BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.
Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu.
Bila kita cermati kematian-kematian karena henti jantung dan henti nafas selama ini
cukup banyak khususnya pada area Pre Hospital. Manajemen pertolongan keadaan
gawat darurat pada area tersebut sampai saat masih sangat menyedihkan. Banyak
kematian-kematian di masyarakat yang mestinya bisa dicegah bila kita punya
kepedulian terhadap masalah tersebut.
Pelayanan kesehatan ke gawat daruratan merupakan hak asasi sekaligus
kewajiban yang harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Pemerintah dan
segenap masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan ke gawat daruratan sebagai bagian utama dari pembangunan
kesehatan sehingga pelaksanaannya tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan
yang terstruktur (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pada tahun 2007 data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di
seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU)
dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan IGD. Jumlah yang signifikan ini
kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin
rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah
terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di
mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
Mengacu kepada kondisi pelayanan ke gawat darutan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2006) menyebutkan perawat gawat darurat
mempunyai peran dan fungsi: a) fungsi independen yaitu fungsi mandiri berkaitan
dengan pemberian asuhan (care), b) fungsi dependen yaitu fungsi yang di delegasikan
sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain, c) fungsi kolaboratif yaitu melakukan
kerja sama saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim
kesehatan).
Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas di atur dalam pasal 5l
UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran di mana seorang dokter wajib melakukan
pertolongan darurat atas dasar peri kemanusiaan. Dalam UU No.44/2009 tentang
kesehatan tidak disebutkan pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya
penyelenggaraan pelayanan tersebut merupakan hak setiap orang untuk mendapatkan
kesehatan.
segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen.
Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu
lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan
(Arif, 2007).
Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat
darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup
klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu
tanggap bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung. Mekanisme waktu
tanggap di samping menentukan keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga dapat
mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan
pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah
sakit sesuai standar (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita
gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta
sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit
(Moewardi,2003).
Hasil penelitian oleh tim peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan
Propinsi Sumatera tahun 2005 menggambarkan sejauh mana perlunya waktu tanggap
terhadap pasien, hal ini terlihat dari sejumlah faktor penyebab dan dampak
meningkatnya minat masyarakat berobat ke luar negeri antara lain : Faktor Internal
meliputi : a) keyakinan akan kemampuan dokter untuk mengatasi penyakit atau
masalah yang diderita (36,50%), b) percaya akan akurasi diagnosis yang diberikan
dokter luar negeri (30,50%), c) transparansi hasil diagnosis (30,0%), d) butuh
pelayanan prima (32,50%), dan e) merasa lebih cepat sembuh (42,50%). Faktor
eksternal meliputi : a) fasilitas dan teknologi rumah sakit/pelayanan kesehatan lebih
canggih dan modern (34,00%), b) pelayanan yang diberikan lebih baik (31,00%),c)
layanan satu paket (26,50%), d) penanganan terhadap pasien lebih cepat (30,00%), e)
biaya lebih murah (26,50%), f) keramah tamahan/keterampilan tenaga medis yang
lebih baik (36,50%), g) rekomendasi dokter dalam negeri (38,00%). (Tsaniyah,
2007).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia , 2006).
tanggap yang lama di IGD. Bagi sebagian pasien juga panik akan masalah ini, mereka
menganggap bahwa waktu tanggap yang lama, penyelamatan nyawa pasien juga
lama. Padahal perawat dan dokter jaga di sana sudah melakukan penanganan awal
yang tepat (Umar, 2013).
Kegagalan dalam penanganan kasus ke gawat daruratan umumnya disebabkan
oleh kegagalan mengenal resiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang
memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dalam
mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan ke gawat
daruratan maupun kondisi ekonomi (Ritonga, 2007).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan atau pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat
penting (Time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa. Waktu tanggap
pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu
sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan
waktu pelayanan yaitu waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap
pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh
berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-komponen lain yang
mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi.
Dengan ukuran keberhasilan adalah respons time selama 5 menit dan waktu definitif
Dalam rangka menghadapi kejadian gawat darurat diperlukan
penanggulangan medik penderita gawat darurat yaitu pelayanan yang
memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan
penting yang sangat penting (Time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa
(Haryatun, 2008). Di sisi lain mendapatkan pelayanan dengan cepat, baik, dan
profesional dengan hasil yang memuaskan merupakan dambaan semua masyarakat,
penerima pelayanan kesehatan di rumah sakit umumnya dan IGD khususnya.
Waktu tanggap pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun
komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi
dan administrasi. Respon time dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila
waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang ada.
Tabel 1.1. Gambaran Waktu Tanggap Pelayanan IGD
No. Rumah sakit
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan bulan Maret 2014 di IGD
Rumah Sakit Permata Bunda Medan didapatkan data jumlah perawat sebanyak 20
orang, Penanggung jawab ada 5 orang dan pelaksana ada 9 orang dengan klasifikasi
pendidikan yang berbeda-beda dengan masa kerja lebih yang berbeda-beda. Adapun
jumlah tempat tidur Rumah Sakit permata Bunda sebanyak 218 tidur.
Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Permata Bunda Medan
diperoleh gambaran Data Waktu Tanggap yang diperoleh dari Bagian Perencanaan
dan Evaluasi Rumah Sakit Permata Bunda Medan yaitu 8 menit 20 detik. Waktu
Tanggap Rumah Sakit Permata Bunda Medan yang lebih lama dibandingkan ukuran
waktu tanggap selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2jam (Basoeki dkk, 2008).
Fenomena lambatnya Waktu Tanggap Rumah Sakit Permata Bunda Medan
membuat penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai strategi pelayanan di
Rumah Sakit Permata Bunda Medan dengan judul penelitian : “Hubungan
Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat Dengan Waktu Tanggap Keperawatan di
Ruang
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang di uraikan di atas, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut :
“Apakah Ada Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat Dengan
Lamanya Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1. Untuk mengetahui gambaran Data Waktu Tanggap yang diperoleh dari Bagian
Perencanaan dan Evaluasi Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2014.
1.3.2. Untuk mengetahui Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat
Dengan Waktu Tanggap Keperawatan di Ruang
(IGD) Rumah Sakit Permata Bunda 2014.
1.4. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008) menyatakan:”Hipotesis merupakan suatu
pernyataan sementara atau dugaan jawaban yang paling memungkinkan walaupun
masih harus dibuktikan dengan penelitian”.
Berdasarkan judul penelitian dan konsep hipotesis diatas, maka penulis
megemukakan hipotesis dalam penelitian ini adalah:“Terdapat Hubungan
Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap Keperawatan di
Ruang
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1.5.1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Rumah Sakit Permata Bunda
Tahun 2014 agar dapat lebih memperhatikan mutu pelayanan dari aspek
1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan Ilmu Kesehatan di Universitas
Sumatera Utara.
1.5.3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam bidang Ilmu
Kesehatan di Universitas Sumatera Utara.
1.5.4. Sebagai referensi atau perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang akan