BAB I
LATAR BELAKANG
Air adalah salah satu kebutuhan vital bagi kelangsunga hidup manusia, hewan maupun tumbuhan yang ada di atas permukaan bumi ini. Sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan airtidak dapat diabaikan begitu saja, mengingat semakin banyak penggunaan air didalam semua aktivitas kehidupan sehari-hari.
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah air bersih. Disamping untuk kebutuhan air minum, air bersih diperlukan juga untuk keperluan rumah tangga sehari- hari misalnya mandi, mencuci, memasak dan lain sebagainya.Sudah barang tentu dengan adanya pemakain air untuk rumah tangga ini, perlu pula dipikirkan tentang pembuangan air bekas pemakaiannya.
Air yang telah dipakai tersebut merupakan suatu air kotor dan harus dibuang, tetapi pembuangannya tidak boleh mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan. Pembuangan secara langsung ke dalam sungai tanpa ada pengolahan terlebih dahulu akan mengakibatkan tercemarnya air sungai tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan sanitasi lingkungan sehingga tercipta kondisi lingkungan yang baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
Bak pengendap II (secondary clarifer) berfungsi untuk memisahkan lumpur aktif dari activated sludge dari MLSS. Lumpur yang mengandung bakteri yang masih aktif akan diresirkulasi kembali ke actiated sludge dan lumpur yang mengandung bakteri yang sudah mati atau tidak aktif lagi dialirkan ke pengolahan lumpur. Langkah ini (pengolahan lumpur) merupakan langkah terakhir untuk menghasilkan efuen yang stabil dengan konsentrasi BOD dan suspended solid (SS) yang rendah.
Faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam mendesain bak pengendap kedua (secondary clarifer) antara lain :
a. tipe tangki yang digunakan
b. karakteristik pengendapan lumpur
c. surface loading rate atau solid loading rate
d. penempatan dan weir loading rate
Berdasarkan operasionalnya, bak pengendap kedua memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu :
1. memisahkan MLSS dari air buangan yang diolah 2. memadatkan sludge return
Berdasarkan jenis tangkinya, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu
rectanguler (segi empat atau persegi panjang) dan circular (lingkaran).
Bak pengendap II merupakan proses dari activated sludge yang operasinya merupakan sistem continuous mixed-fow.
Kriteria desain bak pengendap kedua :
Tabel 9.1 Kriteria desain untuk bak pengendap kedua. Paramete
r Range
(Sumber : Qasim. 1985. Waswater Treatment Plants : Planning, Design, and Operation)
Perencanaan yang digunakan :
bak berbentuk circular dengan tipe center feed (dilengkapi scrapper) menggunakan 4 unit bak pengendap kedua
TSSResirkulasi (Xr) = 10000 mg/l
MLSS = 3000 mg/l (g/m3) = 3 kg/m3
kedalaman zona air jernih dan pengendapan = 2 m
diasumsikan di bawah kondisi normal, massa lumpur yang tertahan di bak pengendap II 30 % dari massa solid di tangki aerasi
konsentrasi rata-rata lumpur di dalam bak pengendap II = 7000 mg/l (g/ m3)
ruang lumpur dapat menampung lumpur selama 2 hari sistem efuen :
- menggunakan VNotch 900 standar pada plat weir (dipasang di sekeliling
bak)
- lebar saluran pelimpah = 0,5 m
- kedalaman VNotch 8 cm dengan jarak antar pusat 39,5 cm
- ukuran efuen box = 2 m x 2 m
- kedalaman air di efuen box = 0,61 m
- beda tinggi di saluran pelimpah dengan efuen box = 0,3 m - 16 % kehilangan akibat friksi, turbulensi, dan belokan - tambahan kedalaman 25 cm guna memastikan jatuh bebas
Perhitungan bak pengendap II : ▪ Perhitungan Q tiap
4 x (337,8)2
Berdasarkan konsentrasi lumpur resirkulasi Xr = 10000 mg/l, diperoleh nilai SF = 2,0 kg/m2.jam
▪ Perhitungan luas permukaan
ASurface
Luas permukaan sebenarnya :
1x
x 38,1 m
2= 1139,5 m
AActual =3 2 ▪ Kontrol Overfow Rate
Q 4323,845 m
3/hari
OFR ==
A
1139,5
m
2=
3,79
m
/m .hari
( < 15 mPada saat hanya 3 unit yang beroperasi :
▪ Kontrol Solid Loading
SL
Pada saat hanya 3 unit yang beroperasi :
⎛
17295,38
⎞
▪ Perhitungan kedalaman BP II : Kedalaman BP II meliputi :
- zona air jernih dan zona pengendapan - zona thickening (pemadatan lumpur) - zona ruang lumpur
Penentuan kedalaman zona thickening : - Dimensi tangki
aerasi : L = 20 m
W = 10 m H= 5 m
- Total massa solid pada tiap tangki aerasi : = X x Volume tangki aerasi
3000 g/m
3x 5 m x 20 m x 10 m
=
1000 g/kg
3000 kg
- Total massa solid pada tiap BP II : = 30 % x 3000 kg = 900 kg - Kedalaman zona thickening :
total massa solid tiap BP II x 1000 g/kg
=konsentrasi rata - rata lumpur BP II x A
Actual900 kg x 1000 g/kg
Penentuan kedalaman zona ruang lumpur :
- Massa jumlah lumpur = 2 hari x produksi lumpur tangki aerasi = 2 hari x 760,31 kg/hari
= 1520,62 kg
1520,62 kg
- Penyimpanan lumpur pada tiapBP II =
= 380,155 kg
4
- Total jumlah lumpur dalam tiap BP II = 900 kg + 380,155 kg = 1280,155 kg
- Kedalaman ruang lumpur :
total jumlah lumpur tiap BP II x 1000 g/kg
=konsentrasi rata - rata lumpur BP II x A
Actual1280,155 kg x 1000 g/kg
=▪ Perhitungan waktu detensi
Volume rata-rata BP II =
Total jumlah
VNotch = Head di
atas VNotch :
panjang efuen
weir jarak antar pusat116,494 m x 100 cm/m
=
39,5 cm
⎜
Pada saat hanya 3 unit yang beroperasi :
⎡
⎛
⎛
Pada saat hanya 3 unit yang beroperasi :
WL = 0,183 m
Kedalaman saluran pelimpah :
Y2 = kedalaman air dalam box efuen – beda tinggi muka air
1
0,183 m
3/dt
=2 x 3 BP II yang
beroperasi
= 0,0305 m
3
/dt
Rata-rata panjang ½ saluran pelimpah :
=
x ( π
x ( 38,1 - 0,2)
m - 2 m
= 56,36 m 2
Q per m panjang
weir =
0,0305 m3/ dt
56,36 m
= 5,4 x
10
-4m
0,31
m
22 x (5,4 x 10-4 m3/m.dt x 56,36 m x
1)2
9,81 m /dt2 x (0,2 m)2 x 0,31 m
Yi = = 0,33 m
Total kedalaman saluran pelimpah = (0,33 m x 1,16) + 0,25 = 0,63 m = 0,65 m