• Tidak ada hasil yang ditemukan

ekoper acara 1 ekoper acara 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " ekoper acara 1 ekoper acara 1"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EKOSISTEM SUNGAI Qorina Prakasiwi 13/350170/PN/13365

Budidaya Perikanan

Intisari

Ekosistem sungai merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki keterakaitan yang erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Kualitas suatu ekosistem sungai sedikit banyak juga berpengaruh pada kualitas kehidupan makhluk hidup yang ada di sekitar sungai, baik manusia, tumbuhan, maupun hewan. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, dan biologik suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan (plankton), dan mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Praktikum ini dilakukan di Sungai Winongo pada hari Kamis, 10 April 2014 pukul 13.30 WIB. Praktikum dilaksanakan dengan membagi daerah sungai menjadi 3 stasiun, yaitu stasiun 1 berada di hulu sungai, stasiun 2 berada di daerah tengah sungai, dan stasiun 3 berada di daerah hilir sungai. Metode yang digunakan adalah dengan metode plot, yaitu kayu yang dibentuk bujur sangkar seperti bingkai berukuran 40 x 40 cm. Berdasarkan indeks diversitas biota perairan Sungai Winongo, stasiun yang paling baik kondisinya adalah stasiun 1, yaitu daerah hulu sungai, dengan indeks diversitas plankton sebesar 4,32 ind/L.

Kata kunci: diversitas, ekosistem sungai, karakteristik, korelasi, kualitas, parameter

PENDAHULUAN

Manusia sering memanfaatkan sungai untuk keperluan mereka sehari-hari, seperti pemanfaatan air sungai untuk dikonsumsi, MCK, dan tidak jarang pula untuk dijadikan tempat pembuangan sampah. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem sungai memiliki peranan yang banyak untuk kehidupan manusia. Namun, peranannya yang banyak inilah yang sering disalah gunakan oleh manusia. Pemanfaatan sungai yang berlebihan dapat menyebabkan menurunnya kualitas air sungai dan rusaknya ekosistem sungai. Oleh karena itu, dilakukanlah praktikum ekologi perairan ini.

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya. Lalu, mempelajari cara-cara pengambilan data parameter kimia, fisika, dan biologi agar dapat mengetahui korelasi antara parameter lingkungan tersebut dengan populasi biota perairan, khususnya plankton dan/atau makrobentos. Dan yang terakhir adalah untuk mempelajari kualitas ekosistem sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan.

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik yang tak terpisahkan antara mahluk hidup dengan lingkungannya (Aryulina, 2004). Dalam ekosistem, organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik dan sebaliknya lingkungan fisik juga akan mempengaruhi organisme untuk hidup (Hutagalung, 2004). Sungai merupakan suatu badan air yang mengalir ke satu arah dari sumber (hulu) menuju muara (hilir)(Asdak, 2004).

(2)

di tepi. Di samping itu pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung (Barus, 2003).

Pada dasarnya studi mengenai ekosistem perairan merupakan kajian tentang struktur dan fungsi biota dalam ekosistem perairan bersangkutan. Hal ini berarti keberadaan plankton tidak dapat dipisahkan dengan masalah kualitas perairannya sebagai tempat hidup mereka. Selain kualitas perairan laut, plankton juga dipengaruhi oleh musim dan oseanografi setempat misalnya dapat dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang dan arus (Wibisono, 2005). Plankton tidak dapat berkembang subur dalam air mengalir (Ewusie, 1990). Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan fotosintesis (Barus, 2004). Disamping itu jumlah plankton berfluktuasi (naik turun) dari jam ke jam, dari hari ke hari, dan musim ke musim (Whitten et al., 1987). Penelitian yang kuantitatif yang seksama akhirnya menunjukkan bahwa produksi makanan di kolam dan di perairan lainnya adalah terutama hasil fotosintesis organisme plankton ini (Sastrodinoto, 1980).

Menurut Barus (2004) bahwa fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan. Fitoplankton dapat dikatakan sebagi pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena dengan adanya fitoplankton memungkinkan mahluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya ada di muka bumi. Dengan sifatnya yang autotrof, fitoplankton mampu mengubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan mahluk yang lebih tinggi tingkatannya (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Seperti fitoplankton, zooplankton terbanyak ditemukan di danau atau bagian hilir sungai (Whitten et al., 1987). Pengaruh kecepatan arus terhadap zooplankton jauh lebih kuat dibandingkan pada fitoplankton. Oleh karena itu umumnya zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus yang rendah serta kekeruhan air yang sedikit (Barus, 2004).

Untuk melengkapi kekurangan pendekatan fisika kimiawi dapat dilakukan dengan memberdayakan komunitas makroinvertebrata, yaitu hewan-hewan yang tidak mempunyai tulang belakang, berukuran relatif kecil, tidak bergerak, mempunyai siklus hidup yang panjang dan mempunyai keanekaragaman tinggi yang tersebar di hulu sampai di hilir sungai. Ditemukan suatu kelompok mikroinvertebrata mencerminkan kondisi air sungai apakah masih baik (tidak mengalami pencemaran organik tertentu), atau telah mengalami pencemaran organik terlarut atau telah mengganggu (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).

Dalam pengukuran kualitas air secara umum, menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengaan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah pengamatan (Fajri, 2013).

METODE

(3)

dibagi menjadi tiga stasiun pengamatan dengan stasiun I berlokasi di hulu sungai, stasiun II di bagian tengah sungai, dan stasiun III di hilir sungai.

Parameter-parameter yang diamati dalam praktikum ini ada 3 parameter, yaitu parameter fisik yang meliputi suhu udara, suhu air, kecepatan arus dan debit air. Parameter kimia meliputi kadar DO terlarut, kandungan CO2, alkalinitas, dan pH. Serta parameter

biologi, yaitu organisme yang ada di lokasi pengamatan. Alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah bola tenis meja, stop-watch, roll-meter, penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, ember plastik, plankton net, mikroskop, kertas label, dan bolpoin. Pada praktikum ini juga digunakan berbagai bahan untuk pengukuran parameter yaitu kertas pH atau pH meter, larutan MnSO4, larutan reagen

oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/80 N Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N

H2SO4, larutan 1/50 N HCl, larutan indikator amilum, larutan indikator Methyl Red (MR),

larutan indikator Fenolftalein (PP), larutan Methyl Orange (MO), larutan 0,01 N kalium permanganat, 6 N H2SO4, larutan 0,01 Asam oksalat dan larutan 4% formalin.

Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu metode dengan menggunakan kayu yang dibentuk bujur sangkar seperti bingkai berukuran 40 x 40 cm. Semua substrat dasar yang berada didalam plot diambil. Substrat yang kasar berupa batu dimasukkan dalam tempat berisi air. Selanjutnya permukaan batu disikat perlahan dan seluruh makrobentos yang diperoleh ditampung kemudian dipindahkan dengan menggunakan kuas halus ke dalam botol yang sudah diisi dengan larutan fiksatif (formalin atau alkohol). Sedangkan untuk substrat halus berupa kerikil, pasir, atau lumpur diletakkan diatas saringan (seine) bertingkat. Selanjutnya substrat halus dicuci menggunakan air dan makrobentos yang diperoleh dipindahkan dengan menggunakan kuas halus ke dalam botol yang sudah diisi dengan larutan fiksatif (formalin atau alkohol).

Kandungan oksigen terlarut (DO) diukur dengan metode Winkler yaitu dengan mengalikan 1000/50 dengan banyak larutan 1/80 N Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi

dari awal hingga akhir reaksi, lalu mengalikannya lagi dengan 0,1 mg/L.

Sedangkan untuk kandungan CO2 bebas dan alkalinitas dihitung dengan menggunakan

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Parameter

Parameter Stasiun

1 2 3

Fisik

Suhu Udara (◦C) 26 22.7 25.33

Suhu Air (◦C) 28.52 25 27.33

Kecepatan Arus (m/s) 0.286 0.34 0.8

Debit (m3/s) 0.318 1.8 2.25

Densitas Plankton (idv/L) 4.32 2.87 2.79

Diversitas Plankton 1556 1456 753

Praktikum Ekologi Perairan acara ekosistem sungai ini dilakukan di Sungai Winongo, Yogyakarta. Praktikum dibagi menjadi 3 stasiun pengamatan, yaitu hulu, tengah, dan hilir. Daerah sekitar sungai ini tergolong rimbun karena banyak ditumbuhi bambu-bambu yang pepohonan rindang yang banyak. Dasar sungai berpasir dan berbatu, serta air sungainya tergolong masih bening bersih. Pada hari-hari biasa, sungai ini biasa dipakai masyarakat sekitar untuk mandi maupun tempat bermain anak-anak. Namun, aktivitas masyarakat sekitar sungai tidak terlalu banyak terlihat karena hujan deras yang mengguyur stasiun pada saat praktikum berlangsung.

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu (Kordi dan Andi, 2009).

(5)

1 2 3

Hujan deras yang mengguyur Yogyakarta saat praktikum dilaksanakan jelas terlihat pada grafik hasil pengamatan suhu udara di stasiun-stasiun pengamatan yang semuanya terukur dibawah 27oC. Pada stasiun 1(hulu sungai) suhu udara terukur 26oC, stasiun 2(tengah

sungai) terukur 22.7oC, dan stasiun 3(hilir sungai) terukur 25.33oC. Suhu udara yang paling

tinggi dari tiga stasiun adalah di stasiun 1, lalu stasiun 3, dan suhu udara yang paling rendah adalah pada stasiun 2. Suhu udara di stasiun 2 terukur paling rendah disebabkan karena hujan deras yang terus mengguyur selama praktikum dilakukan. Selain itu juga karena rimbunnya vegetasi di sekitar sungai, sehingga panas matahari tidak banyak yang masuk, dan juga karena letak sungai yang berada dibawah pemukiman dan jauh dari jalan raya.

Kondisi suhu udara di Indonesia yang dapat mencapai angka 35°C dengan kelembaban 80% (Yayasan LPMB PU, 1993). Menurut Lippsmeir (1994), batas-batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa adalah pada kisaran suhu udara 22,5ºC - 29ºC dengan kelembaban udara 20 - 50%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengamatan praktikum, suhu udara di daerah sungai Winongo termasuk dalam batas nyaman suhu di khatulistiwa.

(6)

Sedangkan suhu air yang terukur di tiga stasiun pengamatan dapat dilihat pada grafik diatas. Grafik tersebut menunjukkan bahwa suhu air terukur di stasiun 1 adalah sebesar 28,5oC, pada stasiun 2 sebesar 25oC, dan stasiun 3 sebesar 27,33oC. Suhu air yang paling

tinggi adalah di stasiun 1, diikuti stasiun 3, lalu stasiun 2. Sungai Winongo ini memiliki kedalaman air kurang lebih 1 m. Dalam stratifikasi kolom air berdasarkan perbedaan suhu (Boyd, 1988), perairan dengan kedalaman 1 meter memiliki kisaran suhu air dari 28oC

sampai 32oC. Ketiga hasil pengukuran suhu air menunjukkan bahwa suhu air sungai Winongo

pada saat praktikum dilaksanakan berada dibawah suhu normal suatu perairan. Hal tersebut dikarenakan keadaan sekitar sungai yang rimbun sehingga cahaya dan/atau panas matahari sedikit terserap oleh air sungai. Faktor lain yang dapat menyebabkan rendahnya suhu air adalah terjadinya hujan deras saat praktikum. Berdasarkan grafik diatas, stasiun 2 memiliki suhu air yang paling rendah diantara tiga stasiun. Hal tersebut karena hujan deras yang terus-menerus mengguyur di stasiun 2, yaitu sungai Winongo bagian tengah, serta letak sungai yang berada di bawah pemukiman warga dan tertutup bambu-bambu, juga pepohonan.

1 2 3

(7)

mendekati daerah hilir (Barus, 2004). Namun, hal ini tidak terjadi di sungai Winongo, daerah hulunya berarus lambat dan terus mengalami kenaikan kecepatan arus sampai ke hilir. Pada stasiun 1 kecepatan arus terhitung sebesar 0,286 m/s, di stasiun 2 terhitung 0,34 m/s, dan stasiun 3 sebesar 0,8 m/s. Penyimpangan data hasil pengamatan dengan teori tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan topografi antar stasiun.

1 2 3

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0.32

1.8 2.25

Debit Air

Stasiun

D

e

b

it

A

ir

(m

3

/s

)

Debit air terhitung di stasiun 1 adalah 0,318 m3/s, stasiun 2 sebesar 1,8 m3/s, dan stasiun

3 sebesar 2,25 m3/s. Dari data tersebut terlihat bahwa debit air dari hulu sampai ke hilir

(8)

stasiun 10 stasiun 2 stasiun 3

Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup diperairan tersebut.

Pada hasil pengamatan di sungai Winongo, densitas plankton di stasiun 1 adalah 1556 ind/L, stasiun 2 sebanyak 1456 ind/L, dan stasiun 3 sebanyak 753 ind/L. Densitas plankton dari daerah hulu ke daerah hilir semakin kecil. Hal tersebut dapat disebabkan karena kecepatan arus yang berbeda pada masing-masing stasiun. Kecepatan arus dan debit air akan mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton bergerak dengan cara mengikuti arus (Wibisono,2005). Selain itu, plankton tidak dapat berkembang subur dalam air mengalir (Ewusie, 1990).

(9)
(10)

Oksigen adalah salah satu unsur kimia penunjang utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan untuk mengurangi zat organik oleh mikroorganisme. Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organisme dalam perairan tersebut tidak akan hidup dalam waktu yang lama. Oleh karena itu salah satu cara untuk menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar oksigen dalam perairan tersebut (Hutagalung et-al, 1985).

Menurut Susanto (2002), suatu limbah yang mengandung bahan pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubahan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunnya kadar oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.

Grafik tersebut menunjukkan kandungan oksigen di tiap stasiun sungai Winongo. Kandungan oksigen di stasiun 1 adalah 5,54 ppm, stasiun 2 1,4 ppm, dan stasiun 3 3,8 ppm. Semakin ke hulu (daerah atas) kandungan oksigen terlarutnya semakin tinggi, karena di daerah hulu lebih banyak dijumpai tumbuhan air sehingga lebih banyak oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis (Hutagalung, 2004). Teori tersebut dapat dibuktikan dengan keadaan kandungan oksigen pada stasiun hulu yang terhitung paling tinggi dari tiga stasiun yang diamati. Namun ada faktor lain yang memengaruhi data hasil pengamatan sehingga menghasilkan grafik yang berbeda dengan teorinya. Faktor tersebut adalah suhu air/udara, suhu air/udara berbanding lurus dengan kandungan oksigen dalam suatu perairan.

Laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu (Kordi dan Andi, 2009). Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh kadar oksigen. Apabila suhu air/udara tinggi maka kandungan oksigennya juga tinggi. Tingginya nilai suhu dapat meningkatkan kebutuhan plankton akan oksigen. Sehingga, seiring dengan banyaknya organisme yang ada di dalam suatu perairan, semakin sering pula terjadi aktifitas fisiologi (respirasi maupun fotosintesis), maka akan semakin banyak pula kandungan oksigen dalam perairan tersebut. Kondisi normal kadar oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 14.6 ppm pada 0oC hingga 7 ppm

pada 35oC pada tekanan udara 1 atm. Kadar oksigen di ketiga stasiun pengamatan berada

diluar kondisi normal kadar oksigen perairan tawar. Hujan lebat sangat berpengaruh pada perbedaan data hasil pengamatan dan teori yang ada.

Kelarutan maksimum oksigen dalam air pada tekanan 1 atm berkisar dari 15 mg/L pada 0ºC sampai 8 mg/L pada 30ºC. Maka, air yang bersuhu rendah dapat mengikat O2 dua kali

(11)

1 2 3 0

10 20 30 40 50

9.67

45.2

6.88

CO2

Stasiun

C

O

2

(

p

p

m

)

Dengan meningkatnya suhu air, maka aktivitas metabolisme organisme perairan yang membutuhkan O2 dan mengeluarkan CO2 juga semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan

kandungan O2 terlarut menjadi semakin menipis, sedangkan hasil metabolisme, yaitu CO2

semakin meningkat. Namun hal tersebut tidak terjadi dalam pengamatan yang telah dilakukan. Kadar CO2 pada stasiun 1 yang memiliki suhu air paling tinggi diantara ketiga

stasiun malah terhitung kecil. Faktor lain dapat menyebabkan data hasil pengamatan berbeda dengan teori yang ada. Seperti faktor pencemaran, stasiun hulu merupakan stasiun yang belum terkena dampak pencemaran air, sehingga kondisi airnya masih baik dan seimbang.

Seharusnya CO2 yang terdapat di hulu sungai terhitung lebih sedikit daripada stasiun

hilir. Namun, pada praktikum kali ini CO2 di hulu sungai lebih besar, terhitung 9,67 ppm,

daripada CO2 di hilir sungai yang terhitung sebesar 6,88 ppm, meskipun perbedaan kadarnya

kurang dari 5 ppm. Stasiun tengah sungai Winongo mengandung kadar CO2 yang paling

tinggi, yaitu 45,2 ppm diantara semua stasiun. Hal tersebut disebabkan kondisi hujan deras pada saat praktikum yang menyebabkan berbagai bahan yang mengandung CO2 larut di

(12)

1 2 3

pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah(keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7 (Kordi dan Andi, 2009). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH pada stasiun hulu adalah 7,1, pada stasiun tengah 7,2, dan stasiun hilir 7,1.

Alkalinitas di stasiun 1, yaitu 32,2 ppm, stasiun 2 91,5 ppm, dan stasiun 3 124 ppm. Mackeret et. al. berpendapat bawa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Alkalinitas mencapai 0 apabila nilai pH< 5. Semakin tinggi nilai pH semakin tinggi nilai alkalinitas. Nilai pH juga dapat dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam air. Apabila

CO2-nya tinggi, maka akan terjadi kenaikan nilai pH meskipun tidak terlalu signifikan.

Rata-rata pH pada ketiga stasiun masih berada dalam range pH netral. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ketiga stasiun masih berada dalam kondisi yang normal dan belum tercemar, walaupun alkalinitasnya tergolong sangat tinggi untuk perairan tawar. Pada air tawar yang normal mempunyai alkalinitas 40 ppm, tapi nilai rangenya berkisar antara 20-30 ppm (Van Wyk Dan Scarpa, 1999). Perbedaan data hasil dengan teori disebabkan karena faktor eksternal, yaitu hujan lebat.

KESIMPULAN

(13)

baik. Hal ini disebabkan karena DO, CO2, pH, dan alkalinitasnya yang masih baik. Namun,

hasil praktikum kali ini bisa saja berubah bila dilakukan di lain hari saat cuacanya cerah, tidak hujan deras. Pada praktikum kali ini dapat dilihat bahwa beberapa parameter lingkungan sangat berkaitan dengan komunitas biota perairan sungai. Suhu udara maupun air sangat berpengaruh akan kandungan oksigen dalam perairan dan berlanjut pada banyak-sedikitnya organisme dalam perairan tersebut. Cahaya matahari juga memengaruhi ekosistem perairan karena berperan dalam proses fotosintesis fitoplankton yang ada di dalam perairan. Densitas dan diversitas plankton dan makrobentos juga dipengaruhi oleh kecepatan arus air karena plankton tidak bisa hidup dalam air yang berarus deras. Berdasarkan indeks diversitas biota perairan, kualitas perairan di daerah hulu sungai Winongo masih baik dan sebaiknya harus tetap dilestarikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, D. 2004. Biologi SMA untuk Kelas X. Erlangga. Jakarta.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press. Medan.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hutagalung, R.A. 2004. Ekologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Lippsmeir, G. 1994. Bangunan Tropis. Erlangga. Jakarta.

Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology. 4th. W. B. Saunders. Co. Philadelphia. Pensylvania. Whitten JA, Mustafa M, Henderson A. 1987. Ekologi Sulawesi. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Karena wajik menggunakan gula jawa sudah terlalu umum, maka dari sinilah tercipta sebuah inovasi dari wajik yang berbeda dari biasanya yaitu wajik dengan rasa buah-buahan, dimana

HUBUNGAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 – 24 BULAN.. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIBAGOR KABUPATEN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya ilmu biomedik (KIA) tentang hubungan nikotin dengan kadar hormon prolaktin pada ibu postpartum perokok pasif.

Akhirnya, kami mohon bapak Rektor UPN “Veteran” Yogyakarta untuk membuka secara resmi Seminar Nasional Fakultas Teknologi Mineral Dalam Rangka Dies Natalis

Sebuah opsi call memberikan hak, bukan kewajiban, kepada pemiliknya (holder) untuk membeli sebuah aset dari writer dengan harga yang telah disepakati (strike price

Penelitian ini juga akan menyediakan kemampuan generalisasi pada beberapa kasus dan memberikan analisis secara kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat diperoleh alternatif

Kuliah ini mencakup pengetahuan mengenai ruang lingkup dan perkembangan aplikasi bioteknologi terhadap produk-produk pangan serta proses yang melibatkan yeast,

Sedangkan data sekunder berupa cara perhitungan energi manusia dan peralatan yang digunakan selama tahapan proses produksi, faktor emisi pada beberapa bahan bakar, serta