• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Lektur Keagamaan pada Kelompok Keag

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peta Lektur Keagamaan pada Kelompok Keag"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Peta Lektur Keagamaan pada Kelompok

Keagamaan Islam di IPB:

Benang Merah Gerakan Islam Asasi

1

Asep Saefullah

Puslitbang Lektur Keagamaan, Jakarta

Pendahuluan

Penerbitan buku-buku Islam mengalami perkembangan yang signifikan sejak sekitar tahun 1980-an. Menggeliatnya penerbitan

1Tulisan ini semula adalah Makalah penulis yang disajikah dalam “Seminar Hasil

Kajian Pemetaan Buku-Buku Keagamaan”,Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI, Jakarta, 27-28 Desember 2006, dan merupakan bagian dari penelitian tentang peta lektur keagamaan di Puslitbang Lektur Keagamaan, dan beberapa bagian pendahuluan diadopsi dan dimodifikasi sehingga ada kemiripan, misalnya dalam batasan istilah dan ruang lingkup.

This study is a result of research into religious lectures given at the Institute of Farming (Darmaga campus, IPB) in Bogor. The case studies were a group of non formal teachings given at Masjid Al-Hurriyah IPB and lectures presented by the Board of Islamic religious teachings for Islamic students of the Institute of Farming (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa [BKIM] IPB). The religious literature used by the two groups could be categorized into two classes, according to teaching content and presentation, which are classical Islamic literature and texts leaning towards Hizbut Tahrir. Islamic classical literature is represented by examples such as Riy±«u¡ ¢±li¥in and Tafs³r F³ ¨il±lil-Qur’±n which are studied in the non formal Islamic teachings at Mesjid Al-Hurriyah IPB. Whereas, a tendency towards the thoughts of Hizbut Tahrir group can be seen in the manual Islam, Mulai Akar ke Daunnya (Islam from the root to the leaf) used for the training of the cadets at BKIM. One of its themes presents Islam as an ideology. The ideology referred to here is taken from the term ’aqidah aqliyah (the creed of thought) which creates rules for life. This notion was adopted from the thoughts of the founder of Hizbut Tahrir, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani who stated the order of life should be built on the foundations of Islam which are the Qur’an and the Sunna.

.

(2)

tersebut terkait erat dengan munculnya kelompok-kelompok kajian Islam di kampus-kampus perguruan tinggi umum.2 Sebut misalnya, di ITB Bandung, IPB Bogor, dan UGM Yogyakarta. Pada tahun 1980-an di kampus ITB muncul penerbit Pustaka Salman. Di Yogyakarta, dari kampus UGM, Jamaah Shalahuddin, muncul penerbit Shalahuddin Press.3

Kajian tentang perbukuan Islam di Indonesia, khususnya buku-buku kontemporer, merupakan wilayah yang kurang mendapat perhatian. Informasi mengenai tema ini lebih banyak berupa laporan-laporan atau komentar singkat dari para penggemar atau penerbit buku. Sedikitnya bahan kajian mengenai bidang ini menjadi penyebab langkanya kajian di bidang ini.

Buku yang relatif baru terbit mengenai tema gerakan Islam adalah karangan M Imdadun Rahmat berjudul Arus Baru Islam

Radikal4: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia

(Jakarta: Erlangga, 2005). Buku ini membahas proses transmisi gerakan revivalisme Islam di Timur Tengah ke Indonesia dari tahun 1980 hingga 2002. Juga dibahas tentang pengaruh gerakan kebangkitan Islam Timur Tengah yang diwakili organisasi massa Islam Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan ad-Dakwah al-Salafiyah dan organisasi massa Islam baru di Indonesia, seperti gerakan Tarbiyah (yang berawal pada 1980-an dari Masjid Salman ITB Bandung), Hizbut Tahrir Indonesia (yang bermula dari IPB Bogor pada 1982), dan berbagai perkumpulan Dakwah Salafi (yang dimulai oleh para alumnus LIPIA, Jakarta, pada 1980-an).

Buku lain yang membahas gerakan-gerakan Islam kontemporer disunting oleh Imam Tholkhah dan Neng Dara Affiah berjudul

2

Azra, Azyumardi. 1995. “Perbukuan Islam di Indonesia: Merambah Intelektualisme Baru” dalam Katalog Pameran Naskah dan Buku. (Jakarta: Festival Istiqlal), h. 165.

3

Aziz, Abdul, Imam Tholkhah, dan Soetarman. Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 298.

4

(3)

Gerakan Keislaman Pasca-Orde Baru: Upaya Merambah Dimensi

Baru Islam (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama

RI, 2005). Buku setebal 594 halaman yang merupakan kumpulan hasil penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu Islam Radikal, Islam Sufistik, Islam Kritis, dan Gerakan Islam dan Pendidikan Pesantren. Buku ini tidak memfokuskan pada gerakan-gerakan keislaman mahasiswa, namun lebih kepada gerakan-gerakan keis-laman kontemporer yang tumbuh Indonesia, terutama pasca-Orde Baru, seperti Majelis Mujahidin Indonesia, Hizbut Tahir Indonesia, Front Pembela Islam, Lasykar Jihad, Salamullah, Jaringan Islam Liberal, Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah, dan lain-lain.

Penelitian ini dibatasi pada lektur keagamaan atau buku-buku keagamaan pada kelompok keagamaan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga Bogor. Buku-buku tersebut meliputi buku-buku yang dikaji, diterbitkan, dan dijadikan rujukan atau referensi, terutama referensi pemikiran dan tindakan. Adapun kelompok keagamaan yang dimaksud adalah baik bersifat struktural maupun tidak, dari kalangan mahasiswa maupun dosen dan civitas akade-mika lainnya, serta basis aktivitasnya berada di dalam kampus.

Judul kecil “Gerakan Islam Asasi” dimaksudkan sebagai kelom-pok keagamaan yang mendasarkan pemikirannya pada pondasi yang sangat mendasar. Pondasi itu adalah akidah (Islam). Di antara ciri-ciri gerakan ini adalah bahwa kelompok tersebut menjadikan Islam sebagai ideologinya; pondasi yang dibangun pertama kali adalah pemikiran atau fikrah; dan dasar pemikiran tersebut adalah akidah (Islam). Ciri lain adalah bahwa akidah itu menjadi satu-stunya ikatan yang sangat kuat dan tetap bagi mereka; cenderung beramar makruf nahi mungkar secara “prosedural” (menghindari kekerasan); dan selalu merujuk pada sumber-sumber asasi dalam agama, yang dalam Islam adalah Al-Qur’an dan hadis, dilengkapi dengan ijma atau ijtihad. Semua itu merupakan asas, sehingga pe-neliti menawarkan nama “Gerakan Islam Asasi” bagi kelompok-kelompok keagamaan yang memiliki ciri-ciri demikian dan yang mengusung persoalan-persoalan asasi umat, seperti akidah, ideologi, dan fikrah tersebut.

(4)

di kalangan mereka. Dengan demikian, masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peta lektur keagamaan di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)?

Berdasarkan masalah tersebut, pertanyaan-pertanyaan penelitian itu adalah:

1. Apa sajakah judul-judul dan siapakah pengarang buku/literatur pada kelompok keagamaan di lingkungan kampus IPB?

2. Bidang kajian apa sajakah yang secara umum dikaji?

3. Bagaimanakah isi buku keagamaan yang dijadikan bahan kajian? Sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, penelitian ini memiliki tujuan: (1) Menginventarisasi lektur keagamaan di kam-pus perguruan tinggi, yakni di IPB; (2) Mengetahui isi buku keagamaan yang dijadikan bahan kajian; dan (3) Memetakan lektur keagamaan di kampus berdasarkan bidang kajiannya.

Dari segi kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat men-jadi: (1) Masukan bagi pimpinan perguruan tinggi dalam hal pem-binaan kehidupan keagamaan di kampus melalui pendekatan lektur keagamaan; (2) Masukan dan bahan pertimbangan bagi para peng-ambil dan penentu kebijakan di Departemen Agama dalam hal penye-diaan lektur keagamaan yang menunjang kehidupan beragama, ber-masyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan (3) Informasi mengenai lektur keagamaan di kampus.

Berkaitan dengan batasan istilah dan ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Kajian Pemetaan adalah proses penelaahan dan penelitian yang

akan menghasilkan suatu gambaran umum tentang buku-buku keagamaan yang digunakan kelompok-kelompok keagamaan di perguruan tinggi.

2.Buku-buku Keagamaan dan media elektronik adalah buku-buku

dan produk elektronik yang bermuatan nilai-nilai keagamaan yang digunakan dan dijadikan bahan kajian, sumber rujukan atau pedoman di lingkungan kelompok keagamaan di kampus.

3.Kelompok Keagamaan adalah perkumpulan organisasi

keagama-an di lingkungkeagama-an mahasiswa dkeagama-an kampus ykeagama-ang mengkaji agama secara intensif, baik bersifat intra maupun ekstra kampus.

4.Perguruan Tinggi dalam hal ini adalah lembaga pendidikan

tinggi umum negeri.

(5)

1.Identifikasi dan inventarisasi terhadap buku, majalah, CD, dan VCD atau jenis bacaan/rujukan lain yang bermuatan nilai-nilai agama yang digunakan oleh kelompok-kelompok keagamaan di lingkungan kampus perguruan tinggi.

2.Identifikasi terhadap kelompok-kelompok studi keagamaan di kampus serta kegiatan-kegiatannya.

3.Pengkajian atas isi dan kecenderungan lektur keagamaan yang ditemukan di lapangan.

Adapun dari segi metodologi, Penelitian ini pada dasarnya me-rupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan nakan pendekatan kualitatif. Pemaparan hasil penelitian menggu-nakan metode deskriptif-analitis. Pendekatan yang digumenggu-nakan adalah pendekatan content analysis dan discourse analysis. Pendekatan ini terutama digunakan untuk mengkaji literatur keagamaan yang menjadi sasaran penelitian. Adapun sasaran penelitian ini adalah (1) kelompok kajian keagamaan di kampus IPB, dan (2) buku, majalah, CD/VCD/DVD atau bahan rujukan lain yang digunakan oleh kelompok yang bersangkutan.

Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) Studi dokumentasi; (2) Wawancara; dan (3) Peng-amatan.

Bahan-bahan dari lapangan, berupa hasil wawancara dan peng-amatan dianalisis dan diacu untuk penulisan laporan berdasarkan relevansinya. Content analysis digunakan untuk menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan content suatu literatur, yaitu judul, pengarang, bidang kajian, kategori bahasannya, dan lain-lain.

Sedang-kan discourse analysis digunakan untuk menganalisis substansi

literatur kajian. Literatur-literatur yang ada diidentifikasi, diinventa-risasi, dan dianalisis, untuk mengetahui karakteristik, kecende-rungan, arah, dan wacananya.

Profil Ringkas Institut Pertanian Bogor (IPB)

1. Sejarah Perkembangan IPB

(6)

otonomi IPB (2000-2005) dan tahap IPB berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang dimulai pada tahun 2006.5

Tahap Embrional (1941-1963). Tahap embrional perkembangan

IPB diawali dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan mene-ngah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang dimulai pada awal abad ke-20 di Bogor.

Tahap Pelahiran dan Pertumbuhan (1963-1975). Tahap

pela-hiran dan pertumbuhan ditandai dengan berdirinya IPB pada tang-gal 1 September 1963 berdasarkan keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 92/1963 yang kemudian disyahkan oleh Presiden RI Pertama dengan Keputusan No. 279/1965.

Tahap Pendewasaan (1975-2000). Pada tahun 1978, IPB

mengem-bangkan kerjasama tahap pertama (1979-1983) dengan University Wisconsin di bidang peningkatan kemampuan tanaga pengajar, khususnya di bidang ilmu-ilmu lingkungan dan ilmu gizi, sehingga pada tahun 1981 lahir Fakultas Politeknik Pertanian.

Pada periode Rektor IPB Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad selama dua periode masa bakti 1987-1991 dan 1992-1996, IPB telah memba-ngun kampus Darmaga berdasarkan master plan 1982. Sedangkan pada periode Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Soleh Salahuddin, M.Sc yaitu tahun 1996-1998, IPB telah memiliki 144 Program Studi (PS), yang terdiri dari 30 PS untuk Program Diploma, 39 PS untuk Prog-ram Sarjana, 51 PS untuk ProgProg-ram Magister dan 25 PS ProgProg-ram Doktor yang tersebar di delapan Fakultas dan Program Pascasarjana. Kemudian, pada masa kepemimpinan Rektor IPB Prof. Dr. Ir. Aman Wirakartakusumah yaitu tahun 1998-2002, IPB secara proaktif terlibat langsung dalam reformasi pendidikan sebagai bagian tidak terpisahkan dari gerakan reformasi nasional yang bergulir sejak 1997. Melalui Peraturan Pemerintah 154 tahun 2000, IPB menjadi salah satu dari empat perguruan tinggi nasional berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Tahap Otonomi. Prof. Dr. Ir. Ahmad Ansori Mattjik, M.Sc

meru-pakan Rektor IPB yang pertama dipilih dalam mekanisme IPB

5

(7)

sebagai BHMN. Rektor dipilih oleh MWA (Majelis Wali Amanat) untuk masa bakti 2003-2007 dengan program kerja utama untuk mewujudkan academic excellent dan generating income excellent, sehingga diharapkan mampu menghantarkan IPB sebagai univer-sitas riset yang secara embrional terwujud pada tahun 2007.

Sebagai kampus yang modern sekaligus melestarikan situs sejarah, IPB memiliki lima lokasi kampus yang tersebar di beberapa wilayah dengan peruntukan khusus:

• Kampus IPB Darmaga (267Ha) sebagai kantor rektorat dan pusat kegiatan belajar-mengajar S1, S2, dan S3. Selain itu, disediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

• Kampus IPB Baranangsiang Bogor (11,5 Ha), sebagai pusat kegiatan penelitian dan pemberdayaan masyarakat serta pendi-dikan pascasarjana eksekutif. Pada saat ini di kampus ini sedang dibangun IPB International Convention Center.

• Kampus IPB Gunung Gede Bogor (14.5 Ha) sebagai pusat ke-giatan pendidikan manajemen dan bisnis yang akan dilengkapi dengan techno-park.

• Kampus IPB Cilibende Bogor (3.2 Ha) sebagai pusat kegiatan pendidikan vokasional diploma, dan

• Kampus IPB Taman Kencana Bogor (3.4 Ha), direncanakan untuk pendirian rumah sakit internasional.

2. Organisasi Mahasiswa dan Kehidupan Keagamaan di Kampus IPB

Organisasi Kemahasiswaan. Kebersamaan mahasiswa IPB

di-wadahi dalam organisasi Keluarga Mahasiswa (KM) dalam bentuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM-IPB dan Dewan Perwa-kilan Mahasiswa (DPM) KM-IPB. BEM KM-IPB dipimpin oleh Presiden Mahasiswa yang dipilih melalui proses pemilihan raya se-tahun sekali dan secara ex-officio merupakan perwakilan mahasis-wa di MWA (Majelis Wali Amanat) IPB. Di tingkat fakultas, juga terdapat BEM dan DPM Fakultas.

Selain BEM dan DPM, di tingkat institut terdapat 34 Unit Kegiatan Mahasiswa dan di tingkat fakultas terdapat 33 Himpunan Mahasiswa.6

(8)

Unit Kegiatan Mahasiswa.Unit-unit kegiatan mahasiswa di IPB meliputi: (1) UKM Seni dan Budaya yaitu: Paduan Suara Mahasis-wa "Agria SMahasis-wara" Gentra Kaheman (Seni Sunda), MAX (Musik); (2) UKM Olah Raga non Beladiri yaitu: Sepak Bola, Basket, Bola Voly, Bulu Tangkis, Tenis Meja, Tenis Lapangan, Panahan; (3) UKM olah raga beladiri yaitu: PS Merpati Putih, PS Perisai Diri, PS Setya Buana, PS Tapak Suci, Tarung Derajat, PS Seroja Putih, Thifan Po Khan, Tae Kwondo, Bandung Karate Club; (4) UKM Kerohanian, yaitu: Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), Persekutuan Mahasiwa Kristen (PMK), Kesatuan Mahasiswa Kato-lik Indonesia (KEMAKI), Kesatuan Mahasiswa Buddha (KMBA), dan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD); (5) UKM Bi-dang Khusus, yaitu: Resimen Mahasiswa, Lawalata (Pencinta Alam), Korps Sukarela PMI dan UKF (Konservasi Fauna), KPTO Zingiber (Tanaman Obat/Biofarmaka), Gema Almamater (Jurnalistik: Photo-graphy, Film), dan KOPMA (Koperasi Mahasiswa) IPB; dan (6) UKM Bidang Wirausaha, yaitu: Koprasi Mahasiswa (KOPMA), Kelompok Kewirausahaan, Pemberdayaan Masyarakat Pertanian.

Kehidupan Keagamaan. Sebagaimana diakui oleh Ketua DKM

Al-Hurriyah, Drs. H. Syamsuddin, M.Si. dan Ketua BKIM IPB, Rizka,7 bahwa civitas akademika, baik mahasiswa dan dosen

mau-pun para pegawai diberikan kesempatan untuk mengikuti aktivitas keagamaan pada organisasi-organisasi keagamaan di luar kampus. Namun, ketika pihak kampus, dalam hal ini BKIM dan DKM Al-Hurriyah menyelenggarakan kegiatan keagamaan, siapa pun dapat mengikutinya, tetapi tidak menggunakan dan tidak membawa atri-but organisasi asalnya. Pada kesempatan lain, Drs. H. Syamsuddin, M.Si. menyatakan bahwa lingkungan kampus IPB cukup steril dari faksi-faksi maupun intervensi organisasi di luar kampus. Setiap aktivitas keagamaan yang diselenggarakan kampus tidak pernah mengusung dan atau merepresentasikan mazhab atau haluan dari suatu organisasi di luar kampus.8 Beberapa pengurus BKIM juga

memberikan pernyataan yang sama, di antaranya Fanani, maha-siswa Fak. Teknologi Pertanian IPB, semester IX (asal Kediri);

7Wawancara

dengan keduanya di tempat terpisah, tanggal 14 Oktober 2006.

8

(9)

Andi.9 Menurut mereka, para pengurus dan anggota BKIM dapat

juga beraktivitas pada oraganisasi keagamaan lain, bahkan pada partai politik. Dalam pernyataan lain, Fanani menyebutkan bahwa BKIM memiliki hubungan pemikiran dengan beberapa oragnisasi keagamaan di luar kampus, misalnya dengan HTI atau Tarbiyah.10

Ini juga dapat dilihat dalam buku panduan bagi pembinaan kader BKIM IPB yang diterbitkan sendiri oleh BKIM IPB Press, yang berjudul ”Islam dari Akar ke Daunnya”. Buku-buku rujukan dalam buku panduan ini banyak yang dikeluarkan oleh HTI atau karya-karya tokoh Hizbut Tahrir lain, di antaranya buku-buku Taqiyuddin an-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum, yang pertama adalah pendiri Hizbut Tahrir dan yang terakhir adalah pemimpin Hizbut Tahrir sepeninggal an-Nabhani. Oleh karena itu, selain DKM Al-Hurriyah dan BKIM, dalam penelitian ini akan sedikit diulas tentang HTI dengan pertimbangan bahwa organisasi ini secara tidak langsung memberikan kontribusi dalam pembentukan pemikiran sebagian aktivis BKIM.

Lembaga dan Kelompok Keagamaan di Kampus IPB

Lembaga atau kelompok keagamaan yang berada di lingkungan kampus IPB terbatas pada lembaga-lembaga formal struktural. Lembaga formal yang dimaksud adalah unit kegiatan mahasiswa yang berada di bawah wakil rektor tiga bidang kemahasiswaan. Lembaga ini bernama Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB. Sedankang lembaga struktural adalan lembaga yang berada di dalam struktur IPB. Lembaga ini adalah Dewan Keluarga Masjid (DKM) Al-Hurriyah Kampus IPB. Di samping itu, ada juga beberapa kelompok keagamaan yang ada di sekitar kampus IPB, di antaranya Hizbut Tahrir Indonesia dan Gerakan Salafi. Kedua kelompok ini tidak berada dalam dan tidak terlibat secara langsung pada kegiatan-kegiatan yang di lingkungan kampus. Pihak kampus juga tidak membenarkan lembaga-lembaga tersebut membawa ”benderanya” ke dalam aktivitas-aktivitas kampus, walaupun mere-ka dapat saja meminjam gedung untuk pelaksanaan suatu kegiatan, seperti acara seminar, forum silaturahmi, dan lain-lain, sebagaimana

9Wawancara

, 11 Nopember 2006.

10Wawancara

(10)

diperbolehkannya pihak perorangan untuk menggunakan fasilitas kampus dengan konpensasi tertentu.

1. Masjid Al-Hurriyah IPB

Sejarah Ringkas Masjid Al-Hurriyah. Mesjid Al-Hurriyah

ber-diri pada tahun 1965 dengan bentuk yang kecil, sederhana dan berada di tengah hutan. Memang pada saat itu kampus kehutanan IPB yang sekarang berada di Darmaga, dahulunya merupakan hutan belantara. Tahun demi tahun mesjid Al-Hurriyyah IPB mengalami perkembangan, hinga pada tahun 1992 di sebelah kiri mesjid Al-Hurriyyah di bangun mesjid yang lebih besar, yang mampu manampung jamaah 1.000 orang. Hingga tahun 1997, pengelola-anya masi berada satu yayasan dengan Yayasan A-Ghifari yang juga mengelola Masjid Al-Ghifari IPB di kampus Gunung Gede.

Kemudian IPB membangun mesjid yang lebih besar lagi yang megah, bahkan menjadi mesjid kampus tarbesar kedua se- Indone-sia yang dapat menampung jamaah 5.000 orang. Jadi, sejak tahun 1998 berdirilah masjid Al-Hurriyyah yang besar sebagai renovasi dari masjid lama--sekarang dikenal dengan Aula Al-Hurriyyah--dan pengelolaanya pun mandiri sebagai mitra dari Masjid Al-Ghifari.

Kegiatan mesjid Al-Hurriyyah berjalan seiring dengan kebutuh-an dkebutuh-an dinamika perkembkebutuh-angkebutuh-an kampus. Adapun kegiatkebutuh-annya beru-pa pelayanan jamaah, pendidikan anak-anak, kegiatan sosial kama-syarakatan, peringatan hari besar Islam, dan lain-lain.

Sejak tahun 1998, kegiatan DKM Al-Hurriyah berkembang le-bih jauh setelah memiliki masjid yang lele-bih besar. Beberapa kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh DKM Al-Hurriyah adalah PAGI ANABA (Paket Kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru), Open House Al-Hurriyah, PQR (Paket Qiyamul Ramadhan), IQ (Idul Qurban), dan GMK (Gema Muharram Kampus).

Kajian Keagamaan dan Hasil Terbitan. Kajian keagamaan yang

(11)

Al-Hurriyah dan terbuka bagi seluruh civitas akademika dan masyara-kat umum. Sedangkan ustaz yang mengisi kajian rutin ini adalah, bidang hadis oleh Ustaz Ahmad, bidang akhlak oleh Ustaz Asep Nurhalim, dan bidang tafsir oleh Ustaz E. Syamsuddin.

Buku-buku yang digunakan untuk ketiga bidang tersebut pada dasarnya tidak ditentukan oleh pengurus DKM. Demikian juga me-ngenai tema-tema yang dikaji dalam kajian rutin tersebut. Kedua-nya, baik buku maupun tema, diserahkan kepada masing-masing ustaz yang bertanggung jawab pada bidang-bidang tersebut. Selama ini, buku-buku yang digunakan dalam kajian rutin tersebut ada tiga, yaitu:

a.Riy±«u¡-¢±li¥n untuk kajian hadis, oleh Ustad Ahmad.

b.Tazkiyatun-Nafs untuk kajian Akhlak, oleh Ustaz Asep Nurhalim.

c.Tafsir Fi ¨il±lil-Qur’±n untuk kajian tafsir, oleh Ustaz E.

Syam-suddin.

Berkaitan dengan bidang penerbitan, sejauh ini DKM Al-Hurriyah belum menerbitkan buku-buku keagamaan. Adapun penerbitan yang pernah dilakukannya, baru berupa Buletin Jumat

Al-Hurriyyah.

2. Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB

Sejarah Singkat BKIM IPB. Badan Kerohanian Islam

Maha-siswa Institut Pertanian Bogor (LDK BKIM IPB) adalah sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di lingkungan kampus IPB yang bergerak di bidang keislaman. Lembaga ini terkadang dikenal juga sebagai Lembaga Dakwah Kampus.11 Motto BKIM adalah Never

Ending Improvement

BKIM IPB didirikan pada tanggal 16 November 1976 oleh Dr. Ir. Asep Saefudin, M.Sc. Dkk. dengan nama Badan Kerohanian Islam Keluarga Mahasiswa (BKI KM) IPB. Perubahan nama menjadi BKIM dilakukan pada Muker XVII BKIM IPB

11

Di beberapa kampus, lembaga yang menanangi kerohanian Islam sering disebut Lembaga Dakwah Kampus. Di IPB juga sebenarnya terdapat nama ini, yaitu di dalam struktur DKM Al-Hurriyah. Lihat misalnya dalam situs

(12)

Pada tahun 1982-1989 BKIM terlibat aktif dalam membidani dan mengembangkan Forum Silaturahim Lembaga Dakwah (FSLDK). Pada periode tersebut BKIM mendapat amanah sebagai Koordiantor Wilayah I meliputi Sumatera dan Jawa Barat. Sejak digantikannya peran Korwil oleh BP Puskomnas, BKIM men-dapat amanah sebagai Pusat Komunikasi Daerah FSLDK se-Priangan Barat meliputi Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Provinsi Banten hingga tahun 2005. Seiring dengan berkembangnya dakwah di Provinsi Banten maka pada Forum Silaturahim Daerah (FSDa) kelima pada bulan Mei 2005 memutuskan untuk melepaskan Provinsi Banten menjadi Puskomda Banten Raya. Sekarang Pus-komda Priangan Barat hanya mencakup Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

Kajian Keagamaan dan Hasil Terbitan. BKIM memiliki

kelom-pok kajian keagamaan yang melaksanakan kajian rutin seminggu sekali. Kelompok ini tidak berjumlah banyak, biasanya terdiri dari 5-10 orang. Adapun tempat, waktu dan bidang atau tema kajian diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing kelompok. Menurut pengurusnya,12 tidak ada rerfrensi atau rujukan khusus dalam kajian

ini. Namun demikian, pengurus harian telah menerbitkan modul yang menjadi acuan dalam kajian tersebut. Modul tersebut adalah

Islam dari Akar ke Daunnya, ditulis oleh Tim Penyusun BKIM

IPB, Yusuf Wibisono dkk., diterbitkan oleh BKIM IPB Press. Buku ini tidak dikhususkan bagi kalangan mahasiswa IPB atau civitas akademika IPB, tetapi juga dipublikasikan secara umum bagi masyarakat luas.

Menurut Fanani, 13 buku ini pernah dipesan beberapa puluh

eksemplar oleh sebuah SMA yang menyelenggarakan Latihan Ke-pemimpinan dan dibagikan kepada peserta pelatihan tersebut. Buku ini memang sebagai buku panduan dan dasar bagi pembinaan dan pengkaderan bagi anggota BKIM, namun dapat pula dibaca oleh masyarakat umum.14 Buku ini dicetak untuk ketiga kalinya pada

12 Di antaranya Rizka, Fanani dan Andi, dalam wawancara dengan ketiganya

secara terpisah, pada 14 Oktober dan 11 Nopember 2006.

13

Fanani, Wawancara, 11 Nopember 2006.

14 Wawancara

(13)

tahun 2004 (cetakan pertama tahun 2002 dan cetakan kedua tahun 2003). Terbitan lain adalah buku Belajar Mengenal dan Mencintai

Al-Qur’an, karya M. Fachri Simatupang, yang terbit tahun 2003,

juga ditebitkan oleh BKIM IPB Press.

3. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

Hizbut Tahrir (HT)15 adalah partai politik yang berideologi Islam.

Partai ini didirikan pada tahun 1952 di Al-Quds (Baitul Maqdis) Palestina. Pendirinya adalah Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani (1909 - 1979 M), kelahiran Ijzim, di daerah Haifa, Palestina. Ia pernah belajar di Al-Azhar dan Dar al-Ulum, Kairo, dan pernah menjadi dosen dan hakim di beberapa kota di Palestina. Sepeninggal Al-Nabhani, HT dipimpin oleh Abdul Qadim Zallum, kelahiran kota Khalil, Palestina. Ia penulis buku H±ka©± Hudimat al-Khil±fah (Begitulah Khilafah Dihancurkan).

Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan me-ngemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan lain menyampaikan hidayah (petunjuk syariat) bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.

Hizbut Tahrir memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan fikrah dan

tariqah dari sejarah. Semuanya berasal dari Islam semata, tidak ada

satu pun yang bukan dari Islam. Tidak dapat pula dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.

Masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia diperkkirakan sekitar tahun 1980-an. Sekitar tahun 1982-1983, Hizbut Tahrir (HT) mulai diperkenalkan di Indonesia oleh dua orang tokoh yang pernah bersentuhan dengan HT di Timur Tengah. Kedua tokoh itu adalah M. Mustofa dan Abdurrahman al-Baghdadi. ”M. Mustofa adalah putra pengasuh pesantren Al-Ghazali, Bogor, seorang ulama yang berpandangan modernis dan dekat dengan DDII, Abdullah bin Nuh.

15

(14)

Sedangkan Abdurrahman berasal dari Libanon yang bermigrasi ke Australia yang kemudian tinggal di Indonesia.”.16 Persentuhan

Mus-tofa dengan HT dimulai ketika ia belajar di Yordania. Sedangkan Abdurrahman Al-Baghdadi termasuk orang lama di Hizbut Tahrir. Ia telah bergabung dengan Hizbut Tahrir ketika masih berusia 15 tahun di Libanon, dan ia sendiri berasal dari keluarga aktivis HT

Ketika berlibur ke tanah air, tahun 1982 (ia menyelesaikan studi di Yordania tahun 1985), ia memperkenalkan pemikira Hizbut Tahrik kepada para mahasiswa IPB di masjid kampus pada saat itu, yakni Masjid Al-Ghifari (kampus Baranangsiang). Orang yang pertama dipernalkan kepada HT adalah Fathul Hidayah.

Ketika Mustofa harus kembali ke Yordania untuk menyelesai-kan studi, kegiatan halaqah dan pembangunan jaringan dilanjutmenyelesai-kan oleh Fathul Hidayah (aktivis Partai Bulai Bintang), Asep Saifullah, Adian Husaini (sekjen KISDI), Hasan Rifai Al-Faridi (aktivis Dompet Dhuafa Rapublika) dan lain-lain di bawah bimbingan Abdurrahman, yang dibantu oleh Abas Aula dan Abdul Hanna yang berlatar belakang pendidikan di Madinah. Pemikiran HT kemudian disebarkan ke berbagai daerah melalui jaringan Lembaga Dakwah Kampus (LDK).17 Maka, setelah terbangun jaringan yang luas dan

anggotanya semakin banyak, terbentuklah HT cabang Indonesia dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia disingkat HTI. Saat ini, HTI telah memiliki berbagai cabang hampir di seluruh Indonesia. Saat ini, HTI telah memiliki website http://www.hizbut-tahrir.or.id, serta jurnal sebagai media politik dan dakwa, Al-Wa’ie.

Ragam Judul dan Bidang Kajian

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, jumlah buku yang secara langsung “bersentuhan” dengan kelompok kajian keagamaan di kampus IPB berjumlah 36 judul. Buku-buku tersebut terdiri atas buku-buku yang dikaji, buku-buku rujukan, dan buku-buku panduan bagi anggota kelompok kajian bersangkutan. Buku-buku yang dikaji dibedakan menjadi dau bagian, yaitu buku-buku yang

16M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmini Revivalisme

Islam Timur Tengah di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 97; Jamhari dan Jajang Jahroni (Eds.), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 165.

17Ibid.

(15)

dikaji oleh kader BKIM IPB dan buku-buku yang dikaji oleh Kelompok Pengajian DKM Al-Hurriyah IPB.

Dari segi penerbitnya, buku-buku tersebut juga ada yang diter-bitkan oleh kalangan sendiri dan penerbit lain. Penerbit luar terse-but di antaranya Al-Izzah Bangil, Pustaka Thariqul Izzah Bogor, GIP Jakarta, Pustaka Amani Jakarta, Al-Ma’arif Bandung, dan lain-lain. Sedangkan penerbit kalangan sendiri adalah BKIM IPB Press. Ada tiga buah buku yang diterbitkan oleh BKIM IPB, yaitu:

1. Materi Dasar Islam , disusun oleh Tim Penyusun BKIM IPB Bogor, terbit tahun 1998;

2. Islam, Mulai Akar ke Daunnya, oleh Tim Penyusun , yakni Yusuf Wibisono dkk., terbit tahun 2004 untuk cetakan ketiga (cetakan pertama tahunn 2002, dan kedua tahun 2003); dan

3. Belajar Mengenal dan Memahami Al-Qur’an, karya M. Fachri Simatupang, terbit tahun 2003.

Sementara itu, dari DKM Al-Hurriyah tidak diperoleh buku terbitan sendiri, tetapi lembaga ini mengeluarkan Buletin Jum’at

Al-Hurriyah. Sayangnya, seperti diakui oleh seorang pelaksana harian

dan petugas perpustakaan Masjid Al-Hurriyah, Johan,18 Mahasiswa

Fakultas Perikanan, bahwa buletin ini tidak terus menerus diter-bitkan karena kendala teknis dan keterbatasan dana. Berkaitan de-ngan buletin, didapatkan pula buletin As-Salam, terbitan HTI, baik di kalangan kader BKIM maupun di DKM Al-Hurriyah. Sedangkan di Perpustakaan Masjid, terlihat tidak secara spesifik diisi oleh buku-buku dari kalangan tertentu. Koleksi perpustakaan ini sama dengan perpustakaan pada umumnya, yakni mencakup buku-buku yang umunmnya beredar di masyarakat atau buku-buku referensi keagamaan, misalnya Kitab Tafsir Fi ¨il±lil-Qur’±n, Kitab Hadis

¢a¥³¥ al-Bukh±r³, ¢a¥³¥ Muslim, Kitab Fat¥ al-B±ri, dan lain-lain.

Demikian juga dengan majalah dan jurnal-jurnal, tetapi sedikit terli-hat majalah-majalah yang terkadang dianggap cenderung “beraliran keras” banyak terdapat di perpustakaan ini, misalnya Al-Wa’ie,

Tarbiyatuna, Al-Muslimun, dan lain-lain. Namun demikian,

maja-lah-majalah lain juga bisa didapatkan di sini, misalnya Panji Masyarakat, Gatra, dan lain-lain.

Kategori lain dari lektur keagamaan di kampus IPB adalah buku-buku yang secara rutin dikaji oleh kelompok kajian DKM

18

(16)

Hurriyah sebagaimana disebutkan di atas. Ada tiga buku yang dikaji secara rutin setiap minggu, masing-masnig satu kali. Ketiga buku terebut adalah:

a.Riy±«u¡-¢±li¥³n untuk bidang hadis.

b.Tazkiyatun-Nafs untuk bidang akhlak

c.Tafs³r Fi ¨il±lil-Qur’±n untuk bidang tafsir.

Selanjutnya adalah buku-buku yang merupakan buku pedoman bagi para kader BKIM IPB. Ada dua buku jenis ini, yaitu: (1) Islam,

Mulai Akar ke Daunnya, oleh Tim Penyusun BKIM, yakni Yusuf

Wibisono dkk., terbit tahun 2004; dan (2) Belajar Mengenal dan

Memahami Al-Qur’an, karya M. Fachri Simatupang, terbit tahun

2003.

Kategori selanjutnya adalah buku-buku yang pernah dikaji atau dibedah oleh kalangan kader BKIM IPB. Buku-buku tersebut sebe-narnya merupakan buku referensi dalam penulisan buku panduan pembinaan kader BKIM IPB, tetapi buku-buku tersebut juga dikaji oleh mereka. Ada sepuluh buku dalam kategori ini, yaitu:

Daftar Buku Keagamaan yang Dikaji oleh BKIM IPB Darmaga Bogor

No Judul Buku Pengarang/

Penerjemah Penerbit Bidang

1 Menjadi Pembela Islam M.R. Kurnia PSKII, Bogor,

2000

Akhlak

2 At-Taqarrub Ila Allah Thariq at-Taufiq

F. Sanqarth Dar an-Nahdah al-Islamiyah, Beirut, 1994

Akhlak

3 Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, meneropong penjalanan spiritual dan dakwahnya

Ihsan Samarah Al-Azhar Press, 2003, 39 hlm.

Biografi

4 Sistem Ekonomi Islam Taqiyuddin

an-Nabhani

Risalah Gusti Surabaya 1996

Ekonomi

5 Pembentukan Partai Politik Islam (at-Takattul al-Hizbi)

Taqiyuddin

an-6 Nizhamul Hukmi fil-Islam Taqiyuddin an-Nabhani

Al-Izzah, Bangil Politik

8 Islam, Politik dan Spiritual H. Abdurrahman Lisan ul-Haq Singapura, 1998

Politik

9 Pemikiran Politik Islam Abdul Qadir Zallum

Al-Izzah, Bangil, 2001

(17)

7 Negara Islam, Tinjauan

10 Peraturan Hidup dalam Islam (Nizhamul Islam)

Jika dilihat dari tabel di atas, berdasarkan bidang kajiannya, tampaknya bidang politik menempati urutan pertama, yaitu 5 buku dari 10 berarti (50%). Kemudian dau buku untuk bidang akhlak atau (20%), dan selebihnya, satu buku untuk bidang-bidang yang lain, yaitu biografi, ekonomi, dan sosial-budaya, masing-masing 10%.

Kategori terakhir adalah buku-buku keagamaan yang dijadikan referensi atau bahan rujukan. Di sini, bahan rujukan tersebut lebih pada pustaka acuan yang digunakan oleh para kader BKIM IPB khususnya dalam penyusunan buku pedoman pembinaan kader BKIM IPB, yang berjudul Islam dari Akar ke Daunnya. Buku-buku kategori jenis ini berjumlah 31 buku, termasuk 10 buku yang dikaji di atas.

Sementara itu, dilihat dari aspek bidang kajiannya, buku-buku pada kelompok keagamaan di kampus IPB banyak didominasi oleh bidang politik, yakni 8 buku dari 36 buku atau 22.22 %. Bahkan tema-tema sejarah dan sosial-budaya yang masing-masing berjum-lah 3 buku (8.33 %), selalu dikaitkan dengan sejarah politik atau tema politik lainnya, terutama dengan isu Daulah Islamiyah dan Khilafah Islamiyah. Misalnya buku yang berjudul Peraturan Hidup

dalam Islam (Ni§±mul-Isl±m) karya al-Nabhani yang mencakup

bidang sosial-budaya karena membahas berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakat, tetapi di dalamnya secara nyata membahas tentang konsep Daulah Islamiyah dan Khilafah Islamiyah serta usulan Undang-Undang Dasar Daulah Islamiyah. Demikian juga dengan buku Menuju Masyarakat Islam Kaffah yang termasuk bidang sosial budaya karya S. Frederick dan M. Al-Khaththath, jelas disebutkan bahwa masyarakat yang dimaksud adalah masyara-kat Islam di dalam pemerintahan Islam atau, lagi-lagi, Daulah Islamiyah. Juga buku berjudul Wajah Dunia Islam dari Dinasti

(18)

sejarah, di dalamnya penuh dengan aroma politik, jatuh bangunnya dinasti, intrik-intrik politik, ”politik kaum imperialis”, dan lain-lain. Jika dalam batasan lebih longgar mengenai pembidangan ini, maka kedelapan buku bidang politik ditambah enam buku bidang sejarah dan sosial-budaya, berarti ada 14 buku atau sekitar 30.55 % buku yang ada pada kelompok keagamaan di kampus IPB termasuk bidang politik.

Posisi selanjutnya adalah bidang akhlak, yaitu enam buku atau 16.67 %; kemudian hadis dan pemikiran masing-masing empat buku atau 11.11 %; dan bidang Al-Qur’an/tafsir sebanyak dua buku; serta terakhir bidang ekonomi, hukum, dan biografi, masing-masing satu buku atau 2.78 %.

Ada dua buku dan satu jurnal yang tidak dimasukkan ke dalam pembidangan di atas karena dari segi isinya sangat kompleks dan boleh dikatakan tidak ada bidang yang lebih dominan dalam pemba-hasannya, sehingga dimasukkan ke dalam kategori ”ensiklopedis” (mencakup berbagai bidang). Jika demikian, ada tiga buah yang termasuk ”ensiklopedis” atau 8.33 % . Ketiganya adalah seperti di bawah:

• Materi Daurah Dirosah Islamiyah, Tim ELKAJI, ELKAJI Press, Bogor, 1998.

• Materi Dasar Islam, Tim Penyusun BKIM IPB, BKIM IPB Press, Bogor, 1998

• Al-Wa’ie, Jurnal Politik dan Dakwah, diterbitkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia No. 08, I; 1-30 April 2001

Berikut ini tabel persentase lektur keagaman pada kelompok keagamaan di kampus IPB.

Persentase Bidang Kajian Lektur Keagamaan pada Kelompok Keagamaan di Kampus IPB Darmaga Bogor

No Bidang Jumlah Buku Persentase

1 Akidah 6 16.67 %

2 Al-Qur’an/Tafsir 2 5.56 %

3 Hadis 4 11.11 %

4 Hukum 1 2.78 %

5 Biografi 1 2.78 %

6 Hukum 1 2.78 %

7 Pemikiran 4 11.11 %

(19)

9 Sejarah 3 8.33 %

10 Sosial-Budaya 3 8.33 %

11 “Ensiklopedis” 3 8.33 %

Jumlah 36 100

Tinjauan Isi Buku: Beberapa Contoh

1.Islam, Mulai Akar ke Daunnya19

Buku ini merupakan modul kajian keagamaan bagi mahasiswa IPB yang dikomandani oleh Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB. Buku ini merupakan buku pegagang bagi program “pembinaan anggota BKIM”. Buku ini dumulai dengan pemahasan akidah hingga persoalan dakwah. Persoalan-persoalan akidah merupakan pondasi utama bagi seorang muslim. Jika aki-dahnya telah terbangun dengan kokoh, maka kewajiban selanjutnya adalah menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan. Persoalan ini dibahas pa-da bab selanjutnya tentang syariah. Syariah merupakan pelaksanaan ajaran-ajaran Tuhan yang agung. Dalam pelaksanaannya perlu strategi sehingga dapat mencapai sasaran secara tepat. Untuk itulah dikemukakan permasalah “siyasah” (stretegi pelaksanaan syariah) pada bab selanjutnya. Para pelaku dalam pelaksanaan syariah mutlak memerlukan integritas moral dan kepribadian yang Islami dan sesuai akhlak Islam. Oleh karena itu, perlu dibahas persoalan kepribadian Islam, dan itu dibahas pada bab “Syakhsiyah”. Tugas selanjutnya adalah menyampaikan Islam kepada masyarakat. Penyampaian risalah Islam biasanya menggunakan istilah “dakwah”. Bagian ini merupakan bagian akhir dari buku ini.

Dari sisi materinya, sebagaimana disebutkan di atas, buku ini memang diawali dengan pembahasan tentang akidah sebagai landasan awal dan pondasi utama bagi generasi Islam. Banyak hal yang berkaitan dengan masalah akidah Islam yang dijelaskan dalam buku ini. Keimanan tersebut di atas merupakan pondasi bagi bangunan keislaman yang kafah.

Bagian kedua adalah tentang syariat, yang diawali dengan pembahasan tentang “Keterikatan terhadap Hukum Syara’”. Kemudian dibahas secara berturut-turut tentang hukum perbuatan manusia, sumber-sumber syariat Islam, dan terakhir tentang pelaksanaan syariat Islam.

Bagian ketiga tentang “Siyasah” atau politik. Bab pertama dalam bagian ini adalah ”Pemikiran Politik Islam”. Dalam menjelaskan masalah ini disebutkan bahwa ”Islam adalah suatu metode kehidupan yang unik, dibandingkan dengan agama maupun ideologi lain” (h. 122). Setelah pemikiran politik Islam dije-lasakan, pembahasan selanjutnya adalah tentang ”ikatan yang mempersatukan

19 Ditulis oleh Tim Penyusun, Yusuf Wibisono dkk., (Bogor: BKIM IPB Press,

(20)

manusia”. Satu-satunya ikatan yang dapat mempersatukan umat adalah ikatan ideologis, dan ideologi itu adalah Islam.20

Melanjutkan pembahasan tersebut dijelaskan kemudian mengenai ”ideolgi Islam” dalam pembahasaan ”Mengenal Mabda’ Islam”. Ada dua syarat agar sesuatu dapat dikatakan ideologi, pertama memiliki ’aqidah ’aqliyyah21

sebagai

fikrah (ide) dan kedua memiliki sistem (aturan) sebagai tariqah (metode) pene-rapannya. Ideologi adalah ’aqidah aqliyyah yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.22

Dalam konteks politik, dijelaskan pula tentang ”Sistem Islam”. Di sini dibahas berbagai sistem dalam kehidupan umat, di antaranya adalah sis-tem pemerintahan, sissis-tem ekonomi, sissis-tem pendidikan, dan sissis-tem sosial kema-syarakatan. Sistem-sistem tersebut merupangan bagian dari bangunan sistem Islam. Untuk menjalankan dan mengimplementasikannya diperlukan sebuah institusi pemerintahan atau negara, yang dalam pemikiran ini berwujud Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh Khalifah (h. 148).23

Untuk menjalankan itu dibutuhkan ”Syakhsiyah Islamiyah” (Kepribadian Islam) yang kuat. Syakhsiyah Islamiyah adalah bahwa seseorang harus memi-liki pola pikir yang Islami (’Aqliyah Islamiyyah) dan juga pola tingkah laku yang Islami (Nafsiyah Islamiyyah). Cara atau metode membangun dan menguatkan syakhsiyah Islamiyah ini adalah dengan meningkatkan ’aqliyah

dan nafsiyah Islamiyyah tersebut. Sedangkan meningkatkan kedua hal tersebut adalah dengan cara menambah khazanah ilmu-ilmu Islam (¡aq±fah Isl±miyyah) dan terus-menerus memperbaiki akhlak atau tingkah laku.

Bagian terakhir dari buku ini adalah tentang ”dakwah”. Dakwah tidak terbatas pada menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, tetapi harus disertai dengan usaha untuk melakukan perubahan (h 188). Secara rinci perubahan tersebut adalah:

1.Menyerukan kepada orang kafir agar masuk Islam.

2.Menyerukan kepada orang Islam agar melaksanakan hukum Islam secara total.

3.Menegakkan kemakmuran dan mencegah kemungkaran, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, maupun negara (h. 188).

Tugas selanjutnya adalah ”Menguatkan Barisan Dakwah” (h. 207-209). Se-buah kelompok dapat dikatakan sebagai seSe-buah gerakan apabila telah

20 Bandingkan dengan Abdul Qadim Zallum, terj. Abu Faiz dari ”Political

Thought (Afkar Siyasiyyah),” (Bangil: Al-Izzah, 2004(, cet. II; dan Muhammad Asad, tokoh Islam Pakistan, Sistem pemerintahan Islam, (Bandung: Pustaka, 1985)

21 Tentang aqidal aqliyah baca juga Hafidz Abdurrahman, MA. “Aqidah

Aqliyyah” dalam Al-Wa’ie, media Politik dan Dakwah, No. 35 Tahun III, 1-31 Juli 2003, h. 51-55.

22 Lihat buku An-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam,terj. Abu Amin, dkk.

dari Nizam al-Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah), 2003, cet. III

23 Buku tentang tema yang sama dari kalangan Syi’ah dapat juga digunakan

(21)

nuhi syarat-syarat berikut: (1) Mempunyai landasan tertentu, yang disebut di muka sebagai fikrah yang jelas; (2) Mempunyai tujuan dan target yang telah ditetapkan, yaitu menyebarluaskan Islam kepada seluruh umat manusia; dan (3) Mempunyai metode untuk meraih target tersebut, atau yang disebut dengan

¯ar³qah.

Buku ini dipungkas dengan pembahasan tentang ”Problematika Umat dan Agen-da Umat Abad 21”. Problematika yang dihaAgen-dapi umat Islam saat ini aAgen-dalah tidak ditegakkannya dan tidak pula dilaksanakannya syariat Islam dalam institusi pemersatu umat Islam, yakni Khilafah Islamiyah. Hal ini disebabkan masuknya ide-ide dan pemikiran-pemikiran asing yang merusak pemikiran dan perasaan umat Islam, seperti nasionalisme, HAM dan demokrasi; dan perso-alan lain akibat pengaruh asing adalah eksploitasi wanita, dan stigmatisasi terhadap Islam (h. 217-220).

Itulah realitas yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Untuk memperbaiki keadaan dan mengubah realita, termasuk kondisi umat saat ini, setidaknya harus memahami tiga hal secara mendalam, yakni (1) hakikat fakta yang ingin diubah, (2) realitas yang ingin diwujudkan, dan (3) metode perubahan yang akan dilakukan (h. 221). Sementara itu, untuk dapat memahami ketiga hal tersebut harus dilakukan dengan cara membangkitkan tarap pemikiran, dari taraf berpikir hewani ke taraf berpikir manusiawi, sebab rahasia kebangkitan adalah kebangkitan taraf berpikir tersebut. Tarap berpikir manusiawi harus beruaha memperjuangkan kemuliaan manusia berdasarkan ideologi tertentu yang kokoh dan kuat, yaitu ideologi Islam atau mabda’ Islam.

Kemudian dijelaskan tiga langkah kongkret dalam kerangka mengubah masyarakat menuju masyarakat Islami, yaitu: (1) membina individu-individu (kader-kader) dakwah dengan ruh dan pemikiran Islam sebagai sebuah ideologi disertai dengan gambaran penerapan ideologi tersebut dalam kehidupan; (2) melakukan interaksi di tangah-tengah masyarakat untuk membina keasadaran masyarakat terhadap ideologi Islam melalui pertarungan pemikiran dan pertarungan politik; dan (3) penerapan seluruh aturan Islam melalui tegaknya Khilafah Islamiyah yang didukung penuh oleh seluruh masyarakat (h. 224).

2. Belajar Mengenal dan Mencintai Al-Qur’an24

Buku kedua mencakup berbagai informasi mengenai Al-Qur’an dan sedikit menyerupai ringkasan atas bagian-bagian dari Ulumul-Qur’an. Buku ini meru-pakan bahan kajian bagi anggota BKIM khususnya –tetapi juga dipublikasikan untuk umum—sebagai materi lanjutan dari buku “modul pembinaan” yang berjudul “Islam, dari Akar ke Daunnya”. Isinya mencakup kedudukan Al-Qur’an sebagai wahyu, sejarah turunnya ayat-ayat Al-Al-Qur’an dan asbabun-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), sejarah pembukuan Al-Qur’an, tentang qira’at, gaya bahasa dan terjemahannya, dan lain-lain. Tema-tema yang menjadi kajian dalam Ulumul Qur’an terdapat pada buku ini. Selain tema-tema

24 Ditulis oleh M. FachriSimatupang; (Bogor:BKIM IPB Press, 2003; viii + 185

(22)

di atas, tema-tema lain adalah tentang ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, nasikh-mansukh, mujmal-mubayyan, ‘am-khas, mutlaq-muqayyad, mantuq-mafhum, taqdim-ta’khir, qasam-qasam Al-Qur’an, kisah (qi¡a¡) dalam Al-Qur’an, perumpamaan (am£±l) Al-Qur’an, Jadal, khithab, ibham, i‘jaz dan ithnab.

Hadirnya buku ini tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum tertinggi yang dimili oleh umat Islam. Oleh karena itu, segala persoalan yang berkaitan dengan Al-Qur’an sudah selayaknya dan seharusnya dipelajari. “Mempelajari Al-Qur’an merupakan perbuatan mulia karena Al-Qur’an mengandung petunjuk yang benar dalam mengarungi hidup untuk mencapai keradaan Allah swt.” (h. v).

3. Pembentukan Partai Politik Islam25

Buku ini adalah karya Syaikh Taqiyuddin Nabhani (1909-1979 M).26 Di dalam buku ini tidak ada pengantar dan tidak ada pula uraian mengenai buku pada back cover-nya. Buku “Pembentukan Partai Politik Islam” karya an-Nabhani ini dimaksudkan agar setiap muslim kembali kepada Islam dalam semua aktivitasnya, termasuk dalam bidang politk. Ia menggunakan istilah

mabda’ yang diterjemahkan “ideologi” untuk dapat menggabungkan fikrah

(pikiran) dan ¯ar³qah (cara mengaplikasikan pikiran tersebut). Ideologi yang dimaksud adalah Islam (h. 5) dan pondasi Islam adalah akidah (h. 29 dan 44). Islam harus melandasi seluruh fikrah dan ¯ar³qah tersebut.

Di samping itu, an-Nabhani menggugah kaum muslim dengan menunjukkan kegagalam kalangan muslimin sendiri di masa lalu. Kegagalan tersebut menurutnya, antara lain disebabkan oleh empat faktor, yaitu: (1) Gerakan-gerakan tersebut tidak memiliki fikrah yang jelas; (2) tidak mengetahui ¯ar³qah

untuk menerapkan fikrah-nya; (3) bergantung kepada orang-orang yang tidak memiliki kesadaran dan niat yang benar; dan (4) para pelakunya tidak memiliki

25 Ditulis oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, terj. Zakaria, Labib, dkk. Dari

At-Takattul al-Hizbi, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002, cet. II, 75 hlm, ukuran: 17,5 x 12,5).

26 Syaikh Taqiyuddin Nabhani (1909-1979 M), kelahiran Ijzim, kampung di

(23)

ikatan yang benar (h. 1-2).27

Dalam buku ini, ia menawarkan tiga langkah untuk membentuk ”partai politik Islam”. Pertama, menyucikan fikrah atau pikiran dari segala hal yang berbau asing (selain Islam) yang dapat memperngaruhi perasaan; Kedua, menentukan ¯ar³qah atau cara dan metode yang tepat dan jitu untuk menerapkan fikrah tersebut; dan ketiga, menghimpun orang-orang yang berniat dan berkesadaran lurus dan benar. Kemudian an-Nabhani menjelaskan:

”Apabila terdapat 3 (tiga) faktor ini –yakni fikrah yang dalam, ¯ar³qah yang jelas, dan manusia yang bersih- maka berarti telah tercipta sebuah sel utama. Lalu sel ini akan bertambah banyak menjadi sel-sel berupa kelompok kecil (¥alqah) pertama dalam partai (¥alqah µl± lil-¥izb) yang sekaligus merupakan pimpinan partai (qiy±dah ¥izb). Apabila kelompok kecil pertama itu telah terbentuk, berarti telah muncul kelompok kepartaian (kutlah ¥izbiyah). Sebab, kelompok kecil pertama tersebut tidak lama kemudian akan berubah menjadi sebuah kelompok kepartaian. Pada saat itulah kelompok tersebut akan membu-tuhkan ikatan kepartaian yang menyatukan orang-orang yang meyakini fikrah

dan ¯ar³qah-nya. Ikatan kepartaian itu adalah akidah yang darinya terpancar falsafah partai, serta ¡aq±fah yang sejalan dengan persepsi partai...” (h. 28)

Pembentukan pertama sebuah partai politik adalah ¥alqah µl±. Pemikiran kelompok ini harus berdasarkan pada kaidah yang tetap, dan juga harus ber-kaitan dengan aktivitasnya. Keduanya, pemikiran dan aktivitas tersebut harus mempunyai tujuan (h. 42). “Akidah yang dalam dan teguh serta £aq±fah yang matang wajib menjadi pengikat antara anggota partai, dan wajib menjadi undang-undang yang mengendalikan partai, bukan undang-undang adminis-trasi yang hanya tertulis di atas kertas” (h. 44). Demikian, pemikiran, metode dan orang-orangnya merupakan satu kesatuan yang dilandasi oleh Islam, oleh akidah. Pemikiran atau fikrah tersebut merupakan hal pertama yang harus diperjelas. Sebab, fikrah itulah yang akan menggerakkan partai. Hubungan antara fikrah, pemimpin partai dan anggotanya serta masyarakat diibarahkan sebuah motot. Kata an-Nabhani (h. 45), ”Fikrah-nya bagaikan percikan api dari busi, perasaan anggotanya yang penuh kesadaran bagaikan bensin, dan manusia yang perasaannya terpengaruh oleh fikrah adalah bagaikan gerakan motor”.

Partai yang terbentuk berdasarkan ketiga hal tersebut disebutkan partai ideologis. Selanjutnya, partai ideologis ini akan menempuh tiga tahapan untuk menerapkan ideologinya. Ketiga tahapan tersebut adalah:

Pertama, tahapan pengkajian dan belajar untuk mendapatkan ¡aq±fah

partainya sebagai tahapan pembentukan pondasi gerakan.

Kedua, tahapan interaksi (tafa’ul) dengan masyarakat tempat partai itu hidup sampai ideologinya menjadi kebiasaan umum dan mereka menerima ideologi

27 Bandingkan dengan Oliver Roy, The Failure of Political Islam, (Cambridge:

(24)

itu sebagai ideologi mereka. Tahapan ini mernurut an-Nabhani merupakan tahapan yang paling sulit.

Ketiga, adalah tahapan pengambilalihan kekuasaan (pucuk pemerintahan) secara menyeluruh melalui dukungan umat, sehingga partai dapat menjadikan pemerintahan sebagai metode untuk menerapkan ideologi atas umat (h. 48-49).

d. Peraturan Hidup dalam Islam28

Buku ini tidak diawali pengantar, dan di bagian back cober-nya juga tidak ada uraian tentang buku ini. Buku ini secara umum menjelaskan tentang per-aturan hidup menurut Islam sebagaimana dinyatakan dalam judulnya, ni§±m al-Isl±m, sistem Islam, atau diterjemahkan ”Peraturan Hidup dalam Islam”. Buku ini dimulai dengan pembahasan tentang ”iman” dengan judul ”Jalam menuju Iman”. Pada bagian akhir dibahas tentang ”Akhlak dalam Pandangan Islam”. Masalah lain adalah tentang qa«±’ dan qadar, dakwah, ¥a«±rah (peradaban) dan mengenai syariat Islam. Selebihnya berkaitan dengan perundang-undangan, terutama tentang Undang-Undang Dasar Daulah Islamiyah yang dicita-citakan oleh kelompok Hizbut Tahrir. Seperti dikatakan K. H. M . Shiddiq Al-Jawi (2006: 64), buku ini menjelaskan sistem kehidupan secara komprehensif dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem kehidupan tersebuh adalah kehidupan yang berlandaskan akidah Islam sebagaimana pada masa Rasulullah saw. Al-Jawi (2006: 64) menerangkan, ”Hal itu (kehidupan harus berpondasi akidah Islam, pen.) terbukti diletakkannya materi-materi akidah Islam, yaitu °ar³q al-´m±n

dan Qa«±’-Qadar, sebagai materi-materi awal kitab ini. Materi °ar³q al-´m±n

menjelaskan bagaimana metode memperoleh keimanan yang benar, yaitu di-peroleh dengan jalan berpikir cemerlang (mustanir), bukan lewat jalan wijdah

(naluri) semata... Adapun materi Qa«±’-Qadar menjelaskan bagaimana kita memahami persoalan Qa«±’-Qadar secara tepat dan proporsional di tengah-tengah perbedaan pendapat dalam persoalan ini di kalangan Jabariyah, Muk-tazilah, dan Ahlus Sunnah... Syekh An-Nabhani meletakkan paradigma baru dalam pembahasan Qa«±’-Qadar, yaitu membahas perbuatan manusia secara relevan dengan pahalan dan dosa, ...”

Pembahasan selanjutnya adalah pola pikir (qiy±dah fikriyyah) yang harus dibangun berdasarkan akal dan harus sesuai dengan fitrah manusia. Pola pikir seperti ini pernah berkembang pada masa lalu hingga melahirkan peradaban Islam yang belum pernah tertandingi sebelum maupun sedudahnya. Hal ini dibahas pada bagian selanjutnya tentang ”Peradaban Islam”.29

Bangunan pemi-kiran berdasarkan akal dan fitrah juga dilakukan dalam penerapan syariat dalam konteks sejarah. Syariat yang landasan utamanya Al-Qur’an dan hadis, dalam penjelasan syariat baik ibadah maupun muamalah selalu berdasarkan akal dan sesuai dengan fitrah, di samping berbagai maq±sid asy-syar³‘ah lainnya yang sudah maupun belum diketahui.

28 Ditulis oleh An-Nabhani, terj. Abu Amin, dkk. dari Nizam al-Islam, Bogor:

Pustaka Thariqul Izzah, 2003, cet. III, 194 hlm, ukuran: 20,5 x 13,5

(25)

Pada bagian selanjutnya dibahas tentang Undang Dasar dan Undang-Undang Negara. Sebagai contoh undang-undang dasar, an-Nabhani membuat rangcangan Undang-Undang Dasar Daulah Islamiah. Jika ditelaah isinya sa-ngat akomodatif serta tidak diskriminatif dan tidak pula represif. Berikut beberapa pasal sebagai contoh. Pada bagian ”Hukum-Hukum Umum”, pasal 1 disebutkan, ”Akidah Islam adalah dasar negara...”, pasal 2, ”Darul Islam adalan negeri yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam, ...”, pasal 4, ”Khalifah tidak melegalisasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali zakat dan jihad...”, pasal 5, ”Setiap warga negara (khilafah) Islam mendapatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’”, dan pasal 6, ”Negara tidak membeda-bedakan individu rakyat dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat dan semi-salnya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama, warna kulit, dan lain-lain.”

Terakhir adalah pembahasan tentang ”Akhlak dalam Pandangan Islam”. Dijelaskan bahwa Allah telah menjelaskan mengenai segala peraturan yang menyangkut hubungan manusia dengan Pencipta-Nya (Allah), dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, dan dengan lingkungannya. Syariat Islam telah merinci mengenai hal itu, tetapi pembahasan tentang ”akhlak” tidak dipisahkan secara tersendiri, karena dipandang bahwa akhlak adalah perintah dan larangan Allah, tanpa melebihkannya dari hukum-hukum atau ajaran Islam yang lain. Pandangan an-Nabhani yang menarik adalah, seperti juga disinggung dalam buku at-Takattul al-¦izb³ (h. 22-25), bahwa ”Akhlak tidak mempengaruhi secara langsung tegakknya suatu masyarakat. Masyarakat tegak dengan per-aturan-peraturan dan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran” (h. 182).

e. Pemikiran Politk Islam30

Buku ini ditulis oleh Abdul Qadim Zallum.31

Dalam back cover, buku ini di-sebutkan sebagai ”unik dan khas”. Alasannya adalah bahwa pemikiran politik bukan sesuatu yang ”kotor”, tetapi sebagai jenis pemikiran yang paling tinggi karena berkaitan dengan urusan umat. Demikian juga dikatakan dalam pengantar penerbit, yang diambil dari pembahasan penulis pada bab ”Pemikir-an Politik” (h. 5), bahwa ”Pemikir”Pemikir-an politik adalah jenis pemikir”Pemikir-an y”Pemikir-ang paling tinggi. Pemikiran politik adalah pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat. Tingkat tertinggi dari pemikiran politik adalah pemikiran yang berhubungan dengan urusan umat manusia di dunia dari sudut pandang tententu.” Kemudian, penulis menjelaskan bahwa sudut pandang ter-tentu yang dimaksud dalam pemikiran politik Islam adalah akidah Islam.

30 Karya Abdul Qadim Zallum, terj. Abu Faiz dari ”Political Thought (Afkar

Siyasiyyah),” (Bangil: Al-Izzah, 2004, cet. II, ukuran: 20,5 x 13; 219 hlm)

31 Abdul Qadim Zallum, dilahirkan kota Khalil, Palentina, adalah pemimpin

(26)

nurutnya bahwa akidah Islam merupakan ”suatu pemikiran politik, oleh karena itu ia harus menjadi pondasi bagi pemikiran politik kaum muslimin” (h. 5).

Dalam pengantarnya, penulis menunjukkan kesalahan yang sangat serius dalam ide sekularisme.32

Kalangan Barat telah menyesatkan umat Islam dan memberikan gambaran yang keliru tentang politik dan agama. Mereka selalu menyebutkan bahwa agama dan politik tidak sejalan, bahwa politik berarti pragmatis dan menerima realita apa adanya tanpa bisa mengubahnya (h. 1). Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan upaya untuk membina umat dengan

£aq±fah Islam dan secara berkesinambungan. Masyarakat perlu diberitahu tentang ”hukum-hukum dan pemikiran politik Islam, serta menjelaskan bagai-mana menggali hukum-hukum dan pemikiran ini dari akidah Islam dalam kapasitasnya sebagai pemikiran politik” (h. 3).

Politik Islam yang berspektif akidah Islam memandang bahwa kaum mus-limin wajib melanjutkan kehidupan Islami (isti’naf al-¥ay±h al-isl±miyyah). Untuk mewujudkan hal itu harus melewati berbagai tahapan. Dalam buku ini diuraikan tahapan-tahapan itu, khususnya bagi para politisi atau aktivis politik, mulai dari pemahaman tentang pemikiran politik Islam, pengertian politik, konsep-konsep politik, dan banyak hal yang harus diketahui.

Pada bab ”Politik dan Politik Internasional” dijelaskan lebih rinci mengenai hal-hal yang harus diketahui oleh politisi muslim, di antaranya adalah menge-tahui kondisi dan konstelasi politik global. Perhatian harus ditujukan pada negara-negara dan bangsa-bangsa yang berpengaruh atau negara adikuasa (super power) (37-42). Zallum menulis, ”Memahami situasi internasional ber-arti memahami hubungan internasional beserta strukturnya, dan persaingan terus menerus antara berbagai negara untuk mendapatkan kedudukan negara pertama (super power) serta pengaruh politik yang efektif” (h 48). Berpikir politik adalah berpikir ilmiah, bahkan lebih sebab ia juga harus applicable, artinya dapat diterapkan. Kesadaran politik harus dibangun, bahwa umat Islam harus memahami politik. Kesadaran tersebut dapat memotivasi masyarakat untuk melakukan perjuangan politik. ”Perjuangan politik adalah mengajak kepada kebaikan, melarang kemungkaran, dan mengoreksi penguasa” (h. 99).

Gagasan tentang demokrasi juga menurutnya adalah sistem kufur (h. 197-204), sebab kedaulatan dalam konsep Islam hanya milik Allah dan sumber hukumnya adalah hukum Allah sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis. 33

Di samping itu, ada tiga alasan kenapa demokrasi dihramkan; pertama, penggagasnya orang kafir; kedua, pemikiran yang utopis; ketiga, sistem buatan manusia. Jadi, ”Satu-satunya sistem pemerintahan yang benar adalah sistem

32 Tentang sekularisme, lihat juga Muhammad Qutb, “Sekularisme, Sebuah

Anatomi”, dalam Muhammad Qutb, dkk., Ancaman Sekularisme, (Yogyakarta: Shala-huddin Press, 1986). Ia mengatakan, ”Tesis tetnang ’agama adalah media hubug anta-ra hamba dengan Tuhan, bertempat dalam hati dan tidak ada sangkut pautnya dengan urusan hidup’ merupakan tesis batih dan tidak ada sinkron dengan Islam, melainkan suatu tesis yang diimpor dari Eropa sebagai dampak dari perang pemikiran.” (h. 50)

33 Lihat pula M. Shiddiq Al-Jawi, ”Syura bukan Demokrasi”, dalam Al-Wa’ie,

(27)

yang meletakkan kedaulatan di tangan hukum dan rakyat memilik pemimpin mereka” (h. 71). Oleh karena itu, penegakkan Khilafah Islamiyah menjadi suatu keharusan (h. 69-73).

Buku ini dipungkas dengan dua masalah, pertama, masalah politik umat dan negara Islam, dan kedua adalah masalah utama. Masalah politik umat Islam adalah bagaimana menyatukan kembali negeri-negeri muslim yang kurang lebih 40 negara menjadi sebuah Negara Islam? Ini adalah masalah utama dan jantung persoalan umat. Metode yang digunakan untuk mewujudkan cita-cita itu adalah tegaknya kembali khilafah. Tetapi penagakkan khilafah juga meru-pakan masalah utama. Sementara itu, ¯ar³qah (metode) untuk merealisasi masalah juga merupakan masalah. Dan, ujung cita-cita dari berbagai masalah utama itu adalah yang merupakan masalah utama yang paling utama adalah kemenangan Islam, sebagaimana dulu Rasulullah melakukannya ketika ditanya pamannya, Abu Talib, untuk meletakkan dakwah beliau, tapi beliau menjawab, ”... sampai Allah memberikan kemenangan atau aku mati karenanya” dan pada kesempatan lain beliau mengatakan, ”... sampai Allah memberikan keme-nangan atau leherku terpenggal”.

Peta Wacana Lektur Keagamaan di IPB

Berkaitan dengan pemikiran yang berkembang, khususnya di kalangan aktivis kelompok keagamaan di IPB di satu sisi dapat dikatakan cenderung dan dekat dengan pemikiran Hizbut Tahrir (HT), terutama di kalangan kader BKIM IPB. Di sisi lain, nuansa klasik terlihat dalam kajian rutin jamaah Masjid Al-Hurriyah IPB.

Pertama, kedekatan dengan HT ditunjukkan dalam pemikiran kader

BKIM IPB yang dituangkan dalam buku pedoman pembinaan kader BKIM IPB, Islam dari Akar ke Daunnya. Dalam buku ini, dari 32 rujukan, selain Al-Qur’an dan Terjemahannya, ada 13 buku rujukan yang terindikasi jelas karya tokoh-tokoh HT, misalnya Taqiyuddin Al-Nabhani, Abdul Qadim Zallum, Al-Baghdadi, Ismail Yusanto, dan M.R. Kurnia. Sebelebihnya, selain buku-buku umum seperti

Dasar-Dasar Ilmu Politik-nya Maryam Budiardjo, adalah

buku-buku klasik seperti Fat¥ al-B±r³-nya Al-Asqalani, Al-Lu’lu wa

al-Marj±n-nya Abdul Baqi, S³rah Nabawiyah-Nya Al-Buthi, I‘l±m

al-Muwaqqi’in-nya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dan lain-lain.

Kedua, nuansa klasik, selain terlihat dalam pemikiran di

ka-langan kader BKIM IPB, juga sangat nyata pada jamaah Masjid Al-Hurriyah IPB. Indikasi tersebut terlihat pada kitab-kitab yang digunakan dalam kajian rutin jamaah masjid ini, yaitu Riyad

as-Salihin-nya An-Nawawi, Tazkiyah an-Nafs-nya Sayyid Hawa, dan

(28)

Jika ditarik jauh ke belakang, sebenarnya, genealogi pemikiran yang dikembangkan pada kelompok keagamaan di kampus IPB dan lektur keagamaannya dapat sampai kepada tokoh-tokoh salaf terke-nal, setidaknya Imam Al-Gazali dan Ibnu Taimiyah. Kitab Tazkiyah

an-Nafs-nya Sayyid Hawa adalah bagian dari I¥y± ‘Ulµm ad-D³n

-Nya Imam Al-Gazali. Sedangkan pemikiran-pemikiran yang di-kembangkan oleh HT yang banyak diadopsi dalam buku pedoman pembinaan kader BKIM IPB dapat dikaitkan dengan pemikiran politik Ibnu Taimiyah. Misalnya, seperti dikatakan Qamaruddin Khan, 34 ”Ibnu Taymiyyah dengan tegas menyarankan agar tata politik yang kuat ditegakkan untuk mendukung syariah dan untuk mencapai tujuan-tujuan syariah. Bahkan menurut Ibnu Taymiyyah, agama tidak dapat hidup tanpa adanya negara.” Ini sejalan dengan konsep Daulah Islamiyah-nya HT. Tentu mata rantai dari Al-Gazali ke Ibnu Taymiyyah, juga Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, yang juga di-jadikan rujukan, sampai pada Abdul Wahhab atau gerakan Waha-biyahnya, kemudian Al-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum, hingga ke Indonesia melalui Abdurrahman Al-Baghdadi dan M. Mustofa hingga Ismail Yusanto dan kawan-kawan, bahkan ke organisasi-organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Persis, PUI, dan lain-lain adalah genealogi yang jelas tentang apa yang di sini disebut sebagai ”asasi”. Maksudnya adalah bahwa rentetan panjang genealogi itu menyerukan hal yang sama, yakni ”Islam adalah agama yang sempurna yang telah menyediakan berbagai konsep yang dapat diterapkan untuk mengatur kehidupan umat manusia demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat”. Tata aturan dan konsep-konsep dasar mengenai segala urusan manusia tertuang da-lam sumber asasi Isda-lam, Al-Qur’an dan Hadis, dan dilengkapi juga dengan ijma’ dan qiyas serta ijtihad.

Diakui memang ada perbedaan-perbedaan dari segi pemahaman terhadap sumber asasi dan metode penerapannya. Namun, dari se-kian perbedaan itu, mata rantai dari, setidaknya, Ibnu Tayimiyyah sampai Al-Nabhani, hingga ke IPB, menunjukkan banyak kesama-annya; keharusan kembali kepada Al-Qur’an dan hadis serta ijma’; menjadikan Islam sebagai ideologi; pemantapan dan penguatan aki-

34

(29)

dah sebagai basis gerakan dan ikatan organisasi; perlunya ”negara” untuk menegakkan syariat; pembentukan fikrah (pemikiran) yang jelas dan fitrah (perasaan) yang jernih; penentuan tariqah (metode) yang nyata dan dapat dilaksanakan; perlunya orang-orang saleh untuk menjalankannya; yang tujuan akhirnya adalah menyebarkan Islam ke seluruh dunia; adalah beberapa dari poin-poin kesamaan dari beberapa gerakan keagamaan Islam yang lahir dari mata rantai ini. Ciri-ciri tersebut merupakan persoalan-persoalan asasi yang wajib dipenuhi bagi tegaknya syariat Islam di bumi ini. Inilah benang merah dari beragam kelompok keagamaan yang dapat dimasukkan ke dalam apa yang disebut ”Gerakan Islam Asasi”.

Sementara itu, dapat dikatakan, bahwa gerakan-gerakan Islam yang diduga ”radikal” secara de facto tidak semata-mata dipenga-ruhi oleh bahan bacaan. Bahan bacaan, setidaknya berdasarkan kajian dalam studi ini, tidak secara drastis mengubah dan men-jadikan prilaku mereka radikal. Bahan-bahan bacaan itu sendiri sejauh yang dapat dibaca secara eksplisit tidak tendensius dan tidak memprovokasi pembacanya. Misalnya pada buku “Pembentukan Partai Politik Islam” karya Al-Nabhani, seorang pendiri Hizbut Tahrir, sulit ditemukan pernyataan-pernyataan yang mengarahkan sikap seseorang untuk menjadi radikal atau melakukan tindakan keras. Buku ini, seperti diterangkan penulisnya, dimaksudkan agar setiap muslim kembali kepada Islam dalam semua aktivitasnya, termasuk dalam bidang politk. Ia menggunakan istilah “ideologi” (terjemahan mabda’) untuk dapat menggabungkan fikrah (pikiran)

dan tariqah (cara mengaplikasikan pikiran tersebut). Ideologi yang

dimaksud adalah Islam.35

Sebagaimana diuraikan dalam bukunya Pembentukan Partai

Politik Islam, an-Nabhani telah menggugah kaum muslim dengan

35

(30)

menunjukkan kegagalam kalangan muslimin sendiri di masa lalu. Kegagalan tersebut menurutnya, antara lain disebabkan oleh empat faktor, yaitu:

1. Gerakan-gerakan tersebut tidak memiliki fikrah yang jelas; 2. tidak mengetahui tariqah untuk menerapkan fikrah-nya;

3. bergantung kepada orang-orang yang tidak memiliki kesadaran dan niat yang benar; dan

4. para pelakunya tidak memiliki ikatan yang benar.36

Selanjutnya al-Nabhani menawarkan tiga langkah untuk membentuk ”partai politik Islam”. Ketiga langkah terseut adalah: 1. Mensucikan fikrah atau pikiran dari segala hal yang berbau

asing (selain Islam) yang dapat memperngaruhi perasaan; 2. Menentukan tariqah atau cara dan metode yang tepat dan jitu

untuk menerapkan fikrah tersebut;

3. Menghimpun orang-orang yang berniat dan berkesadaran lurus dan benar.

Kemudian an-Nabhani menjelaskan bahwa fikrah, tariqah, dan orang-orang yang berniat tulus atau manusia yang bersih adalah tiga faktor yang akan membentuk “sel utama” yang akan melairkan kelompok-kelompok kecil dalam partai. Ia menguraikan demikian:

Apabila terdapat 3 (tiga) faktor ini –yakni fikrah yang dalam, thariqah yang jelas, dan manusia yang bersih- maka berarti telah tercipta sebuah sel utama. Lalu sel ini akan bertambah banyak menjadi sel-sel berupa kelompok kecil (halqah) pertama dalam partai (halqah ula lilhizb) yang sekaligus merupakan pimpinan partai (qiyadah hizb). Apabila kelompok kecil pertama itu telah terbentuk, berarti telah muncul kelompok kepartaian (kutlah hizbiyah). Sebab, kelompok kecil pertama tersebut tidak lama kemudian akan berubah menjadi sebuah kelompok kepartaian. Pada saat itulah kelompok tersebut akan membutuhkan ikatan kepartaian yang menyatukan orang-orang yang meyakini fikrah dan thariqah-nya. Ikatan kepartaian itu adalah akidah yang darinya terpancar falsafah partai, serta tsaqafah yang sejalan dengan persepsi partai...37

36Ibid.,

dan bandingkan dengan Oliver Roy, op. cit., h. 12 dan 196. 37Ibid.

(31)

Demikian juga dalam pandangan Abdul Qadim Zallum, pemim-pin Hizbut Tahrir setelah al-Nabhani, menyebutkan bahwa ”Pemi-kiran politik adalah jenis pemi”Pemi-kiran yang paling tinggi. Pemi”Pemi-kiran politik adalah pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat. Tingkat tertinggi dari pemikiran politik adalah pemikiran yang berhubungan dengan urusan umat manusia di dunia dari sudut pandang tententu.”38 Sudut pandang tertentu yang dimak-sud dalam pemikiran politik Islam adalah akidah Islam. Akidah Islam sangat mengutamakan kedamaian, dan misi Islam adalah menyebarkan keadamaian di muka bumi. Ini juga diakui oleh M. Mustofa, “pembawa” HT ke Indonesia, bahwa menurutnya, meski-pun HT senantiasa ”ditekan” penguasa, HT tidak pernah terprovo-kasi untuk melakukan kekerasan apalagi mengangkat senjata,39 dan itu salah satu sebab yang memikat hatinya untuk bergabung dengan HT sekitar tahun 1980-an.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian di atas berikut beberapa hal yang dapat disimpulkan:

1. Lektur keagamaan yang ditemukan di IPB Darmaga Bogor dalam bentuk buku berjumlah 36 buku. Buku-buku tersebut terdiri atas buku terbitan sendiri dan terbitan umum; buku-buku yang dikaji dan buku-buku-buku-buku yang dijadikan rujukan dalam penerbitan mereka. Judul-judul buku yang dapat disebutkan dari hasil penelitian ini di antaranya yang ditebitkan oleh BKIM IPB Press dan buku yang dikaji oleh jamaah Masjid Al-Hurriyah IPB. Buku-buku yang diterbitkan BKIM adalah: (1) Materi

Dasar Islam, disusun oleh Tim Penyusun BKIM IPB Bogor,

terbit tahun 1998; (2) Islam, Mulai Akar ke Daunnya, oleh Tim Penyusun, yakni Yusuf Wibisono dkk., terbit tahun 2004 untuk cetakan ketiga (cetakan pertama tahunn 2002, dan kedua tahun

38

Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, Terj. Abu Faiz dari ”Political Thought (Afkar Siyasiyyah)”, (Bangil: Al-Izzah. 2004), cet. II., h. 5.

39 Bandingkan dengan salah satu ciri gerakan salafi “radikal” menurut hasil

(32)

2003); dan (3) Belajar Mengenal dan Memahami Al-Qur’an, karya M. Fachri Simatupang, terbit tahun 2003. Sedangkan buku-buku yang secara rutin dikaji oleh jamaah Masjid Al-Hurriyah adalah: (1) Riy±«u¡ ¢±li¥n untuk bidang hadis; (2) Tazkiyatun Nafs untuk bidang akhlak; dan (1) Tafsir Fi ¨il±lil-Qur’±n un-tuk bidang tafsir. Ada dua buletin yang sering dijumpai di kam-pus IPB; satu terbitan DMK Al-Hurriyah IPB, yakni Buletin

Jum’at Al-Hurriyah, dan satu lagi Buletin As-Salam keluaran

Hizbut Tahrir Indonesia.

2. Lektur keagamaan di kampus IPB sebagaimana dijelaskan pada butir (1), dilihat dari segi bidang kajiannya, dapat dirinci seba-gai berikut: Akidah enam buku, Al-Qur’an/Tafsir dua buku, Hadis empat buku, Hukum satu buku, Biografi satu buku, Hukum satu buku, Pemikiran empat buku, Politik delapan buku, Sejarah tiga buku, Sosial-Budaya tiga buku, dan “Ensiklopedis” tiga buku (”ensiklopedis” mencakup banyak bidang kajian). Bidang politik menempati urutan terbanyak dari buku-buku yang digunakan oleh kelompok keagamaan di kampus IPB. 3. Dari segi pemikiran atau wacana, lektur keagamaan di kampus

IPB cenderung pada kelompok keagamaan Hizbut Tahrir dan gerakan asasi yang berpangkal pada pemikiran Imam Al-Gazali atau Ibnu Taimiyah. Ini terlihat jelas misalnya dalam pema-haman bahwa Islam adalah ideologi. Konsep ”ideolgi Islam” dibahas dalam buku Islam dari Akar ke Daunnya, yang diterbit-kan BKIM IPB Press (2004) dalam pembahasaan ”Mengenal Mabda’ Islam”. Ada dua syarat agar sesuatu dapat dikatakan ideologi, pertama, memiliki ’aqidah ’aliyyah sebagai fikrah (ide), dan kedua, memiliki sistem (aturan) sebagai tariqah ( me-tode) penerapannya. Ideologi adalah ’aqidah aqliyah yang me-lahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Pemikiran ini diadopsi dari pemikiran pendiri Hizbut Tahrir, Syekh Taqiyuddin al-Nabhani. Di sisi lain, jamaah Masjid Al-Hurriyah mengkaji kita-kitab salaf, yaitu Riy±«u¡ ¢±li¥n, Tazkiyatun Nafs, dan

Tafsir Fi ¨il±lil-Qur’±n. Oleh karena itu, kelompok seperti ini

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat langsung yang diperoleh dari pembangunan jembatan Suramadu ada- lah berupa nilai waktu yang pada dasar- nya merupakan penghematan waktu perjalanan yang

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, anugerah dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis

Bismar Nasution, “Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan

Adanya Peniruan identitas dan pembajakan yang dilakukan dalam sistem komputer misalnya sengaja dilakukan oleh para pembajak merupakan usaha dan kemampuan yang

Berdasarkan hasil pembahasan, berikut ini dikemukakan simpulan penelitian yang relevan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah implikasi kepemimpinan distributed

merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia tanpa pendidikan manusia tidak akan menjadi manusia.pendidikan kurang lengkap apabila mencetak lulusan yang hanya

upaya yang dilakukan oleh siswa SMAN 1 Teras untuk mendapatkan like di sosial media terdiri dari upaya nyata (meminta langsung ke teman) dan upaya virtual

Lembar kegiatan peserta didik (LKPD) merupakan salah satu bahan ajar alternatif yang dapat digunakan oleh guru untuk membantu dan mempermudah kegiatan pembelajaran yang