BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan perekonomian yang semakin cepat akan memacu perusahaan
untuk mengembangkan usaha. Perkembangan perusahaan dapat tercapai apabila
perusahaan mempunyai keuntungan yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Dengan adanya keuntungan yang besar, perusahaan dapat mengembangkan jenis
usahanya menjadi lebih besar atau merambah kejenis usaha yang lain dan
berbeda. Perusahaan yang besar dan kuat akan memiliki keuangan yang stabil,
sebaliknya jika perusahaan relatif kecil akan mudah terguncang oleh krisis
ekonomi. Untuk mengembangkan usahanya perusahaan dapat menaikkan modal
kerja, menjual saham atau melakukan pinjaman ke bank atau pihak ketiga. Untuk
mendapatkan pinjaman dari bank atau pihak ketiga, kesehatan perusahaan di masa
depan harus diutamakan. Jika perusahaan sehat, maka kegiatan operasional dan
perputaran keuangan perusahaan akan lancar.
Untuk menilai kesehatan perusahaan di masa depan dapat dilihat dari
perhitungan rasio – rasio keuangan yang ada dalam laporan keuangan perusahaan.
Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan, dapat dilakukan
dengan cara membandingkan laporan-laporan keuangan. Analisis rasio adalah
alat yang berguna untuk menemukan jawaban yang tidak didapat pada laporan
keuangan. Rasio keuangan yang dihasilkan dapat membantu Bank atau pihak
ketiga untuk menganalisis dan menentukan resiko pemberian kredit kepada
Menurut keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-100/MBU/2002 bahwa tingkat kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilian
terhadap kinerja perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi
penilaian aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi. Sedangkan
menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
53/PMK.010/2012 bahwa kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi dilihat
dari tingkat solvabilitas, perusahaan setiap saat wajib memenuhi tingkat
solvabilitas paling rendah 100% dari modal minimum berbasis risiko.
Kemampuan dalam mengetahui tingkat kesehatan perusahaan akan
memberikan keuntungan banyak pihak, terutama kreditur dan investor. Bagi
investor, kurang/tidak sehatnya perusahaan akan mempunyai konsekuensi
berkurangnya investasi atau bahkan investasi hilang secara keseluruhan,
sedangkan bagi kreditur, pernyataan kurang/tidak sehat akan mengakibatkan
hilangnya tagihan pokok pinjaman piutang beserta bunganya (Wing et al. 2003).
Bagi perusahaan sendiri dalam proses kebangkrutan akan menanggung biaya yang
tidak sedikit.
Tingkat kesehatan suatu perusahaan yang sudah go public menjadi penting
untuk diketahui dan dimonitor oleh pihak-pihak yang berkepentingan didalamnya.
Kondisi perekonomian yang kadang tidak stabil dan tingkat persaingan yang
makin ketat makin kuat memberi dorongan kepada banyak pihak yang
berkepentingan untuk menaruh perhatian besar pada kelangsungan hidup
perusahaan (Wing et al. 2003). Faktor utama yang mempengaruhi harga saham di
pasar modal adalah kesehatan perusahaan yang dapat diketahui dari laporan
(IHSG) dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan
indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental
negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi
investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG.
Menurut Bisnis Indonesia berdasarkan data PT. Bursa Efek Indonesia (BEI),
IHSG melesat 453,1 poin sepanjang tahun 2012 dari level 3.821,99 pada tahun
2011 menjadi 4.275,09 yang mengalami kenaikan sebesar 11,86%, sedangkan
nilai IHSG pada awal pekan ini Senin 21 Januari 2013 dibuka melemah sebesar
7,66 poin atau 0,17% dari level 4.465,48 pada pekan lalu ke level 4.457, 81.
Pelemahan IHSG ditopang oleh pelemahan tujuh sektor pembentuk IHSG yang
dipimpin oleh sektor keuangan dan aneka industri, tiga sektor yang bergerak
positif adalah perdagangan, pertambangan dan konsumsi.
Kritsonis (2004) menyatakan manajemen mungkin dapat menghindari
bencana situasi bisnis dengan menilai kesehatan keuangan jangka panjang.
Menetapkan tujuan dan strategi untuk mencerminkan kondisi pasar, persaingan
dan kemampuan operasional merupakan elemen penting dalam menjaga
pertumbuhan dan memastikan usaha yang sehat. Sebuah pemahaman menyeluruh
jangka panjang perusahaan, tujuan, persaingan, regulasi pedoman, operasi dan
efisiensi manajemen diperlukan secara akurat untuk menilai kesehatan perusahaan
di masa depan. Keseimbangan adalah kunci untuk kesuksesan jangka panjang.
Soekarso (2009) mengemukakan keuangan dalam perusahaan adalah salah
satu fungsi strategis yang meliputi pengelolaan kekayaan dan transformasi nilai
tambah (added value) dan juga pengendalian kesehatan perusahaan. Laporan
rasio keuangan (financial ratio), mencerminkan kinerja dan kondisi kesehatan
perusahaan. Analisis rasio keuangan (financial ratio analysis) berhubungan
dengan kesehatan perusahaan melalui rasio-rasio efektivitas, efisiensi,
produktivitas, rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Analisis menunjukkan
bahwa nilai rasio keuangan aktual di atas standar berarti perusahaan sehat, dan
nilai rasio keuangan aktual di bawah standar berarti perusahaan tidak sehat.
Rasio – rasio keuangan perusahaan terdiri dari rasio Likuiditas, Leverage,
Aktivitas, Profitabilitas dan pertumbuhan. Rasio likuiditas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
Penelitian Chen dan Wong (2004) menemukan bahwa rasio likuiditas secara
positif berkaitan dengan kesehatan keuangan perusahaan asuransi di Singapura.
Selain itu rasio likuiditas signifikan mempengaruhi kesehatan keuangan
perusahaan asuransi di negara – negara berkembang. Dengan menghitung rasio
Leverage, dapat diukur sejauh mana perusahaan dapat memanfaatkan pembiayaan
utang jangka panjang untuk memperoleh keuntungan perusahaan dan dapat
meningkatkan laba atas ekuitas. Sebuah perusahaan harus memiliki prospek
menguntung untuk masa depan. Tingkat profitabilitas memiliki pengaruh yang
kuat terhadap elemen keuangan perusahaan. Penelitian (Widarjo dan Setiawan,
2009) mengemukakan bahwa Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial
distress perusahaan. Rasio pertumbuhan digunakan untuk membandingkan harga
saham perusahaan yang dijual dengan nilai saham. Rasio ini berfungsi sebagai
indikator bagaimana investor dapat melihat kinerja dan pertumbuhan perusahaan
Menurut Altman (2006) Z-Score merupakan indikator untuk mengukur
potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Nilai tersebut (Z-Score) diperoleh dari
penjumlahan hasil perkalian suatu nilai konstanta tertentu masing-masing dengan
5 unsur rasio : working capital to total assets, retained earning to total assets,
earning before interest and tax to total assets, market value to book value of total
debt and total revenue to total assets. Rasio–rasio tesebut menggambarkan rasio
dari kemampuan manajemen di dalam mengelola aktiva perusahaan, sehingga
Altman Z-score dapat juga digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan, yaitu
dari sisi potensi kebangkrutan suatu perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Wong (2004) menemukan bahwa
faktor – faktor yang signifikan mempengaruhi kesehatan keuangan perusahaan
asuransi dalam perekonomian Asia adalah ukuran perusahaan, kinerja investasi,
rasio likuiditas, pertumbuhan premi, pertumbuhan surplus dan rasio gabungan.
Menurut Fachrudin (2008) semakin baik kinerja semasa kesulitan keuangan,
semakin besar peluang perusahaan untuk survive.
Firm size (ukuran perusahaan) adalah salah satu tolak ukur yang
menunjukkan besar kecilnya perusahaan (Sembiring, 2008). Perusahaan dengan
ukuran yang lebih kecil akan rentan terhadap kebangkrutan. Diharapkan
perusahaan yang besar tingkat kesehatan keuangannya juga lebih baik.
Menurut Chen dan Wong (2004) investment performance merupakan
kinerja investasi yang mengungkapkan efektifitas dan efisiensi keputusan
investasi. Investment performance dinilai dengan return on assets (return on
investment). Return On Assets (ROA) yaitu tingkat pengembalian atas semua
dapat diperoleh dari BEP yang tinggi dan biaya bunga yang rendah. Semakin
tinggi rasio ini semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi semakin baik karena menunjukkan
peningkatan presentase laba operasi terhadap penjualannya.
Operating Profit Margin yaitu rasio yang digunakan untuk menghitung
profitabilitas tanpa memperhitungkan pajak dan bunga (David, 2009). Operating
profit margin diperoleh dari pendapatan sebelum bunga dan pajak terhadap total
penjualan. Jika perusahaan terus menerus mendapatkan laba yang rendah, maka
kecendrungan kesehatan keuangan perusahaannya juga tidak akan baik. Hasil
penelitian Chen dan Wong (2004) menunjukkan bahwa margin usaha positif
signifikan bagi kesehatan keuangan perusahaan asuransi.
Price Earning Ratio (PER) menunjukkan berapa banyak investor bersedia
untuk membayar setiap rupiah dari keutungan perusahaan. Semakin tinggi nilai
rasio ini perusahaan akan semakin kuat prospek pertumbuhannya dimasa depan.
Perusahaan yang berkembang akan memiliki nilai PER yang tinggi.
Surplus growth atau rasio pertumbuhan yaitu kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan ekonomi dan industri
(David, 2009). Rasio ini pada dasarnya dilakukan dengan membandingkan data
keuangan secara historis (time series). Jika nilai perbandingan semakin besar,
maka tingkat pertumbuhan penjualan perusahaaan semakin baik.
Liquidity adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo (David, 2009).
Likuiditas dapat dinilai dengan current ratio. Current Ratio (rasio lancar) adalah
investor dan kreditur ingin melihat rasio lancar yang tinggi, semakin tinggi nilai
rasio ini, maka semakin bagus. Investor dan kreditur dapat percaya bahwa
perusahaan memiliki uang untuk dapat melunasi kewajiban jangka pendek.
Diharapkan dengan adanya ukuran perusahaan yang besar, ROA, operating
margin, PER, surplus growth yang tinggi serta nilai current ratio yang tepat
perusahaan akan berada dalam kondisi sehat dan terus berkembang dari tahun
ketahun.
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-117/M-MBU/2002 Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stackeholders lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Inti dari kebijakan tata
kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan dalam menjalankan
perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan
tanggung jawab. Diharapkan dengan adanya GCG terjadi tata kelola yang baik
antara mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan, dan tanggung jawab yang
harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders. Strategi tersebut
diantaranya mencakup strategi penerapan sistem Good Corporate Governance
(GCG) dalam perusahaan.
Secara alamiah, perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisninya akan
dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance framework),
perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan kreditur, karyawan, konsumen dan lain
sebagainya (Surya dan Yustiavandana, 2008). Struktur GCG dalam suatu
perusahaan bisa jadi dapat menentukan sukses tidaknya suatu perusahaan.
Pedoman pokok pelaksanaan Good Corporate Governance mencakup: Asas-asas
GCG, RUPS, Komposisi dan persyaratan dewan komisaris, Komposisi dan
persyaratan dewan direksi, Hak dan tanggungjawab pemegang saham, komite
yang dibentuk komisaris dan lain-lain.
Dengan digunakan penerapan sistem Good Corporate Governance,
diharapkan kinerja perusahaan akan meningkat dan prediksi kebangkrutan tidak
akan terjadi ditahun-tahun berikutnya. Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia No. 40 tahun 2007 anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap perseroan untuk
menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola
Perseroan yang baik (good corporate governance) dalam menjalankan perseroan,
organ perseroan yang terdiri dari rapat umum pemegang saham, direksi, dan
dewan komisaris dilakukan berdasarkan pedoman good corporate governance.
Secara umum, kemampuan suatu Negara untuk menarik modal asing sangat
tergantung pada sistem Corporate Governance yang mereka anut dan sampai
tingkat mana manajemen suatu perusahaan menghormati dan mematuhi hak-hak
hokum para pemegang saham, lender, bondholders dan non-controlling
shareowners (Santosa, 2008).
Menurut Darsono dan Ashari (2005) secara garis besar penyebab
kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal,
perusahaan, sedangkan faktor eksternal berasal dari faktor luar yang berhubungan
langsung dengan operasional perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah yang ada dalam perusahaan menerapkan
good corporate governance. Dengan menerapkan good corporate governance
pada perusahaan bertujuan untuk meningkatkan prinsip transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, bertanggung jawab, dan kewajaran. Implementasi dari corporate
governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan, dengan actor
utamanya adalah manajemen puncak perusahaan yang berwenang utnuk
menetapkan kebijakan perusahaan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut
(Wardhani, 2006). Menurut Surya dan Yustiavandana (2008) agar perusahaan
memiliki kelangsungan jangka panjang, shareholders dan stakeholders perlu
mempertimbangkan tata kelola yang baik (good corporate governance).
Dengan memasukkan variabel Good Corporate Governance sebagai
variabel pemoderasi, peneliti ingin melihat implementasi Corporate Governance
terhadap kemungkinan perusahaan mengalami masalah keuangan. Dengan
menganalisis faktor–faktor keuangan dan penerapan Good Corporate Governance
yang tepat dan baik diharapkan kondisi perusahaan akan lebih sehat dan terus
berkembang dari tahun ketahun.
Sihombing (2008) melakukan penelitian tentang peranan analisis rasio
keuangan dalam memprediksi kesehatan perusahaan tekstil dan alas kaki yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian tersebut adalah CR, DAR,
DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO dan TATO secara signifikan
merupakan ukuran profitabilitas perusahaan yang merupakan faktor yang paling
dominan dapat membedakan status tingkat kesehatan perusahaan.
Penelitian tentang kesehatan perusahaan dilakukan oleh Wing et al. (2003).
Penelitian ini menganalisis kesehatan keuangan perusahaan di Hongkong tahun
2002. Analisis rasio keuangan menunjukkan bahwa krisis keuangan Asia yang
berkepanjangan telah membebani perusahaan untuk membayar hutangnya. Dalam
menghadapi lingkungan bisnis yang sulit, perusahaan di Hongkong berusaha
mempertahankan daya saing mereka dan mengembalikan margin keuntungan
dengan menggunakan kontrol persediaan dan lebih mengefektifkan penggunaan
aktiva tetap. Untuk meningkatkan rasio likuiditas, dengan mengurangi resiko
pendanaan melalui diversifikasi dan memperpanjang kredit untuk mengurangi
fluktuasi suku bunga jangka pendek.
Penelitian yang dilakukan oleh Adityaputra (2012) tentang penerapan
Corporate Governance terhadap kondisi kesulitan keuangan menunjukkan hasil
penelitian bahwa variabel proporsi kepemilikan manajerial, jumlah dewan direksi,
dan keberadaan komite audit tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan
terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan. Variabel proporsi kepemilikan
institusional dan proporsi komisaris independen terbukti memiliki pengaruh
signifikan terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan dengan pengaruh
positif.
Penelitian – penelitian terdahulu hanya menggunakan faktor-faktor
keuangan dengan analisis rasio untuk memprediksi kesehatan perusahaan tanpa
menggunakan variabel pemoderasi atau variabel mediasi. Melalui penelitian ini
sebagai variabel pemoderasi untuk mengetahui apakah hubungan dapat
memperkuat atau memperlemah diantara faktor – faktor keuangan dengan
kesehatan perusahaan. Peneliti juga ingin mengkaji apakah proksi Good
Corporate Governance tinggi, apakah akan mempengaruhi kesehatan keuangan
perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis
faktor – faktor keuangan yang berpengaruh terhadap kesehatan perusahaan dengan
Good Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi, dengan judul
“Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Keuangan
Perusahaan dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel
Pemoderasi pada Perusahaan Perkebunan di Bursa Efek Indonesia”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut, maka peneliti
menyimpulkan rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor – faktor keuangan (Firm Size, Investment Performance,
Operating Margin, Price Earning Ratio, Surplus Growth, dan
Liquidity) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kesehatan
keuangan perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah Good Corporate Governance dapat memoderasi hubungan
antara Faktor – faktor keuangan (Firm Size, Investment Performance,
Operating Margin, Price Earning Ratio, Surplus Growth, dan
Liquidity) dengan kesehatan keuangan perusahaan perkebunan di Bursa
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor – faktor keuangan
(Firm Size, Investment Performance, Operating Margin, Price Earning
Ratio, Surplus Growth, dan Liquidity) secara simultan dan parsial
terhadap kesehatan keuangan perusahaan perkebunan di Bursa Efek
Indonesia
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh moderasi Good
Corporate Governance terhadap hubungan antara Faktor – faktor
keuangan (Firm Size, Investment Performance, Operating Margin,
Price Earning Ratio, Surplus Growth, dan Liquidity) dengan kesehatan
keuangan perusahaan perkebunan di Bursa Efek Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti dan penelitian selanjutnya, menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti dalam bidang ekonomi khususnya tentang faktor –
faktor keuangan apa saja yang mempengaruhi kesehatan keuangan
perusahaan, apakah Good Corporate Governance juga mempengaruhi
kesehatan keuangan perusahaan serta dapat menjadi bahan masukan
untuk penelitian yang sejenis dengan jenis perusahaan yang mungkin
berbeda.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kesehatan keuangan perusahaannya, sehingga perusahaan dapat
meningkatkan kondisi perusahaannya menjadi lebih baik.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Chen dan
Wong (2004) yang berjudul the determinants of financial health of asian
insurance companies.
Peneliti melakukan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Chen dan
Wong (2004) karena peneliti ingin melihat apakah faktor – faktor keuangan yang
mempengaruhi kesehatan keuangan yang digunakan oleh Chen dan Wong (2004)
pada perusahaan asuransi dapat digunakan untuk perusahaan perkebunan dan
melihat apakah hasil dari penelitian ini akan sama dengan penelitian Chen dan
Wong (2004).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : Penelitian
sebelumnya menggunakan Firm size, Investment Performance, Liquidity Ratio,
Premium Growth, Surplus Growth, Combinated Ratio dan Operating Margin.
Variabel dependen pada penelitian yang dilakukan Wong adalah kesehatan
keuangan perusahaan asuransi. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti
menggunakan variabel independen, terdiri dari Firm Size, Investment
Performance, Operating Margin, Price Earning Ratio, Surplus Growth, dan
Liquidity. Variabel dependen yang digunakan adalah kesehatan perusahaan
perkebunan. Pada penelitian ini, peneliti tidak memasukkan variabel Premium
Growth dan Combinated Ratio karena perusahaan perkebunan tidak mempunyai
Price Earning Ratio untuk melihat prospek pertumbuhan perusahaan perkebunan.
Penelitian Wong tidak menggunakan variabel pemoderasi. Sedangkan pada
penelitian ini, peneliti menggunakan Good Corporate Governance sebagai
variabel pemoderasi. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan objek