• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat 2.1.1. Pengertian - Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat 2.1.1. Pengertian - Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda 2014"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat 2.1.1. Pengertian

Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediately) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Instalasi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat Darurat (emergency unit). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan IGD tersebut dapat beraneka macam, namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit (hospital based emergency unit). Hanya saja betapapun telah majunya sistem rumah sakit yang di anut oleh suatu negara, bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri, untuk mengelola kegiatan IGD memang tidak mudah penyebab utamanya adalah karena IGD adalah salah satu dari unit kesehatan yang padat modal, padat karya dan padat teknologi (Margaretha, 2013).

(2)

mewajibkan adanya kerjasama antar rumah sakit. Dalam keadaan yang seperti ini, salah satu rumah sakit menyediakan diri untuk mengelola IGD, untuk kemudian dapat dimanfaatkan secara bersama.

Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Djemari, 2011) : a. Menyelenggarakan Pelayanan Gawat Darurat

Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Pelayanan gawat darurat sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life saving) sering dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care).

Pengertian gawat darurat yang di anut oleh anggota masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat setiap gangguan kesehatan yang dialaminya dapat saja di artikan sebagai keadaan darurat (emergency)

dan karena itu mendatangi Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk meminta pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang mengunjungi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dari tahun ke tahun tampak semakin meningkat.

b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.

(3)

membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang di nilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap yang intensif. Seperti misalnya Unit Perawatan Intensif (intensive care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum, serta Unit Perawatan Jantung Intensif (intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus penyakit jantung, dan unit perawatan intensif lainnya.

c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.

Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).

Pelaksanaan pelayanan gawat drurat adalah Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat, menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif serta menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.

2.1.2. Standar Pelayanan Gawat Darurat

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 856/ Menkes/ SK/IX/2009.Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit adalah :

a. Standar 1 : Falsafah Dan Tujuan

(4)

Kriteria :

1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu.

2. Ada instalasi / unit gawat darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit.

3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di instalasi / unit gawat darurat.

4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / unit gawat darurat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

5. Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / unit gawat darurat dan kesehatan masyarakat harus diselenggarakan.

b. Standar 2 : Administrasi Dan Pengelolaan

Instalasi Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi lainnya di Rumah Sakit.

Kriteria :

1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi gawat darurat yang bertanggung jawab atas pelayanan di instalasi gawat darurat.

2. Ada Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat darurat.

(5)

4. Ada program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan)

terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.

5. Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan dari unit.

6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam medik.

7. Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase dilakukan sebelum indentifikasi.

8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah / berpengalaman.

9. Triase sangat penting untuk penilaian ke gawat daruratan pasien dan pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat ke gawat daruratan yang dihadapi.

10.Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

11.Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya. Kriteria :

1. Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lainnya.

(6)

3. Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.

Pengertian :

Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari rumah sakit atau rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan pasien harus di dampingi oleh tenaga yang terampil dan mampu memberikan pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter. 1. Tenaga cadangan untuk unit harus di atur dan disesuaikan dengan kebutuhan. 2. Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non

medis yang bertugas di IGD.

3. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus di organisir / di atur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.

4. Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam.

5. Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan infus sesuai dengan stándar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes yang berlaku.

6. Pasien yang di pulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.

(7)

Pengertian :

1. Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat melayani selama 24 jam.

2. Bila hal ini tidak dapat diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan rekam medik sendiri. Rekam medik untuk pasien minimal harus mencantumkan :

a) Tanggal dan waktu datang (tempat bertemu secara pribadi) b) Catatan penemuan klinik, laboratorium, dan radiologik.

c) Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari instalasi gawat darurat.

d) Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani.

e) Ada bagan / struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua petugas lengkap dan sudah dilaksanakan dengan baik.

c. Standar 3 : Staf Dan Pimpinan

Instalasi Gawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD).

Kriteria :

(8)

2. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang dapat menunjukkan hubungan antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan tanggung jawab.

3. Instalasi Gawat Darurat harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan gawat dan langkah pemecahannya.

4. Rincian tugas tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas. 5. Pada saat mulai diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap

petugas.

6. Harus ada program penilaian untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh staf No. Telp. petugas.

7. Harus ada daftar petugas, alamat dan nomor telephone. d. Standar 4 : Fasilitas Dan Peralatan

Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat harus menjamin efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari seminggu secara terus menerus.

Kriteria :

1. Di instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(9)

3. Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke instalasi gawat darurat (IGD) dari arah dalam rumah sakit. 4. Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi

penyakitnya.

5. Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau gelisah.

6. Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya :

a) Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta ruang penyimpanan lain.

b) Ruang kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain. c) Ruang pembersihan dan ruang pembuangan.

d) Ruang rapat dan ruang istirahat. e) Kamar mandi.

f) Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara unit gawat darurat dengan :

1) Unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait. 2) Rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya. 7. Pelayanan ambulan.

8. Unit pemadam kebakaran.

(10)

10.Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya berdekatan dengan instalasi gawat darurat.

e. Standar 5 : Kebijakan Dan Prosedur

Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu di tinjau dan di sempurnakan (bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas. Kriteria :

1. Ada petunjuk tertulis / SOP untuk menangani : a. Kasus perkosaan

b. Kasus keracunan massal c. Asuransi kecelakaan

d. Kasus dengan korban massal

e. Kasus lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan data morbiditas instalasi / unit gawat darurat

f. Kasus kegawatan di ruang rawat

2. Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi : a. Tanggung jawab dokter

b. Batasan tindakan medis

c. Protokol medis untuk kasus-kasus tertentu yang mengancam jiwa

3. Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving sesuai dengan standar.

(11)

f. Standar 6 : Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan

Instalasi Gawat Darurat dapat di manfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan

(in service training) dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas. Kriteria :

1. Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit gawat darurat.

2. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan keterampilan bagi tenaga di instalasi gawat darurat.

3. Ada latihan secara teratur bagi petugas instalasi gawat darurat dalam keadaan menghadapi berbagai bencana (disaster).

4. Ada program tertulis setiap tahun bagi peningkatan keterampilan dalam bidang gawat darurat untuk pegawai rumah sakit dan masyarakat.

g. Standar 7 : Evaluasi Dan Pengendalian Mutu

Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan Instalasi Gawat Darurat.

Kriteria :

1. Ada data dan informasi mengenai : a. Jumlah kunjungan

(12)

Instalasi Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam setahun.

2.1.3. Indikator Instalasi Gawat Darurat

Menurut Apriyani (2008) adapun yang menjadi Indikator Instalasi Gawat Darurat adalah :

1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%;

2. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.

3. Pemberi pelayanan ke gawat daruratan yang bersertifikat “yang masih

berlaku”, standar 100%.

4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.

5. Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%.

6. Kematian pasien ≤ 24 jam, standar ≤ 2 per 1000 (pindah ke pelayanan rawat

inap setelah 8 jam ).

7. Khusus untuk rumah sakit jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤

48 jam, standar 100%.

8. Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan pelayanan gawat darurat.

9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka standar 100%.

2.1.4. Prosedur Instalasi Gawat Darurat

Menurut Apriyani (2008) adapun adapun Prosedur Instalasi Gawat Darurat adalah :

1. Pasien masuk ruang gawat darurat.

(13)

3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima status pasien dari rekam medik dan map plastik merah.

4. Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.

5. Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM emergensi dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan di setujui

oleh pasien/keluarga (informed consent).

6. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang, ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.

7. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang

mengancam jiwa pasien.

8. Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium

dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, paramedik

mengantarkan pasien ke unit radiologi.

9. Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh pasien/keluarga (informed consent).

2.2. Waktu Tanggap (Respon Time) 2.2.1. Pengertian

(14)

(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Waktu tanggap pada sistem

realtime, di defenisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal) sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan event response time. Sasaran dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat / emergency response time rate.

Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung. Mekanisme waktu tanggap juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen rumahsakit/puskesmas sesuai standar (Levina, 2009).

(15)

Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan (Soetrisno,2013).

Waktu tanggap di Instalasi Gawat Darurat (IGD) semua rumah sakit yang telah terakreditasi harus memiliki kecepatan dan ketepatan yang baik. Waktu tanggap adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD Misalnya si pasien masuk ke pintu IGD pukul 12.00 dan menderita sesak napas, lalu oleh perawat jaga langsung diberikan oksigen pukul 12.03 dan melapor ke dokter jaga pukul 12.04, baru kemudian dokter IGD memeriksa si pasien pukul 12.10 dan memberikan terapi pukul 12.15, obat dimasukkan pukul 12.20 (Siahaan, 2013).

(16)

2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Waktu Tanggap

Yoon et al (Kelmanutu, 2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher (alat yang digunakan untuk memindahkan pasien ke ambulans) dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen dan strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.

Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut (Suyanto, 2010). Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009).

1. Kecepatan pelayanan

(17)

pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan (Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabriya (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Pada Response Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo menunjukkan bahwa ketepatan waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat sebagai kesimpulan faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu ketersediaan stretcher serta petugas triase dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non-Bedah yaitu ketersediaan stretcher

2. Ketepatan pelayanan

(18)

yang bersangkutan memenuhi janjinya misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang di sepakati

Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD. Ketepatan pelayanan dalam hal ini adalah ketepatan pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Lingkup pelayanan ke gawat daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).

Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan Survei primer meliputi : A: Airway yaitu mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing yaitu mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation yaitu mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability yaitu mengecek status neurologis; E: Exposure yaitu enviromental control, buka baju penderitatapi cegah hipotermia (Holder, 2002).

(19)

Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) di fokuskan pada Airway Breathing,Circulation (ABC). Pengkajian primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien (Mancini, 2011). Namun untuk Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure) dilakukan survei primer ini harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Primary survey harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang simultan terhadap trauma dapat terjadi bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa (Wilkinson, dalam Iqbal, 2009).

Survei sekunder dilakukan setelah pengkajian dan intervensi masalah airway, breathing dan circulation yang ditemukan di atasi dilanjutkan dengan pengkajian sekunder. Survei sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki,dari depan sampai belakang. Survei sekunder hanya dilakukan apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah keadaan penderita sudah tidak menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi tidak bertambah berat. Survei sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti (

Widiastuti, 2011)

Survei sekunder bertujuan untuk mengetahui penyulit lain yang mungkin terjadi. Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke pengkajian sekunder.

(20)

b) Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgen, EKG.

2.3. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang Pengaruh Waktu Tanggap Keperawatan Terhadap Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat di Ruang

Penelitian Suyanto (2010) tentang Pengaruh Strategi Respon Time di Instalasi Gawat Darurat Dalam Upaya Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Di Rumah Sakit Semen Gresik dimana Strategi Respon Time adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu rumah sakit yang dapt memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumh sakit tersebut. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan signifikansi 5% atau tingkat keyakinan 95% menunjukkan hasil F ratio sebesar 1,713 lebih kecil dari F tabel yang besarnya 2,6994. Di antara ketiga variabel ternyata secara simultan punya pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

(21)

lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang lebih cepat.

2.4. Landasan Teori 2.4.1. Teori Kinerja

Menurut Furtwengler (2002) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas, layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang di lihat dari tercapainya kinerja atau tidak.

Mangkunegara (2001) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”

Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :

a. Aspek kuantitatif yaitu :

1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan.

2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan. 3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.

4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. b. Aspek kualitatif yaitu :

(22)

2) Tingkat kemampuan dalam bekerja.

3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan

4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).

Kinerja dalam konteks pelayanan dapat dijelaskan di mana pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Sebagai unit pelayanan yang menanggulangi penderita gawat darurat, komponen pelayanan di instalasi gawat darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerja sama yang harmonis dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit (Depkes R.I. 2006).

Menurut Depkes R.I (2006) petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di rumah sakit terdiri dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan penanganan ke gawat daruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di instalasi gawat darurat (Basoeki dkk, 2008).

2.5. Kerangka Konsep

(23)

menyelamatkan kehidupannya (life saving). Instalasi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat Darurat (emergency unit).

b. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat

c. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.

d. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.

Penatalaksanaan pelayanan di ruang instalasi gawat darurat yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan

waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes, 2009). Dengan demikian waktu tanggap dalam meliputi semua tindakan yang dilakukan petugas untuk memberi pelayanan kepada pasien, dapat dilihat dari aspek kecepatan dan ketepatan pelayanan. Dapat dijelaskan semakin baik penatalaksanaan pelayanan di ruang instalasi gawat darurat maka semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya, semakin tidak baik penatalaksanaan pelayanan di ruang instalasi gawat darurat maka semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.

(24)

1. Aspek kuantitatif yaitu :

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,

b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan

d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja

Semakin baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka semakin cepat waktu tanggap d ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya semakin tidak baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.

2. Aspek kualitatif yaitu :

a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan. b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.

c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan

d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).

Semakin baik aspek kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya, semakin tidak baik kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan, maka semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.

(25)

Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat.

Kecepatan Pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. (Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.

Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lingkup pelayanan ke gawat daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).

(26)

Independen Variabel (X) Dependen Variabel (Y) Penatalaksanaan Penangangan IGD Waktu Tanggap

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Penatalaksanaan Penangangan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) (X) 1. Aspek kuantitatif Pelayanan

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya

melaksanakan pekerjaan

c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan

d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja

2. Aspek kualitatif Pelayanan

a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan b. Tingkat kemampuan dalam bekerja c. Kemampuan menganalisis data/informasi,

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sampel yang digunakan hanya dari jenis perusahaan manufaktur saja sehingga tidak dapat membandingkan antar jenis perusahaan publik mengenai pengaruh free cash flow,

[r]

Biasanya digunakan dosis awal 100 mg setiap 6 jam yang dipantau dengan pemeriksaan T4 setiap 4 minggu ketika hipertiroid tidak terkontrol pada trimester kedua dengan

Kuesioner diisi oleh orangtua/pengasuh pasien dengan didampingi oleh dokter, yang terdiri dari 39 pertanyaan tentang data demografi, pengetahuan tentang epilepsi dan

17 Kecamatan sambungmacan paling banyak digunakan untuk istirahat pengemudi dan awak truk, karena merupakan wilayah paling timur dari kabupaten Sragen yang berbatasan langsung

Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa, oleh sebab itu analisis struktur terhadap beban gempa menjadi

Di akhir penulisan makalah ini, penulis mendapat kesimpulan yakni, salah satu penerapan teori graf pada penelusuran penyakit dalam dapat diterapkan pada semua

Hal ini terlihat dari jumlah jenis dan total basal area per ha yang lebih rendah di hutan sisa tebang pilih yang telah berkembang daripada hutan di lereng-lereng bukit yang