terjamin apabila kenyataan hari ini dijadikan sebagai faktor pemicu untuk terus berbuat lebih

baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan di lembaga pendidikan Islam, sehingga

peranannya dalam kemajuan pendidikan nasional akan semakin nyata dan dirasakan lebih

dekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1.

Keterpaduan Pendidikan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat

Secara faktual, pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana, yakni keluarga,

sekolah dan masyarakat. Kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, ketiga unsur pelaksana

tersebut belum berjalan secara sinergis di samping masing-masing unsur tersebut juga

belumlah berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar ketiganya, memberikan pengaruh

kualitas proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan melakukan optimasi proses belajar

mengajar serta melakukan upaya minimasi pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang

(25)

pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Selanjutnya, dibuka

lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam

menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan

sekolah-keluarga-masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai

dengan kehendak Islam.

2.

Keterpaduan Sekolah, Asrama/Pesantren dan Masjid

Untuk meciptakan kultur sekolah yang bersih dari pengaruh negatif masyarakat,

program full-day school dan boarding school merupakan alternatif yang dapat dilakukan.

Karena itu, tiga poros sekolah, asrama/pesantren dan masjid yang berperan penting dalam

pengembangan SDM tapi selama ini terpisah-pisah, harus dapat diharmonisasikan. Sekolah

berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum pendidikan secara formal sesuai dengan

jenjang yang ada. Asrama merupakan sarana di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan

untuk mendukung pendidikan formal. Sikap disiplin, kemandirian, kepemimpinan dan

tanggung jawab dapat diciptakan dalam asrama. Sedangkan masjid merupakan pusat

kegiatan keislaman siswa. Di masjid, siswa akan melakukan shalat berjamaah, pembinaan

kepribadian dan kegiatan lainnya. Jika ketiganya diintegrasikan, diharapkan akan tercipta

budaya sekolah yang ideal.

BAB III

PENUTUP

Sebagai sejarah perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia

antara lain ditandai oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam (pesantren dan

madrasah) yang amat bervariasi, namun kedua-duanya memiliki hubungan subtansial dan

fungsional yang tidak bisa dipisahkan. Dinamika pertumbuhan dan perkembaanga

lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut selain dipengaruhi oleh faktor internal dari para

(26)

ini satu dan yang lainya secara akumulatif berpadu menjadi satu dan menghasilkan bentuk

dan corak dari lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Secara faktual, pembenahan lembaga pendidikan Islam yang dilakukan

mengalami perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena pengaruh yang

amat kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi yang sangat dan

menuntut adanya perubahan itu sendiri. Dengan konsep lembaga pendidikan Islam terpadu

merupaka salah satu solusi yang alternatif agar mampu memberikan terobosan pendidikan

Islam lebih maju dan kompetitif. Substansi lain,yang bisa menunjang lembaga pendidikan

Islam terpadu adalah bagaimana lembaga pendidikan Islam dapat melibatkan tiga unsur

pelaksana, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Kondisi faktual obyektif pendidikan saat

ini, ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis di samping

masing-masing unsur tersebut juga belumlah berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar

ketiganya, memberikan pengaruh kualitas proses pendidikan secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Alaydroes, Fahmi. Liputan Media. From: http://www.pks-anz.org/pkspedia/index.php, akses Jum’at 6/6/2008).

Azra, Azyumardi dalam pengantar Abudin Nata (editor). (2001). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Grasindo.

Badrun, Ubedilah. Pesantren dan Kepemimpinan Nasional. From:http://ubed-centre.blogspot.com, akses 16/6/2008.

(27)

___________________ Madrasah Sejarah Madrasah; Pertumbuhan, Dinamika Dan Perkembangan Di Indonesia, Jakarta, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: 2004.

Dhofier, Zamakhsyari. (1985). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta.

Fahrurozi. Resensi Buku: Menata Ulang Konsep dan Praktik Pendidikan Islam. From: http://www.MSI-UII.Net .,akses, Sabtu, 7/6/2008, jam 11.27.

Fajar, Malik. (1998) Madrasah dan Tantangan Modrnitas, Bandung: Mizan.

Hamidah,Kamila. Sejarah Pesantren dan Radikalisme Islam. http://hildaku.blog.com/ diakses Jum’at 6/6/2008 jam 11.23.

Hasbullah. (1996). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia LintasSejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ihsan, Hamdani & Fuad. (2007). Filsafat Pendidikan Islam.Bandung:Pustaka Setia.

Madjid, Nurcholis.(1997). Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina.

Maksum. (1999). Madrasah; Sejarah dan Perkembanganya, Jakarta: logos.

Mastuhu. (1994). Dinamika System Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS.

Muhaimin.(2003). Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam.Bandung: Nuansa.

Nata, Abuddin. (editor) (2001). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Grasindo.

____________. (2004). Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rahim, Husni dalam Departemen Agama “Anatomi Madrasah di Indonesia” makalah diseminarkan pada acara Rountable Discussion Masa Depan Madrasah yang diselenggarakan oleh INCIS pada tanggal 27 Juli 2004.

(28)

Sanaky, Hujair AH. (2003). Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safira Insania Press.

Syarifudin, Rachmat. “Jaringan Sekolah Islam Terpadi (JSIT) Memberdayakan Sekolah-Sekolah Islam” copyrightÂĐ2007 www.republika.com.

Umam, Khoirul. Madrasah dan Globalisasi. From: http://pendis.depag. go.id/madrasah/ akses Jum’at 6/6/2008).

Wahid, Abdurrahman .”Pendidikan Islam Harus Beragam”. Kedaulatan Rakyat 21 Desember 2002.

Zoher, Abdul Quddus. Menggagas dan mewujudkan Sekolah Unggul atau Sekolah Model (Upaya modernisasi sistem pendidikan Islam di Indonesia. From:

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php akses Jum’at 6/6/2008.

Zuhairini, dkk. (1997). Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Sikap toleransi yang baik, interaksi luhur dan akhlak mulia yang ditunjukkan oleh Islam terhadap orang yang menentang, tidak boleh dipandang dengan pandangan yang

Komponen kedua yakni isi. Isi program suatu bidang yang diajarkan sebenarnya adalah isi kurikulum itu sendiri, atau ada yang menyebutnya silabus. Silabus biasanya

Nilai kelarutan pada flavour bubuk kepala udang mengalami peningkatan terhadap produk flavour kepala udang ini berkaitan dengan sifat dekstrin yaitu sebagai bahan pengisi

Permainan merupakan salah satu yang menarik untuk dikembangkan. Pemanfaatan dan penggunaan game edukasi puzzle dapat menunjang proses pembelajaran. Pembelajaran

pada posisi bawah mengeluarkan air lebih deras daripada yang di atas.  Bentuk clay yang semulanya setengah bulat akan berubah

Untuk memvalidasi hasil simulasi numerik seperti Gambar 7, maka dilakukan pengukuran kecepatan aliran udara pada lokasi yang sama dengan garis. Kontour keeepatan udara di dalam

Dengan target yang sangat banyak (43.000 bidang tanah) yang harus diselesaikan dalam waktu sekitar 6 bulan rasanya tidak mungkin selesai semua karena keterbatasan sumber

Nicholas John Bennett, Department of Pediatrics, State University of New York Upstate Medical University, 2009.Gonorrhea. Proposal Research Guidelines for Making Public Health