• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pemetaan Titik Batas Bidang Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Pemetaan Titik Batas Bidang Tanah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Pemetaan Titik Batas Bidang Tanah Menggunakan

Aplikasi GPS CORS dengan Metode RTK-NTRIP

Studi kasus : Desa Banyuraden, Gamping, Kab. Sleman, DIY

Rakhmat Aries 1, Aris Sunantyo 2, Fajar Subhianto 3, Hidayat P 4

Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik UGM Jl Grafika No 2 Yogyakarta 55281.Telp(0274)902121, 902230

Hambatan utama dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang tanah di Indonesia adalah kurang tersedianya titik dasar teknik yang digunakan sebagai titik ikat dalam kegiatan tersebut. Selain itu, jumlah sumber daya manusia yang sedikit dan luasnya wilayah Indonesia menjadi faktor penghambat lain yang menyebabkan pemetaan bidang di Indonesia tidak berjalan secara optimal.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukanlah pengukuran dengan menggunakan aplikasi GPS CORS. Tujuan dalam penelitian kali ini adalah untuk membuat peta bidang dengan

menggunakan aplikasi GPS CORS metode RTK ( Real Time Kinematik) NTRIP (Networked

Transportasi of RTCM via Internet Protocol) serta menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan koordinat hasil pengukuran batas bidang menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP dibandingkan koordinat peta bidang hasil pengukuran teristris. Penelitian dilakukan di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, DIY dengan mengambil 80 sampel bidang tanah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan stasiun GNSS CORS (GMU 01)

sebagai base stasion dan dengan metode RTK NTRIP.

Pengukuran dengan metode ini dapat menghasilkan bidang tanah pada daerah terbuka (persawahan) 6 sampai 7 kali lebih cepat dari metode konvensional. Pada hasil analisis dan uji statistik yang telah dilakukan, ternyata ada perbedaan signifikan antara koordinat Survei GPS CORS-RTK NTRIP dan koordinat peta bidang dari pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4.

ABSTRACT

Main obstacles in activity of measurement and mapping parcels of land in Indonesia is the lack of available TDT used as tie points in these activities. In addition, the number of human resources and vast territory of Indonesia little into other inhibiting factors that led to mapping the field in Indonesia is not running optimally.

To overcome these problems, performs measurement by using applications of GPS CORS. The purpose of this research is to create a map of the field by using the method of application of GPS CORS RTK (Real Time Kinematic) NTRIP (networked Transport of RTCM via Internet Protocol) and to determine whether there is any significant difference in the yield of field measurements using GPS-RTK CORS coordinates NTRIP compared with teristrial field map measurements. Research conducted in the Village Banyuraden, District Gamping Sleman District, Yogyakarta by taking 80 sample plots of land. Measurements performed using GPS CORS station (GMU 01) as a base station and with RTK NTRIP.

(2)

that have been conducted, there were significant differences between the coordinates of CORS-RTK GPS Survey NTRIP and map coordinate fields from teristrial measurements tied to the TDT.

Kata Kunci : Pemetaan bidan tanah, peta bidang, GPS CORS, RTK-NTRIP

1. PENDAHULUAN

Tertib administrasi bidang di Indonesia diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah No 24

tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hal – hal yag dilakukan pada kegiatan pendaftaran tanah

yang meliputi kegiatan pengukuran, pemetaan bidang tanah, dan pembukuan tanah yang

direalisasikan dengan dilakukannya pengadaan titik dasar teknik nasioanal orde 0, 1, 2, 3, dan

orde 4 oleh suatu instansi pemerintah yaitu BPN RI dan Bakosurtanal.

Dalam melaksanakan tugas pemetaan bidang tanah, BPN (Badan Pertanahan Nasional )

dihadapkan pada kendala dan masalah yang berakibat pada belum terdaftarnya seluruh bidang

tanah di wilayah Indonesia. Sampai saat ini bidang tanah yang sudah terdaftar resmi dan

dipetakan di BPN baru 30 juta dari total 80 juta bidang tanah di Indonesia (Sunarto,2007).

Pemetaan bidang di Indonesia dapat dikatakan sangat lambat karena masih banyak sekali bidang

tanah yang belum terpetakan dan terdaftar sehingga menyusahkan beberapa pihak instansi untuk

melakukan pengembangan untuk fungsi bidang tanah tersebut.Pemetaan bidang yang dilakukan

oleh instansi pemerintah BPN masih menggunakan metode yang konvensional, sehingga

pelaksanaan lebih lama, biaya lebih mahal dan tidak efisen.Selain itu kendala lainnya dalam

pengukuran bidang tanah di Indonesia adalah penyediaan dan persebaran Titik Dasar Teknik

yang digunakan sebagai referensi pengukuran bidang tanah yang belum mencakup seluruh

wilayah Indoensia.

Di Indonesia penggunaan peta bidang sebagian besar hanya digunakan untuk keperluan

pendaftaran tanah dan penghitungan nilai pajak.Sehingga peta bidang yang dibuat kebanyakan

belum mencakup seluruh kawasan Indonesia. Sampai saat ini peta bidang tanah belum dikelola

dan dimanfaatkan secara optimal selain untuk dua fungsi utama yang telah sebutkan di atas. Di

saat peta bidang tanah di negara lain sudah digunakan sebagai salah satu basic building block

dalam pengembangan kebijakan geospasial mereka dan digunakan sebagai salah satu

fundamental dataset.

Berdasarkan dari fakta - fakta di atas, tergambar jelas bahwa kondisi peta bidang tanah di

Indonesia membutuhkan perhatian yang lebih serius. Kurangnya sumber daya dan luasnya

(3)

Salah satu teknologi pemetaan yang mulai dikembangkan di Indonesia yaitu GNSS

CORS (Global Navigation Sattelite System Continuously Operating Reference Stations). Banyak

dari instansi pemerintah maupun swasta yang mengembangkan teknologi ini untuk kebutuhan

rekayasa dan penelitian yang berkaitan dengan posisi. CORS merupakan jaring kerangka

geodetik aktif berupa stasiun permanen yang dilengkapi dengan receiver yang dapat menerima

sinyal dari satelit GPS dan satelit GNSS lainnya, yang beroperasi secara kontinyu selama dua

puluh empat jam(Yustia 2008).Sehingga terobosan terbaru pemetaan bidang tanah nantinya

menggunakan GPS CORS dengan menggunakan metode RTK ( Real Time Kinematik)

menggunkan NTRIP (Networked Transport of RTCM via Internet Protocol). RTK merupakan

metode yang berbasiskan pada carrier phase dalam penetuan posisi secara relatif dengan tingkat

ketelitian mencapai satuan centimeter secara real time.

Tanpa mengabaikan data spasial lainnya, idealnya peta bidang tanah harus mulai menjadi

fokus pengembangan kebijakan geospasial di Indonesia.Adanya teknologi GPS CORS yang baru

muncul di Indonesia diharapkan dapat membantu permasalahan pemetaan bidang tanah di

Indonesia yang terkesan lambat dan menghabiskan biaya yang cukup besar. Teknologi GPS

CORS menggunakan metode RTK -NTRIP dapat melakukan pengukuran dan pemetaan bidang

tanah lebih cepat karena pengukuran yang dihasilkan langsung dalam sistem koordinat nasional

TM 30 dengan men-setting langsung dalam receiver GPS CORS tanpa harus melalui proses

transformasi koordinat dan pembuatan jaring GPS. Selain itu pengukuran dan pemetaan bidang

tanah menggunakan GPS CORS RTK NTRIP dapat memberikan kualitas data posisi yang teliti

dan cakupan pengukurannya lebih luas.

2. METODOLOGI

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk pembuatan peta bidang hasil

pengukuran menggunakan GPS CORS-RTK NTRIP dan menentukan ada tidaknya perbedaan

signifikan koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran menggunakan GPS CORS-RTK

NTRIP yang dibandingkan dengan koordinat bidang tanah hasil pengukuran teristris yang

diikatkan pada TDT orde-4. Penelitian ini menggunakan sistem GNSS CORS dengan metode

RTK menggunakan NTRIP.CORS merupakan salah satu teknologi berbasis GNSS (Global

Navigation Sattelite System)yang dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi yang terkait dengan

penentuan posisi. CORS merupakan jaring kerangka geodetik aktif berupa stasiun permanen

(4)

lainnya (Sunantyo,2009).Sistem RTK merupakan prosedur DGPS (Differential Global

Positioning System) menggunakan data pengamatan fase, yang mana data atau koreksi fase

dikirim secara seketika dari stasion referensi ke receiver pengguna.Penggunaan data pengamatan

fase membuat informasi posisi yang dihasilkan memiliki ketelitian tinggi. Sistem RTK

berkembang setelah diperkenalkannya suatu teknik untuk memecahkan ambiguitas fase disaat

receiver dalam keadaan bergerak yang dikenal dengan metode penentuan ambiguitas fase secara

On The Fly (OTF).Dengan adanya radio modem sehingga proses pengiriman data atau koreksi

fase dapat dilakukan secara seketika, membuat informasi posisi yang dihasilkan oleh sistem ini

dapat diperoleh secara seketika (Rahmadi, 1997).

Penelitian ini dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan persiapan pengumpulan data

dan alat,tahap survei pendahuluan lokasi penelitian, tahap pengaturan alat, tahap pengukuran

batas bidang tanah dengan menggunakan GPS CORS RTK-NTRIP, tahap pengolahan data, dan

tahap analisis hitungan dan uji statistik.

Tahap persiapan meliputi pemilihan lokasi penelitian, persiapan bahan penelitian,

persiapan alat, dan persiapan prosedur penelitian.Lokasi dilaksanakannya penelitian yaitu di

daerah Desa Banyuraden Kec. Gamping Kab. Sleman, DIY.Bahan penelitian yang berupa data

skunder adalah peta bidang tanah dengan skala 1:2500 (sesuai dengan lokasi penelitian) dari

instansi STPN. Persiapan alat meliputi persiapan peralatan yang digunakan untuk pemetaan

bidang menggunakan sistem GPS CORS-RTK NTRIP antara lain Javad Triumph-1 Receiver,

Antena UHF/GSM, Pen Stylus, Victor Data Collector, Hand Strap, Victor Bracket, Kabel Serial,

Kabel USB, Power Supply, Extension cable, Power cable, Tripod, Hardcase, dan Tribach. Pada

tahap ini, base station CORS Teknik Geodesi UGM (GMU1) harus dipastikan aktif dan tidak

(5)

Gambar 2.1 Peralatan Javad Triumph-1

Persiapan mengenai prosedur penelitian yaitu persiapan tentang cara penggunaan

receiver Javad Triumph-1 secara manual yang diperoleh dari vendor alat tersebut. Dalam

tahapan persiapan sebelum dilakukan pengukuran juga dipersiapkan Petunjuk Teknis atau Juknis

untuk pengukuran dan pemetaan bidang yang akan digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk

pengukuran bidang secara teknis di lapangan. Juknis yang digunakan sebagai acuan pada

pengukuran bidang ini berasal dari PMNA No. 3 Tahun 1997 mengenai Petunjuk Teknis

Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah sesuai dengan PP no 24 Tahun 1997 dengan LMPDP

BPN (Land Management and Policy Development Program).

Setelah didapat bahan penelitian yang berupa peta bidang tanah kawasan Desa

Banyuraden Kec. Gamping Kab. Sleman, DIY dengan skala 1:2500 kemudian dilakukan

penentuan jumlah sampel bidang tanah untuk penelitian. Sampel bidang tanah yang digunakan

untuk penelitian sebanyak 80 sampel bidang. Pengambilan sampel bidang tersebut letaknya

berdekatan dengan TDT orde – 4 no 166. Kondisi lokasinya lebih banyak persawahan dan sedikit

bangunan rumah. Pemilihan lokasi ini dikarenakan kondisi batas-batas bidang pada daerah

tersebut masih bagus dan masih banyak terdapat tanda batas bidang berupa patok batas. Setelah

(6)

koordinat titik batas bidang tanah pada daerah yang telah ditentukan.Pada pengukuran batas

bidang ini menggunakan metode RTK yang menggunakan NTRIP, dimana yang digunakan

sebagai base station adalah GPS CORS Teknik Geodesi UGM (GMU1). Dalam proses ini juga,

ditentukan waktu pengukuran dan lama perekaman data dengan sampling rate 1 detik selama 10

sampai 15 detik per titik dengan solusi pengukuran fix/float.

Pekerjaan pengukuran titik batas bidang menggunakan aplikasi GPS CORS-RTK NTRIP

dapat dilihat pada gambar ilustrasi sebagai berikut :

Gambar 2.2 Ilustrasi pengukuran batas bidang

menggunakan GPS CORS RTK-NTRIP

Prinsip pengukurannya yaitu stasiun CORS Teknik Geodesi UGM (GMU1) berfungsi

sebagai stasiun referensi (base station) yang aktif 24 jam yang telah diketahui koordinatnya, dan

receiver GPS Javad Triumph-1 berada di lapangan sebagai rover dengan metode RTK

menggunakan NTRIP. Rover ini bergerak (mobile) dari satu titik batas bidang ke titik batas

bidang yang lainnya untuk merekam setiap titik batas bidang sampai mendapatkan sampel 80

bidang tanah. Bidang tanah yang diambil untuk sempel adalah bidang tanah yang masih

mempunyai tanda batas bidang, seperti Gambar 2.3 pengambilan titik batas bidangnya pada

(7)

Gambar 2.3 Pengambilan titik tengah pada patok batas

Setelah tahap pengumpulan data selesai, kemudian masuk pada tahapan pengolahan

data.Data pengukuran sebelumnya di-download terlebih dahulu menggunakan

softwareActiveSync. Data yang sudah di-download berupa file raw data (*.txt), lalu dipindahkan

ke software Microsoft Excel agar mudah diolah data koordinatnya. Data koordinat hasil

pengolahan lalu diplot pada software Autocad Land Deskstop 2004, sehingga diperoleh peta

bidang tanah dengan koordinat titik batas bidang hasil pengukuran menggunakan aplikasi GPS

CORS-RTK NTRIP.

Pada penelitian juga ini akan dilakukan uji signifikasi perbedaan antara koordinat bidang

tanah hasil pengukuran GPS CORS menggunakan metode RTK NTRIP dengan koordinat peta

bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4 dengan uji-t. Pengujian pada

penelitian ini menggunakan uji two tail test yang berdasarkan jenis statistik parametris dengan

asumsi bahwa sampel yang diambil berdistribusi nomal atau hamper normal dan dilakukan

dengan sampel yang besar (n > 30).

Pertama mencari nilai dE dan dN antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran

GPS CORS dengan koordinat di peta bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT

orde-4 pada setiap titik batas bidang. Rumus dE dan dN :

dE = Xi – xi , dN = Yi – yi ….……..………..(2.1)

Kemudian, dihitung pergeseran lateral antara koordinat yang diukur dengan GPS CORS

dengan koordinat di peta bidang hasil pengukuran teristris.

(8)

=

(Xi,Yi) = Koordinat batas bidang hasil pengukuran GPS CORS ke-i

(xi,yi) = Koordinat batas bidang hasil pengukuran teristris

Setelah itu, dicari nilai rata – rata selisih koordinat (dL) dengan rumus:

n

dL

dL

=

i

………( 2. 3 )

Kemudian dicari nilai simpangan baku atau standar deviasi (S) untuk mengetahui batas

kesalahan yang disyaratkan dengan rumus

dL = nilai rata – rata selisih koordinat

S = dicari nilai simpangan baku atau standar deviasi

(9)

Setelah didapat simpangan baku atau standar deviasi, Uji Normalitas data dengan tabel Z

(Observasi Distribusi Normal) (Sugiyono, 2007) dilakukan untuk mengetahui distribusi normal

data dengan menggunakan rumus

Setelah Nilai Z

hit

didapat, nilai Z

tabel

dengan tingkat kepercayaan 95 % dilihat

kemudian dibandingkan dengan Z

hit

. Jika maka data telah terdistribusi

normal.

Setelah didapat data yang sudah memenuhi normalitas data, maka uji signifikasi

perbedaan koordinat dengan menggunakan analisis uji-two tail test. Pertama, kita tentukan dulu

thit dengan rumus

Dalam ilmu statistika, ada 2 asumsi yaitu :

H0 = Tidak terdapat perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang tanah hasil

pengukuran GPS CORS – RTK NTRIP dengan koordinat batas bidang tanah di Peta

Bidang hasil pengukuran teristris.

H1 = Terdapat perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran

GPS CORS dengan koordinat batas bidang tanah di Peta Bidang hasil pengukuran

teristris

Kriteria uji-t untuk penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan rumus :

(10)

Untuk dapat menguji apakah harga t hasil perhitungan dengan rumus (2.26) diatas sama

dengan nol atau perbedaan secara signifikan , maka perlu dikonsultasikan dengan t table , dengan

memakai tingkat kepercayaan 95 % dan besar derajat kebebasan untuk uji t sampel berhubungan

adalah dengan n-1.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada hasil dan pembahasan penelitian kali inidisajikan hasil dari pengolahan data yang

terdiri dari hasil :

1. Koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran RTK-NTRIP sebanyak 80 bidang

(190 titik batas bidang tanah)

2. Peta bidang tanah

3. Hasil dan Analisis Uji Statistik perbedaan signifikasi antara Koordinat titik batas

bidang hasil pengukuran GPS CORS-RTK NTRIP dengan Koordinat titik batas

bidang hasil pengukuran teristris.

Pada pembahasan ini pertama akan dibahas mengenai hasil pengukuran batas bidang

tanah dalam bentuk data mentah. Data mentah tersebut didapat setelah melakuan download data

pada Victor data dan dilakukan pemindahan data antara Victor data dengan Laptop yang

menggunakan bantuan software Microsoft ActiveSync. Data mentah dalam bentuk Raw Data

(*.txt) ini nantinya dilakukan pengolahan dalam tabel Excel, untuk setiap titik batas bidang yang

didapat dari pengukuran GPS CORS dilakukan adjustment, kemudian setiap titik hasil

pengolahan data tadi diplot dalam software Autocad Land Deskstop 2004, sampai membentuk

bidang-bidang tanah sesuai dengan bidang tanah yang diukur, untuk gambar peta bidangnya

(11)

Gambar 3.1 Contoh peta bidang tanah hasil pengukuran CORS

Peta bidang yang dihasilkan dari pengukuran menggunkan GPS CORS-RTK NTRIP

dapat langsung menghasilkan koordinat dalam sistem proyeksi TM30, sehingga peta bidang

nantinya dapat diketahui nomor lembar petanya.Pada pengukuran bidang tanah menggunakan

aplikasi CORS memiliki keunggulan dari segi produktifitas bidang tanah yang lebih banyak dari

bidang tanah hasil pengukuran yang diikatkan pada titik dasar teknik orde-4. Pengukuran bidang

tanah dengan menggunakan CORS dapat menghasilkan sekitar 72 bidang tanah (untuk daerah

terbuka seperti persawahan) setiap harinya, sedangkan pengukuran bidang dengan menggunakan

metode teristris dalam seharinya hanya dapat sekitar 10 sampai 12 bidang tanah dalam sehari.

Sehingga hasil pengukuran batas bidang menggunakan GPS CORS - RTK NTRIP memiliki

keunggulan dalam menghasilkan produktifitas bidang tanah 6 sampai 7 kali lebih cepat

dibandingkan dengan pengukuran bidang secara teristris, tetapi kondisi tersebut tergantung juga

(12)

jaringan internetnya, satelit yang didapat, dan beberapa faktor yang lainnya yang dapat

mempengaruhi kondisi dari siyal receiver pada saat pengukuran.

Koordinat peta bidang hasil pengukuran dengan menggunakan CORS kemudian

dibandingkan dengan koordinat peta bidang hasil pengukuran teristris, dari hasil perbandingan

koordinat dari kedua peta bidang tersebut didapat pergeseran Lateral (dL) sebesar 0,724 m

sedangkan untuk rata-rata pergeseran terhadap Easting (dE) adalah 0,239 m dan rata-rat

pergeseran Northing (dN)sebesar 0,227 m(pengukuran dalam solusi fix dan float). Berikut ini

adalah grafik pergeseran Lateral (dL), Easting(dE), Northing(dN) .Pergesean lateral (dL) terbesar

terjadi pada titik batas bidang no 148 dan 197 yang lebih dari 3,5 meter, hal ini disebabkan

karena tanda batas bidang yang rusak dan sepertinya posisinya telah dipindahkan dari posisi

sebenarnya.

Gambar 3.2.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)

pada titik batas bidang no 1 sampai149

Gambar 3.3 pergeseran lateral (seperti pada gambar 3.2) terlihat pegeseran yang sangat

signifikan pada titik batas bidang no 148 yang lebih dari 3,5 m , hal ini dikarenakan posisi tanda

batas bidang yang sudah rusak dan sepertinya posisinya telah dipindahkan dari posisi

sebenarnya.

Gambar 3.3.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)

pada titik batas bidang no 150 sampai 206

Gambar 3.3 adalah pergeseran lateral titik batas bidang no 150 sampai 206 , titik-titik

batas bidang yang mengalami pergeseran yang signifikan terdapat pada titik batas bidang no 152,

197 dan 205. Pergeseran dL paling besar terdapat pada titik 197 sebesar 4,728 m sedangkan

pergeseran dL paling kecil adalah titik 151 sebesar 0,218 m.

Gambar 3.4.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)

(13)

Gambar 3.4 adalah pergeseran lateral titik batas bidang no 207 sampai 260. Pergeseran

dL paling besar terdapat pada titik 260 sebesar 1,857 m. Titik-titik batas bidang yang mengalami

pergeseran yang signifikan terdapat pada titik batas bidang no 258, 259 dan 260 dikarenakan titik

batas bidang tersebut rusak dan miring.

Gambar 3.5.Grafik Pergeseran Lateral (dL), Easting (dE),Northing (dN)

pada titik batas bidang no 261 sampai 344

Gambar 3.5 adalah pergeseran lateral titik batas bidang no 261 sampai 344 , titik-titik

batas bidang yang mengalami pergeseran yang signifikan terdapat pada titik batas bidang no 262,

263, 311, 313, 314,dan 319. Pergeseran dL paling besar terdapat pada titik 311 sebesar 3,138 m .

pada titik 261 sampai dengan 263 dan 308 sampai dengan 320 mengalami perubahan posisi yang

tidak stabil, hal tersebut dikarenakan titik tanda batas bidang pada daerah tersebut banyak yang

rusak.

Setelah nilai dL ( nilai pergesaran lateral rata-rata seluruh sampel ) sebesar 0,724 m dan S

(Sandart Deviasi) telah diketahui sebesar 0,558, untuk selanjutnya dilakukan proses Uji

Normalitas Data dengan menggunakan tabel Z dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% untuk

dicari Zhit. Nilai Ztabel diketahui ± 1,96 ( karena jumlah sampel untuk titik batas bidang ada 190

sampel), sehingga didapat uji normalitas data.Pada Uji normalitas data ini terdapat 7 titik batas

bidang yang tidak masuk syarat normalitas data dikarenakan mengalami perubahan bentuk dan

posisi yang sangat segnifikan.

(14)

Setelah Uji Normalitas Data, terdapat 183 sampel titik batas bidang tanah yang telah

terseleksi untuk masuk ke tahapan untuk signifikasi two tail test dalam solusi fix dan float, nilai

rata-rata (dL) dari pergeseran lateral tiap titik (dL

i

) akan bisa didapatkan sebesar dL = 0,638 m.

Setelah mendapatkan nilai rata-rata pergeseran lateral (dL), kemudian dicari nilai Standar

Deviasi (S) dari 183 sampel titik batas bidang dan didapat S sebesar 0,346 . Nilai S sebesar 0,346

digunakan untuk menghitung t

hit

yang dipakai untuk melakukan uji signifikasi uji-t (two tail

test) dengan µ

o

sebesar 20 cm, sehingga diperoleh t

hit

= 17,109.

Nilai thit= 17,109 menjadi parameter untuk melihat signifikasi pada uji-t (two tail test)

dengan menggunakan dk(derajat kebebasan) >>n-1 = 120 , melihat nilai dk pada table t-test

maka dengan tingkat kepercayaan 95% nilai ttabel= 1,96.Oleh karena itu, daerah penerimaan H0

pada interval antara -1,96 sampai +1,96, yang digambarkan pada kurva t sebagai berikut :

Gambar 3.4. Nilai Kritis Pengujian Two tail Test

untuk taraf signifikansi 0.05 (95%)

Setelah melihat kurva di atas, nilai thit terletak pada daerah penolakan H1 sehingga ada

perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang hasil pengukuran GPS CORS-RTK NTRIP

dengan koordinat titik batas bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan pada TDT orde-4.

Perbedaan signifikan ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean) dE sebesar 0,239 m

dan dN sebesar 0,227 m. Dari pengukuran batas bidang tanah ini ini mengalami pergeseran

(15)

patok batas bidang , misalnya patok yang miring ataupun yang sudah hancur. Disamping itu,

faktor prgeseran lempeng bumi akibat gempa bumi juga bisa menyebabkan pergeseran koordinat

meski efeknya tidak terlalu signifikan.Berikut ini adalah contoh gambar tanda (patok) batas

bidang yang miring ataupun yang sudah hancur.

Gambar 3.5. Patok yang rusak/miring

Pada gambar 3.5 telihat bahwa kondisi pada beberapa tanda batas (patok) bidang tanah

mengalami pergeseran akibat rusak , miring atau dipindahkannya dari posisi aslinya, sehingga

dapat menyebabkan pergeseran koordinat titik batas bidang tanah.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan :

1. Peta bidang yang dihasilkan dari pengukuran titik batas bidang menggunakan GPS

CORS-RTK NTRIP pada daerah persawahan mempunyai perbandingan dengan peta

bidang hasil pengukuran teristris yang diikatkan dengan TDT orde-4 mempunyai

pergeseran lateral rata-rata untuk keseluruhan batas bidang untuk dE(Easting) = 0,239 m

sedangkan untuk dN(Northing) = 0,227 m.

2. Peta bidang yang dihasilkan dari pengukuran menggunkan GPS CORS-RTK NTRIP

dapat langsung menghasilkan koordinat dalam sistem proyeksi TM30, sehingga peta

bidang nantinya dapat diketahui nomor lembar petanya.

3. Pengukuran bidang tanah menggunakan aplikasi GPS CORS metode RTK menggunakan

NTRIP untuk daerah terbuka (misalnya persawahan) dapat melakukan pemetaan lebih

(16)

teristris (pita ukur) selain itu tergantung juga pada beberapa faktor seperti jaringan

internat, jumlah satelit yang didapat pada saat pengukuran .

4. Koordinat titik batas bidang hasil pengukuran terhadap 80 bidang tanah menggunakan

GPS CORS – RTK NTRIP memiliki rata-rata nilai HRMS 0,015 m pada kondisi

pengukuran (solution type)fix, sedangkan pada saat float memiliki rata-rata nilai HRMS

sebesar 0,076 m.

5. Setelah dilakukan pengolahan data dan uji statistika (uji two tail test) pada 80 bidang

sampel yang mempunyai 190 sampel titik batas bidang ( solusi fix dan float ) dengan

tingkat kepercayaan 95%, standar deviasi 0,346 m serta Nilai thit = 17,109, ada

perbedaan signifikan antara koordinat batas bidang tanah hasil pengukuran GPS

CORS-RTK NTRIP dengan koordinat bidang tanah hasil pengukuran teristris yang diikatkan

pada TDT orde-4. Hal ini terjadi karena faktor percepatan pembangunan infrastruktur

daerah urban seperti jalan, rumah, dan lain-lain sehingga Titik Dasar Teknik orde-4 yang

digunakan untuk pengikatan ikut juga bergeser. Di samping itu, faktor pergeseran

lempeng bumi akibat gempa bumi juga bisa menyebabkan pergeseran koordinat meski

efeknya tidak terlalu signifikan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka untuk pengembangan lebih lanjut

disarankan agar :

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka untuk pengembangan pengukuran

dengan aplikasi GPS CORS lebih lanjut dapat disarankan agar :

1. Perlu adanya kajian yang lebih khusus mengenai jarak optimal untuk pengukuran RTK

NTRIP menggunakan stasiun CORS sebagai base stasion.

2. Diperlukan kajian yang lebih lanjut mengenai studi pemanfaatan sistem GPS CORS

dalam pengukuran bidang tanah pada kawasan yang mempunyai obstraksi yang lebih

tertutup, dengan demikian dapat diketahui kualitas pengukuran bidang yang dihasilkan.

3. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi solusi

pengukuran (fix dan float) menggunakan RTK NTRIP.

4. Untuk pengukuran yang lebih optimal menggunakan aplikasi CORS diperlukan tambahan

siyal satelit yang dapat diterima oleh receiver GNSS CORS, misalnya Glonass.

5. Aplikasi GPS CORS menggunakan RTK NTRIP dapat digunakan sebagai metode

(17)

untuk pengukuran bidang pada kawasan yang memiliki bangunan-bangunan padat tetap

menggunkan metode dengan pita ukur atau teodolit.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z. 2005. Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami : Beberapa Aspek

dan Permasalahannya. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. ISSN 1858-1390,

Vol. I, No. 2, December, pp. 1-10.

Lenz, Elmar. 2004. Networked Transport of RTCM via Internet Protocol (NTRIP) – Application

and Benefit in Modern Surveying Systems. Applications Engineer : Europe

LMPDP BPN. 2008. Land Management and Policy Development Program

Petunjuk Teknis PMNA/ KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Materi Pengukuran Dan Pemetaan

Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997. Tentang Pendaftaran Tanah.

Rahmadi,Eko. 1997. Penentuan Dan Perekonstruksian Batas-Batas Bidang Tanah Dengan

Sistem RTK - GPS ( Real Time Kinematic Global Positioning System ). Skripsi. Jurusan

Teknik Geodesi. FTSP ITB. Bandung

Rizos, Chris.2009.Global and National Geodesy, GNSS Surveying, and CORS Infrastructure. 7th

FIG Regional Conference, Spatial Data Serving People: Land Governance and the

Environment – Building the Capacity 19-22 October 2009. Hanoi. Vietnam.

Sunantyo, Aris T. 2009,GNSS CORS Infrastructure And Standard In Indonesia. 7th FIG

Regional Conference, Spatial Data Serving People: Land Governance and the

Environment – Building the Capacity 19-22 October 2009. Hanoi. Vietnam.

Sunarto, K. 2007. Percepatan Ketersediaan Peta Kadaster Sebagai Data Dasar Pembangunan

Lingkungan. URL: 202.51.30.13 8/gwan/MAKALAH/ Kris%20Sunarto.pdf. Diunduh

pada : 5 Desember 2009

Yustia, W. S. 2008. Studi Pemanfaatan Sistem GPS CORS Dalam Rangka Pengukuran Bidang

Tanah. Sripsi. DepartemenTeknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

Gambar

Gambar 2.1  Peralatan Javad Triumph-1
Gambar 2.2 Ilustrasi pengukuran batas bidang
Gambar 2.3 Pengambilan titik tengah pada patok batas
Gambar 3.1 Contoh peta bidang tanah hasil pengukuran CORS
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan peta informasi bidang tanah dengan peta dasar yang didapatkan melalui pemetaan secara fotogrametri dengan metode foto

Selisih luasan yang dihasilkan dari hasi pengolahan data adalah sebagai berikut: pengukuran bidang tanah metode statik singkat menggunakan SpiderWeb dengan waktu

Contoh Gambar Ukur pengukuran dengan GNSS apabila tidak tersedia peta foto atau citra dan salah satu tanda batas bidang tanah diukur dengan metode Titik

Penelitian ini bertujuan mengkaji sampai sejauh mana ketelitian pengukuran luasan dan koordinat bidang tanah yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan

Survei tanah aset pemerintah kota Probolinggo dilakukan pada semua persil tanah aset yang sudah disusun data dan dibuat peta sementaranya, yaitu Peta Kerja.. Keberadaan, status

Hasil penelitian ini menunjukkan UAV jenis Quadcopter dapat mempercepat program PTSL dengan tingkat akurasi 96%, kecepatan penyediaan peta kerja atau peta dasar untuk

Analisis terhadap toleransi pergeseran lateral dan perbedaan luas bidang tanah hasil rekonstruksi batas bidang tanah menggunakan JRSP berdasarkan Juknis PMNA/KBPN No 3 tahun 1997

2) Peta Bidang Tanah merupakan produk hasil pengukuran fisik bidang- bidang tanah di lapangan yang menggambarkan kondisi fisik bidang- bidang tanah mengenai letak,