• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL FITOREMEDIASI LIMBAH RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL FITOREMEDIASI LIMBAH RUMAH TANGGA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FITOREMEDIASI LIMBAH RUMAH TANGGA OLEH TANAMAN WLINGEN (Scirpus grossus), KIAPU (Pistia stratiotes), DAN TERATAI

(Nymphea firecrest)

Fitri Dian Nila Sari1, Dwi Suryanto2, Evi Naria2

1Alumni Program Pasca Sarjana FKM USU Departemen Kesehatan Lingkungan 2Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU, Medan, 20155, Indonesia 2 Staf Pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU, Medan, 20155,

Indonesia

E-mail: fitridns@ymail.com

ABSTRACT

Some aquatic plants have been known for their capability in reducing waste water pollution. In this study, the effect of aquatic plants in improving quality of household waste has been examined. Quasi experimental design was used in the experiment. Three aquatic plants i.e. wlingen (Scripus grossus), kiapu (Pistia stratiotes), and lotus (Nymphea firecrest) were used to increase quality of household liquid waste of Perumahan Bumi Berngam Baru, Binjai. Pollution indicators such as nitrite, TSS, pH, BOD, and sulfate were measured before and after treatment. Experiment was conducted in plastic pot with diameter of 58 cm containing 12 l of the household liquid waste. Pot with no plant treatment was used as control. The data was statistically subjected to one-way anova and LSD. The result showed that the household waste before treatment was in the quality standard of household waste water according to PP. 82 Tahun 2001, except that of nitrite (0.2982 mg/l), which is above the quality standard (0.06 mg/l). Lotus reduced up to 90.64% of TSS, 6.31% of pH, 59.35% of BOD, 22.77% of nitrite, and 23.43% of sulfate; wlingen reduced up to 83.04% of TSS, 13.12% of pH, 58.23% of BOD, 48.32% of nitrite, and 11.76% of sulfate; and kiapu reduced up to 89.47% of TSS, 6.19% of pH, 40.89% of BOD, 41.72% of nitrite, and 13.24% of sulfate. All plants siginificantly reduced TSS (p = 0,0120), pH (p = 0,000), BOD (p = 0,000), and sulfate (p = 0,007), but nitrite (p = 0,270). LSD showed that lotus was more in reducing TSS, BOD, and sulfate compared to that of others. However, TSS of control was lower. This due to no debris of plant or other suspended source in control pot.

Keywords : Household Waste, Phytoremediation, Aquatic Plants

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah air limbah domestik yang tidak diimbangi dengan peningkatan badan air penerima baik dari aspek

(2)

Pencemar domestik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia merupakan pencemar terbesar (85%) yang masuk ke badan air, sedangkan di negara-negara maju, pencemar domestik merupakan 15% dari seluruh pencemar yang memasuki badan air (Suriawiria, 1996).

Saat ini telah ditemukan cara pengolahan limbah yang baru yang lebih murah dan ekonomis serta ramah lingkungan yaitu fitoremediasi. Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan hijau khususnya tumbuhan air seperti eceng gondok, teratai, dll dan bekerjasama dengan mikrobiota, enzim, konsumsi air, perubahan tanah, dan teknik agronomi untuk menghilangkan, memuat, atau menyerahkan kontaminan berbahaya dari lingkungan seperti logam berat, pestisida, xenobiotik, senyawa organik, polutan aromatik beracun, drainase pertambangan yang asam (Dordio & A.J.P., 2011; Suresh & G.A., 2004; Newman & C.M., 2004; Singh & R.K, 2003; Archer & R.A., 2004).

Ada beberapa contoh tumbuhan air yang telah banyak digunakan sebagai water purifier, tiga diantaranya adalah wlingen (Scirpus grossus), kiapu (Pistia stratiotes), dan teratai (Nymphea

firecrest). Pada penelitian

sebelumnya oleh Finlayson dan A.J (1983) diketahui bahwa, tanaman wlingen dapat menurunkan tingkat nitrogen sebesar 74 %. Tanaman kiapu dapat menurunkan sulfat sebesar 43,1 % pada limbah detergen (Hermawati et al., 2005). Tanaman teratai mampu mengurangi kadar nitrogen pada limbah jamu sebanyak

48,01 % dalam 8 hari (Hadiyanto & Christwardana, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka suatu penelitian dalam bentuk simulasi tanaman air telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh fitoremediasi terhadap peningkatan kualitas limbah rumah tangga dan membandingkan kualitas limbah rumah tangga yang telah melalui proses fitoremediasi dengan baku mutu.

PERMASALAHAN

Adapun yang menjadi masalah penelitian yaitu bagaimana perbedaan kualitas limbah rumah tangga sebelum dan sesudah melewati proses fitoremediasi dengan tanaman wlingen (Scirpus grossus), kiapu (Pistia stratiotes), dan teratai (Nymphea firecrest). TUJUAN PENELITIAN

Peneltian ini bertujuan untuk menguji pengaruh fitoremediasi terhadap kualitas limbah rumah tangga (penurunan nilai pH, BOD, TSS, nitrit, dan sulfat limbah rumah tangga).

MANFAAT PENELITIAN

1. Dapat berguna sebagai bahan masukan untuk merancang suatu sistem pengolahan limbah rumah tangga secara alami dan terpadu yang dapat digunakan pada setiap pemukiman sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan oleh limbah rumah tangga yang dari waktu ke waktu semakin meningkat.

(3)

sistem ini juga diharapkan dapat memberi manfaat lain bagi lingkungan berupa peningkatan nilai estetika, dan mencegah berkurangnya persediaan air tanah yang berkualitas.

3. Menjadi bahan informasi bagi penelitian atau studi sejenis, terutama untuk peningkaian teknologi pengolahan limbah. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini berupa experiment, dengan desain quasi experiment. Pengulangan dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali. Pemberian limbah pada tanaman percobaan dilakukan berdasarkan rancangan faktorial. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013 sampai dengan Oktober 2013 di Jl.Soekarno Hatta Kota Binjai dan lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan limbah cair rumah tangga.

Objek penelitian adalah air limbah rumah tangga di Kota Binjai. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada saluran outlet limbah, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sampel sebelum dan sesudah pengolahan limbah secara fitoremediasi dengan tumbuhan wlingen, teratai, dan kiapu.

Alat utama yang digunakan adalah kolam-kolam buatan berupa ember plastik berukuran garis tengah 58 cm dan tinggi 38 cm sebanyak 12 buah, galon air 150 liter sebanyak 1 buah, ember plastik, dan alat pendukung. Adapun bahan penelitian adalah tanaman air dan limbah setelah melalui proses fitoremediasi. Tanaman air terdiri atas tiga jenis,

yaitu wlingen (Scirpus grossus), kiapu (Pistia stratiotes), dan teratai (Nymphea firecrest).

Analisis sidik ragam digunakan untuk mengetahui efek fitoremediasi terhadap kualitas limbah rumah tangga. Uji lanjutan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) digunakan untuk mengetahui efek pengenceran dan komposisi tanaman air.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Air Limbah Rumah Tangga Sebelum Fitoremediasi

Hasil analisis karakteristik sifat fisika dan kimia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Hasil Pengukuran Awal pH, BOD, dan TSS Berdasarkan KepMen LH

No. 112 Tahun 2003 dan PP No. 82 Tahun 2001

Ket : *) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001

Analisis bertujuan untuk mengetahui tingkat tercemarnya lokasi pengambilan sampel limbah cair. Hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan KepMenLH No. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Limbah Domestik dan berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 terlihat bahwa parameter pH, BOD, dan TSS masih berada dalam ambang batas baku mutu. Kadar nitrit apabila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Parameter Baku Mutu Hasil Analisis

pH 6-9 8,08

BOD (mg/l) 100 73,83

TSS (mg/l) 100 57

Nitrit* (mg/l) 0,06 0,2982

(4)

berada di atas ambang batas baku mutu (0,2982 mg/l) > 0,06 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air limbah rumah tangga di Perumahan Bumi Berngam Baru kota Binjai belum layak dibuang secara langsung ke perairan karena kadar nitrit masih melebihi persyaratan baku mutu yang diperbolehkan.

Tingginya kadar nitrit tidak lepas dari keberadaan nitrogen dalam kotoran dan air seni yang akan berakhir menjadi amonia juga. Jika amonia diubah menjadi nitrat maka akan terdapat nitrit dalam air. Menurut Waite (1984), amonia masuk ke dalam perairan melalui pembusukan organisme yang sudah mati dan limbah serta pengikatan nitrogen atmosferik oleh bakteri. Selanjutnya amonia secara cepat dioksidasi dengan memanfaatkan ketersediaan oksigen terlarut dalam air menjadi nitrit dan nitrat.

Kualitas Air Limbah Rumah Tangga Setelah Fitoremediasi

Berdasarkan hasil pengukuran setiap parameter yang diuji, pengaruh fitoremediasi terhadap setiap parameter, dijelaskan sebagai berikut:

a. Penurunan Kadar TSS

Tabel 3 menunjukkan pada percobaan yang dilakukan terhadap air limbah rumah tangga menggunakan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar TSS menurun.

Tabel 2. Persentase Perbedaan Kadar TSS Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Melewati

Pengolahan dengan Fitoremediasi

Tumbuhan Air

TSS (mg/l) Bed a Kadar

(mg/l)

% Beda Sebelum Sesudah

Tanpa Tanama

n 57 2,00 55,00 96,49a

Wlingen 57 9,67 47,33 83,04b

Kiapu 57 6,00 51,00 89,47b

Teratai 57 5,33 51,67 90,64a

a)b)c)d): Angka yang diikuti huruf yang sama tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji tukey 5%.

Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa proses fitoremediasi dengan tanaman memiliki pengaruh nyata dalam menurunkan kadar TSS. Kadar TSS pada air limbah tanpa perlakuan (kontrol) mengalami penurunan sebesar 55,00 mg/l atau 96,49%. Kadar TSS pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami penurunan sebesar 47,33 mg/l atau 83,04%. Kadar TSS pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman kiapu mengalami penurunan sebesar 51,00 mg/l atau 89,47%. Kadar TSS pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 51,67 mg/l atau 90,64%.

(5)

Menurut Stowell et al.

(1980), salah satu fungsi akar tanaman air yang tenggelam di dalam perairan adalah menyaring dan menyerap bahan-bahan yang tersuspensi. Fachrurozi et al. (2010) menyatakan penurunan TSS terjadi karena kiapu memiliki akar serabut yang dapat menjadi tempat menempelnya koloid yang melayang di air. Semakin tinggi biomassa tanaman, semakin banyak akar serabutnya, maka semakin banyak koloid yang menempel di akar-akar tersebut. Efek fitoremediasi terhadap penurunan TSS oleh tanaman teratai, terjadi akibat bahan-bahan tersuspensi yang bobotnya lebih tinggi, dan cenderung selalu menuju bagian dasar perairan, sehingga membantu terjadinya proses penyaringan oleh akar tanaman teratai (Yusuf, 2008).

Penurunan TSS pada percobaan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan TSS pada limbah tanpa tanaman air yang menurunkan 96,49%, karena pada limbah tanpa tanaman (kontrol) tidak menggunakan tanah sebagai media tanam. Tanah yang digunakan sebagai media tanam dianggap memiliki mikroorganisme berupa bakteri anaerob. Menurut penelitian Sharifani dan Soewondo (2009), bahwa TSS erat kaitannya dengan pertumbuhan mikroorganisme. Adanya bakteri anaerob yang berasal dari sampah, kotoran, atau sisa pembusukan dalam jumlah kecil, namun cukup untuk bekerja sebagai inokulum, akan berkembang menjadi populasi bakteri yang lebih banyak jika dalam kondisi optimum. Meningkatnya konsentrasi TSS dalam biowaste diakibatkan oleh

biomassa yang terdapat dalam bentuk padatan tersuspensi.

b. Penurunan Nilai pH

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai pH limbah rumah tangga mengalami penurunan setelah melalui proses fitoremediasi. Hasil analisis anova dan BNT menunjukkan bahwa proses fitoremediasi berpengaruh nyata dalam menurunkan nilai pH.

Tabel 3. Persentase Perbedaan Nilai pH Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Melewati

Pengolahan dengan Fitoremediasi

Tumbuhan Air

pH Beda

Nilai % Beda Sebelum Sesudah

Tanpa Tanama

n 8,08 7,72 0,36 4,46 b

Wlingen 8,08 7,02 1,06 13,12a

Kiapu 8,08 7,58 0,50 6,19 b

Teratai 8,08 7,57 0,51 6,31 b

a)b)c): Angka yang diikuti huruf yang sama tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji tukey 5%.

Nilai pH pada air limbah tanpa perlakuan (tanpa tanaman) mengalami penurunan sebesar 0,36 atau 4,46%. Nilai pH pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami penurunan sebesar 1,06 atau 13,12%. Nilai pH pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman kiapu mengalami penurunan sebesar 0,50 atau 6,19%. Nilai pH pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 0,51 atau 6,31%.

(6)

Transformasi data dilakukan dengan sqrt (k-x) sehinggga didapatkan data yang berdistribusi normal. Pengolahan data dilanjutkan dengan anova one way. Hasil sidik ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga Fhitung akibat pengaruh jenis tanaman sebesar 29,742 dengan nilai p (0,000) < 0,05, artinya Ho ditolak. Ada perbedaan nilai pH pada berbagai jenis tanaman air pada fitoremediasi limbah rumah tangga.

Penurunan pH pada tanaman sebagai akibat adanya proses pertukaran ion antara limbah dengan tanaman air. Akar dan batang tanaman dapat menyerap ion-ion penyebab asam atau basa yang berlebih, atau melepaskan ion-ion yang dapat menetralkan perairan. Kemampuan tanaman air untuk melakukan pertukaran ion, dikemukakan oleh Reed et al., (1987) bahwa tanaman air di dalam kolam selain berfungsi melindungi perairan dari cahaya matahari, juga melakukan penyerapan dan pertukaran ion.

c. Penurunan Kadar BOD

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa BOD limbah rumah tangga yang telah melalui proses fitoremediasi mengalami penurunan. Analisis anova dan BNT menunjukkan bahwa proses fitoremediasi berpengaruh nyata pada penurunan BOD.

Tabel 4. Persentase Perbedaan Kadar BOD Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Melewati

Pengolahan dengan Fitoremediasi

Tumbuhan Air

BOD (mg/l) Bed a Kadar

(mg/l)

% Beda Sebelum Sesudah

Tanpa Tanama

n 73,83 24,34 49,49 67,03a

Wlingen 73,83 30,84 42,99 58,23b

Kiapu 73,83 43,64 30,19 40,89c

Teratai 73,83 30,01 43,82 59,35b

a)b)c): Angka yang diikuti huruf yang sama tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji tukey 5%.

Kadar BOD pada air limbah tanpa perlakuan (tanpa tanaman) mengalami penurunan sebesar 49,49 mg/l atau 67,03%. Kadar BOD pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami penurunan sebesar 42,99 mg/l atau 58,23%. Kadar BOD pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman kiapu mengalami penurunan sebesar 30,19 mg/l atau 40,89%. Kadar BOD pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 43,82 mg/l atau 59,35%.

Hasil uji normalitas data kadar BOD pada limbah dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dan box plot menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah terdistribusi normal (metode analitik uji Shapiro-Wilk, p<0,05). Pengolahan data dilanjutkan dengan anova one way. Hasil sidik ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga Fhitung akibat pengaruh jenis tanaman sebesar 24,075 dengan nilai p (0,000) < 0,05, artinya Ho ditolak. Ada perbedaan kadar BOD pada berbagai jenis tanaman air pada fitoremediasi limbah rumah tangga.

(7)

anorganik terjadi melalui bantuan mikoroorganisme dari golongan jamur yang hidup pada akar tanaman. Berkurangnya bahan-bahan organik dan anorganik di dalam perairan, menyebabkan BOD menurun. Menurut Suriawiria (2003) salah satu kemampuan tanaman air yang memiliki mikoriza adalah menguraikan bahan-bahan organik dan anorganik sehingga dapat menurunkan BOD.

Penurunan BOD pada percobaan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan BOD pada limbah tanpa tanaman air yang menurunkan 67,03%, karena erat kaitannya dengan kadar TSS. TSS akan menghambat proses masuknya sinar matahari ke dalam perairan. Sehingga mengakibatkan proses fotosintesis tanaman (fitoplankton) menjadi terhambat. Padahal seperti diketahui, karena kurangnya suplai oksigen dan bakteri anaerobik akan tumbuh. d. Penurunan Kadar Nitrit

Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan nitrit mengalami penurunan setelah melalui proses fitoremediasi, namun analisis anova menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antar perlakuan pada penurunan nitrit.

Tabel 5. Persentase Perbedaan Kadar Nitrit Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Melewati

Pengolahan dengan Fitoremediasi

2 0,2467 0,0515 17,27a

Wlingen 0,298

2 0,1541 0,1441 48,32a

Kiapu 0,2982 0,1738 0,1244 41,72a

Teratai

0,298

2 0,2303 0,0679 22,77a

a)b)c): Angka yang diikuti huruf yang sama tidak Kadar nitrit pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami penurunan sebesar 0,1441 mg/l atau 48,32%. Kadar nitrit pada air limbah setelah fitoremediasi mengalami penurunan sebesar 0,1738 mg/l atau 0,1244 mg/l dan persentasi penurunan 41,72%. Kadar nitrit pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 0,0679 mg/l atau 22,77%.

(8)

ada perbedaan kadar nitrit pada berbagai jenis tanaman air pada fitoremediasi limbah rumah tangga.

Pada dasarnya kemampuan tanaman wlingen dan teratai untuk menurunkan nitrit, tidak hanya melalui proses penyaringan dan penguraian, seperti unsur yang lain. Pelepasan oksigen hasil fotosintesis pada lapisan bagian atas dan dasar perairan yang memungkinkan terjadinya proses nitrifikasi atau perubahan nitrit menjadi nitrat juga mempengaruhi penurunan nitrit. Hal ini sesuai dengan Barnes dan P.J (1980) bahwa faktor pengontrol proses nitrifikasi dalam proses pengolahan air salah satunya adalah oksigen terlarut, dimana proses nitrifikasi terjadi dalam kondisi aerob, sehingga keberadaan oksigen sangat penting dalam proses ini.

Efek fitoremediasi air limbah dengan tanaman kiapu, terjadi penurunan nitrit sebesar 0,1441 mg/l atau 48,32%. Penurunan yang terjadi pada tanaman kiapu lebih besar dari teratai karena tanaman kiapu yang digunakan lebih banyak jumlahnya dari teratai walaupun dengan berat basah yang sama, sehingga terdapat jumlah daun yang lebih banyak dalam kolam simulasi. Daun yang semakin banyak dan semakin luas dapat menerima dan menangkap radiasi matahari yang lebih banyak untuk kebutuhan proses fotosintesis di daun, sehingga produksi asimilat menjadi lebih tinggi (Sumadi, 2010). e. Penurunan Kadar Sulfat

Pada Tabel 6 menujukkan bahwa kadar sulfat limbah rumah tangga yang telah melalui proses fitoremediasi mengalami penurunan. Analisis anova dan BNT

menunjukkan bahwa proses fitoremediasi berpengaruh nyata pada penurunan kadar sulfat.

Tabel 6. Persentase Perbedaan Kadar Sulfat Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Melewati

Pengolahan dengan Fitoremediasi

Wlingen 10,80 9,53 1,27 11,76b

Kiapu 10,80 9,37 1,43 13,24b

Teratai 10,80 8,27 2,53 23,43a

a)b)c): Angka yang diikuti huruf yang sama tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji tukey 5%.

Kadar sulfat pada kontrol mengalami penurunan sebesar 0,55 mg/l atau 5,09%. Kadar sulfat pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami penurunan sebesar 1,27 mg/l atau 11,76%. Kadar sulfat pada pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman kiapu mengalami penurunan sebesar 1,43 mg/l atau 13,24%. Kadar sulfat pada pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 2,53 mg/l atau 23,43%.

(9)

Sulfat yang terlarut pada bagian permukaan dan dasar kolam, ikut tersaring bersama-sama dengan bahan-bahan yang tersuspensi lainnya oleh akar tanaman wlingen dan teratai. Setelah sulfat sampai pada permukaan akar, terjadi proses penyerapan untuk memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur sulfat. Tanaman membutuhkan sulfat sebagai salah satu unsur hara esensial yang menyusun asam amino (Salisbury & Ross, 1995). Mekanisme penyerapan tersebut, menyebabkan kadar sulfat air limbah berkurang.

Efek fitoremediasi kiapu terhadap sulfat menunjukkan penurunan yang lebih besar daripada wlingen. Pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman kiapu kadar sulfat turun sebesar 1,43 mg/l atau 13,24%. Penurunan sulfat sebagai efek fitoremediasi yang terjadi pada tanaman kiapu lebih besar dibanding dengan wlingen disebabkan oleh jumlah akar serabut yang dimiliki kiapu lebih banyak dari teratai dan wlingen. Sulfat yang tersaring oleh tanaman kiapu, selanjutnya diserap melalui permukaan akar.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1) Karakteristik limbah rumah tangga Perumahan Bumi Berngam Baru menurut KepMen LH No. 112 Tahun 2003 parameternya masih di dalam ambang batas, namun menurut PP No. 82 Tahun 2001 parameter nitrit masih di atas ambang batas > 0,06 mg/l (0,2982 mg/l). 2) Penurunan kadar TSS paling

efektif oleh tanaman teratai

sebesar 90,64%, berbeda nyata dengan tanaman lainnya, nilai p (0,012) < 0,05.

3) Penurunan pH paling efektif oleh tanaman wlingen sebesar 13,12%, berbeda nyata dengan tanaman lainnya, nilai p (0,000) < 0,05.

4) Penurunan kadar BOD paling efektif oleh tanaman teratai sebesar 59,35%, berbeda nyata dengan tanaman lainnya, nilai p (0,000) < 0,05.

5) Penurunan kadar nitrit paling efektif oleh tanaman wlingen sebesar 48,32%, tidak berbeda nyata dengan tanaman lainnya, nilai p (0,270) > 0,05.

6) Penurunan kadar sulfat paling efektif oleh tanaman teratai sebesar 23,43%, berbeda nyata dengan tanaman lainnya, nilai p (0,007) < 0,05.

Saran

1) Disarankan pada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan penataan tanaman air pada kolam-kolam di sekitar pemukiman, baik komposisi dan

jenisnya, maupun

penempatannya, sesuai dengan karakteristik setiap jenis tanamannnya, agar dalam kolam tersebut dapat berlangsung proses fitoremediasi yang efektif.

(10)

masih ada parameter (nitrit) yang masih berada di atas ambang batas.

DAFTAR PUSTAKA

Archer, M. J. G dan R. A. Caldwell, 2004. Response of Six Australian Plant Species to Heavy Metal Contamination at An Abandoned Mine Site.

Water Air Soil Poll. 157(1-4): 257–267.

Barnes, D., and P.J. Blisse. 1980.

Biological Control of Nitrogen in Wastewater Treatment. London. New York.

Dordio, A., dan A. J. P. Carvalho., 2011. Phytoremediation: An Option for Removal of Organic Xenobiotics from Water. Handbook of Phytoremediation. pp 51-92. Fachrurozi, M., Utami, Listiatie

Budi., Suryani, Dyah., 2010.

Pengaruh Variasi Biomassa Pistia stratiotes L. Terhadap Penurunan Kadar BOD,

COD, dan TSS Limbah

Cair Tahu di Dusun Klero

Sleman Yogyakarta.

KESMAS. 4(1): 1-75.

Finlayson, C.M., dan A.J. Chick. 1983. Testing the Potential of Aquatic Plants to Treat Abattoir Effluent. Water Res. 17(2): 415-422.

Hadiyanto dan Christwardana, Marcelinus., 2012. Aplikasi Fitoremediasi Limbah Jamu Pemanfaatannya untuk Produksi Protein. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(1): 129-134. Hermawati, Ervina., dan Wiryanto,

Solichatun., 2005. Fitoremediasi Limbah

Detergen Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes l.) dan Genjer (Limnocharis flava l.). Jurnal Bio Smart. 7: 115-124.

Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.

Newman, L.A., dan C.M. Reynolds., 2004. Phytodegradation of Organic Compounds. Curr Opin Biotechnol. 15: 225– 230.

Reed, S. C., R. Bastian. dan W. Jewel., 1987. Engineering Assessment of Aquaculture System for Wastewater Treatment. Environmental Protection Agency. 9: 1-12. Salisbury, F.B., dan C.W. Ross.,

1995. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sharifani, Shinta., dan Soewondo, Prayatni., 2009. Degradasi Biowaste Fasa Cair, Slurry, dan Padat dalam Reaktor Batch Anaerob Sebagai Bagian dari Mechanical Biological Treatment. Paper.

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Sipil dan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Singh, O. V dan R. K. Jain. 2003. Phytoremediation of Toxic Aromatic Pollutants from Soil. Appl Microbiol Biot. 63: 128-135.

(11)

Land, Air, and Water Resources, University of California. California.

Sumadi, I Nyoman, 2010. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea l.) di Lahan Kering.

Tesis. Program Magister Program Studi Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Suresh, B., dan G. A. Ravishankar., 2004. Phytoremediation – A Novel and Promising Approach for Environmental Clean-up. Crit. Rev. Biotechnol. 24: 97-124. Suriawiria, U., 2003. Mikrobiologi

Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Alumni. Bandung. Syafrani, 2007. Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat untuk Pengendalian Limbah Cair pada Sub-Das Tapung Kiri Provinsi Riau.

Disertasi. Sekolah

Pascasarjana IPB. Bogor. Waite, T.D. 1984. Principles of

Water Quality. Academic Press, INC London.

Gambar

Tabel 4. Persentase Perbedaan Kadar BOD Limbah

Referensi

Dokumen terkait

Potensi Tanaman Air Zantedeschia Aethiopica, Echinodorus Palaefolius Dan Pontederia Lanceolata Sebagai Agen Fitoremediasi Logam Pb Pada Limbah Cair Industri Kertas

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai efisiensi penurunan konsentrasi COD, BOD, TSS dan kekeruhan dalam proses fitoremediasi limbah cair kopi dengan perlakuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan fitoremediasi berdasarkan jenis tanaman (teratai dan hidrilla) dan lama kontak dalam menurunkan kadar BOD

Lama Kontak Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius) dengan Sistem Subsurface Flow Wetlands terhadap Penurunan Kadar BOD, COD, dan Fosfat dalam Limbah

Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domistik yakni yang berasal

Nilai pH air limbah setelah proses penyaringan dengan saringan bertingkat D dan dilanjutkan den- gan fitoremediasi menggunakan tumbuhan Eceng gondok (perlakuan E)

Seiring untuk mengurangi masalah-masalah yang ditimbulkan limbah cair rumah tangga, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan metode fitoremediasi dengan tanaman wlingen,

pada Setiap Perlakuan di Akhir Masa Remediasi KESIMPULAN Fitoremediasi mengggunkan Spirulina sp efeketif mengurangi kandungan amoniak, nitrat dan phospat pada limbah budidaya ikan