EROSI DAN KONSERVASI TANAH “ UJIAN AKHIR SEMESTER “
Oleh :
NOVFIRMAN 18494/2010
Dosen Pembimbing : Dr. Dedi Hermon, M.P JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG
1. Beda Tanah dan Lahan dalam Prinsip Geografi !!
Tahun 1927, Dokuchaiev mempelopori konsep tanah. Menurutnya, tanah
adalah benda alami berdimensi 3 (memiliki panjang, lebar dan dalam), terletak di
bagian paling atas kulit bumi dan memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan bagian
dibawahnya, sebagai hasil kerja interaksi antar iklim, aktifitas organisme, bahkan
induk dan relief selama kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Arsyad, tanah
memiliki tiga makna ; makna pertama, tanah merupakan media alami bagi
pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Makna kedua, memandang tanah sebagai goliath
atau bahan hancuran iklim yang berasal dari batuan dan bahan organik yang
diperlukan sebagai bahan galian atau tambang dan galian.
Dalam makna ini tanah dinyatakan dengan satuan berat (ton, kg, atau
volume). Sedangkan makna ketiga, tanah diberlakukan sebagai ruang atau tempat
dipermukaan bumi yang digunakan oleh manusia untuk melakukan segala
aktivitasnya. Untuk makna ini tanah dilihat dari dimensi luas (ha,m2) dari ketiga
makna tersebut, makna pertama dan makna kedua sepadan dengan arti istilah soil
(tanah) dalam bahasa inggris, sedangkan makna ketiga sepadan arti istilah lan
(lahan).
2.a. Indeks Erosivitas
Indeks Erosivitas menggunakan metode Utomo (1989) yaitu dengan
menghitung besarnya energi kinetik hujan (Ek) yang ditimbulkan oleh intensitas
huujan maksimum selama 30 menit (EI30). Maka rumusnya adalah :
Maka hasilnya adalah :
EI 30 = -8,79 + (7,01 x R)
Ket :
EI 30 : Erosivitas Hujan
No CH tahunan ( mm ) CH bulanan / R (cm)
Erosivitas (-8.79 + (7.01 x R)
1 1.500 - 2.000 19 124.4 cm
2 2.000 - 2.500 20 131.41 cm
2 2.500 – 3.000 27 180.48 cm
4 >3.000 29 195.5 cm
2.b. Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng
Untuk menentukan Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) digunakan
rumus Paningbatan, Jr (2001) yang dihasilkan dengan menggunakan elevasi peta
digital (Digital Elevation Map - MEP). Dan didapatkan persamaan :
Maka hasilnya adalah :
Kelas Lereng (Class of Slope)
Nilai Tengah
(Median) Nilai LS (LS Index)
0-8 4.5 1.58
8-15 13.1 6.22
15-25 23.4 13.35
25-45 34.9 22.64
45-90 57.8 44.20
2.c. Soal
2.d. Tingkat Kerentanan Erosi, Tingkat Kerawanan Erosi, Tingkat Risiko Erosi, dan Tingkat Bahaya Erosi
LS = 0,2 s 1.33 + 0,1
Ket :
a) Tingkat Kerentanan Erosi
Tingkat Kerentanan erosi adalah indikator tingkat kerawanan pada
kawasan yang belum dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya, dengan
hanya mempertimbangkan aspek kondisi alam, tanpa memperhitungkan
besarnya kerugian yang diakibatkan.
Kawasan yang rentan adalah suatu kawasan yang memiliki tingkat
kerapuhan yang tinggi dan sulit untuk kembali seperti kondisi semula bila
terganggu, sehingga fungsi daerah tersebut sebagai penyangga kehidupan
menjadi rusak. Kawasan yang rentan merupakan suatu lansekap yang
memiliki berbagai macam fungsi ekologis, seperti daerah tangkapan air,
perlindungan sumber air dan bahaya erosi, habitat tumbuhan dan satwa
endemik, langka dan terancam punah atau kombinasi dari habitat dan
penggunaan lahan yang dapat bermanfaat untuk tujuan penelitian atau
pendidikan konservasi. Kondisi suatu areal memiliki tingkat kerentanan
kawasan sangat tinggi bila areal tersebut merupakan daerah bahaya erosi,
daerah tangkapan air dan daerah perlindungan satwa.
Untuk melihat daerah-daerah yang berpotensi tinggi terjadinya
erosi dilihat dari kemiringan lereng, kepekaan tanah terhadap erosi dan
intensitas curah hujan tahunan. Kondisi suatu areal berpotensi tinggi
sebagai daerah bahaya erosi bila areal tersebut merupakan areal dengan
kemiringan lereng lebih dari 40% (sangat curam) dan kemiringan lereng
lebih dari 15% (agak curam – sangat curam) berada pada tanah peka erosi,
serta intensitas curah hujan tahunan tinggi (>27,7 mm).
Untuk melihat daerah-daerah yang memiliki kemampuan untuk
meresapkan air hujan dan merupakan tempat pengisian air bumi (akifer)
yang berguna sebagai pasokan sumber air (Keppres No. 32/1990; PP No.
47/1997). Dilihat dari kondisi tutupan lahan, ketinggian tempat dari
permukaan laut dan intensitas curah hujan tahunan. Klasifikasi intensitas
curah hujan tahunan didasarkan pada SK Mentan No
sebagai penahan turunnya air hujan dan memberi kesempatan pada air
hujan untuk meresap ke dalam tanah dan mengalir sebagai air tanah yang
dikeluarkan sebagai mata air. Kondisi suatu areal berpotensi tinggi sebagai
daerah tangkapan air bila areal tersebut merupakan areal berhutan, berada
pada ketinggian tempat >300 mdpl (hutan perbukitan dan
sub-pegunungan) dan memiliki intensitas curah hujan tahunan tinggi (>27,7
mm).
Untuk melihat daerah-daerah yang merupakan habitat spesies
satwa tertentu yang asli, khas, endemik, langka maupun yang terancam
punah. Dilihat dari sebaran dominan spesies satwa penting, didasari atas
kondisi tutupan lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Spesies
satwa penting diidentifikasi berdasarkan status endemisitas, kelangkaan,
keterancaman kepunahan dan perlindungan spesies satwa tersebut.
Klasifikasi tutupan lahan dilihat dari kondisi tutupan hutan sebagai habitat
bagi spesies satwa penting. Klasifikasi ketinggian tempat dari permukaan
laut dibagi berdasarkan selang ketinggian 100 mdpl, terutama untuk
melihat ketinggian tempat dari permukaan laut yang paling sering
ditemukannya spesies satwa penting. Kondisi suatu areal berpotensi tinggi
sebagai daerah perlindungan satwa bila areal tersebut merupakan daerah
sebaran dominan satu atau lebih spesies satwa penting.
Tingkat Kerawanan Erosi
Tingkat kerawanan erosi adalah ukuran yang menunjukkan
besarnya kemungkinan suatu kawasan dapat mengalami erosi, serta
besarnya korban dan kerugian yang terjadi akibat erosi tersebut.
Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi
terhadap :
kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan
tanah/batuan, struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi
lereng),
pemanfaatan lereng,
kesiapan penduduk dalam mengantisipasi erosi.
Pedoman ini disusun secara khusus untuk kawasan rawan erosi,
yaitu mencakup kawasan yang rentan mengalami gerakan tanah, tetapi
masih dimanfaatkan untuk kegiatan atau kepentingan manusia, yang
tingkat kewaspadaan dan kesiapan untuk mengantisipasi terjadinya erosi,
masih relatif rendah.
Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan erosi, dibedakan
menjadi:
(1) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat konstruksi
bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering mengalami
gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan atau saat gempa
bumi terjadi.
(2) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan
yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
(3) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada resiko terjadinya korban jiwa terhadap
manusia ataupun resiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang
berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat
permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan sebagai
kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.
Sesuai dengan tipologi dan tingkat kerawanannya, lebih lanjut
kawasan rawan erosi dapat dibedakan menjadi:
(1) Tipologi A
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
b. Tingkat Kerawanan Menengah
(2) Tipologi B
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
b. Tingkat Kerawanan Menengah
c. Tingkat Kerawanan Rendah
(3) Tipologi C
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
b. Tingkat Kerawanan Menengah
c. Tingkat Kerawanan Rendah.
Karakteristik Kawasan Rawan Erosi
Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan :
1. Dengan ingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau
2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi
kemiringan lereng lebih curam dari 20o.
Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang
pada umumnya berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan
kondisi seperti di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur,
sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya, terutama
pertanian dan permukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran
masyarakat terkait dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran,
mengakibatkan masyarakat kurang siap dalam mengantisipasi bencana,
sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi erosi, akan menjadi
lebih besar.
Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa
kawasan yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:
Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau
penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke
lereng landai, yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian
pada kondisi hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa
daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap
sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya
melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya
longsoran.
Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi
kawasan permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai
dengan lereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang
terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan
munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut.
Retakan-retakan batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu
kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila
air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada
lereng.
b) Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang
hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan. Analisis Tingkat
bahaya erosi (TBE) secara kuantitatif dapat menggunakan formula yang
dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith (1978) berupa rumus Universal
Soil Loss Equation (USLE).
Perhitungan Tingkat bahaya erosi (TBE) dengan rumus USLE
sebelumnya lebih banyak digunakan untuk skala plot, namun saat ini telah
juga digunakan untuk luasan lahan yang lebih besar. Analisis Tingkat
bahaya erosi (TBE) dalam hamparan seluas DAS (DAERAH ALIRAN
SUNGAI) atau sub DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) akan sangat
efektif jikam memanfaatkan teknologi Geographical Information System
(GIS)
Faktor-faktor yang digunakan dalam perhitungan TBE (the variabel
in the erosion danger level calculation) terangkum pada tabel dibawah ini :
Tabel Faktor TBE
No. Faktor perhitungan TBE
(erosion danger level factors)
Simbol
(symbol)
Jenis peta
(type of Map)
(Erosivity Indeks) Rainfalls)
2. Indeks Erodibilitas Tanah
(Soil Erodibility Indeks) K Peta Tanah (Soil Map)
Tingkat resik diartikan sebagai resiko yang muncul saat, dan setelah terjadi
bencana dengan klasifikasi seperti berikut :
Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng
(KepMen PU. No.378/KPTS/1987) Parameter Kuat Geser **)
Resiko *) Kondisi Beban Maksimum Sisa
kedalamansolumtanah = 120 cm = 1200 mm
faktorkedalaman = 0,90
kelestariantanah 100 tahun = 4,2 ton/ha/tahun
beratkeringtanah = 15 gram
diameter ring = 6 cm, r = 3 cm
berat ring = 5 gram
kedalaman solum tanah equivalent kelestarian tanah
kedalamansolumtanah = 45 cm = 450 mm
faktorkedalaman = 0,90
kelestariantanah 100 tahun = 4,2 ton/ha/tahun
beratkeringtanah = 17 gram
diameter ring = 6 cm, r = 3 cm
kedalaman solum tanah equivalent 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎 ℎ
= 405
= 4,05 mm/tahun
kedalamansolumtanah = 115 cm = 1150 mm
faktorkedalaman = 1,00
kelestariantanah 100 tahun = 4,2 ton/ha/tahun
beratkeringtanah = 9 gram
diameter ring = 6 cm, r = 3 cm
kedalaman solum tanah equivalent 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎 ℎ
kedalamansolumtanah = 64 cm = 640 mm
faktorkedalaman = 1,00
kelestariantanah 100 tahun = 4,2 ton/ha/tahun
beratkeringtanah = 21 gram
diameter ring = 6 cm, r = 3 cm
tinggi ring = 8 cm
maka volume ring =𝜋𝑟2t
kedalaman solum tanah equivalent 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎 ℎ
3b. Perbedaan Erosi Geologi dangan erosi dipercepat
Erosi geologi terjadi secara alami pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami dan biasanya berjalan secara lamban. Dalam kondisi ini jumlah tanah yang terangkat sedikit namun jika terjadi bencana alam jumlah tanah yang terangkat akan meningkat. Namun jumlah tanah yang terkikis akan diimbangi oleh pembentukan tanah. Erosi geologi disebut juga erosi normal karena kejadiannya jarang terlihat.
Erosi di percepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang sebagian vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat pada daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa usaha adanya pengendalian. Erosi dipercepat dapat berupa erosi lembar (sheet erotion), erosi alur (rill erotion), erosi parit (gully erotion), erosi tebing sungai (stream bank erotion), dan longsor.
4.a Gambar A & B !!!! Gambar A.
tanaman di tanam dalam strip-strip yang berselang-seling pada sebidang tanah dan disusun berdasarkan garis countur atau memotong arah lereng. Disamping itu dalam strip cropping dianjurkan untuk pergiliran tanaman. Ada 3 metode strip cropping, yaitu :
b) Contour strip cropping, yaitu penanaman dalam strip menurut contur, penanaman tanaman dilakukan sejajar dengan garis contur. System ini dapat diterapakan pada lahan-lahan yang mempunyai lerengnya panjang, rata, dan seragam.
c) Field strip cropping, merupakan penanaman dalam strip lapangan, penanaman tidak perlu persis sejajar dengan garis kontur, namun cukup dilakukan memotong lereng dengan lebar strip yang seragam. System ini dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai kelerengan yang tidak teratur.
d) Buffer strip cropping, merupakan menanam tanaman penyangga di antara tanaman utama, seperti tanaman kacang-kacangan dan rumput yang sifatnya sebagai penutup tanah.
e) Sistem ini dilakukan untuk mengatasi lahan-lahan yang sangat ekstrem dengan kelerengan yang tidak teratur.Penanaman dalam strip sebenarnya hanya efektif untuk lahan-lahan yang kelerangannya tidak lebih dari 8,5%. Namun pada daerah-daerah tertentu, penanaman dalam strip juga dilakukan pada lahan-lahan yang termasuk kelas IV (kelerengan 6-15%). Kebar strip berkisar antara 20-50cm, tergantung pada curah hujan, keadaan tanah, topografi, dan jenis tanaman yang akan diusahakan. Sehubungan dengan hal ini, untuk menghitung lebat strip di gunakan rumus : L= 33- 2 (S- 10), dimana: L merupakan lebar strip (m) dan S adalah kemiringan lereng (%).
Gambar A.
Mulsa dapat dibedakan atas dua, yaitu mulsa organic dan mulsa anorganik. Mulsa organic merupakan sisa-sisa vegetasi yang disebat dipermukaan tanah, sedangkan mulsa anorganik merupakan mulsa dari bahan sintesis. Kegunaan mulsaa dalah: (1) melindungi agregat tanah dari daya rusak butir hujan, (2) mengurangi kecepatandan volume aliran permukaan, (3) meningkatkan agregasi dan porositas tanah, (4) meningkatkan kandungan tanah bahan organic, (5) memelihara temperatur dan kelelmbaban tanah, dan (6) dapat mengendalikan pertumbuhan tanaman pengganggu
Merupakan PDRB yang memasukkan unsur deplisi dan degradasi sumberdaya alam serta lingkungan.
Sektor-sektor dalam PDRB Hijau
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Perindustrian Pengolahan
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
5. Bangunan (konstruksi)
6. Perdagangan, Hotel danRestoran
7. Angkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa
Maka PDRB hijau dimasukkan sebagai salah satu biaya Karena salah satu
manfaat PDRB Hijau adalah untuk Menyajikan depresiasi