• Tidak ada hasil yang ditemukan

77 ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT GMIM KALOORAN AMURANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "77 ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT GMIM KALOORAN AMURANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT GMIM KALOORAN AMURANG

I Wayan Arya Perdana Putra*, A. Joy M. Rattu**, Jantje Pongoh*

*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

**Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga dan merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum. Dengan semakin meningkatnya kunjungan pasien gawat darurat ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dirasakan perlu untuk menerapkan standar pelayanan minimal di IGD. Menurut Permenkes no. 129 tahun 2008 SPM di IGD terdiri dari 9 Indikator. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilaksanakan Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang bulan Februari 2017 – Aprill 2017. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang dengan teknik pemeriksaan melalui wawancara mendalam, observasi lapangan, dan telaah dokumen. Hasil penelitian untuk penanganan life saving anak dan dewasa sudah 100%. Jam buka Pelayanan Gawat Darurat 1x 24 jam dan 7 hari seminggu. Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang memiliki sertifikat hanya 40%. Belum ada tim penangulangan bencana. Waktu tanggap dokter di IGD 5 menit 16 detik. Kepuasan pelanggan IGD 74%. Kematian pasien yang kurang < 24 jam sekitar 4,5/1000 pasien. Tidak ada uang muka dalam pelayanan di IGD. Sebagai kesimpulan Pelaksanaan SPM di IGD Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang masih belum maksimal dikarenakan masih ada beberapa indikator yang belum mencapai standar. Indikator yang belum sesuai dengan SPM adalah: 1) Pemberi Pelayanan Gawat Darurat yang bersertifikat; 2) Tim penanggulangan bencana; 3) Respon Time dokter di IGD; 4) Kematian Pasien < 24 jam. Indikator yang sudah sesuai standar antara lain: 1) Penanganan life saving anak dan dewasa: 2) Jam buka Pelayanan Gawat Darurat: 3) Kepuasan Pelanggan: dan 4) tidak ada uang muka dalam pelayanan IGD.

Kata Kunci : Standar Pelayanan Minimal

ABSTRACT

Minimum Service Standards is a provision on the type and quality of basic services entitled to each citizen and a technical specification of minimum service benchmarks. With the increasing of emergency patient visit to Emergency Department (ED), it is necessary to apply minimum service standard in emergency department. According to Permenkes No. 129 of 2008, minimum service standards in ED consists of 9 indicators. This research used qualitative method which implemented at GMIM Kalooran General Hospital Amurang in February 2017 - April 2017. Informant in this research amounted to 8 people with technique of examination through several activities, among others by deep interview, field observation, and document review. The results of research for handling life saving of children and adults is 100%. Emergency Department open for 1x 24 hours and 7 days a week. Emergency care providers that have certificates are only 40% of all ED personnel. There are no disaster management teams yet. Doctor’s response time in ER is 5 minutes 16 seconds. ED customer satisfaction is about 74%. Patient deaths less than 24 hours were about 4.5 / 1000 patients. There is no down payment in service at ED. As the conclusion of Implementation of Minimum Service Standards at GMIM Kalooran General Hospital Amurang not maximal yet because there are still some indicators that have not reached the standard. Indicators that are not in compliance with the minimum service standards are: 1) Emergency Service Provider that is certified; 2) Disaster response team; 3) Doctor’s response time at ED; 4) Patient's death less than 24 hours. Standardized Indicators include: 1) Handling of child and adult life savings: 2) Opening hours of Emergency Service: 3) Customer Satisfaction: and 4) no down payment in ED services.

(2)

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan hak asasi manusia

oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya

peningkatan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya

dilaksanankan berdasarkan prinsip non

diskriminatif, partisipatif, perlindungan

dan berkelanjutan yang sangat penting

artinya bagi pembentukan sumber daya

manusia Indonesia.

Rumah sakit mempunyai fungsi

sebagai penyelenggaraan pelayanan

pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan Standar Pelayanan

Minimal (SPM) rumah sakit. Indikator

SPM adalah tolak ukur untuk prestasi

kuantitatif dan kualitatif yang digunakan

untuk menggambarkan besaran sasaran

yang hendak dipenuh didalarn

pencapaian suatu SPM tertentu berupa

masukan, proses, hasil dan atau manfaat

pelayanan. Saat ini tren Kunjungan di

IGD sedang meningkat (Cowling et al,

2013). Oleh karena itu diperlukan

peningkatan pelayanan Gawat Darurat.

Hasil penelitian dari Rahayu (2016)

di RS Harjono Ponorogo didapatkan hasil

6 indikator yang sesuai standar dan 2

indikator yang tidak sesuai standar.

Indikator yang tidak sesuai standar

adalah tenaga kesehatan yang

bersertifikat ACLS/BTLS/ATLS/PPGD

yang masih berlaku dan indikator

kepuasan pasien.

Penelitian Purnomo (2016) di RSU

Habibullah Grobogan. menemukan ada 6

indikator tidak sesuai standar yaitu belum

mampu menangani life saving anak dan

dewasa 100%, pemberi pelayanan di Unit

Gawat Darurat yang bersertifikat hanya

67%, waktu tanggap di UGD melebihi 5

menit, tidak tersedia tim penanggulangan

bencana, dan kepuasan pasien dibawah

standar.

Penelitian Supriyanto, dkk (2014)

tentang analisa faktor-faktor penyebab

tidak lengkapnya laporan standar

pelayanan minimal (SPM) rumah sakit di

Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad

Dahlan Kota Kediri, menunjukkan

bahwa kelengkapan laporan standar

pelayanan minimal rumah sakit tidak

berjalan dengan baik dikarenakan

pergantian tim mutu, tidak lengkapnya

anggota sehingga menyebabkan tidak

berjalannya program peningkatan mutu

berkelanjutan dengan pencapaian SPM.

Dari studi awal di rumah sakit

Kalooran Amurang didapatkan bahwa

kunjungan pasien di IGD cenderung menurun dari bulan juli – desember 2015. Selain itu angka kematian pasien < 24

jam yang cukup tinggi. Untuk itu RS

Kalooran sebagai RS terbesar di

Kabupaten Minahasa Selatan perlu

meningkatkan kualitas pelayanannya.

Menurut Sundari (2014) yang di pakai

luas untuk mengukur kualitas pelayanan

(3)

menggunakan Standar pelayanan

minimal (SPM) rumah sakit. Di IGD

sendiri terdapat sembilan standar

pelayanan minimal dengan

masing-masing indikatornya. Berdasarkan latar

belakang tersebut, penulis ingin

menganalisis pelaksanaan standar

pelayanan minimal di rumah sakit GMIM

Kalooran Kalooran Amurang.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif yang bertujuan untuk

mendapatkan informasi yang lebih

mendalam tentang pelaksanaan standar

pelayanan minimal Instalasi Gawat

Darurat menurut permenkes No. 129

tahun 2008 di RSU GMIM Kalooran

Amurang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Menangani Lifesaving

Anak Dan Dewasa

Berdasarkan dari hasil wawancara

terhadap semua informan didapatkan

bahwa pengetahuan responden mengenai

life saving hampir sama. Life saving

sendiri merupakan adalah upaya

penyelamatan jiwa manusia dengan

urutan Airway, Breathing, Circulation.

Kegawatdaruratan secara umum

dapat diartikan sebagai suatu keadaan

yang dinilai sebagai ketergantungan

seseorang dalam menerima tindakan

medis atau evaluasi tindakan operasi

dengan segera. Berdasarkan definisi

tersebut dalam melakukan

penatalaksanaan kegawatdaruratan

memiliki prinsip awal dalam

mengevaluasi, melaksanakan, dan

menyediakan terapi pada pasien-pasien

dengan kegawatdaruratan.

Penatalaksanaan awal diberikan untuk

mempertahankan hidup, mencegah

kondisi menjadi lebih buruk dan

meningkatkan pemulihan (Risaamdani,

2012).

Rumah Sakit Kalooran saat ini

bertipa C dan berdasarkan Kepmenkes

No. 856 tahun 2009 tentang standar IGD,

pelayanan IGD untuk RS tipe C adalah

pelayanan level 2. Hasil pengamatan

peneliti IGD Rumah sakit Kalooran

sudah diterapkan sistem triase. Namun

dalam pelaksanaannya masih belum

maksimal. Hal ini dikarenakan masih

minimnya peralatan dan fasilitas

penunjang yang tersedia. Dari hasil

observasi lapangan, walaupun dalam

pelaksanaannya masih banyak kendala

tapi setiap pasien yang masuk di IGD RS

Kalooran yang kondisinya parah dan

mengancam nyawa selalu diberikan

upaya life saving.

2. Jam Buka Pelayanan Gawat Darurat.

Jam buka pelayanan IGD di Rumah Sakit

Umum GMIM Kalooran Amurang

adalah 1 x 24 jam. IGD buka selama 7

(4)

jadwal petugas jaga dibagi dalam 3 shift.

Shift pertama dari jam 08.00 sampai jam

14.00. Shift kedua dari jam 14.00 sampai

jam 20.00. Shift ketiga dari jam 20.00

sampai jam 08.00 besoknya. Rumah

Sakit berkewajiban melaksanakan

pelayanan kegawat-daruratan selama 24

jam (Anonimous, 2012).

3. Pemberi Pelayanan Gawat Darurat

Yang Bersertifikat Yang Masih

Berlaku (BLS/PPGD/GELS/ALS).

Dari hasil wawancara yang dilakukan

hampir semua informan mengatakan

bahwa belum semua petugas di IGD

memiliki sertifikat kegawatdaruratan

yang masih berlaku. Padahal menurut

PMK 129 tahun 2008 mensyaratkan

bahwa semua pemberi pelayanan

kegawatdaruratan harus memiliki

sertifikat kegawatdaruratan yang masih

berlaku (BLS/PPGD/GELS/ALS).

Berdasarkan telaah dokumen hanya 40%

petugas IGD yang memiliki sertifikat

kegawatdaruratan. Penelitian dari

Rahayu (2016) di RS Harjono Ponorogo

hanya 87, 71% petugas di IGD yang

memiliki sertifikat yang masih berlaku.

Sedangkan dari Purnomo (2014) meneliti

di RS Habibulah dari 12 perawat yang

bekerja di IGD hanya 8 orang yang

memiliki sertifikat. Dari hasil

wawancara, masih banyaknya para

petugas yang belum memiliki sertifikat

kegawatdaruratan dikarenakan kendala

dari RS untuk mengirimkan semua

petugasnya mengikuti pelatihan serta

kurangnya inisiatif dari petugas IGD

untuk mengikuti pelatihan sendiri

dikarenakan biaya yang mahal, waktu

dan faktor kemalasan. Walaupun begitu

RS Kalooran sering melakukan pelatihan

internal karyawannya (inhouse training)

bekerja sama dengan para dokter

spesialis yang bekerja di rumah sakit.

4. Ketersediaan Tim Penanggulangan

Bencana

Saat ini Rumah Sakit Kalooran belum

memiliki tim penaggulangan bencana.

Dari hasil wawancara dengan para

informan, hampir semua informan

mengatakan bahwa belum ada tim

penanggulangan bencana. Namun

Direktur RS mengatakan bahwa sudah

disepakati jika terjadi bencana maka

yang bertanggung jawab memberi

komando adalah dokter jaga IGD yang

saat itu jaga sampai Direktur tiba di

Rumah Sakit.

Bencana (disaster) pada dasarnya

merupakan suatu kejadian dimana

terdapat korban manusia, kerusakan

materi, kebutuhan yang melebihi sumber

daya lokal, dan terganggunya mekanisme

kehidupan sehari-hari. Setiap Rumah

Sakit diwajibkan memiliki struktur

organisasi Tim penanganan bencana

(5)

ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit

(Anonimous, 2009).

5. Waktu Tanggap Pelayanan Dokter

Di Gawat Darurat

Waktu tanggap pelayanan dokter adalah

kecepatan waktu ini dihitung sejak pasien

datang sampai bertemu/mendapat

pelayanan dokter. Waktu tanggap

pelayanan dokter di IGD Rumah Sakit

Kalooran masih belum ideal. Dari

Observasi lapangan yang dilakukan

didapati waktu tanggap dokter IGD

Kalooran masih belum ideal yaitu > 5

menit (5menit 16 detik). Padahal waktu

tanggap ideal yang disarankan oleh

pemerintah adalah kurang dari 5 menit

(Anonimous, 2008). Dari hasil

wawancara dengan informan, alur

penerimaan pasien sudah di IGD sudah

cukup baik. Karena pasien setelah turun

dari kendaraan langsung di jemput

perawat dan perawat melakukan

assesment gawat darurat. Jika pasien

dalam kondisi gawat darurat maka

perawat segera berkolaborasi dengan

dokter untuk mengatasi kondisi

kegawatdaruratan tersebut. dari

observasi dilapangan lamanya waktu

tanggap dokter dikarenakan jumlah

pasien yang banyak dan waktu

kedatangan yang tidak menentu. Ada

saat-saat tertentu dimana pasien tidak ada

sama sekali dan ada saat-saat tertentu

dimana pasien datang sangat banyak.

Kurangnya jumlah tenaga medis juga

mempengaruhi respon time ini.

Penelitian dari Al-aufa (2013)

menyatakan lambatnya pelayanan yang

diberikan dari petugas IGD kepada

pasien disebabkan minimnya jumlah

petugas kesehatan yang bertugas di IGD.

Selain itu juga yang banyak dikeluhkan

oleh dokter adalah banyaknya pasien

yang bukan gawat darurat yang datang ke

Instalasi gawat darurat yang

mengakibatkan respon time dokter

menjadi agak lama.

Selain faktor petugas kesehatan

faktor lainnya juga yang berperan adalah

ketersediaan sarana penunjang.

Penelitian dari Sabriyanti (2012)

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara ketersediaan

petugas triase dengan waktu tanggap

pelayanan di IGD bedah dan juga antara

ketersediaan stretcherter dengan waktu

tanggap IGD. Aspek pelayanan kualitatif

dan kuantitatif di IGD tidak dapat

dipisahkan dan memiliki hubungan

dengan waktu tanggap di IGD

(Risamdani, 2015).

6. Kepuasan Pelanggan

Semua informan setuju bahwa

tingkat kepuasan pasien di IGD RSU

GMIM kalooran masih dalam rentang

yang baik. Walaupun terkadang masih

(6)

keluhkan baik pasien maupun keluarga

pasien.

Kepuasan pelanggan adalah

pernyataan tentang persepsi pelanggan

terhadap pelayanan yang di berikan baik

oleh pasien maupun keluarga

(anonimous, 2008). Faktor yang

mempengaruhi kepuasan pasien

diantaranya adalah bukti fisik

(tangibles), kehandalan (reliability),

daya tanggap (responsiveness), jaminan

(assurance) dan perhatian (emphaty)

(Hatibie, 2015).

Di rumah Sakit Kalooran alat untuk

mengukur kepuasan pelanggan dengan

menggunakan kuisioner. Kuisioner

tentang kepuasan pelanggan ini di

sebarkan secara periodik setiap bulan di

seluruh ruangan rumah sakit dan

dianalisis secara periodik setiap 3 bulan.

Kepuasan pelanggan bulan

Juni-September 2016 berada dikisaran 68%

dan pada bulan Oktober – Desember

2016 naik menjadi sekitar 72%. Untuk

data bulan Januari – Maret 2017 masih

belum diolah.

Peneliti menggunakan kuisioner dari

penelitian sebelumnya dalam

menentukan tingkat kepuasan pelanggan.

Dari data yang penulis dapatkan tingkat

kepuasan pelanggan RS Kalooran

Amurang berada dikisaran 74%. Hal ini

berada diatas indikator yang ditetapkan

pemerintah yaitu >70%.

Rumah Sakit Kalooran sendiri selalu

berupaya meningkatkan tingkat kepuasan

dengan cara melakukan survey kepuasan

pasien secara berkala.membentuk tim

handling complain, menempatkan papan

pengumuman contact person yang bisa

dihubungi jika terjadi masalah serta

menempatkan kotak saran pada setiap

ruangan.

7. Kematian Pasien < 24 jam

Kematian pasien < 24 jam di RS

Kalooran berdasarkan data yang ada

masih cukup tinggi. Dari hasil telaah

dokumen direkam medik didapatkan

kematian pasien < 24 jam perseribu

pasien berkisar 4,5 kematian perseribu

pasien. Hal ini masih jauh diatas standar

pelayanan minimal IGD yaitu 2 perseribu

pasien. Dari hasil wawancara dengan

semua informan didapati bahwa para

petugas sudah melakukan berbagai upaya

untuk mencegah kematian pasien.

Cara-cara yang dilakukan antara lain

memperkuat kolaborasi antar tenaga

medis yang ada melaksanakan

penatalaksanaan yang menyeluruh.

Penelitian purnomo (2016) di Rumah

sakit Habibulah Kudus pasien yang

meninggal <24 jam berkisar 3 per seribu

pasien. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tingginya angka kematian

di IGD rumah sakit adalah faktor

pre-hospital, sumberdaya manusia, kinerja

(7)

optimalnya SPO pengelolaan emergency

sebagai determinan keterlambatan

penanganan yang dapat meningkatkan

risiko kematian (Limantara 2015).

Kendala yang kerap dihadapai oleh

para petugas medis tersebut adalah

kurangnya peralatan, bahan dan

obat-obatan dalam melakukan upaya life

saving. Tidak Ada Pasien Yang

Membayar Uang Muka.

Dari hasil wawancara, semua

informan mengatakan bahwa rumah sakit

umum GMIM Kalooran tidak pernah

memungut uang muka untuk pelayanan

pasien di IGD. jadi setiap pasien yang

datang akan dilayani terlebih dahulu.

Hal ini sesuai dengan peraturan

pemerintah dalam hal ini Kepmenkes

no.856 tahun 2009 tentang standar

Instalasi Gawat Darurat yang

menyatakan bahwa rumah sakit tidak

boleh meminta uang muka saat

menangani kasus gawat darurat.

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan Standar Pelayanan

Minimal (SPM) di Instalasi Gawat

Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum

(RSU) GMIM Kalooran Amurang

masih belum maksimal dikarenakan

masih ada beberapa indikator yang

belum mencapai standar.

2. Pelaksanaan penanganan life saving

kasus gawat darurat baik anak

maupun dewasa di IGD RSU GMIM

Kalooran Amurang sudah sesuai

SPM yaitu 100%.

3. Jam buka pelayanan di IGD RSU

GMIM Kalooran Amurang 24 jam

sehari, 7 hari seminggu. Hal ini

sudah sesuai standar pelayanan

Minimal.

4. Pemberi Pelayanan Gawat Darurat di

IGD RSU GMIM Kalooran

Amurang belum sesuai SPM karena

hanya 40% yang memiliki sertifikat.

5. Saat ini RSU GMIM Kalooran

Amurang belum memiliki tim

penanggulangan bencana. Padahal

SPM mensyaratkan minimal terdapat

1 tim penanggulangan bencana.

Namum sudah ada kebijakan dari

pimpinan mengenai

penaggungjawab jika terjadi bencana

adalah dokter jaga IGD yang

bertugas saat bencana terjadi sampai

direktur datang ke Rumah Sakit.

6. Waktu Tanggap dokter di IGD RSU

GMIM Kalooran Amurang 5 menit

16 detik. Hal ini belum sesuai dengan

standar pelayanan minimal yaitu 5

menit.

7. Kepuasan Pelanggan di IGD RSU

GMIM Kalooran Amurang sudah

diatas standar SPM. Dari hasil

kuisioner didapati data kepuasan

pasien berkisar 74%.

8. Jumlah pasien meninggal < 24 jam

masih melebihi standar SPM

(8)

sakit didapati rata-rata 4,5/1000

pasien meninggal periode akhir

november 2016 sampai Mei 2017.

9. Pelayanan gawat darurat di IGD

RSU GMIM Kalooran Amurang

tidak pernah meminta uang muka

kepada pasien.

SARAN

1. Perlu ditingkatkan pelayanan dan

kemampuan petugas IGD agar

mampu menangani kasus life saving.

selain itu juga perlu direncanakan

mengenai penambahan fasilitas dan

peralatan penunjang serta

obat-obatanyang ada untuk menunjang

upaya life saving.

2. Tenaga yang bekerja di bagian IGD

yang belum memiliki sertifikat

segera dikirim untuk mengikuti

pelatihan kegawatdaruratan. Selain

itu petugas di IGD yang yang

memiliki sertifikat agar tidak di

rolling ke bagian lain.

3. Perlu dicari solusi untuk

mempersingkat waktu tunggu pasien.

4. Segera dibentuk tim penanggulangan

bencana.

5. Perlu ditingkatkan efektifitas dan

kemampuan menyelamatkan pasien

agar angka kematian dapat

diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2012. Pedoman

Penyelengaraan Pelayanan Rumah

Sakit. Direktorat Jenderal Bina

Upaya Kesehatan Kementerian

Kesehatan. Jakarta.

_________. 2009a. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009

tentang Standar Instalasi Gawat

Darurat (IGD) Rumah Sakit.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

_________. 2009b. Pedoman

Perencanaan Penyiagaan Bencana

Bagi Rumah Sakit. Direktorat

Jenderal Bina Pelayanan Medik

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta

__________. 2008a. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 129/Menkes/SK/II/2008

tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit. Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta.

Cowling, E. T., E. V. Cecil, M. A. Soljak,

J. T Lee, C. Millett, A. Majeed, R. M.

Wachter, and M. J. Harris. 2013.

Access to Primary Care and Visits to

Emergency Departments in England:

A Cross Sectional, Population-Based

Study. Plos One 8.(6): 1-6.

Al-aufa, B.2013. Gambaran Kualitas dan

(9)

Kepuasan Masyarakat Pada Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Umum

Kota Tanggerang Selatan Tahun

2013. Skripsi. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatulah.. Jakarta.

Diakses dari

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitst

ream/123456789/25887/1/Badra%2

0Al-Aufa-fkik.pdf. Tanggal 1 juni

2017.

Hatibie, T. W. B. 2015. Analisis Faktor

yang Berhubungan dengan Kepuasan

Pasien di Instalasi Rawat Jalan

Bedah Rumah Sakit Umum Pusat

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Tesis. Program Pasca Sarjana.

Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Universitas Sam

Ratulangi. Manado.

Limantara, R. Herjunianto dan A.

Roosalina. 2015. Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Tingginya Angka

Kematian di IGD Rumah Sakit.

Jurnal Kedokteran Brawijaya.

28(2):200-205.

Purnomo, M. 2016. Pencapaian Standar

Pelayanan Gawat Darurat Di RSU

Habibullah Berdasarkan Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit

Tahun 2014. The 3rd University

Research Colloquium 2016.

Risamdani, R. 2015. Hubungan

Penatalaksanaan Penanganan Gawat

Darurat Dengan Waktu Tanggap

(Respon Time) Keperawatan Di

Ruang Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit Permata Bunda Tahun

2014. Tesis. Fakultas Ilmu

Kesehatan Masyarakat. Universitas

Sumatra Utara. Medan.

Rahayu, T.P. 2016. Gambaran Standar

Pelayanan Minimal Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit Dr. Harjono

Ponorogo. Karya Tulis Ilmiah.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah. Ponorogo.

Sabriyanti, W. N. I., A. A. Islam dan S.

Gaus. 2012. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Respon Time

1 Di Instalasi Gawat Darurat Bedah

Dan Non Bedah di RSUP DR.

Wahidin Sudirohusodo. Tesis.

Program Pasca Sarjana Universitas

Hasannudin. Makassar.

Sundari, M.N.D. 2014. Kualitas

Pelayanan Kesehatan Di RSUP

Sanglah Denpasar Dari Perspektif

Pelanggan Internal dan Eksternal.

Tesis. Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana. Denpasar.

Supriyanto, E., T. Hariyanti dan E. L.

Widayanti. 2014. Analisis

Faktor-faktor Penyebab Tidak Lengkapnya

Laporan Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit Muhammadiyah

Ahmad Dahlan Kota Kediri. Jurnal

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan hasil rerata waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan Johnson Pascal test pada kelompok anemia adalah 194,89 detik dan 163,99 detik yang diperlukan

Pada putaran ke 1000 kali menunjukkan bahwa nilai ketahanan aus yang relatif tinggi ditemukan pada baja tahan karat 13Cr AISI 410 yang telah mengalami proses austenisasi pada

17 Kecamatan sambungmacan paling banyak digunakan untuk istirahat pengemudi dan awak truk, karena merupakan wilayah paling timur dari kabupaten Sragen yang berbatasan langsung

Di akhir penulisan makalah ini, penulis mendapat kesimpulan yakni, salah satu penerapan teori graf pada penelusuran penyakit dalam dapat diterapkan pada semua

Elemen-elemen surpac yang kita harus tahu untuk mengdigitasi peta seperti;  star  a new  s egmen t, digi t  ize a poin t  at  cu rs o r  loc at  ion  , clo  s e th e cu rr 

Rudenim Pusat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di bidang pendetensian orang asing yang

Shighat akad (ijab dan qobul) merupakan ungkapan yang mencerminkan kehendak masing-masing pihak, jadi substansi dari kehendak berakad adalah al-ridha (rela). Salah

Standar tata kelola jurnal elektronik yang baik harus mengacu persyaratan dalam Permenristekdikti No 9 Tahun 2018 yaitu 1) memuat artikel yang secara nyata