• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN STEVEN JHONSON SYNDR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN STEVEN JHONSON SYNDR"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN STEVEN JOHNSON SYNDROME (SJS)

2.1 Definisi

Sindrom Stevens-Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura[CITATION Mut13 \l 1057 ].

Sindrom Stevens-Johnson didefinisikan sebagai reaksi kumpulan gejala sistemik dengan karakteristik yang mengenai kulit, mata dan selaput lendir orifisium. Sindrom Stevens-Johnson merupakan bentuk berat dari eritema multiforme, sehingga SSJ dikenal juga dengan sebutan eritema multiforme mayor[ CITATION Dar14 \l 1057 ].

Menurut Sharma and Sethuraman (1996) dalam [ CITATION Kar13 \l 1057 ], Sindrom Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan gejala sistemik yang dari ringan sampai berat berupa lesi target dengan bentuk yang tidak teratur, disertai makula, vesikel, bula dan purpura yang tersebar luas terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan epidermis kurang lebih 10 % dari area permukaan tubuh, serta melibatkan lebih dari satu membran mukosa.

2.2 Etiologi

Etiologi sindrom Stevens-Johnson bersifat multifaktorial, sedangkan etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang diduga kuat sebagai etiologinya adalah reaksi alergi obat secara sistemik, infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa, neoplasma, reaksi pascavaksinasi, terapi radiasi, alergi makanan, bahan-bahan kimia dan penyakit kolagen[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

Menurut Darmawan (2014), penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitif (alergi) terhadap obat; infeksi HIV, penyakit jaringan ikat dan kanker merupakan faktor risiko penyakit ini. Beberapa kasus berhubungan dengan infeksi Mycoplasma pneumonia, kasus lainnya idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.

Berikut adalah etiologi sindrom Stevens-Johnson menurut [ CITATION Par10 \l 1057 ].

(2)

2.2.2 Kasus pediatrik lebih banyak berhubungan dengan infeksi daripada keganasan atau reaksi obat. Jarang pada anak usia 3 tahun atau dibawahnya, karena imunitas belum berkembang sepenuhnya.

2.2.3 NSAID oksikam dan sulfonamid merupakan penyebab utama di negara-negara Barat. Di Asia Timur allopurinol merupakan penyebab utama.

2.2.4 Empat kategori etiologi adalah infeksi, reaksi obat, keganasan dan idiopatik.

2.3 Patofisiologi

(3)

Bagan 1.1 Patofisiologi sindrom Stevens Johnson pada masalah keperawatan [ CITATION Mut13 \l 1057 ]

2.4 Manifestasi Klinis

Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tiga gelaja yang khas yaitu kelainan pada mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital berupa balanitis dan vulvovaginitis, serta kelainan oral berupa stomatitis. Lesi oral didahului oleh makula dan papula yang segera diikuti vesikel atau bula, kemudian pecah karena trauma mekanik menjadi erosi dan terjadi ekskoriasi sehingga terbentuk ulkus yang ditutupi oleh jaringan nekrotik berwarna abu-abu putih atau eksudat abu-abu kuning menyerupai pseudomembran. Ulkus nekrosis ini mudah mengalami perdarahan dan menjadi krusta kehitaman. Lesi oral cenderung lebih banyak terjadi pada bagian anterior mulut termasuk bibir, bagian lain yang sering terlibat adalah

Reaksi alergi

saraf perifer Port de entree

(4)

menyebabkan pasien tidak dapat makan dan menelan, sedangkan lesi pada saluran pernafasan bagian atas dapat menyebabkan keluhan sulit bernafas[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

Berikut adalah manifestasi klinis dari pasien dengan Steven Johnson Syndrome.

2.4.1 Sindroma prodromal yang non spesifik dan reaksi konstitusional berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada, mialgi, sehingga penderita berobat. Dalam keadaan ini, sering penderita mendapat pengobatan antibiotik, dan anti inflamasi sehingga menyebabkan kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab SJS[ CITATION Dju15 \l 1057 ]. Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama dua minggu dan bervariasi dari ringan sampai berat. Pada keadaan ringan kesadaran pasien baik, sedangkan keadaan yang berat gejala-gejala menjadi lebih hebat, sehingga kesadaran pasien menurun bahkan sampai koma[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

3.4.2 Gejala kulit dapat berupa macula eritematus yang menyerupai morbilliform rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh, dan ekstermitas. Lesi taget dan bula dengan Nikolsky sign positif sering didapatkan. Lesi membesar dan bertambah banyak[ CITATION Dju15 \l 1057 ]. Lesi kulit pada sindrom Stevens-Johnson dapat timbul sebagai gejala awal atau dapat juga terjadi setelah gejala klinis dibagian tubuh lainnya. Lesi pada kulit umumnya bersifat asimetri dan ukuran lesi bervariasi dari kecil sampai besar. Mula-mula lesi kulit berupa erupsi yang bersifat multiformis yaitu eritema yang menyebar luas pada rangka tubuh. Eritema ini menyebar luas secara cepat dan biasanya mencapai maksimal dalam waktu empat hari, bahkan seringkali hanya dalam hitungan jam. Pada kasus yang sedang, lesi timbul pada permukaan ekstensor badan, dorsal tangan dan kaki, sedangkan pada kasus yang berat lesi menyebar luas pada wajah, dada dan seluruh permukaan tubuh. Eritema akan menjadi vesikel dan bula yang kemudian pecah menjadi erosi, ekskoriasi, menjadi ulkus yang ditutupi pseudomembran atau eksudat bening. Pseudomembran akan terlepas meninggalkan ulkus nekrosis, dan apabila terdapat perdarahan akan menjadi krusta yang umumnya berwarna coklat gelap sampai kehitaman. Variasi lain dari lesi kulit berupa purpura, urtikaria dan edema. Selain itu adanya erupsi kulit dapat juga menimbulkan rasa gatal dan rasa terbakar. Terbentuknya purpura pada lesi kulit memberikan prognosis yang buruk[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

(5)

hemorrhagic dan erosi[ CITATION Dju15 \l 1057 ]. Lesi oral mempunyai karakteristik yang lebih bervariasi daripada lesi kulit, seluruh permukaan oral dapat terlibat, namun lesi oral lebih cenderung banyak terjadi pada bibir, lidah, palatum mole, palatum durum, mukosa pipi sedangkan pada gusi relative jarang terjadi lesi. Lesi oral didahului oleh macula, papula, segera diikuti oleh vesikel dan bula. Ukuran vesikel maupun bula bervariasi dan mudah pecah dibandingkan lesi pada kulit. Vesikel maupun bula terutama pada mukosa bibir mudah pecah Karena gerakan lidah dan friksi pada waktu mengunyah dan bicara sehingga bentuk yang utuh jarang ditemukan pada waktu pemeriksaan klinis intra oral[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

Vesikel maupun bula yang mudah pecah selanjutnya menjadi erosi, kemudian mengalami ekskoriasi dan terbentuk ulkus. Ulkus ditutupi oleh jaringan nekrotik yang berwarna abuabu putih atau eksudat abu-abu kuning menyerupai pseudomembran. Jaringan nekrotik mudah mengelupas sehingga meninggalkan suatu ulkus yang berbentuk tidak teratur dengan tepi tidak jelas dan dasar tidak rata yang berwarna kemerahan. Apabila terjadi trauma mekanik dan mengalami perdarahan maka ulkus akan menjadi krusta berwarna coklat sampai kehitaman. Krusta kehitaman yang tebal dapat terlihat pada mukosa bibir dan seringkali lesi pada mukosa bibir meluas sampai tepi sebelah luar bibir dan sudut mulut (Gambar 1.1)[ CITATION Ram11 \l 1057 ]. Pada palatum mole maupun palatum durum dapat terjadi lesi oral. Lesi oral diawali oleh vesikel maupun bula yang mudah pecah menjadi erosi ekskoriasi dan ulkus. Erosi seringkali ditutupi pseudomembran dan dikelilingi daerah berwarna kemerahan. Ulkus dapat meluas terutama terjadi pada palatum durum (Gambar 2.2). Pada mukosa pipi terjadi juga pola perkembangan lesi seperti lidah, vesikel atau bula di mukosa pipi jarang ditemukan utuh, hanya berupa erosi atau ulkus yang ditutupi dengan pseudomembran[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

(6)

Gambar 2 Ulserasi yang luas pada palatum

Manifestasi oral sindrom Stevens-Johnson biasanya diikuti oleh pembesaran nodus limfatikus servikalis disertai rasa nyeri yang hebat sekali dan terjadi peningkatan aliran saliva. Penderita biasanya akan mengalami dehidrasi karena kekurangan cairan yang masuk ke dalam tubuh. Lesi oral dapat meluas ke faring, saluran pernafasan bagian atas dan esophagus sehingga penderita mengalami kesulitan bernafas. Edema pada faring dapat menyebar ke trakea, apabila keadaan bertambah berat dapat menyerang bronkus dan bronkioli, sehingga dapat menimbulkan bronkopneumonia serta trakeobronkitis[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

2.4.4 Manifestasi pada mata terjadi pada 70% pasien sindrom Stevens Johnson. Kelainan ang sering terjadi adalah konjungtivitis. Selain konjungtivitis kelopak mata seringkali menunjukkan erupsi yang merata dengan krusta hemoragi pada garis tepi mata. Penderita sindrom Stevens-Johnson yang parah, kelainan mata dapat berkembang menjadi konjungtivitis purulen, photophobia, panophtalmitis, deformitas kelopak mata, uveitis anterior, iritis, simblefaron, iridosiklitis serta sindrom mata kering, komplikasi lainnya dapat juga mengenai kornea berupa sikatriks kornea, ulserasi kornea, dan kekeruhan kornea. Bila kelainan mata ini tidak segera diatasi maka dapat menyebabkan kebutaan[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

(7)

Menurut Parillo (2010), manifestasi klinis pada pasien sindrom Steven-Johnson adalah sebagai berikut.

a. Ruam dapat mulai sebagai macula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula, plak, urtikaria, atau eritma konfluen

b. Lesi khas memiliki penampilan target.target dianggap patogmonic. Berbeda dengan lesi pada eritema multiforme, lesi pada eritema multiforme hanya memiliki dua zona warna. Inti mungkin vesikuler, purpura, ataupun nekrotik. Zona tersebut dikelilingi oleh eritema macular. Beberapa menyebutnya target lesi

c. Lesi dapat pecah dan meninggalkan kulit yang terbuka. Kulit ini rentan terhadap infeksi sekunder

d. Lesi urtikarial biasanya tidak gatal

e. Infeksi mungkin bertanggung jawab atas bekas luka yang berhubungan dengan morbiditas

f. Meskipun lesi dapat terjadi di mana saja, akan tetapi bagian telapak tangan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor paling banyak dialporkan terjadi

g. Keterlibatan mukosa termasuk adanya eritema, edema, ulserasi, dan nekrosis

Gambar 3 Pelepasan epidermis pada pasien sindrom Stevens-Johnson [ CITATION Par10 \l 1057 ]

2.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Diagnosis Steven Johnson Syndrome ditegakkan berdasarkan hal berikut [ CITATION Dju15 \l 1057 ].

2.5.1 Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS terutama obat yang diduga sebagai penyebab .

2.5.2 Pemeriksaan klinis, berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelainan kulit dan kelainan mukosa serta mata.

(8)

Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian sehingga perlu penanganan cepat dan tepat/optimal, mengenali dan menghentikan segera obat yang bertanggung jawab (pada kasus yang meragukan, menghentikan semua obat yang dikonsumsi dalam 8 minggu sebelum onset) dan merawat pasien di rumah sakit. Pasien dengan SCORTEN 0–1 (lihat tabel 1.1) dirawat dibangsal dan yang lebih berat (≥2) dirawat di unit rawat intensif [ CITATION Tha09 \l 1057 ].

Tabel 1.1 Skala SCORTEN

Faktor Prognostik Nilai

Usia > 40 tahun 1

Heart rate > 120 x/menit 1

Kanker atau keganasan hematologis 1

BSA yang terkena > 10% 1

Kadar urea serum >10 mM (BUN > 27 mg/dL) 1

Kadar bikarbonat serum < 20 mEq/L 1

Kadar glukosa serum > 14 mM (250 mg/dL) 1

Sumber: Bastuji-Garin et al. SCORTEN: A severity-of-illness score for toxic epidermal necrolysis. J Invest Dermatol. 2000;115:149 dalam Thaha, 2009.

2.6 Penatalaksanaan

Penegakan diagnosis sulit dilakukan karena seringkali terdapat berbagai macam bentuk lesi yang timbul bersamaan atau bertahap. Diagnosis sindrom Stevens-Johnson terutama berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Perawatan pada penderita sindrom Stevens-Johnson lebih ditekankan pada perawatan simtomatik dan suportif karena etiologinya belum diketahui secara pasti[ CITATION Ram11 \l 1057 ]. Penanganan simptomatik suportif yaitu mempertahankan keseimbangan hemodinamik, dan mencegah terjadi komplikasi yang mengancam jiwa[ CITATION Tha09 \l 1057 ].

Penatalaksanaan sindrom Stevens-Johnson didasarkan atas tingkat keparahan penyakit yang secara umum meliputi[ CITATION Ram11 \l 1057 ]:

2.6.1 Rawat Inap

Rawat inap bertujuan agar dokter dapat memantau dan mengontrol setiap hari keadaan penderita.

2.6.2 Preparat Kortikosteroid

Penggunaan preparat kortikosteroid merupakan tindakan life saving.

(9)

hari, dan apabila keadaan umum membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi, maka dosis segera diturunkan 5mg secara cepat setiap hari. Setelah dosis mencapai 5mg sehari kemudian diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone, yang diberikan dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan menjadi 10mg pada hari berikutnya selanjutnya pemberian obat dihentikan. Lama pengobatan preparat kortikosteroid kira-kira berlangsung selama 10 hari.

2.6.3 Antibiotik

Penggunaan preparat kortikosteroid dengan dosis tinggi menyebabkan imunitas penderita menurun, maka antibiotic harus diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, misalnya broncopneneumonia yang dapat menyebabkan kematian. Antibiotik yang diberikan hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal, dan tidak nefrotoksik. Antibiotik yang memenuhi syarat tersebut antara lain siprofloksasin dengan dosis 2 x 400mg intravena, klindamisin dengan dosis 2 x 600mg intravena dan gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

2.6.4 Infuse dan Transfusi Darah

Hal yang perlu diperhatikan kepada penderita adalah mengatur keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau tidak dapat menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan tenggorokan serta kesadaran penderita yang menurun. Infuse yang diberikan berupa glukosa 5% dan larutan Darrow. Apabila terapi yang telah diberikan dan penderita belum menampakkan perbaikan dalam waktu 2-3 hari, maka penderita dapat diberikan transfuse darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, khususnya pada kasus yang disertai purpura yang luas dan leucopenia.

2.6.5 KCl

Penderita yang menggunakan kortikosteroid umumnya mengalami penurunan kalium atau hipokalemia, maka diberikan KCl dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral.

2.6.6 Adenocorticotropichormon (ACTH)

Penderita perlu diberikan ACTH untuk menghindari terjadinya supresi korteks adrenal akibat pemberian kortikosteroid. ACTH yang diberikan berupa ACTH sintetik dengan dosis 1 mg.

2.6.7 Agen Hemostatis

(10)

Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan kepada penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid dalam jangka waktu lama, penderita mengalami retensi natrium dan kehilangan protein, dengan diet rendah garam dan tinggi protein diharapkan konsentrasi garam dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita selain menjalani diet rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan makanan yang lunak atau cair, terutama pada penderita yang sukar menelan[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

2.6.9 Vitamin

Vitamin yang diberikan berupa vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin B kompleks diduga dapat memperpendek durasi penyakit. Vitamin C diberikan dengan dosis 500 mg atau 1000 mg sehari dan ditujukan terutama pada penderita dengan kasus purpura yang luas sehingga pemberian vitamin dapat membantu mengurangi permeabilitas kapiler

Berikut adalah tatalaksana perawatan pada organ penderita Steven Johnson Syndrome [ CITATION Ram11 \l 1057 ].

1) Perawatan pada Kulit

Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan spesifik, kebanyakan penderita merasa lebih nyaman jika lesi kulit diolesi dengan ointment berupa vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa nyeri seringkali timbul pada lesi kulit dikarenakan lesi seringkali melekat pada tempat tidur. Lesi kulit yang erosive dapat diatasi dengan memberikan sofratulle atau krim sulfadiazine perak, larutan salin 0,9% atau burow. Kompres dengan asam salisilat 0,1% dapat diberikan untuk perawatan lesi pada kulit. Kerjasama antara dokter gigi dan dokter spesialis ilmu penyakit kulit dan kelamin sangat diperlukan. 2) Perawatan pada Mata

Perawatan pada mata memerlukan kebersihan mata yang baik,kompres dengan larutan salin serta lubrikasi mata dengan air mata artificial dan ointment. Pada kasus yang kronis,suplemen air mata seringkali digunakan untuk mencegah terjadinya corneal epithelial breakdown. Antibiotik topikal dapat digunakan untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder.

3) Perawatan pada Genital

(11)

4) Perawatan pada Oral

Rasa nyeri yang disebabkan lesi oral dapat dihilangkan dengan pemberian anastetik topical dalam bentuk larutan atau salep yang mengandung lidokain 2%. Campuran 50% air dan hydrogen peroksida dapat digunakan untuk menyembuhkan jaringan nekrosis pada mukosa pipi. Antijamur dan antibiotik dapat digunakan untuk mencegah superinfeksi. Lesi pada mukosa bibir yang parah dapat diberikan perawatan berupa kompres asam borat 3%. Lesi oral pada bibir diobati dengan boraks-gliserin atau penggunaan triamsinolon asetonid. Triamsinolon asetonid merupakan preparat kortikosteroid topical. Kortikosteroid yang biasa digunakan pada lesi oral adalah bentuk pasta. Pemakaian pasta dianjurkan saat sebelum tidur karena lebih efektif. Sebelum dioleskan, daerah sekitar lesi harus dibersihkan terlebih dahulu kemudian dikeringkan menggunakan spons steril untuk mencegah melarutnya pasta oleh saliva. Apabila pasta larut oleh saliva, obat tidak dapat bekerja dengan optimum sehingga tidak akan diperoleh efek terapi yang diharapkan.

2.7 Komplikasi

Saat “onset” terjadi, penderita Steven Johnson Syndrome mengalami demam, nyeri otot, gejala traktus respirasi atas dan bawah. Pada membran mukosa mata, bibir, dan genetalia akan terjadi lesi berupa “bulla” dengan pembentukan mambran atau pseudomembran. Komplikasi lanjut pada membran mukosa mata karena pembentukan jaringan sikatrik sehingga menyebabkan conjunctival shinkage, trikiasis, dan defisiensi air mata. Pada kornea terutama pada fase lanjut dapat terjadi epitheliopathy kronis, defek epitel yang tidak sembuh, pembentukan pannus fibrovaskular, sikatrik subepitelial dan neovaskularisasi strome, sikatrik dan penipisan kornea[ CITATION Lut07 \l 1057 ].

Berikut adalah beberapa penyulit dari penyakit Steven Johnson Syndome menurut Djuanda (2015).

2.7.1 Sepsis 2.7.2 Pneumoni 2.7.3 Gagal ginjal

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan 2.8.1 Pengkajian Keperawatan

(12)

prodomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok. Dalam keadaan ini, sering penderita mendapat pengobatan antibiotik dan antiinflamasi sehingga menyebabkan kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab sindrom Stevens Johnson[ CITATION Mut13 \l 1057 ].

Trias kelainan yang terjadi terdapat pada kulit, mukosa, dan mata. Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu, dapat juga terjadi purpura. Jika disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%). Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi, ekskoriasi, dan krusta kehitaman. Selain itu, juga dapat terbentuk pseudomembran. Pada bibir, kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas. Sementara itu pada mata, 80% di antara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu, juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis[CITATION Mut13 \l 1057 ].

Menurut Parillo (2010), pemeriksaan fisik pada pasien sindrom Steven Johnson ditemukan:

a. Demam b. Orthostasis c. Tachycardia d. Hipotensi

e. Perubahan tingkat kesadaran f. Epistaksis

g. Konjungtivitis h. Ulserasi kornea

i. Erosif vulvovaginitis atau balanitis j. Kejang, koma

2.8.2 Diagnosis Keperawatan yang Muncul

(13)

2.8.2.1 Kerusakan integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi lokal.

2.8.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat respons sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.

2.8.2.3 Risiko tinggi infeksi b.d. penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi. 2.8.2.4 Nyeri b.d. kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lemak.

2.8.2.5 Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum.

2.8.2.6 Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d perubahan struktur kulit, perubahan peran keluarga.

2.8.2.7 Kecemasan b.d kondisi penyakit , penurunan kesembuhan [ CITATION Mut13 \l 1033 ]

2.8.3 Intervensi Keperawatan

Tujuan intervensi keperawatan adalah peningkatan integritas jaringan kulit, terpenuhinya intake nutrisi harian, penurunan risiko infeksi, menurunkan stimulus nyeri, mekanisme koping yang efektif dan penurunan kecemasan. Untuk risiko infeksi dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pasien NET. Pada gangguan gambaran diri (citra diri), intervensi dapat disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien psoariaris. Sementara itu, intervensi deficit perawatan diri dan kecemasan dapat disesaikan pada masalah yang sama pada pasien pemfigus vulgaris [ CITATION Mut13 \l 1033 ].

Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi Definisi:

Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis. Batasan Karakteristik:

- Benda asing menusuk permukaan kulit - Kerusakan integritas kulit

[ CITATION Her151 \l 1057 ]

Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal Kriteria Hasil :

1. Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoarisis berkurang

Intervensi Rasional

Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien

Menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan yang akan digunakan.

Lakukan tindakan peningkatan integritas jaringan

(14)

terkelupas. Lesi oral yang nyeri akan membuat hygiene oral dipelihara.

Lakukan oral hygiene Tindakan oral hygiene perlu dilakukan untuk menjaga agar mulut selalu bersih. Obat kumur larutan anestesi atau agen gentian violet dapat digunakan dengan sering untuk membersihkan mulut dan debris, mengurangi rasa nyeri pada daerah ulserasi dan mengendalikan bau mulut yang amis. Rongga mulut harus diinspeksi beberapa kali sehari dan setiap perubahan harus dicatat, serta dilaporkan. Vaselin (atau salep yang diresepkan dokter) dioleskan pada bibir.

Tingkatkan asupan nutrisi Diet TKP diperlukan untuk meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan.

Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan

Apabila masih belum mencapai dari criteria evaluasi 5 x 24 jam, maka perlu dikaji ulang factor-faktor menghambat pertumbuhan dan dari lesi

Lakukan intervensi untuk mencegah komplikasi

1. Perawatan ditempat khusus untuk mencegah infeksi.

2. Monitor dan evaluasi adanya tanda dan gejala komplikasi.

3. Pemantauan yang ketat terhadap tanda-tanda vital dan pencatatan setiap perubahan yang serius pada fungsi respiratorius, renal, atau gastroinstestinal dapat mendeteksi dengan cepat dimulainya suatu infeksi

4. Tindakan asepsis yang mutlak harus selalu dipertahankan selama pelaksanaan perawatan kulit yang rutin.

5. Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril ketika melaksanakan prosedur tersebut diperlukan setiap saat.

(15)

silang dari pasien-pasien lain.

7. Para pengunjungan harus mengenakan pakaian pelindung dan mencuci tangan mereka sebelum menyentuh pasien.

8. Orang-orang yang menderita penyakit menular tidak boleh mengunjungi pasien sampai mereka sudah tidak lagi berbahaya bagi kesehatan pasien tersebut.

Kolaborasi untuk pemberian kortikosteroid

Kolaborasi pemberian glukokortikoid misalnya metal prednisolon 80-120 mg peroral (1,5-2 mg/KgBB/hari

Kolaborasi untuk pemberian antibiotic Pemberian antibiotic untuk infeksi dengan catatan menghindari pemberian sulphonamide dan antibiotic yang sering juga sebagai penyebab SJS misalnya penisilin, cephalosporin. Sebaiknya antibiotic yang diberikan berdasarkan hasil kultur, mukosa, dan sputum. Dapat dipakai injeksi gentamitasin 2-3 x 80 mg iv (1-5 mg/Kg/BB {setiap pemberian})

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat efek sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut

Definisi:

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan Karakteristik:

- Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal - Bising usus hiperaktif

- Cepat kenyang setelah makan - Diare

- Gangguan sensasi rasa

- Kehilangan rambut berlebihan - Kelemahan otot pengunyah - Kelemahan otot untuk menelan - Kerapuhan kapiler

(16)

- Kram abomen - Kurang informasi

- Kurang minat pada makanan - Membran mukosa pucat - Nyeri abdomen

- Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat - Sariawan rongga mulut

- Tonus otot menurun [ CITATION Her151 \l 1057 ]

Tujuan : Dalam waktu 5 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria evaluasi :

1. Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat. 2. Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. 3. Penurunan berat badan selama 5 x 24 jam tidak melebihi dari 0,5 kg.

Intervensi Rasional

Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, serta riwayat mual/ muntah.

Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat. Berat badan pasien ditimbang setiap hari (jika perlu gunakan timbangan tempat tidur). Lesi oral dapat mengakibatkan disfagia sehingga memerlukan pemberian makanan melalui sonde atau terapi nutrisi parenteral total. Formula enteral atau suplemen enteral yang diprogramkan diberikan melalui sonde sampai pemberian peroral dapat ditoleransi. Penghitungan jumlah kalori per hari dan memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan.

Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi)

Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi

(17)

sebelum dan sesudah makan, serta

sebelum dan sesudah

intervensi/pemeriksaan peroral

atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah

Fasilitasi pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan menghindari asupan dari agen iritan

Asupan minuman mengandung kafein dihindari karena kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitas lambung dan

Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan asupan nutrisi sesuai dengan tingkat toleransi

Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak Definisi::

Pengalaman sensori dan emosional yang itdak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan.

Batasan Karakteristik:

- Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya

- Diaforesis - Dialatasi pupil

- Ekspresi wajah nyeri (misal: mata kurang brcahaya, meringis, tampak kacau, gerakan mata berpencar)

- Fokus menyempit (misal: persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan orang dan lingkungan)

- Fokus pada diri sendiri

- Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri

- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri - Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas

(18)

frekuensi pernapasan, saturasi oksigen) - Perubahan posisi untuk menghindari nyeri - Perubahan selera makan

- Sikap tubuh melindungi [ CITATION Her151 \l 1057 ]

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi Kriteria evaluasi :

1. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. 2. Skala nyeri 0-1 (0-4).

3. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri 4. Pasien tidak gelisah.

Intervensi Rasional

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan.

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2

(19)

4. Manajemen lingkungan tenang dan batasi pengunjung

5. Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam

6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

7. Lakukan manajemen sentuhan

premedikasi dahulu dengan preparat analgesic sebelum perawatan kulitnya mulai dilakukan.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2

ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

Meningkatkan asupan O2 sehingga akan

menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis mambantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri

Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, H. (2014). Sindrom Stevens-Johnson Diduga Akibat Siprofloksasin. CDK-217/Vol. 41 No. 6, 432-435.

Djuanda, A. (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Effendi, E. (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Herdman, T. (2015). NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Karsenda. (2013). Pemberian Kortikosteroid pada Pasien Sindrom Steven-Johnson. Jurnal Medula, Volume 1, Nomor 3, 92-100.

Lutfi, D., Zuhria, I., & Doemilah, E. (2007). Limbal Stem Cell Transplantation in Limbal Stem Cell Deficiency After Steven Johnson Syndrome. Jurnal Oftamologi Indonesia Vo. 5 No. 3, 235-238.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2013). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika.

Parillo, S. J. (2010). Stevens-Johnson Syndrome. Contributor Information And Disclosures. Ramayanti, S. (2011). Manifestasi Oral dan Penatalaksanaan pada Penderita Sindrom

Stevens-Johnson. Majalah Kedokteran Andalas No. 2 Vo. 35, 91-97.

Gambar

Gambar 1 Krusta kehitaman pada mukosa bibir
Gambar 2 Ulserasi yang luas pada palatum
Gambar 3 Pelepasan epidermis pada pasien sindrom Stevens-Johnson [ CITATION

Referensi

Dokumen terkait

Dikarenakan algoritma genetika menggunakan bilangan random, tidak berarti generasi dan populasi yang besar akan lebih menghasilkan solusi, tetapi jika populasi

Penentuan Tapak Sanggar Pendidikan Anak Usia Dini Inklusif Error!. Bookmark

Dari intervensi yang telah dilakukan diketahui bahwa pasien juga menderita prediabetes yang ditegakkan dari pemeriksaan OGTT yang masuk ke dalam kriteria prediabetes dan

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat tujuan dari dilakukannya analisis pekerjaan adalah untuk menganalisis pekerjaan yang efektif agar dapat diterapkan

Sebagai siswa yang baik, harus ikut bertanggung-jawab dan berperan aktif dalam proses pendidikan agar Manajemen Kelas dapat berjalan efektif sesuai dengan apa

Tanaman ini di daerah jawa dikenal juga dengan nama pohon talok yang mempunyai ciri morfologi daun dengan bangun daun bulat telur bentuk lanset, ujung daun runcing,

Pengambilan sampel lichen corticolous dilakukan pada tiga jalur hijau Jalan Adi Sucipto (akitifitas transportasi tinggi), Ahmad Yani II (aktifitas transportasi

Hasil penelitian ini sejalan penelitian Patel et al., yang menunjukkan di wilayah Afrika pemberian ASI eksklusif lebih banyak dilakukan pada paritas 1-2 dan memiliki