• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFESIONALISME GURU SEBAGAI UPAYA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROFESIONALISME GURU SEBAGAI UPAYA. docx"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PROFESIONALISME GURU SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

OLEH

HILDA

NIM 1104411133

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA

DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2012

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ini. sehingga Karya tulish ini akhirnya dapat kami rampung tepat pada waktunya. . Semoga dengan adanya karya tulis ini dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar mengajar.

Ada sebuah harapan mendalam yang senantiasa mengiring dan menyemangati kami selaku penulis dalam melakukan penyusunan karya tulis ini, bahwa dengan selesainya penyusunan makalah ini dapat melengkapi dan menyelesaikan tugas – tugas dalam mata kuliah Bahasa Indonesia dan kami selaku mahasiswa mampu menghasilkan bacaan yang bermanfaat bagi orang lain.

Saya selaku penulis, sangat menyadari bahwa apa yang kami tulis dalam makalah ini barulah merupakan gagasan awal yang masih sederhana dan jauh dari kesempurnaan sebagai panduan mahasiswa. Akan tetapi di balik kesederhanaan apa yang kami tuliskan dalam makalah ini, ada sebuah impian besar bahwa mudah-mudahan apa yang kami lakukan ini adalah awal untuk sebuah karya yang lebih besar, di masa mendatang.

Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya tulis ini. Semoga bantuannya dapat bernilai ibadah disisi Tuhan Yang Maha Esa. Amin

Palopo, Mei 2012

(3)

DAFTAR ISI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...28

A. Kesimpulan...28

B. Saran...28

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan pendidikan di Indonesia tidak kunjung selesai walaupun beberapa usaha telah dilakukan oleh pemerintah. Digulirkanya otonomi pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga belum mampu menyelesaikan persoalan pendidikan secara signifikan. Permasalahan pendidikan dewasa ini begitu komplek dan membutuhkan banyak waktu, tenaga, biaya dan sumberdaya dalam menyelesaikanya.Persoalan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumber daya guru. Sebagai indicator yang menunjukan rendahnya kaualitas sumber daya guru tersebut diataranya adalah lemahnya budaya tulis menulis para guru di Indonesia.

(5)

dapat tercapai jika masing-masing daerah tidak mampu mengembangkan guru agar bisa menulis bahan ajar secara mandiri dengan kualitas yang baik. Perlu diketahui, hampir sebagian besar buku pelajaran yang berasal dari penerbit sekarang ini, memiliki latar atau setting daerah tertentu yang tidak semuanya cocok diaplikasikan di daerah lain.Pada dasarnya guru adalah figur yang potensial untuk mengungkap banyak hal dalam kehidupan ini. Selain mempersiapkan bahan ajar, seorang guru harusnya juga tergelitik untuk mengungkap dunia pendidikan yang menyajikan banyak hal yang bisa ditulis sebagai bahan rujukan perbaikan kondisi masyarakat. Pada kenyataanya, hanya segelintir saja guru yang mampu menyajikan sebuah tulisan tentang dunia pendidikan dan dunia masyarakat secara umum.

Kondisi pendidikan formal di sekolah yang dialami sekarang ini sangat menyedihkan, karena mematikan kepekaan siswa/ mahasiswa. Ribuan jam mahasiswa disuruh duduk dikelas mendengarkan kuliah-kuliah atau mengikuti kegiatan-kegiatan yang membosankan setengah mati, yang melumpuhkan rasa ingin tahu dan minat yang biasanya muncul secara spontan. Istilah “krisis dalam pendidikan“ pun muncul dalam berita-berita utama surat kabar di mana berbagai masalah pendidikan dibahas dan diperdebatkan di mana-mana, termasuk di Indonesia. Sementara itu, masalah yang mendasarinya ternyata bukan pendidikan itu sendiri, melainkan pembelanjaran. Cara kita memandang kegiatan belajar selama ini yang terjadi dalam masyarakat itulah yang menjadi persoalan yang sebenarnya.

(6)

pendidikan secara keseluruhan telah mengubah siswa/ mahasiswa yang penuh energi, dengan rasa ingin tahu besar dan bersemangat menjadi siswa yang sering terlihat lelah, tidak berminat, gelisah, bosan, frustasi dan bahkan ketika proses belajar-mengajar berlangsung yang menjadi fokus perhatiannya adalah kapan waktu berakhir atau selesai agar terbebas dari rutinitas yang membosankan.

Oleh karena itu, perlu diusahakan berbagai langkah dan strategis pengembangan sumber daya guru untuk meningkatkan kemampuan dari berbagai aspek sehingga mampu memahami keragaman manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemiran yang dikemukakan, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana Strategi Pengembangan profesionalisme Guru untuk meningkatkan mutu pendidikan ?

1.3 Tujuan Penulisan

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengembangan Profesionalisme Guru

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Salah satu cara meningkatkan profesianalisme guru adalah denagn mengambengkan bakat tulis yang sudah barang tentu menjadi basic education setiap tenaga pendidik. Lemahnya motivasi guru dalam menulis perlu dicari solusinya agar kualitas pendidikan kita meningkat. Ibarat kita sedang sakit, kita perlu mencari penyebab sakit kita. Inilah yang dinamakan sebagai diagnosa. Dengan adanya diagnosa yang tepat tentang penyakit kita , tentunya kita akan mampu dengan tepat menentukan obat apa yang paling mujarab untuk mengatasinya. Untuk mencari penyebab lemahnya motivasi guru dalam menulis setidaknya kita bisa menggunakan beberapa diagnosa berikut sebagai berikut;

Pertama, lemahnya guru dalam menulis bahan ajar. Penyebab lemahnya

(8)

yang tidak berorientasi pada tujuan guru untuk mampu menulis setelah pelatihan/workshop itu selesai.

Sebagai insan intelektual, kualitas guru sebenarnya lambat laun memiliki kapasitas intelektual yang beranjak naik. Pemerintah dengan upaya penyetaraan tingkat pendidikan guru, sedikit banyak telah berhasil meningkatkan kapasitas intelektual guru. Tetapi tingkat pendidikan tidak serta merta menjamin kemampuan guru dalam menulis. Menulis erat kaitanya dengan kompetensi berbahasa. Kompetensi berbahasa ada empat macam yaitu; kompetensi menyimak, bicara, membaca, dan menulis. Guru di Indonesia belum mampu menggunakan ke-empat kompetensi ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru Indonesia hanya menggunakan kompetensi menyimak dan membaca serta kompetensi bicara, itupun hanya dalam kapasitas menjelaskan dan bercerita. Sementara dalam kompetensi menulis, sebagian besar dari mereka masih awam melakukanya.

(9)

Kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda. Di daerah tidak muncul para kreator buku ajar, melainkan guru, bersama sekolah mengeluarkan kebijakan sekolah yang tetap memakai buku ajar dari penerbit luar daerah karena selain langsung bisa mendapat untung dari selisih pembelian dan penjualan, guru dan sekolah juga tidak repot-repot membuat buku yang hasilnya belum tentu lebih berkualitas.

Menghadapi fenomena ini, pemerintah daerah juga tidak mengambil tindakan yang produktif. Kenyatan bahwa membuat bahan ajar oleh guru daearah itu lebih mahal harganya memang benar adanya, tetapi sekali lagi tidak semua buku dari penerbit cocok diaplikasikan dimasing-masing daerah. Jika pemerintah berpikir ini, tentunya dengan sedikit biaya lebih banyak akan memfasilitasi pembuatan bahan ajar dari guru di daerahnya. Selain meningkatkan sumberdaya guru di daerah, kebijakan ini juga tepat karena sekolah di daerah akan mendapatkan buku yang sesuai dengan konteks di derahnya.

(10)

Kedua, lemahnya guru dalam melakukan administrasi pendidikan formal

dan adminstrasi pendidikan nonformal. Administrasi pendidikan formal berkaitan dengan kapasitas guru sebagai pendidik yang harus menulis dan melaporkan kegiatan belajar-mengajar murid. Masih banyak guru yang belum mampu menulis kegiatan belajar-mengajar seperti membuat syllabus, rencana pembelajaran, dan menulis kejadian-kejadian khusus dalam proses pembelajaran secara baku dan terperinci. Kemampuan guru dalam melaporkan hasil belajar juga masih kurang. Pengisisan rapor sebagai dokumen penting hasil pembelajaran memerlukan teknik-teknik khusus yang tidak semua guru mampu menguasainya.

Administarsi pendidikan nonformal berkaitan dengan sejauh mana guru mau dan mampu menulis perkembangan siswa dalam belajar di luar dari hasil yang dia laporkan dalam rapor siswa. Dewasa ini banyak media yang bisa dipakai untuk melakukan hal ini, baik menggunakan media tulis dan media elektronik. Yang paling potensial adalah media elektronik. Sekarang ini kita bisa dengan mudah dan gratis mendaftar untuk memiliki halaman website di internet dan kita bisa kelola untuk menulis dan mendokumentasikan perkembangan siswa. Hal ini sangat membantu, karena orang tua murid juga akan dengan mudah mengakses informasi perkembangan anaknya tanpa harus datang ke sekolah. Tetapi sayang fasilitas ini belum banyak dimanfaatkan oleh guru-guru di Indonesia.

Ketiga, lemahnya guru dalam menghasilkan karya-karya ilmiah dan hasil

(11)

relatif mendukung. Untuk kalangan guru tingkat sekolah menengah atas ke bawah rasanya baru beberapa orang saja.

Kita juga jarang menemukan hasil-hasil tulisan lainya yang dimuat di jurnal dan surat kabar yang dihasilkan oleh seorang guru. Media sepertinya memilih topic-topik politik dan ekonomi yang kadang kala memang para guru tak suka menulisnya. Dalam media elektronik, hanya beberapa halaman website saja yang menampung tulisan-tulisan guru.

Dari hasil diagnosa lemahnya motivasi guru dalam menulis tadi kita diharapkan dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi dikalangan guru Indonesia. Perlu kita cari beberapa solusi yang bisa kita tawarkan dalam mengatasi problem lemahnya motivasi guru dalam menulis ini. Ada beberapa solusi yang kita tawarkan, antara lain;

Pertama, optimalisasi program-program pemerintah dalam upaya

memperkuat motivasi guru dalam menulis. Program-program pelatihan/workshop penulisan bagi guru harus berorientasi pada kemampuan guru untuk menulis pasca kegiatan pelatihan/workshop. Pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memonitor pra, kegiatan, dan paska kegiatan dari pelatihan/worksop. Jangan sampai pemerintah menutup mata atau alih-alih hanya menjadikan kegiatan ini sebagai proyek semata.

(12)

dengan seenaknya memakai buku dari penerbit luar dengan alasan lebih praktis dan memiliki rabat atau untung yang lebih besar. Pemerintah juga diharapkan terus memperkuat program pendidikan yang mendidik guru untuk berusaha menulis dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan konteks sekolah dan daerah itu.

Kedua, pemerintah hendaknya memfasilitasi sekolah dengan fasilitas yang

mendukung guru dalam menulis. Fasilitas yang dimaksud adalah penambahan program internet sekolah. Baru beberapa sekolah saja yang memiliki fasilitas ini. Fasilitas internet sangat bermanfaat bagi guru dalam mencari bahan-bahan ajar dan menampilkan perkembangan proses belajar mengajar murid di media maya ini. Jika fasilitas ini tidak ada di sekolah, guru akan merasa kesulitan dalam mengakses fasilitas ini. Selain butuh biaya tambahan ke warung internet, dengan jauhnya jarak warung internet juga akan menambah tenaga dan menguras waktu guru. Provider/penyedia jasa internaet swasta juga harus memberi kebijakan yang lebih lunak bagi akses pengadaan fasilitas internet di sekolah diluar dari potongan biaya yang dikenakan perbulan.

Ketiga, kemauan media dalam meningkatkan peranya membantu guru

(13)

Keempat, motivasi guru sendiri dalam menulis. Motivasi akan langgeng

jika muncul dari dalam diri seseorang. Motivasi guru yang mantap dalam menulis sebagian besar dibangun dalam diri guru itu sendiri. Banyaknya pelatihan/workshop dan program peningkatan pemerintah lainya, serta penambahan fasilitas sekolah, hanya akan menjadi penghias belaka tanpa akan memberikan efek positif dan mendorong guru untuk menulis.

Seperti kata Hernowo, dewasa ini menulis saja kita tidak cukup. Kita harus memang benar-benar dalam keadaan menyenangkan dan menikmati kegiatan menulis tersebut. Rasa senang dan nikmat adalah rasa yang muncul dari motivasi dalam diri yang tidak secara otomatis muncul. Guru harus menempa diri dan menimbulkan motivasi itu dengan belajar dan menyadari akan pentingnya menulis itu sendiri. Dengan perasaan senang dan nikmat inilah, seorang guru dapat menghasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat secara umum.Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles and Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu;

(14)

(2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar;

(3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi

untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

(15)

pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. 2.1.2 Pergeseran Paradigma

Menurut Naisbitt (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:

(1) Dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat,

(2) Dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) Dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra

hubungan kemitraan,

(4) Dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,

(5) Dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer,

(6) Dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja,

(16)

Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut:

(1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi;

(2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas

penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;

(4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.

2.1.3 Menuju Profesionalisme Guru

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;

(17)

hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;

(3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;

No. Abad Industri Abad Pengetahuan

1. Guru sebagai pengarah Guru sebagai fasilitator,

pembimbing, dan konsultan. 2. Guru sebagai sumber pengetahuan Guru sebagai kawan belajar 3. Belajar diarahkan oleh kurikulum Belajar diarahkan oleh siswa 4. Belajar dijadualkan secara ketat

dengan waktu yang terbatas

Belajar secara terbuka, ketat dengan waktu fleksibel sesuai keperluan

5. Terutama didasarkan pada fakta Terutama berdasarkan proyek dan masalah

(18)

dan survey serta survei

7. Pengulangan dan Latihan Penyelidikan dan perancangan 8. Aturan dan Prosedur Penemuan dan penciptaan

9. Kompetitif Kolaborasi

10. Berfokus pada kelas Berfokus pada masyarakat 11. Hasilnya ditentukan sebelumnya Hasilnya terbuka

12. Mengikuti norma Keanekaragam yang kreatif

13. Komputer sebagai subyek belajar Komputer sebagai peralatan utama 14. Presentasi dengan media statis Interaksi multi media yang dinamis 15. Komunikasi sebatas ruang kelas Komunikasi tidak terbatas di kelas 16. Tes diukur dengan norma Unjuk kerja diukur oleh pakar,

penasihat, kawan sebaya, dan diri sendiri

Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut;

1. Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan praktek, dan menggunakan aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan.

2. Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.

(19)

Pengetahuan yang “murni”, besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metode-metode baru.

4. Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri. 5. Pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran

tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.

(20)

Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan. Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.

(21)

yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).

Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.

BAB III

KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI PENULISAN

3.1.Kerangka Pikir

(22)

Berdasarkan gambar 3.1 tersebut, dapat ditunjukkan tiga tahapan strategi pengembangan sumber daya Guru yang terdiri atas : Tahapan persiapan sumber daya manusia yang terdiri atas tiga item yakni rekrutmen, seleksi, dan pemberian fasilitas beasiswa. Tahapan Proses Berkualitas yang terdiri atas dua item yaitu pemilihan perguruan tinggi berkualitas dan pentingnya quality control. Tahapan Pengembangan Berkelanjutan yang terdiri atas dua item yaitu pendidikan dan pelatihan, serta studi lanjut.

3.2 Metodologi Penulisan

3.2.1 Rancangan Penulisan

Rancangan penulisan adalah rencana dan struktur penulisan yang disusun sedemikian rupa sehingga penulis dapat memperoleh jawaban untuk penelitiannya. Untuk kepentingan penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan rancangan penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengurai sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Metode ini dipilih karena dianggap sesuai dengan maksud dan tujuan dari karya ilmiah ini.

3.2.2 Prosedur Pengumpulan Data

(23)

meliputi observasi dan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya pelaku pendidikan (Guru), pemangku kepentingan, serta pemerhati pendidikan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Persiapan Sumber Daya Guru

(24)

berupa terkonsentrasinya orang-orang pintar yang menjadi guru. Dampaknya pun dapat dilihat dari kualitas siswa yang dihasilkan.

Namun setelah tahun 1970-an, profesi guru tidak lagi menarik yang ditandai dengan berbondong-bondongnya tamatan sekolah lanjutan atas untuk memilih Universitas ketimbangan perguruan tinggi keguruan (waktu itu namanya IKIP). Hal tersebut terutama disebabkan rendahnya penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru yang tercermin pada gaji dan kesejahteraan guru. Tidak mengherankan, lulusan SMA terbaik akan menjadikan Universitas sebagai prioritas pertama siswa dengan memilih juruan favorit seperti program kedokteran, teknik, maupun ekonomi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah bimbingan belajar terkemuka di Makassar pada tahun 1997 tentang fenomena ini menunjukkan bahwa 86 persen lulusan SMA di Sulawesi Selatan memilih Universitas (seperti Universitas Hasanuddin) sebagai pilihan pertama dan kedua pada seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dan menjadikan pendidikan guru (seperti IKIP Ujungpandang) sebagai pilihan kedua atau pun pilihan ketiga. Pada sistem penerimaan SPMB, pilihan menunjukkan prioritas yang artinya berapa pun nilai yang diperoleh oleh calon mahasiswa akan disesuaikan dengan urutan pilihan.

(25)

Rendahnya kualitas Guru saat ini terutama berkaitan dengan rendahnya kualitas input. Oleh karena itu, kami menawarkan persiapan sumber daya Guru yang kiranya dapat dijadikan strategi pengembangan Guru di Sulawesi Selatan sebagai berikut :

4.1.1 Rekrutmen

Rekrutmen berkaitan dengan keinginan pemerintah daerah untuk memperoleh sumber daya terbaik untuk menjadi Guru berkualitas di daerah masing-masing. rekrutmen dapat dilakukan dengan bekerjasama Dinas Pendidikan serta SMA yang ada di daerah masing-masing. Kiranya penting untuk menjadi catatan bahwa pemerintah daerah harus memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada semua siswa untuk berpartisipasi.

4.1.2 Seleksi

Seleksi berkaitan dengan penyaringan para calon Guru. Pada tahapan ini, kiranya pemerintah daerah wajib bekerjasama dengan lembaga professional yang kompeten terutama berkaitan dengan tes potensi akademik maupun psikologis. Hal ini juga menghindari kentalnya kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) pada proses seleksi sejenis yang selama ini dilakukan di daerah.

4.1.3 Fasilitas Beasiswa

(26)

pemerintah daerah. Sebagai bentuk kompensasi atas pemberian beasiswa, para peserta wajib menandatangani kontrak dengan pemerintah daerah untuk kesediaan menjadi Guru setelah menyelesaikan studi.

4.2 Tahapan Proses Berkualitas

Guru mempunyai posisi sentral dalam sistem pendidikan, perannya sangat signifikan dalam keberhasilan proses pembelajaran. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberhasilan pendidikan tidak terletak pada tersedianya perlengkapan pendidikan yang serba canggih dan modern, tetapi pada kualitas guru itu sendiri. Untuk itu dalam mengembangkan sistem pendidikan diera ini maka sebaiknya tenaga pendidik perlu diberikan tempaan pendidikan sumber daya berkualitas. Pada tahap ini, kami menawarkan dua hal penting yakni :

4.2.1 Pemilihan Perguruan Tinggi Berkualitas

Pemilihan perguruan tinggi berkualitas yang menghasilkan tenaga Guru penting dalam kerangka pengembangan sumber daya manusia. Disaat sekarang di mana kehadiran perguruan tinggi laksana jamur di musim hujan telah menjamur sampai ke daerah-daerah. Sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memilih perguruan tinggi berkualitas dan terakreditasi sangat baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sumber daya unggul melalui proses pembelajaran yang unggul pula. Pada tahapan lebih lanjut, pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi tertentu yang dipilih.

(27)

Setiap mahasiswa yang belajar pada perguruan tinggi harus memberikan laporan tertulis menyangkut kemajuan proses studi dan kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Demikian pula laporan dari guru mengenai perkembangan capaian studi siswa dan saran-saran pengembangannya.

4.3 Tahapan Pengembangan Berkelanjutan

Paradigma baru sangat diperlukan dalam proses belajar dan mengajar. Untuk pembelajaran paradigma barunya adalah “Setiap orang bisa belajar” tetapi setiap orang bisa belajar dengan cara yang berbeda. Namun, kenyataan yang terjadi adalah para guru mengharuskan siswa/mahasiswa melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan mereka, walaupun terkadang apa yang disampaikan oleh para pendidik tersebut tidak pernah mengalami perubahan selama puluhan tahun atau dengan kata lain ilmu yang dimilikinya tidak pernah dikembangkan.

Guru memiliki preferensi yang sangat kuat disertai beberapa keyakinan kuat tentang benar atau salah dalam pembelanjaran. Mereka sangat sulit bersikap fleksibel da menyesuaikan diri, lebih suka bertahan dengan apa yang mereka ketahui, bahkan meski pun pengetahuan terkait sudah kuno, dan umumnya mereka menolak perubahan. Para Guru yang sinis biasanya selalu mengatakan mereka tidak perlu berubah karena metode-metode yang telah mereka pakai selama puluhan tahun telah berhasil pada banyak siswa/ mahasiswa tanpa pernah memperhitungkan berapa jumlah mahasiswa yang gagal atau merasa bahwa sekolah atau pun kampus adalah penjara bagi mereka.

(28)

Di mana saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi dengan sangat cepat, hari ini pengetahuan dan besok adalah teknologi. Penentangan terhadap perubahan tersebut sering ditemukan di antara para guru sekolah lanjutan. Sikap seperti ini perlu diubah, sebab sikap tidak fleksibel akan berdampak tidak adanya perubahan terhadap kualitas pendidikan.

Atas pemahaman kondisi tersebut, kami menawarkan tahapan pengembangan berkelanjutan sebagai berikut :

4.3.1 Pendidikan dan Pelatihan

Tenaga pendidik perlu diberikan pemahaman pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi sesuai tuntutan zaman dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Namun demikian, berbeda dengan program-program pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan selama ini, kami menawarkan pendidikan dan pelatihan terutama menyangkut wawasan dan perkembangan paradigm keilmuan. Adapun bentuk-bentuk pendidikan yang dimaksud sebagai berikut :

 Pendidikan reguler kepada guru bidang studi tertentu dengan mendatangkan tenaga ahli setingkat Professor dan Doktor pada bidang masing-masing yang berasal dari perguruan tinggi terkemuka.

 Kuliah umum kepada guru bidang studi tertentu dengan mendatangkan narasumber yang telah mencapai tingkatan tertinggi dalam proses belajar. Program ini dapat berupa mendatangkan peraih medali emas pada olimpiade fisika internasional sebagai narasumber.

(29)

Dengan menggunakan sistem evaluasi yang terstandar, pemerintah daerah dapat menprogramkan beasiswa studi lanjut kepada Guru yang dianggap memenuhi kualifikasi. Studi lanjut yang dimaksud adalah pencapapain jenjang Strata dua (S2) maupuan Strata tiga (S3).

Kami sangat optimis, jika strategi pengembangan sumber daya Guru dalam karya ilmiah ini dapat di adaptasi dan di implementasikan oleh pemerintah daerah, maka hasilnya akan tampak pada 10 hingga 20 tahun yang akan datang. Sudah saatnya pemerintah daerah berhenti melaksanakan program tambal sulam kebijakan pendidikan dan beralih kepada pemikiran strategis jangka panjang. Hanya dengan melakukan perencanaan yang terukur, proses yang berkualitas, serta pengembangan yang berkelanjutan akan diperoleh hasil yang memuaskan.

4.4 Keterbatasan Penulisan

Kami menyadari bahwa terdapat beberapa kelemahan yang sekaligus merupakan keterbatasan pada penulisan karya ilmiah ini dapat kami sebutkan sebagai berikut:

1. Kami tidak memasukkan bahasan tentang besarnya pembiayaan atas strategi pengembangan sumber daya Guru pada karya ilmiah ini. Kami berasumsi bahwa, amanat Undang Undang Dasar untuk memberikan prioritas pada pengembangan pendidikan sudah cukup memadai untuk menjalankan program startegis ini.

(30)

sebagaimana materi yang diajukan oleh panitia, maka dalam karya tulis ilmiah ini, kami menggabungkan keduanya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

(31)

seleksi, dan pemberian beasiswa. Tahapan selanjutnya tahapan proses berkualitas yang meliputi pemilihan perguruan tinggi yang terakreditasi baik dan quality control. Dan Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengembangan yang berkelanjutan meliputi pendidikan dan pelatihan, serta studi lanjut.

5.2 Saran-Saran

Adapun saran yang kami sampaikan pada karya ilmiah ini sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah hendaknya lebih memilih strategi pengembangan sumber daya Guru dibandingkan dengan kebijakan tambal sulam pengembangan pendidikan yang berjalan selama ini.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/ 220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum

Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.

Deporter, Bobby & Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning. Kaifa. Bandung. John W., Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Kencana Prenada

Media Group. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Raskin meskipun telah terprogram secara Nasional dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku dan berlaku umum, tetapi kenyataan di lapangan diasumsikan

Pre-flight service artinya suatu aktivitas yang dilakukan untuk melayani penumpang yang diberikan sebelum keberangkatan di bandar udara asal, in-flight service adalah

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai manajemen risiko kredit dalam meminimalisir kredit bermasalah pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Jatim Cabang

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)

Pada penelitian ini telah dirancang dan direalisasikan program sistem verifikasi nomor kendaraan bermotor, yang diujikan pada kondisi pagi, siang, dan sore hari, dimana

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan dapat diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini

Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial ( social intelegence ), agar mereka memiliki hati

Meskipun demikian, menurut analisa penulis, hadis tersebut termasuk hadis yang berkenaan dengan maw’iẓah dan tarhīb (ancaman yang menakutkan) sehingga dapat