i
RINGKASAN
Penelitian ini berjudul “Kajian Paparan Panas Lingkungan Kerja Terhadap Kenyamanan Termal dan Produktivitas Kerja” dilatarbelakangi pada kondisi bahwa
ruangan yang panas sering tidak dapat dihindari oleh para pekerja/pengguna ruangan dalam melakukan aktivitas, khususnya di kota Medan yang memiliki temperatur luar
(outdoor temperature) sekitar 35-36 °C. Udara panas akibat temperatur luar akan
berpindah ke dalam ruangan akibat proses konduksi dan radiasi. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh European Indoor Air Monitoring and Exposure Assessment Project (AIRMEX) pada tahun 2010 diperoleh bahwa lebih dari 90% kegiatan manusia berada di dalam ruangan yaitu 50% kegiatan di dalam rumah, 33% kegiatan di ruang kerja dan sekitar 4% kegiatan di ruangan tertutup lainnya. Data ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan pada gedung, sekolah/kelas playgroup, tempat-tempat kerja sukarelawan, dan rumah. Berdasarkan data tersebut diasumsikan bahwa sekitar 33% dalam sehari atau sekitar 8 jam waktu manusia akan berada di ruang kerja. Jika di dalam ruangan terdapat mesin-mesin/peralatan atau proses produksi yang merupakan sumber pembangkit panas ditambah kondisi selubung bangunan yang mudah menyerap panas dari luar dan ventilasi ruangan yang kurang baik maka temperatur dalam ruangan akan naik. Kenaikan temperatur tersebut akan linier terhadap waktu dan ruang kerja akan mengalami paparan panas. Efek paparan panas akan dialami pekerja atau pengguna ruangan yaitu berupa ketidaknyamanan dalam bekerja dan dapat menimbulkan stress dalam bekerja. Akibatnya adalah penurunan waktu produktif dalam bekerja yang memungkinkan terjadi penurunan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu kajian paparan panas perlu untuk dilakukan.
Metoda kajian paparan panas yang digunakan adalah formulasi keseimbangan
panas atau “heat balance” yang dikenalkan oleh Ken Parson. Metoda ini dimodifikasi dengan metoda-metoda pengukuran heat srtess dan metoda Index Suhu Bola Basah (ISBB).
Metoda pengambilan data dilukan secara langsung pada lokasi-lokasi yang diamati.
Hasil penelitian tahap kedua yang dilakukan pada beberapa ruang kelas menunjukkan bahwa paparan panas terjadi di ruang kelas selain karena disebabkan karena material bangunan yang kurang baik dan sistem ventilasi yang kurang, sistem pencahayaan dalam ruang kelas yang terlalu terang menyebabkan naiknya temperatur ruangan. Sistem pencahayaan di ruang kelas menjadi topik penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan upaya penghematan energi dalam bangunan.
ii
PRAKATA
Kajian paparan panas di ruang kerja adalah suatu kegiatan menganalisis kondisi suatu ruangan kerja yang memiliki temperatur ruangan di atas temperatur nyaman ruang kerja, umumnya di atas 30°C. Analisis yang biasa dilakukan oleh para peneliti yang ada sebagian besar terfokus pada penentuan Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja yang diperkenankan yang dituangkan dalam Kepmen No.51 Tahun 1999 tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang diperkenankan. Metoda penentuan NAB adalah menggunakan rumusan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) yang diambil dari rumusan yang ditetapkan oleh ISO 7243 (1989) dan American Conference of Industrial Hygienists (ACGIH) (1992). Sedangkan dalam suatu ruangan yang kondisi temperaturnya berada di luar batas kenyamanan dalam bekerja banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan perbaikan lingkungan kerja tersebut baik secara engineering control maupun secara
management control. Dalam buku Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods
edited oleh Neville Stanton, et al (2005) bagian 62 disebutkan tentang guidelines dalam pengamatan mengenai stress akibat panas (heat stress). Berdasarkan langkah-langkah ini dilakukan pemecahan masalah paparan panas yang ada di beberapa ruang kerja yang mengalami paparan panas.
Pada tahap 1 penelitian difokuskan pada kajian paparan panas di beberapa industri manufaktur. Hasil yang diperoleh dari penelitian pada periode ke-1 adalah penyusunan prosedur kajian paparan panas yang disusun secara sistematis yang disebut dengan istilah
Audit Termal dan disusun sebagai Standar Operasi Prosedur (SOP) Audit Termal. SOP
Audit Termal berisikan langkah-langkah teknis kajian paparan panas yang berisikan rumus-rumus empris yang diperoleh dari beberapa literatur selain dari Neville Stanton, et al (2005) seperti buku Human Thermal Environment oleh Ken Parsons (2003) dan
American Standard of Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy oleh
ANSI/ASHRAE 55-1998. Diharapkan SOP Audit Termal ini dapat digunakan di lapangan untuk rekomendasi ke perusahaan dalam melakukan perbaikan lingkungan kerja secara
engineering control ataupun management control dan SOP Audit Termal ini berpotensi untuk didaftarkan ke HAKI. Penerapan SOP ini terus berlanjut digunakan pada periode ke-2 pada kasus-kasus di industri manufaktur untuk menguji keefektifan penggunaannya. Selain itu mulai diterapkan penggunaannya pada kasus-kasus paparan panas yang terjadi pada ruang-ruang kelas. Lokasi ini dipilih berdasarkan keragaman penerapan SOP Audit Termal pada karakteristik kerja yang berbeda dengan sebelumnya. Hasil yang diperoleh adalah pengembangan sasaran penelitian yaitu penetapan langkah-langkah penghematan energi pada bangunan dengan melakukan audit energi pemakaian alat pendingin (AC) dalam ruang-ruang kelas serta upaya penerapan manajemen energi dalam ruangan.
Adapun rumusan SOP Audit Termal yang diusulkan serta upaya-upaya penghematan energi yang telah dihasilkan masih banyak membutuhkan perbaikan dan masukan-masukan guna penyempurnaan penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu saran dan kritik bagi penelitian ini sangat diharapkan.
Medan, 27 November 2012
iii
SISTEMATIKA LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING
Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ...
RINGKASAN ... i
PRAKATA ... ii
SISTEMATIKA LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN HB ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN KE ... 4
III. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
IV. METODE PENELITIAN ... 13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
VII. RENCANA PENELITIAN TAHAP SELANJUTNYA ... 53
A. Tujuan Khusus ... 53
B. Metode ... 53
C. Jadwal Kerja ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1. Data Tingkat Pencahayaan Ruang kelas 1 dan 2... ... 18
Tabel 5.2. Data Gradien Temperatur Ruang kelas 1 dan 2 ... ... 19
Tabel 5.3. Data Suhu Basah, Suhu Kering, Suhu Bola, dan Kelembaban Relatif
pada Ruang kelas 1 dan 2 ... ... 20
Tabel 5.4. Data Kecepatan Udara Ruang kelas 1 dan 2 ... ... 21
Tabel 5.5. Data Personal Sisws Ruang kelas 1 dan 2 ... 22
Tabel 5.6. Data Sensasi Termal dan Sensasi Aliran Udara Siswa
Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar ... 23
Tabel 5.7. Data Preferensi Temperatur dan Preferensi Aliran Udara Siswa
Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar l ... ... 25
Tabel 5.8. Sensasi Pencahayaan Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan
Sesudah Belajar ... ... 28
Tabel 5.9. Preferensi Pencahayaan Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan
Sesudah Belajar ... ... 30
Tabel 5.10.Sensasi Kenyamanan dan Efek Lingkungan Ruang kelas 1 dan 2
Sebelum dan Sesudah Belajar ... ... 32
Tabel 5.11.Hasil Kuesioner Siswa Siang Hari ... ... 35
Tabel 5.12.Hasil Perhitungan Validitas untuk Setiap Pertanyaan ... ... 37
Tabel 5.13.Perhitungan Varians Sensasi Temperatur Ruang kelas 1 Lt. 2
Sebelum dan Sesudah Belajar ... ... 38
Tabel 5.14.Hasil Perhitungan Varinas Tiap Pertanyaan ... ... 39
Tabel 5.15.Hasil Uji Reliabilitas Pertanyaan Ruang kelas 1 dan 2
Sebelum dan Sesudah Belajar ... ... 40
Tabel 5.16.Pemetaan Rata-Rata Suhu Bahasah, Kering dan Kecepatan Udara
terhadap Temperatur Efektif ... ... 43
Tabel 5.17.Rekapitulasi Mean Vote Data Kuesioner ... ... 44
v
DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI
Halaman
Gambar 3.1. Pertukaran Panas Tubuh ke Lingkunga... ... 5
Gambar 4.1. Kegiatan Penelitian yang Dilaksanakan ... ... 13
Gambar 4.2. Desain Penelitian ... ... 14
Gambar 5.1. Denah Bangunan Sekolah PKMI Lubuk Pakan ... 16
Gambar 5.2. Titik-Titik Pengukuran Ruang Kelas 1 Lantai 2... 17
Gambar 5.3. Titik-Titik Pengukuran Ruang Kelas 2 Lantai 3... 17
Gambar 5.8. Grafik Votes Sensasi Temperatur ... 45
Gambar 5.9. Grafik Votes Sensasi Aliran Udara ... 45
Gambar 5.10. Grafik Votes Sensasi Kebisingan ... 45
Gambar 5.11. Grafik Votes Sensasi Pencahayaan ... 46
Gambar 5.12. Grafik Votes Preferensi Temperatur ... 46
Gambar 5.13. Grafik Votes Preferensi Aliran Udara ... 47
Gambar 5.14. Grafik Votes Preferensi Kebisingan ... 47
Gambar 5.15. Grafik Votes Preferensi Pencahayaan ... 48
Gambar 5.16. Grafik Votes Sensasi Kenyamanan ... 48
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Capaian Luaran... ... L-1
Lmapiran 2. Foto-Foto Penelitian ... L-5
Lampiran 3. Prosiding Internasional Paper SEANES 2012 ... L-10
Lampiran 4. Prosiding Nasional Seminar Persatuan Ergonomi Indonesia ... L-16
Lampiran 5. Draft Paper Jurnal Terkareditasi Nasional TI Univ. Petra ... L-26
L-1
I. PENDAHULUAN
Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja yang
dipengaruhi oleh beberapa aspek lingkungan kerja fisik. Adapun aspek-aspek tersebut dapat
berupa temperatur, kelembaban relatif, pergerakan udara serta aspek personal seperti insulasi
pakaian dan jenis kegiatan. Kondisi termal dapat mengakibatkan kenyamanan dan juga
ketidaknyamanan dalam bekerja. Ketidaknyamanan kerja dapat disebabkan oleh adanya
paparan panas di tempat kerja. Paparan panas terjadi ketika tubuh menyerap atau
memproduksi panas yang lebih besar daripada yang diterima melalui proses regulasi termal.
Dalam buku Human Thermal Environment yang ditulis oleh Ken Parsons dinyatakan bahwa
jika terjadi peningkatan suhu dalam tubuh maka akan menyebabkan penyakit dan bahkan
kematian.
Kondisi kerja yang terpapar panas hampir dialami oleh sebagian besar pekerja atau
pengguna ruangan yang ada di kota-kota di Indonesia, seperti di kota Medan. Berdasarkan
prakiraan cuaca di kota Medan umumnya temperatur luar sekitar 35 sampai 36°C, dengan
tingkat kelembaban sebesar 55%, dan kecepatan angin rata-rata di udara luar sebesar 15
km/jam tergantung posisi dan letak daerah dengan arah angin umumnya dari arah timur ke
timur laut. Kondisi panas di luar bangunan ini tentu akan mempengaruhi kondisi di dalam
ruangan. Berasarkan hasil survey yang dilakukan oleh European Indoor Air Monitoring and
Exposure Assessment Project (AIRMEX) pada tahun 2010 diperoleh bahwa lebih dari 90%
kegiatan manusia sehari-hari adalah berada di dalam ruangan dengan persentasi sekitar 50%
kegiatan di dalam rumah mulai dari bangun pagi sampai bersiap-siap untuk pergi bekerja atau
kuliah/sekolah meninggalkan rumah, 33% kegiatan di ruang kerja, dan sekitar 4% kegiatan di
ruangan tertutup lainnya. Data ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan pada
gedung-gedung perkantoran, gedung-gedung sekolah atau kelas playgroup, tempat-tempat kerja sukarelawan,
dan rumah hunian. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan manusia
sehari-hari minimal sekitar 33% adalah berada di ruang kerja atau sekitar 8 jam. sesehari-hari.
Di lain sisi, kondisi ruang kerja di kota Medan umumnya belum keseluruhan
menggunakan sistem ruangan yang mampu menimbulkan kenyamanan dalam bekerja
terutama bagi perusahaan-perusahaan manufaktur yang membutuhkan proses panas dalam
menghasilkan produk seperti proses pengecoran untuk produk-produk mould dan dies, proses
pemanasan pada produk sarung tangan, proses perebusan untuk produk tahu, proses
pasteurisasi untuk produk minuman botol, proses pembakaran untuk produk roti dan kue,
L-2
minuman botol, dan obat anti nyamuk. Demikian juga halnya dengan ruangan-ruangan
sekolah, kantin, dan ruang bermain/olah raga yang sering dirasakan pengguna
menimbulkan sensasi panas yang berlebihan. Pada umumnya panas yang terjadi dalam
ruangan tersebut akibat buruknya material gedung sehingga radiasi matahari dan temperatur
tinggi dari luar ruangan dengan mudah terserap ke dalam ruangan serta sistem ventilasi yang
kurang baik yang menimbulkan udara panas dari ruangan tidak mampu keluar dan digantikan
dengan udara segar dari luar. Hal ini mengindikasikan bahwa pada sebagian besar pengguna
ruangan akan terpapar dengan panas sekurang-kurangnya selama delapan jam sehari.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan panas dapat berakibat kepada
produktivitas pekerja dan menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja seperti disebutkan
berikut ini. Menurut Andrey Livchak dalam penelitiannya yang berjudul “The Effect of
Supply Air System on Kitchen Thermal Environment” diperoleh hasil bahwa faktor
temperatur berpengaruh terhadap produktivitas. Jika temperatur ruangan meningkat sebesar
5.5% di atas tingkatan nyaman, maka akan terjadi penurunan produktivitas sebesar 30%.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sarwono disebutkan bahwa temperatur ruang kerja
yang terlampau panas akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh, serta dalam
bekerja cenderung membuat banyak kesalahan sehingga bisa menurunkan prestasi kerja.
Sedangkan menurut Indrani yang melakukan kajian kinerja ventilasi pada hunian rumah
susun mengatakan bahwa keberadaan ventilasi pada bangunan di daerah tropis sangat penting
bagi kesehatan dan berperan dalam menciptakan kenyamanan termal ruang dalam.
Kenyamanan termal dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis
pekerjaan yang dilakukan. Misalnya untuk para pekerja pabrik, turbin ventilator adalah salah
satu fasilitas kerja yang digunakan untuk membantu mereduksi paparan panas di ruang kerja.
Prinsip kerja peralatan ini adalah dengan menyerap udara panas yang terperangkap pada
bagian atas lantai pabrik melalui proses perpindahan panas secara konveksi. Udara panas
dibawa keluar ruangan dan digantikan dengan udara baru dari luar yang dimasukkan ke
dalam ruangan. Reduksi paparan panas yang terjadi pada ruang kerja tersebut ditentukan oleh
daya serap dan jumlah turbin ventilator yang dipasang. Sedangkan untuk memperoleh
kenyamanan termal dalam bangunan, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara alami
dengan membuka pintu/jendela dan cara mekanis dengan menggunakan peralatan mekanis
seperti kipas atau Air-Conditioning (AC). Penggunaan AC pada sejumlah bangunan akan
berdampak pada penambahan biaya operasional.
Penggunaan AC pada beberapa ruangan kerja diatur di beberapa negara seperti di
L-3
Regulasi penggunaan energi untuk AC pada ruangan-ruangan kelas di Taiwan adalah pada
temperatur 28 °C, walaupun mendapatkan keluhan-keluhan dari para siswa. Ruangan kelas di
Jepang yang menggunakan AC diharuskan mengatur temperatur AC pada 27 °C. Sedangkan
di Singapore kebijakan yang diambil adalah menggunakan menggunakan kipas angin,
walaupun di beberapa sekolah menggunakan AC. Menurut Wargocki et al (2005) dan
Wayon (2006) dikatakan bahwa pertambahan suplai udara luar ke dalam ruangan yang
mengalami panas akan mampu menurunkan temperatur dan secara signifikan akan
memperbaiki performansi aktivitas yang dilakukan terutama kecepatan pergerakan pupil
mata. Pendekatan lain yang dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan adalah dengan
mengkondisikan lingkungan di dalam bangunan secara alami dengan mempertimbangkan
orientasi bangunan terhadap matahari dan angin.
Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa kajian paparan panas ini penting untuk
dilakukan agar tujuan untuk mendapatkan kenyamanan termal dalam ruang kelas guna
peningkatan produktivitas dalam proses belajar-mengajar dapat dikaji dan langkah-langkah
perbaikan dapat diusulkan. Variabel yang mempengaruhi kondisi termal ruangan kelas seperti
sistem pencahayaan juga ikut dianalisa dalam laporan ini guna pemetaan penggunaan enrgi
L-4
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN KEDUA
2.1. Adapun tujuan dari penelitian tahun ke-2 adalah:
1. Melakukan pengukuran fisik termal beberapa ruangan kelas yang terpapar panas dan
juga satu pabrik manufaktur yang merupakan lanjutan dari penelitian tahap kesatu
(pabrik anti obat nyamuk di kota Medan meminta ketua peneliti melakukan perbaikan
lingkungan kerja di ruang kerja terutama di ruang formulasi) menggunakan instrumen
alat ukur termal. Variabel termal yang diukur adalah temperatur gradien (Tgr),
kelembaban (Rh) dan pergerakan udara (V).
2. Melakukan pengukuran psikologis menggunakan instrumen kuesioner untuk
mengetahui pengaruh lingkungan terhadap kenyamanan belajar mengajar.
3. Melakukan langkah-langkah pemetaan penggunaan energi di ruang-ruang kelas dan
rekomendasi upaya-upaya penghematannya.
2.2. Adapun manfaat dari penelitian tahun kedua terbagi pada 2 yaitu:
1. Pengembangan metoda kajian paparan panas secara sistematis dan terukur.
2. Pengusulan Standar Operasi Prosedur (SOP) kajian paparan panas dalam ruang kerja
yang disebut Audit Termal ke HAKI. Diharapkan SOP Audit Termal mampu menjadi
pedoman dalam mengkaji dampak dari paparan panas yang terjadi di ruang kerja
terhadap para pengguna ruangan yang disebut heat stress.
3. Usulan SOP Audit Termal ini disusun dalam upaya ikut serta menggalakkan
“Pendidikan Standarisasi” yang disosialiasikan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).
4. Pengembangan variabel penelitian paparan panas pada sistem pencahayaan yang
diperkirakan ikut mempengaruhi panas ruang kelas. Sistem pencahayaan ini akan
berkaitan dengan penggunaan energi sehingga langkah-langkah penghematan secara
L-5
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Lingkungan Termal Manusia
Lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja seperti
temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, gerakan mekanis,
bau-bauan, dan warna (Sritomo Wignjosoebroto). Tekanan panas merupakan perpaduan dari
suhu dan kelembaban udara, kecepatan aliran udara, suhu radiasi dengan panas yang
dihasilkan oleh metabolisme tubuh (Ken Parsons). Gambar 3.1 menunjukkan proses
pertukaran panas dari tubuh ke lingkunga kerja yang akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
Gambar 3.1. Pertukaran Panas Tubuh Ke Lingkungan
3.1.1. Temperatur (T)
Pada umumnya sistem termoregulasi tubuh manusia selalu mencoba untuk
mempertahankan kestabilan suhu internal tubuh sekitar 36,10C -37,20C. Suhu internal harus
selalu berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan terhadap tubuh dan
performasi. Ketika pekerja fisik dilakukan, tambahan suhu akan terjadi. Tubuh manusia
mempertahankan keseimbangan panas tersebut dengan meningkatkan sirkulasi darah dikulit,
sehingga menghasilkan keringat pada cuaca yang panas. Ketika hari dingin, tubuh mereduksi
L-6
panas internal, tubuh melakukan pertukaran panas dengan lingkungan yaitu dengan empat
cara berikut:
1. Konveksi
Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara lebih panas
dari pada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara yang dapat dikatakan berarti
menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara lebih dingin dari pada kulit,
maka tubuh akan kehilangan panas.
2. Konduksi
Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang mengenai
kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka kulit akan menerima
panas dan mungkin akan mengalami luka bakar.
3. Radiasi
Proses ini tergantung pada perbedaan temperatur kulit dengan permukaan pada
lingkungan. Berdiri dibawah pancaran sinar matahari adalah salah satu cara mendapatkan
radiasi dari matahari.
4. Evaporasi
Proses ini tergantung pada perbedaan tekanan uap air yang terkandung pada kulit dan
uap air pada lingkungan.
3.1.2. Kecepatan Udara (V)
Pergerakan udara melalui tubuh dapat mempengaruhi aliran panas ke suhu tubuh.
Pergerakan udara akan bervariasi dalam setiap waktu, ruang dan arah. Gambaran kecepatan
udara pada suatu titik dapat bervariasi dalam waktu dan intensitas. Penelitian terhadap respon
manusia misalnya, ketidaknyamanan karena aliran udara menunjukkan pentingnya variasi
kecepatan udara. Pergerakan udara (kombinasi dengan suhu udara) akan mempengaruhi
tingkatan udara hangat atau keringat yang diambil dari tubuh, sehingga mempengaruhi suhu
tubuh. Kecepatan angin yang dirasakan pekerja akan dapat membantu menetralkan suhu
tubuh pekerja apabila kecepatan angin tersebut lebih rendah dari lingkungan.
3.1.3. Kelembaban (Rh)
Kelembaban adalah perbandingan antara jumlah uap air pada udara dengan jumlah
maksimum uap air di udara yang bisa ditampung pada suhu tersebut. Kelembaban relatif
L-7
indoor, biasanya kelembaban dipertahankan pada 40% sampai 70%, sedangkan pada tempat
kerja outdoor, kelembaban relatif mungkin lebih besar dari 70% pada hari yang panas.
3.1.4. Temperatur Basah, Temperatur Kering dan Temperatur Bola
Temperatur basah alami (natural wet bulb temperature) adalah temperatur penguapan
air yang pada temperatur yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara,
temperatur ini diukur dengan termometer basah alami dan temperatur tersebut lebih rendah
dari temperatur kering. Temperatur kering (dry bulb temperature) merupakan temperatur
udara yang diukur dengan termometer temperatur kering. Sedangkan temperatur bola (globe
temperature) adalah temperatur yang diukur dengan menggunakan termometer temperatur
bola yang sensornya dimasukkan dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator
tingkat radiasi
3.2. Keseimbangan Panas
Pengaturan temperatur atau regulasi termal adalah suatu pengaturan secara kompleks
dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan
kehilangan panas sehingga temperatur tubuh dapat dipertahankan. Temperatur tubuh manusia
yang dapat dirasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh
panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang
semakin besar terhadap temperatur tubuh, sebaliknya jika temperatur lingkungan semakin
rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran
panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang
dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan
menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja.
Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya berlangsung
secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui pertukaran panas secara
radiasi, konduksi dan konveksi. Heat stress dapat terjadi pada kondisi panas yang diproduksi
lebih besar dari pada panas yang hilang.
ASHRAE (1989) memberikan persamaan keseimbangan panas sebagai berikut:
M – W = (C + R + Esk) + ( Cres + Eres) ... (3.1)
dimana :
M : tingkat produksi energi metabolisme
W : tingkat pekerjaan mekanik
L-8
R : tingkat kehilangan panas radiatif dari kulit
E
sk : tingkat kehilangan panas penguapan total dari kulit
C
res : tingkat kehilangan panas konvektif dari pernapasan
E
res : tingkat kehilangan panas penguapan dari pernapasan
Catatan bahwa:
E
sk = Ersw + Edif ...(3.2)
Dimana:
E
rsw : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui keringat
E
dif : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui kelembaban
Sebuah pendekatan praktis menganggap produksi panas di dalam tubuh (M – W),
kehilangan panas pada kulit (C + R + E
sk) dan kehilangan panas dikarenakan pernapasan (Cres
– E
res). Tujuan berikutnya adalah untuk mengukur komponenpersamaan keseimbangan panas
di dalam istilah-istilah parameter yang bisa ditentukan (diukur atau ditaksir). Produksi panas
di dalam tubuh dihubungkan dengan aktivitas seseorang.Pada umumnya, oksigen dibawa ke
dalam tubuh (menghirup udara) dan dibawa melalui darah ke sel-sel tubuh, dimana oksigen
tersebut digunakan untuk membakar makanan. Kebanyakan energi yang dilepaskan
berkenaan dengan panas bergantung pada aktivitas dan beberapa pekerjaan ekstenal yang
dilakukan.
... (3.3)
Dimana:
f
cl : faktor area pakaian. Area permukaan tubuh yang ditutupi pakaian Acl dibagi dengan
area permukaan tubuh yang terbuka tanpa pakaian.
R
cl : daya tahan panas pakaian (m 2
kW
-1
)
t
o : temperatur operatif ( o
C)
t
sk : temperatur kulit rata-rata ( o
C)
t
r : temperatur radian rata-rata
h
c : 8.3 v 0.6 untuk 0.2 < v < 4.0
h
L-9
Dimana v adalah kecepatan udara (m/s
-1
)
Koefisien perpindahan panas radiatif (hr) dapat ditentukan dengan:
... (3.4)
dimana: ε : emisifitas area permukaan tubuh
σ : konstanta stefan-boltzman 5.67 X 10-8 (Wm-2k-4)
A
r : area radiatif efektif tubuh (m 2
)
3.3. Kenyamanan Termal
American Society of Heating Refrigerating and Air-Conditioning Engineers
(ASHRAE) Standar 55 mendefinisikan kenyamanan termal sebagai sebuah kondisi dari
pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Definisi ini biasanya
menjawab pertanyaan apakah penghuni merasa terlalu panas, terlalu dingin, atau sudah netral.
Pada umumnya, kenyamanan termal berkaitan erat dengan energi (kalor) yang diserap dan
dikeluarkan.
3.4. Parameter Tekanan Panas
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai berikut
(Suma’mur, 1996) :
1. Temperatur efektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang
tanpa baju kerja ringan dalam berbagai kombinasi temperatur, kelembaban dan kecepatan
aliran udara. Kelemahan penggunaan temperatur efektif ialah tidak memperhitungkan
panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk menyempurnakan pemakaian
temperatur efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Temperatur
Efektif Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap ada
kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.
2. Indeks temperatur bola basah, (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu
rumusan-rumusan sebagai berikut:
Untuk pekerjaan dengan radiasi matahari:
L-10
Untuk pekerjaan tanpa radiasi matahari)
ISBB = 0,7xtemperatur basah + 0,3xtemperatur radiasi ...(3.6)
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/51/MEN/1999, tentang nilai ambang batas
faktor fisika di tempat kerja ditunjukkan Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1. Kep-51 Men/1999 Tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang Diperkenankan
Pengukuran Waktu Kerja setiap Jam Indeks Temperatur Bola Basah (ISBB)OC
Waktu Kerja Waktu Istirahat Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
Beban kerja terus-menerus (8
jam/hari) - 30,0 26,7 25,0
75% 25% 28,0 28,0 25,9
50% 50% 29,4 29,4 27,9
25% 75% 37,2 31,1 30,0
Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-/MEN/1999
3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted – 4 – hour sweat rate disingkat
P4SR), yaitu banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi
temperatur, kelembaban dan kecepatan angin serta panas radiasi. Dapat pula dikoreksi
dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan-pekerjaan.
4. Heat Stress Index (HSI)
Heat stressindex dirumuskan oleh Belding and Hatch (1955). Dalam lingkungan panas,
efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting untuk keseimbangan panas.
Maka dari itu, Belding dan Hatch mendasarkan indeknya atas perbandingan banyaknya
keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk
berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran
temperatur kering dan basah, temperatur globe, kecepatan aliran udara, produksi panas
akibat kegiatan dalam pekerjaan. Berikut adalah rumus untuk menghitung HSI,
R = k1(35-tr) Wm-2 , k1=4. ...(3.7)
C = k2v0.6(35-ta) Wm-2, k2=4.6...………... ... (3.8)
Emax = k3v0.6(56-Pa) Wm-2, k3=7.0………...(3.9)
Ereq = M-R-C ...………... ...(3.10)
HSI = (Ereq/ Emax)x100%....………... ...(3.11)
dimana, k1 = faktor pengali radiasi; k2 = faktor pengali konveksi;
L-11
5. Required Sweat Rate (SWreq)
Bentuk dasar indeks ini dari International Organization for Standardization (ISO) 7933
(1989). Indeks ini merupakan pengembangan dari dua indeks tekanan panas yaitu Heat
Stress Indeks dan The Index of Thermal Stress dan indeks ini dihitung untuk
keseimbangan panas (Vogtet, 1981). Required Sweat Rate (SWreq) dapat dihitung
sebagai berikut:
Sreq= Ereq/rreq ... ...(3.12)
3.5. Sistem Pencahayaan, Jenis Lampu dan Temperatur Ruangan
Penggunaan lampu dalam ruangan akan memberikan efek penerangan yang baik bagi
pengguna ruangan. Selain itu beberapa lampu juga dapat memberikan suasana hangat atau
panas. Jika jumlah pengguna melebihi kapasitas pemakaian ruangan maka panas lampu dan
panas yang timbul akibat proses metabolisme dapat mengakibatkan temperatur ruangan
menjadi tidak nyaman.
Berikut ini diuraikan beberapa jenis lampu dan kaitannya dengan panas yang timbul.
1. Lampu pijar
Lampu pijar menghasilkan cahayanya dengan pemanasan listrik dari kawat filamennya
pada temperatur yang tinggi. Temperatur ini memberi radiasi dalam daerah tampak dari
spektrum radiasi yang dihasilkan. Lampu pijar terdiri atas 2 jenis yaitu:
a. Lampu reflector, terbuat dari lapisan metal tipis pada permukaan dalam dari bola
lampu yang memberikan arah intensitas cahaya yang dipilih. Reflektor dalam tidak
boleh rusak, korosi atau terkontaminasi.
b. Lampu Halogen, adalah Lampu pijar biasa yang mempunyai filament temperatur
tinggi dan menyebabkan partikel tungsten akan menguap serta berkondensasi pada
dinding bola lampu yang selanjutnya mengakibatkan penghitaman. Lampu halogen
berisi gas halogen (iodine, chlorine, chromine) yang dapat mencegah penghitaman
lampu.
2. Lampu pelepasan gas.
Lampu ini tidak sama bekerjanya seperti lampu pijar. Lampu ini bekerja berdasarkan
pelepasan elektron secara terus menerus di dalam uap yang diionisasi. Kadang-kadang
dikombinasikan dengan fosfor yang dapat berpendar. Pada umumnya lampu ini tidak
dapat bekerja tanpa balast sebagai pembatas arus pada sirkit lampu. Lampu pelepasan
L-12
merkuri atau natrium. Salah satu lampu pelepasan gas tekanan rendah dan memakai
merkuri adalah lampu fluoresen tabung atau disebut TL (Tube Lamp).
3. Lampu fluoresen tabung.
Lampu fluoresen tabung dimana sebagian besar cahayanya dihasilkan oleh bubuk
fluoresen pada dinding bola lampu yang diaktifkan oleh energi ultraviolet dari pelepasan
energi elektron. Umumnya lampu ini berbentuk panjang yang mempunyai elektroda pada
kedua ujungnya, berisi uap merkuri pada tekanan rendah dengan gas inert untuk
penyalaannya. Jenis fosfor pada permukaan bagian dalam tabung lampu menentukan
jumlah dan warna cahaya yang dihasilkan. Lampu fluoresen mempunyai diameter antara
lain 26 mm dan 38 mm, mempunyai bermacam-macam warna; merah, kuning, hijau,
L-13
IV. METODE PENELITIAN
Adapun penelitian kajian paparan panas pada tahun kedua dilakukan mengikuti roadmap
penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pada periode kedua penelitian ini difokuskan
pada ruangan kelas, namun penelitian di beberapa industri manufaktur tetap dilaksanakan.
Mulai
2011
Kajian Pengukuran di Perusahaan
Manufaktur
1. Mempelajari pengaruh paapran panas dari data termal terhadap kenyamanan dan produktivitas
pekerja.
2. mengklasifikasi karakteristik paparan panas dari jenis proses
produksi
3. melakukan kajian hubungan antara kondisi termal, kenyamanan
dan produktivitas kerja
2011
Kajian Pengukuran di Perusahaan
Manufaktur
Kajian Pengukuran di Ruangan
Kelas + Manufaktur 1. mempelajari pengaruh paparan
panas dari data termal terhadap kenyamanan dan produktivitas
pekerja
2. mengklasifikasi karakteristik paparan panas dari desain dan luas
ruang kelas/kuliah 3. melakukan kajian hubungan antara kondisi termal,kenyamanan
dan produkivitas kerja
2012
Kajian Pengukuran di Ruangan
Kelas + Manufaktur 1. Usulan ISSB berdasarkan data di perusahaan dan sekolah/raung kuliah 2. penerapan durasi waktu kerja/
istiahat berdasarkan NAB menggunakan ISSB usulan
2013 Kajian Paparan Panas 1. Evaluasi hubungan antara data
Termal kenyamanan dan produktivitas di industri manufaktur
dan ruangan kelas/kuliah 2. pengukuran dan evaluasi nilai
ISSB dan NAB
Selesai
Gambar 4.1. Kegiatan Penelitian yang Dilaksanakan
Kegiatan penelitian pada tahun 2012 pada Gambar 1 di atas dalam pelaksanaannya
L-14 2. Rotasi Operator pada RuangKerja
Gambar 4.2. Desain Penelitian
Teknik Sampling
Adapun subjek yang terlibat pada penelitian ini biasanya diambil dari para siswa atau pekerja
dengan menggunakan teknik non probability sampling yitu dengan judgment sampling. Hal
ini dilakukan karena sampel dianggap sudah memahami permsalahan dan ditambah dengan
L-15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian difokuskan pada beberapa kondisi ruang kelas yang ada di beberapa di sekitar kota
Medan antara lain:
1. Sekolah PKMI Lubuk Pakam, menerima murid dari TK sampai SMA
2. Sekolah Dasar Negeri Medan No. 060901.
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2, Medan.
Dari bahan kajian yang dilakukan terdapat beberapa modifikasi yang dilakuukan dari metoda
yang telah ditetapkan beradsarkan kondisi di lapangan. Pada laporan penelitian ini bahasan
mengenai kondisi termal yang dipengaruhi oleh variabel lingkungan lain seperti
pencahayaan akan dibahas detail pada sekolah PKMI.
Sekolah PKMI Lubuk Pakam menerima siswa dimulai dari pendidikan tingkat TK hingga ke
tingkat SMA
Adapun fasilitas yang terdapat di PKMI Lubuk Pakam adalah :
1. Ruang Kepala Sekolah : 3 ruang, Luasnya : 72 m2
2. Ruang Guru : 2 ruang, Luasnya : 112 m2
3. Ruang Tata Usaha : 1 ruang, Luasnya : 24 m2
4. Ruang Belajar : 29 ruang, Luasnya : 1624 m2
5. Ruang Laboratorium : 3 ruang, Luasnya : 224 m2
6. Ruang Perpustakaan : 1 ruang, Luasnya : 56 m2
7. Ruang Bimbingan Karir : 1 ruang, Luasnya : 6 m2
8. Ruang Komputer : 1 ruang, Luasnya : 56 m2
9. Ruang OSIS : 1 ruang, Luasnya : 12 m2
10.Ruang Ibadah : 1 ruang, Luasnya : 200 m2
11.Ruang Media : 1 ruang, Luasnya : 56 m2
12.Ruang Kesenian : 1 ruang, Luasnya : 56 m2
Adapun denah bangunan kedua PKMI Lubuk Pakam ditunjukkan oleh Gambar 5.1. berikut
L-16
Gedung Sekolah 3
G
e
d
u
n
g
Se
ko
la
h
2
Gedung Sekolah 1 Gereja
U
Perumahan Walet Perumahan
Warga
Perumahan Warga Perumahan Walet dan Perumahan
Warga Perumahan Warga
Jalan Raya
Ja
la
n
R
a
ya
Lapangan Sekolah
Gambar
5.1. Denah Bangunan Sekolah PKMI Lubuk Pakam
Pengukuran indikator lingkungan termal dan lainya seperti pencahayaan dan kebisingan
dilakukan pada 5 titik yang berbeda disesuaikan dengan posisi siswa saat belajar. Tata letak
L-17
Gambar 5.2. Titik-titik Pengukuran Ruang Kelas 1 Lantai 2
1
L-18
5.1. HASIL PENGUKURAN
5.1.1. Data Pencahayaan
Data tingkat pencahayaan ruang kelas 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini.
Tabel 5.1. Data Tingkat Pencahayaan Ruang Kelas 1 dan 2
Tingkat Pencahayaan Ruang Kelas 1 Lantai 2 (lux)
Waktu Titik
1 2 3 4 5
07.30 - 08.30 160 160 160 160 160 08.30 - 09.30 140 180 160 170 140 09.30 - 10.30 160 160 180 170 160 10.30 - 11.30 160 160 180 160 160 11.30 - 12.30 140 180 180 160 140 12.30 - 13.30 160 140 180 180 160 13.30 - 14.30 150 140 170 160 150 14.30 - 15.30 180 180 180 180 180 15.30 - 16.30 140 160 160 160 140 16.30 - 17.30 150 160 180 180 150
L-19
5.1.2. Data Lingkungan Termal
Data suhu ruang kelas 1 dan 2 pada setiap gradien ketinggian dapat dilhat pada Tabel
5.2. berikut ini.
Tabel 5.2. Data Gradien Temperatur Ruang Kelas 1 dan 2
Temperatur Ruang Kelas 1 Lantai 2(oC)
Waktu Gradien (m)
0,1 0,6 1,1 1,7 2,5
07.30 - 08.30 27,13 27,20 27,27 27,42 27,25 08.30 - 09.30 27,57 27,65 27,72 27,87 27,87 09.30 - 10.30 27,82 27,90 28,05 28,32 27,95 10.30 - 11.30 28,07 28,20 28,18 28,47 28,30 11.30 - 12.30 28,73 28,30 28,43 28,63 28,57 12.30 - 13.30 28,68 28,82 28,80 28,95 29,20 13.30 - 14.30 29,27 29,22 29,28 29,30 29,70 14.30 - 15.30 29,35 29,48 29,57 29,57 29,88 15.30 - 16.30 28,97 29,23 29,37 29,30 29,58 16.30 - 17.30 28,72 29,00 29,22 29,08 29,33 07.30 - 08.30 28,07 28,03 28,02 28,18 28,33 08.30 - 09.30 28,77 28,78 28,87 28,97 29,03 09.30 - 10.30 29,10 29,17 29,33 29,32 29,33 10.30 - 11.30 29,57 29,63 29,72 29,77 29,87 11.30 - 12.30 30,03 30,15 30,20 30,22 30,35 12.30 - 13.30 30,78 30,87 30,92 31,00 31,00 13.30 - 14.30 31,37 31,43 31,47 31,55 31,58 14.30 - 15.30 31,68 31,83 31,81 31,88 32,00 15.30 - 16.30 31,42 31,60 31,55 31,62 31,72 16.30 - 17.30 31,22 31,32 31,25 31,35 31,43
L-20
Data suhu basah, suhu kering, suhu bola, dan kelembaban relatif pada ruang kelas 1 dan 2
dapat dilihat pada Tabel 5.3. berikut ini.
Tabel 5.3. Data Suhu Basah, Suhu Kering, Suhu Bola, dan Kelembaban Relatif pada Ruang Kelas 1 dan 2
Waktu
Ruang Kelas 1 Lantai 2
Suhu basah Suhu kering Suhu bola Rh
(oC) (oC) (oC) (%)
07.30 - 08.30 24,57 26,68 26,98 81,67 08.30 - 09.30 25,10 27,45 27,58 81,33 09.30 - 10.30 25,15 27,53 27,77 80,33 10.30 - 11.30 25,25 27,98 28,10 78,83 11.30 - 12.30 24,88 28,25 28,35 75,17 12.30 - 13.30 25,08 28,80 28,83 73,33 13.30 - 14.30 25,57 29,48 29,45 72,17 14.30 - 15.30 25,60 29,57 29,50 71,83 15.30 - 16.30 25,42 29,40 29,33 71,50 16.30 - 17.30 25,32 29,10 29,13 71,00
Waktu
Ruang Kelas 2 Lantai 3
Suhu basah Suhu kering Suhu bola Rh
(oC) (oC) (oC) (%)
07.30 - 08.30 25,63 27,68 28,02 81,33 08.30 - 09.30 26,05 28,67 28,98 82,00 09.30 - 10.30 26,22 28,93 29,43 80,33 10.30 - 11.30 26,55 29,43 29,97 78,83 11.30 - 12.30 26,45 29,75 30,35 75,33 12.30 - 13.30 26,80 30,12 30,95 74,00 13.30 - 14.30 26,65 30,63 31,48 71,00 14.30 - 15.30 26,75 30,66 31,80 70,00 15.30 - 16.30 26,67 30,38 31,62 69,17 16.30 - 17.30 26,43 30,33 31,42 66,83
L-21
Data kecepatan udara pada ruang kelas 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 5.4. berikut ini.
Tabel 5.4. Data Kecepatan Udara Ruang Kelas 1 dan 2
Ruang Kelas 1 Lantai 2
Waktu TITIK
1 2 3 4
07.30 - 08.30 0,23 0,16 0,19 0,25 08.30 - 09.30 0,21 0,18 0,20 0,28 09.30 - 10.30 0,19 0,15 0,19 0,30 10.30 - 11.30 0,22 0,18 0,17 0,26 11.30 - 12.30 0,18 0,19 0,19 0,24 12.30 - 13.30 0,20 0,17 0,21 0,25 13.30 - 14.30 0,19 0,15 0,23 0,28 14.30 - 15.30 0,22 0,17 0,19 0,30 15.30 - 16.30 0,20 0,16 0,21 0,27 16.30 - 17.30 0,20 0,18 0,19 0,25
Ruang Kelas 2 Lantai 3
Waktu TITIK
1 2 3 4
07.30 - 08.30 0,45 0,21 0,24 0,52 08.30 - 09.30 0,50 0,18 0,20 0,56 09.30 - 10.30 0,49 0,20 0,20 0,60 10.30 - 11.30 0,51 0,21 0,19 0,55 11.30 - 12.30 0,52 0,19 0,22 0,58 12.30 - 13.30 0,45 0,24 0,20 0,56 13.30 - 14.30 0,52 0,19 0,21 0,55 14.30 - 15.30 0,49 0,20 0,23 0,52 15.30 - 16.30 0,45 0,21 0,20 0,49 16.30 - 17.30 0,40 0,20 0,19 0,45
L-22
5.1.3. Data Personal
Data personal responden ruang kelas 1 dan ruang kelas 2 dapat dilihat pada Tabel 5.5
berikut ini.
Tabel 5.5. Data Personal Siswa Ruang Kelas 1 dan 2
Kriteria
Jumlah Siswa (orang) Ruang Kelas 1 Lantai 2
Ruang Kelas 2 Lantai 3 Jenis
Kelamin
Laki-laki 19 14
Perempuan 23 22
Berat Badan
38 – 42 3 3
43 - 47 8 2
48 - 52 19 10
53 - 57 8 10
58 - 62 1 7
63 - 67 3 3
Kriteria
Jumlah Siswa (orang) Ruang Kelas 1 Lantai 2
Ruang Kelas 2 Lantai 3
Tinggi Badan
145 – 149 1 1
150 – 154 5 3
155 – 159 3 6
160 – 164 7 9
165 – 169 15 11
170 – 174 11 5
Usia 15 29 2
16 13 30
Sumber: Hasil Pengukuran
5.1.4. Data Hasil Kuesioner
Data hasil kuesioner untuk sensasi temperatur ruangan dan sensasi aliran udara aktual
setiap siswa ruang kelas 1 dan 2 pada kondisi sebelum dan sesudah belajar dapat dilihat pada
L-23
Tabel 5.6. Data Sensasi Temperatur dan Sensasi Aliran Udara Siswa Ruang Kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar
Ruang Kelas 1 Lantai 2
RESPONDEN
Temperatur Ruangan Aliran Udara
2=panas; 1=cukup panas; 0=netral; -1=cukup dingin; -2=dingin
2=kuat; 1=cukup kuat; 0=netral; ; -1=cukup lemah; -2=lemah
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
L-24
Ruang Kelas 2 Lantai 3
RESPONDEN
Temperatur Ruangan Aliran Udara
2=panas; 1=cukup panas; 0=netral; -1=cukup dingin; -2=dingin
2=kuat; 1=cukup kuat; 0=netral; ; -1=cukup lemah; -2=lemah
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
L-25
35 -2 1 -2 2
36 -1 1 2 0
Mean Vote 0,111 0,417 0,889 0,417
Sumber: Hasil Pengukuran
Data hasil kuesioner untuk preferensi temperatur ruangan dan preferensi aliran udara
setiap siswa ruang kelas 1 dan 2 pada kondisi sebelum dan sesudah belajar dapat dilihat pada
Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Data Preferensi Temperatur dan Preferensi Aliran Udara Siswa Ruang Kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar
Ruang Kelas 1 Lantai 2
RESPONDEN
Preferensi Temperatur Perferensi Aliran Udara
2= jauh lebih hangat; 1=sedikit lebih hangat; 0=netral; -1=sedikit lebih sejuk;
-2=jauh lebih sejuk
2=jauh lebih kuat; 1=sedikit lebih kuat; 0=netral; -1=sedikit lebih lemah; -2=jauh
lebih lemah
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
L-26
Ruang Kelas 2 Lantai 3
RESPONDEN
Preferensi Temperatur Perferensi Aliran Udara
2= jauh lebih hangat; 1=sedikit lebih hangat; 0=netral; -1=sedikit lebih sejuk;
-2=jauh lebih sejuk
2=jauh lebih kuat; 1=sedikit lebih kuat; 0=netral; -1=sedikit lebih lemah; -2=jauh
lebih lemah
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
L-27
24 1 -2 1 0
25 2 1 0 2
26 -2 -2 2 1
27 0 1 -1 1
28 1 -1 2 -1
29 1 -2 2 1
30 -2 2 0 -1
31 2 -1 -2 -1
32 -2 1 0 0
33 1 1 2 1
34 2 0 2 2
35 -2 -1 -2 -2
36 -2 0 1 2
Mean Vote -0,111 -0,028 0,389 0,333
Sumber: Hasil Pengukuran
Data hasil kuesioner untuk sensasi pencahayaan setiap siswa ruang kelas 1 dan 2 pada kondisi
L-28
Tabel 5.8. Sensasi Pencahayaan Ruang Kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar
Ruang Kelas 1 Lantai 2
RESPONDEN 2=terang; 1=cukup terang; 0=netral; -1=cukup redup; -2=redup
Sebelum Sesudah
1 1 1
2 2 1
3 0 1
4 1 2
5 -1 2
6 -1 1
7 -1 2
8 1 2
9 0 1
10 0 1
11 0 2
12 0 1
13 1 1
14 -1 2
15 -1 -2
16 0 -1
17 0 -2
18 0 1
19 0 1
20 0 1
21 1 0
22 -1 0
23 0 0
24 2 2
25 2 1
26 -1 2
27 1 2
28 -2 1
29 -1 1
30 0 1
31 -2 2
32 -1 2
33 -1 2
34 1 1
35 -1 1
36 0 -1
37 1 0
38 0 0
L-29
40 -1 2
41 -1 0
42 -1 2
Mean Vote -0,095 0,976
Ruang Kelas 2 Lantai 3
RESPONDEN 2=terang; 1=cukup terang; 0=netral; -1=cukup redup; -2=redup
L-30
Data hasil kuesioner untuk preferensi pencahayaan setiap siswa ruang kelas 1 dan 2 pada
kondisi sebelum dan sesudah belajar dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Preferensi Pencahayaan Ruang Kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar
Ruang Kelas 1 Lantai 2
RESPONDEN
2=jauh lebih terang; 1=sedikit lebih terang; 0=netral; -1=sedikit lebih redup; -2=jauh lebih redup
Sebelum Sesudah
1 1 2
2 1 1
3 1 2
4 0 1
5 -1 0
6 2 1
7 0 2
8 2 1
9 -1 2
10 -1 2
11 -1 1
12 0 -1
13 0 1
14 1 2
15 1 2
16 0 -2
17 2 -1
18 1 1
19 0 2
20 0 -2
21 0 -1
22 1 0
23 1 0
24 1 0
25 1 0
26 0 0
27 2 1
28 2 1
29 1 1
30 0 0
31 -1 1
32 0 2
33 1 2
L-31
Ruang Kelas 2 Lantai 3
RESPONDEN
2=jauh lebih terang; 1=sedikit lebih terang; 0=netral; -1=sedikit lebih redup; -2=jauh lebih redup
L-32
33 -2 1
34 2 -2
35 -2 -1
36 -2 -1
Mean Vote 0,250 -0,306
Sumber: Hasil Pengukuran
Sensasi pencahayaan ruang kelas 1 lantai 2 sebelum belajar mendekati nilai netral
(-0,095) sementara ruang kelas 2 lantai 3 mendekati cukup terang (0,444). Hal ini dikarenakan
ruang kelas 2 lantai 3 memiliki jumlah lampu yang lebih banyak dibandingkan dengan ruang
kelas 1 lantai 2. Preferensi siswa ruang kelas 1 lantai 2 dan ruang kelas 2 lantai 3 adalah lebih
terang, ruang kelas 2 lantai 3 pada kondisi sesudah belajar menginginkan pencahayaan yang
lebih redup (-0,306). Hal ini disebabkan pada sore hari sinar matahari masuk melalui jendela
ruang kelas, sehingga menambah pencahayaan dalam ruangan.
Data hasil kuesioner untuk sensasi kenyamanan dan efek lingkungan yang dirasakan setiap
siswa ruang kelas 1 dan 2 pada kondisi sebelum dan sesudah belajar dapat dilihat pada Tabel
5.10.
Tabel 5.10. Sensasi Kenyamanan dan Efek Lingkungan Ruang Kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar
Ruang Kelas 1 Lantai 2
RESPONDEN
Kenyamanan Efek Lingkungan
2=sangat nyaman; 1=cukup nyaman;0=nyaman; -1=cukup tidak
nyaman ; -2=sangat tidak nyaman
2=mendukung; 1=cukup mendukung 0=netral ; ; -1=cukup mengganggu;
-2=mengganggu
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 -1 -1 -1 1
2 0 1 -2 1
3 -1 0 0 -1
4 0 0 -1 -2
5 0 0 0 1
6 0 0 -1 -2
7 0 1 0 -2
8 1 -2 -1 -2
9 -1 0 0 1
10 -1 -2 -1 -1
11 0 1 -1 -2
12 -1 -1 0 -1
13 -1 1 0 -1
14 -1 0 -1 -2
15 -2 0 -1 0
L-33
17 1 0 -1 -2
18 1 1 0 0
19 0 1 -2 -2
20 -1 0 -2 -1
21 0 -2 1 1
22 -1 0 -1 -2
23 0 1 1 -2
24 0 -2 0 -2
25 0 1 0 -2
26 0 -2 -2 -2
27 -1 -1 1 -1
28 -1 0 -1 2
29 -1 -1 -1 1
30 -1 0 0 1
31 -2 0 -2 2
32 1 2 -2 1
33 -1 1 -2 1
34 0 -1 0 -1
35 1 1 0 -1
36 0 0 -1 -2
37 1 -1 -1 -2
38 0 1 0 -1
39 0 -2 -1 -2
40 0 -1 0 -2
41 -1 -2 -1 0
42 0 -1 -1 0
L-34
Tabel 5.10. Sensasi Kenyamanan dan Efek Lingkungan Ruang Kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar (lanjutan)
Ruang Kelas 2 Lantai 3
RESPONDEN
Kenyamanan Efek Lingkungan
2=sangat nyaman; 1=cukup nyaman;0=nyaman; -1=cukup tidak
nyaman ; -2=sangat tidak nyaman
2=mendukung; 1=cukup mendukung 0=netral ; ; -1=cukup mengganggu;
-2=mengganggu
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
L-35
Hasil kuesioner untuk siswa siang hari (tingkat Sekolah Dasar) ruang kelas 1 lantai 2
ditunjukkan oleh Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Hasil Kuesioner Siswa Siang Hari (Tingkat SD) Ruang Kelas 1 Lantai 2 Sebelum dan Sesudah Belajar
Pertanyaan Kuesioner Kondisi Jumlah Responden Mean Votes -2 -1 0 1 2
Sensasi Temperatur Ruangan -2=dingin; -1=cukup dingin; 0=netral; 1=cukup panas; 2=panas
Sebelum Belajar 0 5 8 10 15 0,921
Sesudah Belajar 0 2 14 12 10 0,789
Sensasi Aliran Udara -2=lemah; -1=cukup lemah; 0=netral; 1=cukup kuat; 2=kuat
Sebelum Belajar 3 8 10 12 5 0,211 -2=jauh lebih sejuk; -1=sedikit lebih sejuk; 0=netral; 1=sedikit lebih hangat; 2= jauh lebih hangat
Sebelum Belajar 8 16 12 2 0 -0,789
Sesudah Belajar 9 11 17 1 0 -0,737
Perferensi Aliran Udara -2=jauh lebih lemah; -1=sedikit lebih lemah; 0=netral; 1=sedikit lebih kuat; 2=jauh lebih kuat
Sebelum Belajar 1 4 11 12 10 0,684
Sesudah Belajar 2 0 10 11 15 0,974
Preferensi Kebisingan -2=jauh lebih ribut; -1=sedikit lebih ribut; 0=netral; 1=sedikit lebih tenang; 2=jauh lebih tenang
Sebelum Belajar 0 2 7 14 15 1,105
Sesudah Belajar 1 1 9 15 12 0,947
Preferensi Pencahayaan -2=jauh lebih redup; -1=sedikit lebih redup; 0=netral; 1=sedikit lebih terang; 2=jauh lebih terang
Sebelum Belajar 0 7 15 10 6 0,395
Uji validitas kuesioner dilakukan untuk menentukan valid tidaknya item yang dipergunakan
L-36
variabel. Dalam pengujian validitas ini digunakan korelasi Product Moment. Adapun
langkah-langkah pengujian untuk uji validitas adalah sebagai berikut :
1. Ho : Kuesioner merupakan instrumen yang valid dan dapat digunakan dalam
pengumpulan data.
H1 : Kuesioner bukan merupakan instrumen yang valid.
2. Taraf signifikan yang dipilih α = 0,05
ΣXY = jumlah perkalian skor item dan skor total
ΣX2 = jumlah kuadrat skor item
Σ Y2 = jumlah kuadrat skor total
Rumus yang digunakan adalah rumus Product Moment.
Σ Σ Σ
instrumen yang valid dan dapat digunakan dalam pengumpulan data.
Hasil perhitungan validitas untuk setiap pertanyaan pada saat sebelum dan sesudah
L-37
Tabel 5.12. Hasil Perhitungan Validitas untuk Setiap Pertanyaan Ruang Kelas 1 Lantai 2
Pertanyaan Sebelum Belajar Pertanyaan Sesudah Belajar
N rhitung rtabel Ket. N rhitung rtabel Ket.
Ruang Kelas 2 Lantai 3
Pertanyaan Sebelum Belajar Pertanyaan Sesudah Belajar
N rhitung rtabel Ket. N rhitung rtabel Ket.
L-38
Uji Reabilitas Kuesioner
Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur. Metode yang digunakan untuk uji
reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Uji reabilitas dengan
menghitung varians masing-masing, rumusnya adalah sebagai berikut:
N
ƩXi = Jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n.
Sebagai contoh, perhitungan varians untuk pertanyaan pertama (sensasi temperatur)
pada saat sebelum belajar ruang kelas 1 lantai 2 seperti pada Tabel 5.13.
L-39
Sumber : Hasil Pengolahan
1
Dengan menggunakan rumus yang sama, diperoleh masing-masing varians dari tiap
pertanyaan yang terdapat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Hasil Perhitungan Varians Tiap Pertanyaan
Pertanyaan σ2
hitung
Sensasi Temperatur 1,00
Sensasi Aliran Udara 0,92
Sensasi Kebisingan 1,32
Sensasi Pencahayaan 0,87
Preferensi Temperatur 1,32
Preferensi Aliran Udara 0,74
Preferensi Kebisingan 0,55
Preferensi Pencahayaan 0,89
Sensasi Kenyamanan 0,66
Sensasi Efek Lingkungan 0,70
∑σb2 8,97
L-40
data reliable atau dapat dipercaya, karena nilai koefisien reliabilitas hitung (0,61) lebih besar
dibandingkan dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,6. Hasil perhitungan reliabilitas pada
saat sebelum dan sesudah belajar dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Hasil Uji Reliabilitas Item Pertanyaan Sebelum dan Sesudah Belajar Ruang Kelas 1 dan 2
Ruang Kelas 1 Lantai 2 Ruang Kelas 2 Lantai 3
rhitung
rindeks Ket.
rhitung
rindeks Ket.
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
0,61 0,62 0,6 Reliabel 0,63 0,61 0,6 Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan
5.1.5. Perhitungan Kebutuhan Luminous Flux
Berdasarkan ketentuan SNI 03-6197-2000 (Tabel 3.1.), tingkat pencahayaan yang
direkomendasikan untuk ruang kelas adalah 250 lux. Pada Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa
distribusi tingkat pencahayaan yang ada di ruang kelas 1 lantai 2 dan ruang kelas 2 lantai 3
hanya berkisar antara 140 – 200 lux. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan yang
ada belum memenuhi ketentuan SNI. Berikut ini merupakan perhitungan jumlah lumen yang
dibutuhkan untuk ruang kelas 1 lantai 2 dan ruang kelas 2 lantai 3 agar sesuai dengan
L-41
3,5
m
6,8 m
Keterangan Simbol
Lampu
Kipas Angin
Garis Profil Lampu
Papan Tulis Meja dan
Bangku
Gambar 5.4. Profil Pencahayaan Ruang Kelas 1 Lantai 2 Tampak Depan
3,5
m
7,8 m
Keterangan Simbol
Lampu Kipas Angin
Ventilasi Jendela Meja Bangku
Pintu
Garis Profil Lampu
Gambar 5.5. Profil Pencahayaan Ruang Kelas 1 Lantai 2 Tampak Samping
3,5
m
6,8 m
Keterangan Simbol
Lampu
Kipas Angin
Garis Profil Lampu
Papan Tulis Meja dan
Bangku
L-42
3,5
m
7,8 m
Keterangan Simbol
Lampu Kipas Angin
Ventilasi Jendela Meja Bangku
Pintu
Garis Profil Lampu
Gambar 5.7. Profil Pencahayaan Ruang Kelas 2 Lantai 3 Tampak Samping
Diketahui:
1. Desain iluminasi untuk ruang kelas menurut SNI 03-6197-2000 adalah 250 lux dan
ruang disekitar papan tulis disyaratkan memiliki iluminasi sebesar 500 lux
2. Panjang ruang (P) : 7,8 meter
3. Lebar Ruang (L) : 6,8 meter
4. Tinggi Ruang Kerja (Hc) : 2,8 meter (antara plafond dengan bidang kerja)
5. UF x LLF : 0,5 (penetapan ini dilakukan karena nilai UF tidak
diketahui sehingga angka 0,5 diambil untuk
mempermudah melakukan perhitungan)
Perhitungan:
oom ratio cP LP L , m ( , m 6, m) , m 6, m 1, 1
LL A lu , m , 6. lumen
Maka kebutuhan luminous flux ruang kelas adalah sebesar 26.520 lumen.
Luas daerah sekitar papan tulis ditetapkan dengan lebar 1,5 m dan panjang 4 m
adalah 6 m2. Sedangkan kekurangan iluminasinya adalah 250 lux. Perhitungan kebutuhan
luminous flux ruang kelas adalah :
LL A lu , m lumen
L-43
5.2. KENYAMANANDAN PRODUKTIVITAS
5.2.1 Kenyamanan Termal (Thermal Comfort)
Nilai hasil pemetaan rata-rata suhu basah, suhu kering, dan kecepatan udara terhadap normal
temperatur efektif untuk ruang kelas 1 lantai 2 dan ruang kelas 2 lantai 3 ditunjukkan oleh
Tabel 5.16.
Tabel 5.16. Pemetaan Rata-Rata Suhu Basah, Suhu Kering, dan Kecepatan Udara Terhadap Normal Temperatur Efektif
Ruang Kelas Suhu Basah
(oC)
Suhu Kering (oC)
Kecepatan Udara
(m/s)
Normal Temperatur
Efektif (oC)
1 Lantai 2 25,60 29,57 0,30 25,91
2 Lantai 3 26,80 30,66 0,60 26,8
Sumber : Hasil Pengolahan
Dengan interpolasi:
a. Ruang Kelas 1 Lantai 2 untuk suhu basah 25,60oC, suhu kering 29,57oC
Jika kecepatan udara 0,25 m/s, maka normal temperatur efektif 26oC. Sedangkan jika
kecepatan udara 2 m/s, maka normal temperatur efektif 23oC. Sehingga perhitungan
interpolasi untuk kecepatan udara 0,3 m/s adalah:
Maka, normal temperatur efektif 25,91oC.
b. Ruang Kelas 2 Lantai 3 untuk suhu basah 26,80oC, suhu kering 30,66oC
Jika kecepatan udara 0 m/s, maka normal temperatur efektif 28oC. Sedangkan jika
kecepatan udara 1 m/s, maka normal temperatur efektif 26oC. Sehingga perhitungan
interpolasi untuk kecepatan udara 0,6 m/s adalah:
Maka, normal temperatur efektif adalah 26,8oC.
Berdasarkan Tabel 5.16. ruang kelas 1 lantai 2 memiliki normal temperatur efektif
sebesar 25,91oC dan ruang kelas 2 lantai 3 sebesar 26,8oC. Ruang kelas 2 lantai 3 memiliki
normal temperatur efektif yang lebih tinggi karena berada pada tingkat tertinggi gedung yang
beratapkan seng. Dengan kata lain ruang kelas tersebut terpapar langsung oleh matahari.
L-44
ruang kelas 1 lantai 2 dan ruang kelas 2 lantai 3 masih berada dalam zona nyaman. Hal ini
dikarenakan di dalam ruang kelas terdapat kipas angin yang dapat menurunkan suhu ruangan
serta terdapat bukaan berupa jendela dan ventilasi.
5.2.2. Perhitungan Mean Vote
Perhitungan mean vote dilakukan untuk melihat rata-rata hasil jawaban siswa terhadap
kuesioner yang dibagikan kepada mereka. Hal ini digunakan untuk mendapatkan keadaan
psikologi dari tiap siswa. Adapun rekapitulasi data psikologi siswa dapat dilihat pada Tabel
5.17.
Tabel 5.17. Rekapitulasi Mean Vote Data Kuesioner
Item Pertanyaan
Ruang Kelas 1 Lantai 2
Ruang Kelas 2 Lantai 3
Ruang Kelas 1 Lantai 2 Tingkat
SD
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Sensasi
Temperatur 0,048 0,214 0,111 0,417 0,921 0,789 Sensasi
Aliran Udara -0,071 0,238 0,889 0,417 0,211 0,211 Sensasi
Kebisingan -0,643 0,476 0,444 0,306 -0,921 -0,368 Sensasi
Pencahayaan -0,095 0,976 0,444 0,139 0,605 0,263 Preferensi
Temperatur -0,095 -0,024 -0,111 -0,028 -0,789 -0,737 Preferensi
Aliran Udara 0,310 0,500 0,389 0,333 0,684 0,974 Preferensi
Kebisingan 1,214 0,643 -0,139 0,139 1,105 0,947 Preferensi
Pencahayaan 0,667 0,429 0,250 -0,306 0,395 0,816 Sensasi
Kenyamanan -0,357 -0,214 0,028 -0,083 -0,579 -0,579 Sensasi Efek
Lingkungan -0,667 -0,762 0,250 0,194 -0,447 -0,816
Sumber : Hasil Pengolahan
Adapun grafik dari masing-masing item pertanyaan dapat dilihat pada Gambar 5.8 sampai
L-45
Gambar 5.8. Grafik Votes Sensasi Temperatur
Gambar 5.9. Grafik Votes Sensasi Aliran Udara
Gambar 5.10. Grafik Votes Sensasi Kebisingan
-2
Ruang Kelas 1 Lantai 2
Ruang Kelas 2 Lantai 3
L-46
Gambar 5.11. Grafik Votes Sensasi Pencahayaan
Gambar 5.12. Grafik Votes Preferensi Temperatur
L-47
Gambar 5.13. Grafik Votes Preferensi Aliran Udara
Gambar 5.14. Grafik Votes Preferensi Kebisingan
-2 Lantai 2 Tingkat SD
L-48
Gambar 5.15. Grafik Votes Preferensi Pencahayaan
Gambar 5.16. Grafik Votes Sensasi Kenyamanan
-2 Lantai 2 Tingkat SD
+2 = Jauh Lebih Terang Lantai 2 Tingkat SD
+2 = Sangat Nyaman
L-49
Gambar 5.17. Grafik Mean Vote Sensasi Efek Lingkungan
Uji Statistik Parametrik Korelasi Pearson dan Uji Regresi
Rumus koefisien korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
5.
Sedangkan rumus regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:
b = Lantai 2 Tingkat SD
L-50
Tabel 5.18. Hasil Uji Korelasi Pearson dan Uji Regresi
Korelasi Regresi Aliran Udara Terhadap Kenyamanan
Ruang Kelas 1
Sumber : Hasil Pengolahan
Kondisi psikologi pekerja diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh siswa. Konsidi
lingkungan kerja yang dirasakan dan yang diinginkan oleh siswa dapat dilihat pada kuesioner
tersebut. Nilai mean vote kuesioner dapat dilihat pada Tabel 5.11. Temperatur yang dirasakan
oleh siswa ruang kelas 1 lantai 2 dan siswa ruang kelas 2 lantai 3 mengalami kenaikan
(gradien positif). Namun temperatur yang dirasakan siswa ruang kelas 2 lantai 3 lebih tinggi
L-51
lantai 3 berada di lantai tertinggi gedung tersebut dan dipengaruhi oleh paparan panas
matahari sepanjang hari pada atap gedung yang terbuat dari seng. Oleh karena itu siswa
menginginkan ruang kelas yang mendekati netral yang ditunjukkan oleh tanda negatif pada
preferensi temperatur.
Aliran udara yang dirasakan siswa ruang kelas 1 lantai 2 sebelum dan sesudah belajar
adalah mendekati netral yaitu -0,071 dan 0,238. Aliran udara yang dirasakan siswa ruang
kelas 1 lantai 2 sebelum dan sesudah belajar adalah mendekati cukup kuat yaitu 0,889 dan
0,417. Preferensi aliran udara menunjukkan siswa menginginkan kondisi aliran udara yang
lebih kuat daripada kondisi aktual.
Hasil kuesioner menunjukkan sebanyak 42,86% dan 35,71% siswa ruang kelas 1
lantai 2 yang merasakan ketidaknyamanan sebelum dan sesudah belajar. Sedangkan siswa
ruang kelas 2 lantai 3 yang merasakan ketidaknyamanan sebelum dan sesudah belajar adalah
39,89% dan 33,33%. Siswa ruang kelas 1 lantai 2 yang terganggu terhadap kondisi
lingkungannya sebelum dan sesudah belajar adalah 57,14% dan 64,29%. Sedangkan siswa
ruang kelas 2 lantai 3 yang terganggu terhadap kondisi lingkungannya sebelum dan sesudah
belajar adalah 27,78% dan 33,33%. Hal ini mengindikasikan bahwa ketidaknyamanan siswa
akan mempengaruhi konsentrasi siswa. Sehingga dengan adanya perbaikan diharapkan agar
Berdasarkan Tabel 5.3. ruang kelas 1 lantai 2 memiliki normal temperatur efektif
sebesar 25,91oC dan ruang kelas 2 lantai 3 sebesar 26,8oC. Ruang kelas 2 lantai 3 memiliki
normal temperatur efektif yang lebih tinggi karena berada pada tingkat tertinggi gedung yang
beratapkan seng. Dengan kata lain ruang kelas tersebut terpapar langsung oleh matahari.
Range zona nyaman untuk Effective Temperature berkisar antara 22oC – 33oC, sehingga
ruang kelas 1 lantai 2 dan ruang kelas 2 lantai 3 masih berada dalam zona nyaman. Hal ini
dikarenakan di dalam ruang kelas terdapat kipas angin yang dapat menurunkan suhu ruangan
serta terdapat bukaan berupa jendela dan ventilasi. Oleh karena itu tidak perlu dilakukan