• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Steven Johnson Syndrome

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan Steven Johnson Syndrome"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN STEVEN JOHNSON SYNDROME

LAPORAN PENDAHULUAN STEVEN JOHNSON SYNDROME

RUANG 29 RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

RUANG 29 RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun oleh: Disusun oleh: Aliefia Ditha K. Aliefia Ditha K. 0910720022 0910720022

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS BRAWIJAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN MALANG MALANG 2013 2013

(2)

1. Definisi

Steven Johnson Syndrome adalah gangguan kulit berupa eritema multiform. Sindrom ini mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.

2. Etiologi

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:

1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)

 Penisilline dan semisentetiknya  Sthreptomicine

 Sulfonamida  Tetrasiklin

  Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron

dan paracetamol)

 Klorpromazin

(3)

 Tegretol  Jamu

2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit) 3. Neoplasma dan faktor endokrin

4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X) 5. Makanan

3. Tanda dan Gejala

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: 1. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.

Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar  tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen,

(4)

perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

4. Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas namun diperkirakan disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.

Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan  jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut

Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

5. Komplikasi

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.

(5)

a. Hematologi

 Sel darah putih meningkat karena adanya infeksi (normal: 5000-10.000/mm3)

 Eosinofil meningkat karena adanya reaksi alergi (normal: 50-500/mm3) b. Kimia Darah

 Glukosa hiperglikemia

 Kreatinin meningkat karena adanya gangguan fungsi ginjal (normal: 71-133 mmol/L)

 Urea meningkat karena adanya gangguan fungsi ginjal (normal: 2.5-6.1 mmol/L)

c. Analisa Gas Darah Arteri

 pO2 meningkat (normal: 80-100 mmHg)

 HCO3menurun karena acidosis (normal: 22-26 mmol/L)  PaCO2 menurun karena alkalosis (normal: 35-45 mmol/L)

d. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

e. Imunologi : Dijumpai deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

7. Penatalaksanaan a. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian

(6)

diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).

b. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

c. Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

d. Topikal

Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

(7)

8. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian keperawatan

1. Data Subyektif 

Klien mengeluh demam tinggi, lemah letih, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan / sulit menelan.

2. Data Obyektif 

 Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi

erosi yang luas, sering didapatkan purpura.

 Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan

pseudomembran di faring

 Kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.  Nefritis dan onikolisis.

3. Data Penunjang

 Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

 Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel

darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

(8)

c. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan

2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis

3. Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis d. Rencana Keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 4x24 jam asupan nutrisi klien membaik

Kriteria hasil: NOC:Nutritional status Indikator  Severe deviation from normal range Substantial deviation from normal range Moderate deviation from normal range Mild deviation from normal range No deviation from normal range Intake nutrisi √ √ Intake makanan Intake cairan Energi √ √ NIC:Nutritional Management Intervensi Rasional

1. Kaji adanya alergi makanan pada klien

1. Menentukan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

2. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai

2. Memberikan pasien/orang terdekat

rasa kontrol, meningkatkan

partisipasi dalam perawatan dan

dapat memperbaiki pemasukan

nutrisi 3. Berikan makanan dalam porsi

sedikit tapi sering

3. Memberikan asupan nutrisi pada klien

(9)

memberikan diet TKTP. pada klien

2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis

Tujuan: Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam nyeri pada klien berkurang

Kriteria hasil: NOC: Pain control

Indikator  Never  demonstrated Rarely demonstrated Sometimes demonstrated Often demonstrated Consistently demonstrated Mengenali onset nyeri √ √ Melaporkan kontrol nyeri Penggunaa n analgesik

NIC: Pain Management

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.

1. Mengetahui derajat atau tingkat keparahan nyeri klien dan

menentukan intervensi

selanjutnya

2. Ajarkan teknik napas dalam 2. Teknik napas dalam adalalah teknik distraksi yang akan membantu merilekskan klien

3. Monitor TTV klien 3. TTV klien dapat menunjukkan

tingkat nyeri klien

4. Kolaborasi memberikan

analgesic sesuai indikasi.

4. Analgesik akan membantu

menghiangkan rasa nyeri

3. Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 4x24 jam integritas kulit klien membaik

(10)

Kriteria hasil:

NOC: Tissue Integrity: Skin and mucous membranes

Indikator  Severely Compromised Substantially Compromised Moderately Compromised Mildly Compromised Not Compromised Lesi kulit Kemerahan Nekrosis Intervensi Keperawatan

NIC: Skin Care: Topical Treatments

Intervensi Rasional

1. Kaji/catat ukuran warna, kedalaman luka, perhatikan  jaringan nekrotik dan kondisi

sekitar luka.

1. Memberikan informasi dasar  tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area graft. 2. Berikan perawatan luka yang tepat

dan tindakan control infeksi.

2. Mengurangi resiko infeksi

3. Evaluasi warna sisi luka perhatikan ada atau tidak adanya penyembuhan.

3. Mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

4. Anjurkan pasien menggunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut

4. Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat

proses penyembuhan dan

menurunkan resiko infeksi. 5. Ajarkan pasien dan keluarga

mengenai perawatan luka

4. Membantu mempermudah serta mengarahkan keluarga dan pasien dalam perawatan luka.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nitrisi TKTP.

5. Diet TKTP dapat membantu dalam proses pembentukan jaringan dan sel baru.

7. Kolaborasi dengan dokter untuk

memberikan pemberian

kortikosteroid

(11)
(12)

Daftar Pustaka

1. Ho, HHF. 2008. Diagnosis and Mangement of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. Medical Bulletin Vol.13 No.10 October 2008

2. Smeltzer C.S & Bare Brenda.(2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical  Surgical Nursing. 10th Edition. Philadelphia: Lippincott.

3. Doenges, M., Moorhouse, M.F., Murr, A.C. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client Care Edition 3. Philadelpia: Davis Company.

4. Bulechek, G.M., Butcher, H.W. & Dochterman, J.M. 2008. Nursing intervention classification (NIC). (5th edition). St Louis: Mosby Elsevier.

5. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2008. Nursing outcome classification (NOC). (4th edition). St Louis: Mosby Elsevier 

Referensi

Dokumen terkait

ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak

Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis.. SJS dikenal

Stevens Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang  (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan

• Sindrom yang mengenai kulit, selaputlendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. • Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi,

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/

fisik  Diawali dengan penyakit peradangan akut yang disertai dengan gejala prodromal berupa demam, malaise, batuk, sakit kepala.  Kelainan kulit: macula eritema, vesikel, dan

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir,

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat