HUBUNGAN PENATALAKSANAAN PENANGANAN GAWAT DARURAT DENGAN WAKTU TANGGAP (RESPON TIME) KEPERAWATAN
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA TAHUN 2014
TESIS
Oleh
RAUFEN RISSAMDANI 127032023 / IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
CORRELATION BETWEEN THE MANAGEMENT OF HANDLING EMERGENCY AND RESPONDING TIME IN NURSING CARE
IN THE IGD OF PERMATA BUNDA HOSPITAL, IN 2014
THESIS
By
RAUFEN RISSAMDANI 127032023/IKM
MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN PENATALAKSANAAN PENANGANAN GAWAT DARURAT DENGAN WAKTU TANGGAP (RESPON TIME) KEPERAWATAN
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA TAHUN 2014
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RAUFEN RISSAMDANI 127032023/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN PENATALAKSANAAN
PENANGANAN GAWAT DARURAT DENGAN WAKTU TANGGAP (RESPON TIME)
KEPERAWATAN DI RUANG INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA 2014
Nama Mahasiswa : Raufen Rissamdani Nomor Induk Mahasiswa : 127032023
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui KomisiPembimbing
(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (Drs. Amru Nasution, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan
( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )
Telah Diuji
Pada Tanggal : 10 Maret 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes
2. dr. Heldy BZ, M.P.H
PERNYATAAN
HUBUNGAN PENATALAKSANAAN PENANGANAN GAWAT DARURAT DENGAN WAKTU TANGGAP (RESPON TIME) KEPERAWATAN
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2015
ABSTRAK
Waktu tanggap adalah Kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Kecepatan dan ketepatan pelayanan di Ruang dari berbagai kendala yang salah satunya adalah kendala dalam Pelaksanaan pelayanan gawat darurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. Populasi untuk variabel penatalaksanaan penanganganan gawat darurat adalah semua perawat, penanggung jawab dan pelaksana yang bertugas di IGD Rumah Sakit Permata Bunda Medan sedangkan populasi untuk variabel waktu tanggap adalah semua pasien yang masuk IGD Rumah Sakit Permata Bunda. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 orang. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan analisa bivariat.
Hubungan aspek kuantitatif pelayanan dengan kecepatan waktu tanggap adalah sangat kuat (r=0,880) dan signifikan (p=0,021). Hubungan aspek kuantitatif pelayanan dengan ketepatan waktu tanggap adalah cukup kuat (r=0,549) dan signifikan (p=0,001). Hubungan aspek kualitatif pelayanan dengan kecepatan waktu tanggap adalah rendah (r=0,243) dan signifikan (p=0,017). Hubungan kualitatif pelayanan dengan ketepatan waktu tanggap adalah cukup kuat (r=0,421) dan signifikan (p=0,13).
Berdasarkan penelitian ini disarankan agar pihak Rumah Sakit Permata Bunda dapat mengadakan perbaikan dalam segi pelayanan. Salah satunya dilakukan program-program pendidikan dan pelatihan terhadap tenaga kesehatan secara berkala serta meningkatkan pengawasan bersifat menyeluruh dan berkelanjutan oleh kepala IGD mengenai tenaga kesehatan.
ABSTRACT
Responding time is the swiftness and the punctuality of service in a hospital which can give customers confidence in using the hospital health service. The swiftness and the punctuality of service in the Intensive Care Unit (ICU) of Permata Bunda Hospital, in 2014 are closely related to various obstacles; one of them is the implementation of emergency service. The objective of the research was to find out the correlation between the management of handling emergency and responding time in nursing care in the ICU of Permata Bunda Hospital, in 2014.
The research used an analytic method with cross sectional design. The population for the variable of handling emergency service was all nurses, the person in charge, and administrator in the ICU of Permata Bunda Hospital, Medan, while the population for the variable of responding time was all patients in the ICU, and 34 of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis and bivatriate analysis.
The correlation between the quantitative aspects of service and the swiftness of responding time was very strong (r = 0.880) and significant (p = 0.021), the correlation between quantitative aspect of service and accuracy of responding time was very strong (r = 0.549) and significant (p = 0.001), the correlation between qualitative aspect of service and the swiftness of responding time was weak (r = 0.243) but significant (p = 0.017), and the correlation between qualitative aspect of service and the accuracy of responding time was fairly strong (r = 0.421) and significant (p = 0.13).
It is recommended that the management of the hospital improve their services by providing education, training and counseling programs for health care providers regularly and the Head of ICU improves supervision for health care providers completely and sustainably.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah YME, karena atas segala
karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan judul ” Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda 2014”. Secara khusus penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada Ibunda Hj. Jasmi Rivai,SH
,serta ayahanda H. Prof.Dr. Ediwarman, SH,M.Hum yang telah memberikan doa,
dukungan, serta semangat yang luar biasa kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini,.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen
Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima
kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan
arahan serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis
ini.
5. Bapak Drs. Amru Nasution, M. Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan
serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.
6. Bapak dr. Heldy BZ, M.P.H selaku Ketua Komisi Penguji yang telah memberikan
masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
7. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku Anggota Komisi Penguji yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
8. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat
berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
9. Kepala Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian dan seluruh staf rumah sakit yang telah membantu
10.Istri Indah Pratiwi dan anakku Assyifa Zahra yang telah memberikan dukungan
baik secara moril maupun materil kepada penulis serta doa yang tidak terbatas.
11.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Minat Studi
Administrasi Rumah Sakit Angkatan 2012 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang selama ini selalu saling memberi
semangat, menjaga keharmonisan, kekompakan demi kelancaran perkuliahan
sampai tugas akhir selesai dan memberi dukungan kepada penulis agar bisa
menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Hanya Tuhan YME yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Maret 2015 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Raufen Rissamdani, lahir di Medan pada tanggal 21
November 1982, anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Swasta Khalsa
pada tahun 1989 - 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 pada tahun
1996-1998, Sekolah Menengah Atas di SMA Harapan pada tahun 1999 – 2001 dan
Fakultas Kedokteran UISU pada tahun 2001 - 2008.
Riwayat pekerjaan penulis pada tahun 1998-1999 bekerja sebagai asisten
Patologi Klinik di UMSU. Pada tahun 1998-2000 bekerja sebagai dokter Klinik
Universitas Medan Area. Pada tahun 1999-2000 bekerja sebagai dokter Klinik
Spesialis Bunda. Pada tahun 1999-sekarang bekerja sebagai dokter IGD Rumah Sakit
Permata Bunda
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit di Fakultas Kesehatan
DAFTAR ISI
2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat ... 10
2.1.1. Pengertian ... 10
2.1.2. Standar Pelayanan Gawat Darurat ... 12
2.1.3. Indikator Instalasi Gawat Darurat ... 21
2.1.4. Prosedur Instalasi Gawat Darurat ... 21
2.2. Waktu Tanggap (Respon Time) ... 22
2.2.1. Pengertian ... 22
2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Waktu Tanggap ... 25
3.5. Definisi Operasional ... 41
3.5.1. Waktu Tanggap ... 41
3.5.2. Kecepatan Pelayanan ... 41
3.5.3. Ketepatan Pelayanan ... 41
3.5.4. Pelaksanaan Pelayanan Gawat Darurat ... 41
3.5.5. Aspek Kuantitatif Standar Pekerjaan ... 42
3.5.6. Aspek Kualitatif Standar Pekerjaan ... 42
3.6. Metode Pengukuran ... 43
3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Independen (X) ... 43
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Dependen (Y) ... 53
3.7. Metode Analisa Data ... 53
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56
4.1. Gambaran Umum RUmah Sakit Permata Bunda Medan ... 56
4.1.1. Kedudukan dan Tugas Pokok ... 56
4.1.2. Fungsi ... 56
4.1.3. Standar Organisasi ... 57
4.1.4. Visi, Misi dan Motto ... 57
4.1.5. Sumber Daya Manusia ... 58
4.1.6. Data Tingkat Pendidikan Perawat IGD ... 59
4.1.7. Sejarah Berdiri ... 59
4.1.8. Nilai-nilai Rumah Sakit Permata Bunda Medan ... 62
4.2. Statistik Deskriptif ... 63
4.2.1. Deskriptif Aspek Kuantitatif Pelayanan ... 63
4.2.2. Deskriptif Aspek Kualitatis Pelayanan ... 64
4.3. Analisis Bivariat ... 65
4.3.1. Hubungan Dimensi Variabel Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap ... 66
4.4. Analisis Multivariat Korelasi (Analisis Ganda atau R) ... 73
BAB 5. PEMBAHASAN ... 76
5.1. Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang 76 5.1.1. Hubungan Dimensi Kuantitatif Pekerjaan dengan Kecepatan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang 2014 ... 76
5.1.3. Hubungan Dimensi Kualitatif Pekerjaan dengan Kecepatan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
2014 ... 80
5.1.4. Hubungan Dimensi Kualitatif Pekerjaan dengan Ketepatan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang 2014 ... 81
5.1.5. Analisa Multivariat Korelasi Dimensi Kuantitatif Pekerjaan (X1) dan Dimensi Kualitatif Pekerjaan (X2) dengan Waktu Tanggap (Y) ... 82
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
6.1. Kesimpulan ... 85
6.2. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 88
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1. Gambaran Waktu Tanggap Pelayanan IGD ... 6
3.1. Komposisi Sampel ... 38
3.2. Pengukuran Variabel Independen (X) ... 43
3.3. Pengukuran Variabel Dependen (Y) ... 53
3.4. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 54
4.1. Sumber Daya Manusia RS Permata Bunda Medan ... 58
4.2. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Permata Bunda Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perawat IGD ... 59
4.3. Hasil Statistik Deskriptif ... 63
4.4. Tabulasi Silang Dimensi Kuantitatif Pelayanan dengan Kecepatan Waktu Tanggap ... 66
4.5. Tabulasi Silang Dimensi Kuantitatif Pelayanan dengan Ketepatan Waktu Tanggap ... 68
4.6. Tabulasi Silang Dimensi Kualitatif Pelayanan dengan Kecepatan Waktu Tanggap ... 70
4.7. Tabulasi Silang Dimensi Kualitatif Pelayanan dengan Ketepatan Waktu Tanggap ... 72
4.8. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 74
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 92
2. Lembar Observasi ... 99
3. Hasil SPSS ... 101
4. Surat Izin Penelitian ... 112
ABSTRAK
Waktu tanggap adalah Kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Kecepatan dan ketepatan pelayanan di Ruang dari berbagai kendala yang salah satunya adalah kendala dalam Pelaksanaan pelayanan gawat darurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. Populasi untuk variabel penatalaksanaan penanganganan gawat darurat adalah semua perawat, penanggung jawab dan pelaksana yang bertugas di IGD Rumah Sakit Permata Bunda Medan sedangkan populasi untuk variabel waktu tanggap adalah semua pasien yang masuk IGD Rumah Sakit Permata Bunda. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 orang. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan analisa bivariat.
Hubungan aspek kuantitatif pelayanan dengan kecepatan waktu tanggap adalah sangat kuat (r=0,880) dan signifikan (p=0,021). Hubungan aspek kuantitatif pelayanan dengan ketepatan waktu tanggap adalah cukup kuat (r=0,549) dan signifikan (p=0,001). Hubungan aspek kualitatif pelayanan dengan kecepatan waktu tanggap adalah rendah (r=0,243) dan signifikan (p=0,017). Hubungan kualitatif pelayanan dengan ketepatan waktu tanggap adalah cukup kuat (r=0,421) dan signifikan (p=0,13).
Berdasarkan penelitian ini disarankan agar pihak Rumah Sakit Permata Bunda dapat mengadakan perbaikan dalam segi pelayanan. Salah satunya dilakukan program-program pendidikan dan pelatihan terhadap tenaga kesehatan secara berkala serta meningkatkan pengawasan bersifat menyeluruh dan berkelanjutan oleh kepala IGD mengenai tenaga kesehatan.
ABSTRACT
Responding time is the swiftness and the punctuality of service in a hospital which can give customers confidence in using the hospital health service. The swiftness and the punctuality of service in the Intensive Care Unit (ICU) of Permata Bunda Hospital, in 2014 are closely related to various obstacles; one of them is the implementation of emergency service. The objective of the research was to find out the correlation between the management of handling emergency and responding time in nursing care in the ICU of Permata Bunda Hospital, in 2014.
The research used an analytic method with cross sectional design. The population for the variable of handling emergency service was all nurses, the person in charge, and administrator in the ICU of Permata Bunda Hospital, Medan, while the population for the variable of responding time was all patients in the ICU, and 34 of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis and bivatriate analysis.
The correlation between the quantitative aspects of service and the swiftness of responding time was very strong (r = 0.880) and significant (p = 0.021), the correlation between quantitative aspect of service and accuracy of responding time was very strong (r = 0.549) and significant (p = 0.001), the correlation between qualitative aspect of service and the swiftness of responding time was weak (r = 0.243) but significant (p = 0.017), and the correlation between qualitative aspect of service and the accuracy of responding time was fairly strong (r = 0.421) and significant (p = 0.13).
It is recommended that the management of the hospital improve their services by providing education, training and counseling programs for health care providers regularly and the Head of ICU improves supervision for health care providers completely and sustainably.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.
Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu.
Bila kita cermati kematian-kematian karena henti jantung dan henti nafas selama ini
cukup banyak khususnya pada area Pre Hospital. Manajemen pertolongan keadaan
gawat darurat pada area tersebut sampai saat masih sangat menyedihkan. Banyak
kematian-kematian di masyarakat yang mestinya bisa dicegah bila kita punya
kepedulian terhadap masalah tersebut.
Pelayanan kesehatan ke gawat daruratan merupakan hak asasi sekaligus
kewajiban yang harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Pemerintah dan
segenap masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan ke gawat daruratan sebagai bagian utama dari pembangunan
kesehatan sehingga pelaksanaannya tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan
yang terstruktur (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pada tahun 2007 data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di
seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU)
dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan IGD. Jumlah yang signifikan ini
kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin
rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah
terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di
mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
Mengacu kepada kondisi pelayanan ke gawat darutan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2006) menyebutkan perawat gawat darurat
mempunyai peran dan fungsi: a) fungsi independen yaitu fungsi mandiri berkaitan
dengan pemberian asuhan (care), b) fungsi dependen yaitu fungsi yang di delegasikan
sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain, c) fungsi kolaboratif yaitu melakukan
kerja sama saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim
kesehatan).
Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas di atur dalam pasal 5l
UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran di mana seorang dokter wajib melakukan
pertolongan darurat atas dasar peri kemanusiaan. Dalam UU No.44/2009 tentang
kesehatan tidak disebutkan pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya
penyelenggaraan pelayanan tersebut merupakan hak setiap orang untuk mendapatkan
kesehatan.
Kejadian gawat darurat dapat di artikan sebagai keadaan di mana seseorang
segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen.
Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu
lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan
(Arif, 2007).
Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat
darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup
klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu
tanggap bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung. Mekanisme waktu
tanggap di samping menentukan keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga dapat
mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan
pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah
sakit sesuai standar (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita
gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta
sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit
(Moewardi,2003).
Hasil penelitian oleh tim peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan
Propinsi Sumatera tahun 2005 menggambarkan sejauh mana perlunya waktu tanggap
terhadap pasien, hal ini terlihat dari sejumlah faktor penyebab dan dampak
meningkatnya minat masyarakat berobat ke luar negeri antara lain : Faktor Internal
meliputi : a) keyakinan akan kemampuan dokter untuk mengatasi penyakit atau
masalah yang diderita (36,50%), b) percaya akan akurasi diagnosis yang diberikan
dokter luar negeri (30,50%), c) transparansi hasil diagnosis (30,0%), d) butuh
pelayanan prima (32,50%), dan e) merasa lebih cepat sembuh (42,50%). Faktor
eksternal meliputi : a) fasilitas dan teknologi rumah sakit/pelayanan kesehatan lebih
canggih dan modern (34,00%), b) pelayanan yang diberikan lebih baik (31,00%),c)
layanan satu paket (26,50%), d) penanganan terhadap pasien lebih cepat (30,00%), e)
biaya lebih murah (26,50%), f) keramah tamahan/keterampilan tenaga medis yang
lebih baik (36,50%), g) rekomendasi dokter dalam negeri (38,00%). (Tsaniyah,
2007).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia , 2006).
Salah satu kendala pada umumnya menyangkut pelayanan rumah sakit
tanggap yang lama di IGD. Bagi sebagian pasien juga panik akan masalah ini, mereka
menganggap bahwa waktu tanggap yang lama, penyelamatan nyawa pasien juga
lama. Padahal perawat dan dokter jaga di sana sudah melakukan penanganan awal
yang tepat (Umar, 2013).
Kegagalan dalam penanganan kasus ke gawat daruratan umumnya disebabkan
oleh kegagalan mengenal resiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang
memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dalam
mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan ke gawat
daruratan maupun kondisi ekonomi (Ritonga, 2007).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan atau pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat
penting (Time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa. Waktu tanggap
pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu
sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan
waktu pelayanan yaitu waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap
pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh
berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-komponen lain yang
mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi.
Dalam rangka menghadapi kejadian gawat darurat diperlukan
penanggulangan medik penderita gawat darurat yaitu pelayanan yang
memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan
penting yang sangat penting (Time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa
(Haryatun, 2008). Di sisi lain mendapatkan pelayanan dengan cepat, baik, dan
profesional dengan hasil yang memuaskan merupakan dambaan semua masyarakat,
penerima pelayanan kesehatan di rumah sakit umumnya dan IGD khususnya.
Waktu tanggap pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun
komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi
dan administrasi. Respon time dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila
waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang ada.
Tabel 1.1. Gambaran Waktu Tanggap Pelayanan IGD
No. Rumah sakit
Keterangan Sumber Penelitian
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan bulan Maret 2014 di IGD
Rumah Sakit Permata Bunda Medan didapatkan data jumlah perawat sebanyak 20
orang, Penanggung jawab ada 5 orang dan pelaksana ada 9 orang dengan klasifikasi
pendidikan yang berbeda-beda dengan masa kerja lebih yang berbeda-beda. Adapun
jumlah tempat tidur Rumah Sakit permata Bunda sebanyak 218 tidur.
Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Permata Bunda Medan
diperoleh gambaran Data Waktu Tanggap yang diperoleh dari Bagian Perencanaan
dan Evaluasi Rumah Sakit Permata Bunda Medan yaitu 8 menit 20 detik. Waktu
Tanggap Rumah Sakit Permata Bunda Medan yang lebih lama dibandingkan ukuran
waktu tanggap selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2jam (Basoeki dkk, 2008).
Fenomena lambatnya Waktu Tanggap Rumah Sakit Permata Bunda Medan
membuat penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai strategi pelayanan di
Rumah Sakit Permata Bunda Medan dengan judul penelitian : “Hubungan
Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat Dengan Waktu Tanggap Keperawatan di
Ruang
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang di uraikan di atas, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut :
“Apakah Ada Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat Dengan
Lamanya Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1. Untuk mengetahui gambaran Data Waktu Tanggap yang diperoleh dari Bagian
Perencanaan dan Evaluasi Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2014.
1.3.2. Untuk mengetahui Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat
Dengan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
(IGD) Rumah Sakit Permata Bunda 2014.
1.4. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008) menyatakan:”Hipotesis merupakan suatu
pernyataan sementara atau dugaan jawaban yang paling memungkinkan walaupun
masih harus dibuktikan dengan penelitian”.
Berdasarkan judul penelitian dan konsep hipotesis diatas, maka penulis
megemukakan hipotesis dalam penelitian ini adalah:“Terdapat Hubungan
Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap Keperawatan di
Ruang
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1.5.1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Rumah Sakit Permata Bunda
Tahun 2014 agar dapat lebih memperhatikan mutu pelayanan dari aspek
1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan Ilmu Kesehatan di Universitas
Sumatera Utara.
1.5.3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam bidang Ilmu
Kesehatan di Universitas Sumatera Utara.
1.5.4. Sebagai referensi atau perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang akan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat 2.1.1. Pengertian
Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediately) untuk
menyelamatkan kehidupannya (life saving). Instalasi kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat
Darurat (emergency unit). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan
IGD tersebut dapat beraneka macam, namun yang lazim ditemukan adalah yang
tergabung dalam rumah sakit (hospital based emergency unit). Hanya saja betapapun
telah majunya sistem rumah sakit yang di anut oleh suatu negara, bukan berarti tiap
rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri, untuk mengelola kegiatan
IGD memang tidak mudah penyebab utamanya adalah karena IGD adalah salah satu
dari unit kesehatan yang padat modal, padat karya dan padat teknologi (Margaretha,
2013).
Sekalipun diakui tidak semua rumah sakit memiliki kemampuan
menyelenggarakan IGD, bukan lalu berarti ketidak adaan IGD di suatu hidup dan
kehidupan, keberadaan suatu IGD di setiap komunitas telah merupakan salah satu
kebutuhan pokok. Dalam keadaan dimana tidak satupun rumah sakit mampu
mewajibkan adanya kerjasama antar rumah sakit. Dalam keadaan yang seperti ini,
salah satu rumah sakit menyediakan diri untuk mengelola IGD, untuk kemudian dapat
dimanfaatkan secara bersama.
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Djemari, 2011) :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Gawat Darurat
Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Pelayanan gawat darurat
sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life saving) sering
dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan
bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care).
Pengertian gawat darurat yang di anut oleh anggota masyarakat memang
berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat setiap gangguan
kesehatan yang dialaminya dapat saja di artikan sebagai keadaan darurat (emergency)
dan karena itu mendatangi Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk meminta
pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang
mengunjungi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dari tahun ke tahun tampak semakin
meningkat.
b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
Kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari
pelayanan gawat darurat yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang di
nilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap yang intensif. Seperti misalnya
Unit Perawatan Intensif (intensive care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum,
serta Unit Perawatan Jantung Intensif (intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus
penyakit jantung, dan unit perawatan intensif lainnya.
c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya
dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Pelaksanaan pelayanan gawat drurat adalah Menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat, menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif serta menyelenggarakan pelayanan
informasi medis darurat.
2.1.2. Standar Pelayanan Gawat Darurat
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 856/ Menkes/
SK/IX/2009.Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit adalah :
a. Standar 1 : Falsafah Dan Tujuan
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat
kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan
Kriteria :
1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus
menerus selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu.
2. Ada instalasi / unit gawat darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari
unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit.
3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak
tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di instalasi / unit gawat
darurat.
4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / unit gawat darurat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
5. Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / unit
gawat darurat dan kesehatan masyarakat harus diselenggarakan.
b. Standar 2 : Administrasi Dan Pengelolaan
Instalasi Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi
lainnya di Rumah Sakit.
Kriteria :
1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi gawat darurat yang bertanggung
jawab atas pelayanan di instalasi gawat darurat.
2. Ada Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat
darurat.
3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
4. Ada program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan)
terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.
5. Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan
dari unit.
6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam
medik.
7. Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase
dilakukan sebelum indentifikasi.
8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah /
berpengalaman.
9. Triase sangat penting untuk penilaian ke gawat daruratan pasien dan
pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat ke gawat daruratan yang
dihadapi.
10.Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
11.Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien
gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya.
Kriteria :
1. Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit
lainnya.
3. Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu
diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.
Pengertian :
Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari
rumah sakit atau rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan
pasien harus di dampingi oleh tenaga yang terampil dan mampu memberikan
pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter.
1. Tenaga cadangan untuk unit harus di atur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non
medis yang bertugas di IGD.
3. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus di
organisir / di atur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.
4. Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam.
5. Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan
infus sesuai dengan stándar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
Depkes yang berlaku.
6. Pasien yang di pulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas
mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.
Pengertian :
1. Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat
menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat
melayani selama 24 jam.
2. Bila hal ini tidak dapat diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan
rekam medik sendiri. Rekam medik untuk pasien minimal harus
mencantumkan :
a) Tanggal dan waktu datang (tempat bertemu secara pribadi)
b) Catatan penemuan klinik, laboratorium, dan radiologik.
c) Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari
instalasi gawat darurat.
d) Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani.
e) Ada bagan / struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua
petugas lengkap dan sudah dilaksanakan dengan baik.
c. Standar 3 : Staf Dan Pimpinan
Instalasi Gawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga
medis keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat Pelatihan
Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD).
Kriteria :
1. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di instalasi / unit gawat
2. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang dapat menunjukkan hubungan
antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan
tanggung jawab.
3. Instalasi Gawat Darurat harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang
dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan gawat dan
langkah pemecahannya.
4. Rincian tugas tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas.
5. Pada saat mulai diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap
petugas.
6. Harus ada program penilaian untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh
staf No. Telp. petugas.
7. Harus ada daftar petugas, alamat dan nomor telephone.
d. Standar 4 : Fasilitas Dan Peralatan
Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat harus menjamin
efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari
seminggu secara terus menerus.
Kriteria :
1. Di instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Letak unit / instalasi harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat dari
3. Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit, dan kemudahan transportasi
pasien dari dan ke instalasi gawat darurat (IGD) dari arah dalam rumah sakit.
4. Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
5. Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau
gelisah.
6. Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya :
a) Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta
ruang penyimpanan lain.
b) Ruang kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain.
c) Ruang pembersihan dan ruang pembuangan.
d) Ruang rapat dan ruang istirahat.
e) Kamar mandi.
f) Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara unit
gawat darurat dengan :
1) Unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait.
2) Rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya.
7. Pelayanan ambulan.
8. Unit pemadam kebakaran.
10.Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya
berdekatan dengan instalasi gawat darurat.
e. Standar 5 : Kebijakan Dan Prosedur
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu di
tinjau dan di sempurnakan (bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
1. Ada petunjuk tertulis / SOP untuk menangani :
a. Kasus perkosaan
b. Kasus keracunan massal
c. Asuransi kecelakaan
d. Kasus dengan korban massal
e. Kasus lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan
data morbiditas instalasi / unit gawat darurat
f. Kasus kegawatan di ruang rawat
2. Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi :
a. Tanggung jawab dokter
b. Batasan tindakan medis
c. Protokol medis untuk kasus-kasus tertentu yang mengancam jiwa
3. Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving
sesuai dengan standar.
4. Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan
f. Standar 6 : Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan
Instalasi Gawat Darurat dapat di manfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan
(in service training) dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
Kriteria :
1. Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit
gawat darurat.
2. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan keterampilan bagi tenaga
di instalasi gawat darurat.
3. Ada latihan secara teratur bagi petugas instalasi gawat darurat dalam keadaan
menghadapi berbagai bencana (disaster).
4. Ada program tertulis setiap tahun bagi peningkatan keterampilan dalam
bidang gawat darurat untuk pegawai rumah sakit dan masyarakat.
g. Standar 7 : Evaluasi Dan Pengendalian Mutu
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan
Instalasi Gawat Darurat.
Kriteria :
1. Ada data dan informasi mengenai :
a. Jumlah kunjungan
b. Kecepatan pelayanan (respon time)
c. Pola penyakit / kecelakaan (10 terbanyak)
Instalasi Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap
pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam setahun.
2.1.3. Indikator Instalasi Gawat Darurat
Menurut Apriyani (2008) adapun yang menjadi Indikator Instalasi Gawat
Darurat adalah :
1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%;
2. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.
3. Pemberi pelayanan ke gawat daruratan yang bersertifikat “yang masih
berlaku”, standar 100%.
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5. Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%.
6. Kematian pasien ≤ 24 jam, standar ≤ 2 per 1000 (pindah ke pelayanan rawat
inap setelah 8 jam ).
7. Khusus untuk rumah sakit jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤
48 jam, standar 100%.
8. Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan pelayanan gawat darurat.
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka standar 100%.
2.1.4. Prosedur Instalasi Gawat Darurat
Menurut Apriyani (2008) adapun adapun Prosedur Instalasi Gawat Darurat
adalah :
1. Pasien masuk ruang gawat darurat.
3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima status pasien dari rekam medik dan
map plastik merah.
4. Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
5. Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM
emergensi dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan di setujui
oleh pasien/keluarga (informed consent).
6. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang,
ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
7. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis
berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang
mengancam jiwa pasien.
8. Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit
terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium
dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, paramedik
mengantarkan pasien ke unit radiologi.
9. Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh
pasien/keluarga (informed consent).
2.2. Waktu Tanggap (Respon Time) 2.2.1. Pengertian
Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan yang dapat diselesaikan
(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah
pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Waktu tanggap pada sistem
realtime, di defenisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal)
sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan event response time. Sasaran
dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan
pelayanan pertama gawat darurat / emergency response time rate.
Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu
tanggap (response time) bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung.
Mekanisme waktu tanggap juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang memerlukan standar sesuai
dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini
dapat di capai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan
manajemen rumahsakit/puskesmas sesuai standar (Levina, 2009).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita
gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta
kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat
Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan
keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang
dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang
memerlukan pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan (Soetrisno,2013).
Waktu tanggap di Instalasi Gawat Darurat (IGD) semua rumah sakit yang
telah terakreditasi harus memiliki kecepatan dan ketepatan yang baik. Waktu tanggap
adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai
dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD Misalnya si
pasien masuk ke pintu IGD pukul 12.00 dan menderita sesak napas, lalu oleh
perawat jaga langsung diberikan oksigen pukul 12.03 dan melapor ke dokter jaga
pukul 12.04, baru kemudian dokter IGD memeriksa si pasien pukul 12.10 dan
memberikan terapi pukul 12.15, obat dimasukkan pukul 12.20 (Siahaan, 2013).
Dapat disimpulkan bahwa waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan
pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang
sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD. Waktu
tanggap pada sistem realtime, di defenisikan sebagai waktu dari saat kejadian
(internal atau eksternal) sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan
2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Waktu Tanggap
Yoon et al (Kelmanutu, 2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain
karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher (alat yang digunakan untuk
memindahkan pasien ke ambulans) dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien,
pelaksanaan manajemen dan strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal
ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu tanggap
penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu
menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut (Suyanto, 2010).
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi
Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Keputusan Menteri Kesehatan,
2009).
1. Kecepatan pelayanan
Kecepatan pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan
pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki
pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan (Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan
pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter
dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di
IGD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabriya (2013) tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Pada
Response Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo menunjukkan bahwa ketepatan waktu tanggap penanganan
kasus IGD Bedah yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat sebagai kesimpulan
faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu ketersediaan stretcher
serta petugas triase dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non-Bedah yaitu ketersediaan
stretcher
2. Ketepatan pelayanan
Menurut Lovelock dan Wright (2002), ketepatan waktu adalah kesesuaian
pelayanan medis yang diberikan dari apa yang dibutuhkan dari waktu ke waktu.
Tjiptono (2005), mendefinisikan ketepatan waktu adalah "mencakup dua hal pokok,
yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk di percaya
(dependability). Hal ini berarti rumah sakit memberikan jasanya secara tepat
yang bersangkutan memenuhi janjinya misalnya menyampaikan jasanya sesuai
dengan jadwal yang di sepakati
Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak
memasuki pintu IGD. Ketepatan pelayanan dalam hal ini adalah ketepatan
pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Lingkup pelayanan ke gawat
daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat
bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan
tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C :
Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam
hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan Survei primer
meliputi : A: Airway yaitu mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai kontrol servikal; B: Breathing yaitu mengecek pernafasan dengan tujuan
mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation yaitu mengecek sistem
sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability yaitu mengecek status neurologis;
E: Exposure yaitu enviromental control, buka baju penderitatapi cegah hipotermia
(Holder, 2002).
Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) di fokuskan pada Airway Breathing,Circulation (ABC).
Pengkajian primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan
efisien (Mancini, 2011). Namun untuk Survei ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability dan Exposure) dilakukan survei primer ini harus dilakukan
dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Primary survey harus dilakukan dalam waktu
tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang simultan terhadap trauma dapat terjadi
bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa (Wilkinson, dalam Iqbal,
2009).
Survei sekunder dilakukan setelah pengkajian dan intervensi masalah airway, breathing dan circulation yang ditemukan di atasi dilanjutkan dengan pengkajian
sekunder. Survei sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung
rambut sampai ujung kaki,dari depan sampai belakang. Survei sekunder hanya
dilakukan apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah
keadaan penderita sudah tidak menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi
tidak bertambah berat. Survei sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti (
Widiastuti, 2011)
Survei sekunder bertujuan untuk mengetahui penyulit lain yang mungkin
terjadi. Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke pengkajian
sekunder.
a) Pengkajian riwayat penyakit : anamnesa penyakit dahulu dan sekarang, riwayat
b) Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgen, EKG.
2.3. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang Pengaruh Waktu Tanggap
Keperawatan Terhadap Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat di Ruang
Penelitian Suyanto (2010) tentang Pengaruh Strategi Respon Time di
Instalasi Gawat Darurat Dalam Upaya Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Di Rumah
Sakit Semen Gresik dimana Strategi Respon Time adalah kecepatan dan ketepatan
pelayanan di suatu rumah sakit yang dapt memberikan keyakinan kepada pelanggan
agar selalu menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumh sakit tersebut. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa dengan signifikansi 5% atau tingkat keyakinan 95%
menunjukkan hasil F ratio sebesar 1,713 lebih kecil dari F tabel yang besarnya
2,6994. Di antara ketiga variabel ternyata secara simultan punya pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan pelanggan.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryatun (2008) tentang Perbedaan Waktu
Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori 1 – V di Instalasi
Gawat Darurat RSUD dr. Moewardi diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan waktu tanggap tindakan keperawatan pada pasien cedera kepala kategori I
lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang
lebih cepat.
2.4. Landasan Teori 2.4.1. Teori Kinerja
Menurut Furtwengler (2002) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas,
layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas
yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang di
lihat dari tercapainya kinerja atau tidak.
Mangkunegara (2001) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai
berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang
terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
a. Aspek kuantitatif yaitu :
1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
b. Aspek kualitatif yaitu :
2) Tingkat kemampuan dalam bekerja.
3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan
4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
Kinerja dalam konteks pelayanan dapat dijelaskan di mana pelayanan gawat
darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan
di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat darurat adalah
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan serta pelayanan
pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Sebagai
unit pelayanan yang menanggulangi penderita gawat darurat, komponen pelayanan di
instalasi gawat darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
penanggulangan penderita gawat darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga
terjalin kerja sama yang harmonis dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam
rumah sakit (Depkes R.I. 2006).
Menurut Depkes R.I (2006) petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di
rumah sakit terdiri dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat
pelatihan penanganan ke gawat daruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain
yang bekerja di instalasi gawat darurat (Basoeki dkk, 2008).
2.5. Kerangka Konsep
Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan
menyelamatkan kehidupannya (life saving). Instalasi kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat
Darurat (emergency unit).
b. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat
c. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
d. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Penatalaksanaan pelayanan di ruang instalasi gawat darurat yang diberikan
pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi
Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes, 2009). Dengan
demikian waktu tanggap dalam meliputi semua tindakan yang dilakukan petugas
untuk memberi pelayanan kepada pasien, dapat dilihat dari aspek kecepatan dan
ketepatan pelayanan. Dapat dijelaskan semakin baik penatalaksanaan pelayanan di
ruang instalasi gawat darurat maka semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi
gawat darurat. Sebaliknya, semakin tidak baik penatalaksanaan pelayanan di ruang
instalasi gawat darurat maka semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat
darurat.
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang
1. Aspek kuantitatif yaitu :
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
Semakin baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin cepat waktu tanggap d ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya semakin
tidak baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.
2. Aspek kualitatif yaitu :
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.
c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan
d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
Semakin baik aspek kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya,
semakin tidak baik kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan, maka
semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapt memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat.
Kecepatan Pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah
pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.
Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak
memasuki pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lingkup pelayanan ke gawat
daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat
bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan
tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C :
Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).
Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep sebagai
Independen Variabel (X) Dependen Variabel (Y)
Penatalaksanaan Penangangan IGD Waktu Tanggap
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Penatalaksanaan Penangangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) (X)
1. Aspek kuantitatif Pelayanan
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya
melaksanakan pekerjaan
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
2. Aspek kualitatif Pelayanan
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan b. Tingkat kemampuan dalam bekerja c. Kemampuan menganalisis data/informasi,
kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan dan
d. Kemampuan mengevaluasi
(keluhan/keberatan konsumen/masyarakat)
Waktu Tanggap Keperawatan
(Y) 1. Kecepatan
pelayanan 2. Ketepatan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, non
eksperimental, menggunakan desain cross sectional. Studi cross sectional adalah
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach) tiap subjek penelitian hanya di observasi sekali
saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan.
Dengan demikian metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk menggambarkan korelasi atau Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat
Darurat dengan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
Rumah Sakit Permata Bunda 2014.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun penelitian ini dilaksanakan di Ruang IGD RS Permata Bunda Medan
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan bulan Maret 2014 di IGD
Rumah Sakit Permata Bunda Medan didapatkan data jumlah perawat sebanyak 20
orang, Penanggung jawab ada 5 orang dan pelaksana ada 9 orang dengan klasifikasi
pendidikan yang berbeda-beda, dengan masa kerja lebih yang berbeda-beda. Dengan
demikian jumlah Populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 34 orang.
Populasi untuk variabel Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat adalah
semua perawat, Penanggung jawab dan pelaksana yang betugas di IGD Rumah Sakit
Permata Bunda Medan, sedangkan populasi untuk variabel waktu tanggap perawat
gawat darurat berdasarkan observasi adalah semua pasien yang masuk ke IGD
Rumah Sakit Permata Bunda Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Sampel adalah sebagian atau wakil dari pupulasi yang diteliti (Arikunto,
2006). Sampel dalam penelitian ini adalah perawat, Penanggung jawab dan pelaksana
serta pasien IGD di Instalasi Gawat Rumah Sakit Permata Bunda Medan pada bulan
September 2014. Dalam hal ini Pasien IGD digolongkan atas tindakan medis yaitu :
1. Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratantrauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
2. Tindakan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian
dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan tahapan ABCD yaitu: A :
Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management;
D: Drug Defibrilator Disability
Penentuan besaran sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus rule of thumb yaitu 5 –10 kali jumlah variabel bebas yang diteliti (Dahlan, 2010). Oleh
karena jumlah indikator dari kedua variabel adalah 10, maka penulis menetapkan
besar sampel pada penelitian ini yaitu 10 x 10 = 100 sampel.
Adapun komposisi sampel dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.1. Komposisi Sampel
No. Sampel Jumlah (orang)
1. Perawat 20
2. Penanggung jawab 5
3. Pelaksana 9
4. Pasien IGD 100
Sumber : data diolah (2014)
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Uji Validitas
Menurut kamus bahasa Indonesia validitas diartikan sebagai sifat benar,
menurut bukti yang ada, logika berfikir atau kekuatan hukum. Menurut Diknas bahwa
validitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur sasarannya.
Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan