• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastis Pondasi Tiang Pancang Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastis Pondasi Tiang Pancang Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastis Pondasi Tiang

Pancang Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana

Universitas Negeri Medan

Disusun Oleh:

CHRISTIAN ALBERT SINAGA

07 0404 125

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.SCE

SUB JURUSAN GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

TUGAS AKHIR

Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastis Pondasi Tiang

Pancang Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana

Universitas Negeri Medan

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

CHRISTIAN ALBERT SINAGA

07 0404 125

SUB JURUSAN GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

ini dengan baik. Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi

persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala,

tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak penulisan Tugas Akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima

ksaih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang

telah dengan sabar memberi bimbingan dan saran kepada penulis untuk

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST, MT.,

sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik

(4)

6. Kedua orangtua saya J.R.P. Rumajar dan R.br. Sinaga yang dengan

senantiasa memberikan kasih sayang, didikan dan semangat yang tulus

sehingga penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Kepada abangku Antonius T.B. Rumajar, SP., Beltsazar R.M. Rumajar,

ST., dan adikku Debora U.N. Rumajar dan Eunike V.F. Rumajar yang

telah banyak mendukung dan mendoakan serta membantu penulis dalam

kelancaran kuliah hingga penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Hotdiana Bakkara, A.Md., selaku orang terdekat penulis, yang selalu

mendoakan dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan Tugas

Akhir ini.

9. Sahabat sahabat penulis stambuk 2007, David Siburian, Deddy Gultom,

Debora, Endra A.G. Sitohang, Rodo R.N.S, Suhardi Lim, Josua LG,

Marcolowey, Yossy, Juna, Doan2, Treezz Pedrosa, Foloe Ziduhu Zebua,

dan teman-teman seperjuangan lainnya yang senantiasa bersama berjuang

dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Teknik Sipil.

10. Rekan-rekan mahasiswa dan adik-adik stambuk yang telah memberikan

motivasi dan segala kekerabatan serta kerja sama selama pendidikan di

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

Bapak dan Ibu staf pengajar serta rekan-rekan mahasiswa demi

(5)

Akhir kata penulis berharap Tugas Akhir ini dapat meberikan manfaat

yang bagi kita semua.

Medan, Maret 2013

(6)

ABSTRAK

Pondasi bertujuan sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban

bangunan di atasnya ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk

itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan

bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar

seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain dan tidak boleh terjadi

penurunan melebihi batas yang diijinkan. Pondasi tiang pancang merupakan salah

satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan. Untuk menghitung kapasitas

tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing- masing rumus

tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda beda.

Tujuan studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung dan

penurunan kelompok mini pile dari hasil Sondir, Standard Penetration Test

(SPT), dan membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil dari test Pile

Driving Analizer (PDA)

Hasil perhitungan daya dukung ultimit (Qu)tiang pada kedalaman yang

sama yaitu 18,8 m, untuk sondir diperoleh 98,225 ton, data PDA 42,8 ton, dan

data SPT 83,885 ton pada kedalaman 18,45 m. Sedangkan untuk penurunan pada

kedalaman yang sama yaitu 18,8 m, untuk sondir 6,67 mm, untuk data PDA 6,9

mm, dan data SPT 6,1 mm pada kedalaman 18,45 m.

Terdapat perbedaan daya dukung dan penurunan tiang dari 4 titik sondir,

satu titik SPT dan berdasarkan hasil test PDA. Perbedaan hasil tersebut dapat

disebabkan oleh perbedaan jenis tanah yang terdekat sekalipun, kedalaman tanah

yang ditinjau, dan cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian

(7)

DAFTAR ISI

I.2. Identifikasi Masalah ... 2

I.3. Tujuan Penulisan ... 2

I.4. Manfaat Penulisan ... 3

I.5. Pembatasan Masalah ... 3

I.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

II.1. Pengertian Umum ... 5

II.2. Penyelidikan Tanah ... 6

II.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT) ... 7

II.2.2 Standard Penetration Test (SPT) ... 12

II.2.3 Pile Driving Analyzer ... 15

II.2.3.1 Case Method ...... 18

II.2.3.2 CAPWAP ... 19

II.3 Pondasi ... 21

II.3.1 Jenis dan Kriteria Pemakaian Pondasi ... 21

II.3.2 Pondasi tiang ... 23

II.3.2.1 Berdasarkan material yang digunakan ... 23

II.3.2.2 Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah ... 36

II.3.3 Perencanaan Pondasi Tiang ... 38

II.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang ... 40

II.4.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal ... 40

(8)

(CPT) ... 40

II.4.1.2 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT) ... 44

II.4.1.3 Berdasarkan Hasil Uji Pile Driving Analizer ...... 48

II.4.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang ... 51

II.4.2.1 Jarak antar tiang dalam kelompok ... 52

II.4.2.2 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang Pancang ... 53

II.4.3 Daya Dukung lateral Tiang ... 57

II.4.3.1 Penentuan kriteria tiang pendek atau panjang ... 57

II.4.3.2 Metode Broms ... 60

II.4.3.2.(a) Metode Broms untuk kondisi tiang pendek ... 61

II.4.3.2.(b) Metode Broms untuk kondisi tiang Panjang ... 67

II.5 Penurunan Tiang (Pile Settlement) ... 71

II.5.1 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal ... 72

II.5.2 Perkiraan Penurunan Kelompok Tiang ... 76

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 78

III.1 Data Umum ... 78

(9)

III.3 Metode Pengumpulan Data ... 79

III.4 Kondisi Umum Lokasi Studi ... 80

BAB IV PEMBAHASAN ... 82

IV.1 Pendahuluan ... 82

IV.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang ... 82

IV.2.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang ...82

IV.2.1.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang dari Hasil Sondir ... 82

IV.2.1.2 Perhitungan kapasitas daya dukung aksial tiang dari hasil Standard Penetration Test (SPT) ... 100

IV.2.1.3 Kapasitas daya dukung aksial tiang hasil PDA ( Pile Driving Analizer) ... 102

IV.2.1.4 Perhitungan kapasitas daya dukung aksial kelompok tiang ... 103

IV.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang ... 104

IV.3 Perhitungan Penurunan (Settlement) Tiang ... 110

IV.3.1 Penurunan (settlement) tiang tunggal ... 110

IV.3.2 Penurunan (settlement) kelompok tiang ... 112

IV.4 Diskusi ... 113

IV.4.1 Kelemahan dan kelebuhan dari metode-metode pengujian ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

V.1. Kesimpulan ... 115

(10)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I

LAMPIRAN II

LAMPIRAN III

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Tipe ujung konus pada sondir mekanis 9

2.2 Dimensi Alat Sondir Mekanis 10

2.3 Cara Penetrasi Sondir Mekanis 11

2.4 Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir 12

2.5 Skema Uji Standart Penetration Test 13

2.6 Strain transducers & accelerometer 16

2.7 Pile Driving Analyzer 17

2.8 Tampilan Program CAPWAP 21

2.9 Pondasi dangkal (a) pondasi memanjang; 22

(b) pondasi telapak; (c) pondasi rakit 2.10 Tiang Pancang Kayu 25

2.11 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile 26

2.12 Tiang Pancang Cast In Place 28

2.13 Tiang Pancang Baja 30

2.14 Water proofed steel pipe and wood pile 31

2.15 Composite dropped in - shell and wood pile 32

2.16 Composite ungased – concrete and wood pile 34

2.17 Franki composite pile 36

2.18 Pondasi Tiang Dengan Tahanan 36

(12)

2.19 Pondasi Tiang Dengan Tahanan 37

Gesekan (Sardjono, H.S.,1988) 2.20 Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan 37

2.21 Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang 38

2.22 Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang 39

2.23 Grafik PDA hasil analisis CAPWAP, 50

(CAPWAP®, 2008) 2.24 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : 51

(a) untuk kaki tunggal, (b) untuk dinding pondasi (Bowles, J.E., 1991) 2.25 Jarak antar tiang 52

2.26 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : 54

(a) Tiang tunggal,(b) Kelompok tiang 2.27 Daerah friksi pada kelompok tiang dari 55

tampak samping 2.28 Daerah friksi pada kelompok tiang dari 55

tampak atas 2.29(a) Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas 61

(Sumber : Broms, 1964) 2.29(b) Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek 62

kepala tiang bebas pada tanah non-kohesif

(13)

2.29(c) Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek 62

kepala tiang bebas pada tanah kohesif.

(Sumber : Broms, 1964)

2.30(a) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada 63

tanah non-kohesif (sumber : Broms, 1964)

2.30(b) Lateral ultimit untik tiang pendek pada tanah kohesif 64

(sumber : Broms, 1964)

2.31(a) Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala 65

tiang terjepit (Sumber : Broms, 1964)

2.31(b) Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek 66

dengan kepala tiang terjepit pada tanah non-kohesif.

(Sumber : Broms, 1964)

2.31(c) Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek 66

dengan kepala tiang terjepit pada tanah kohesif.

(Sumber : Broms, 1964)

2.32 Perlawanan tanah dan momen lentur pada tiang 68

panjang dengan kepala tiang bebas (a) pada tanah

non-kohesif dan (b) pada tanah kohesif

(Sumber : Broms, 1964)

2.33(a) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada 69

tanah non-kohesif (Sumber : Broms, 1964)

2.33(b) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada 69

(14)

2.34 Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang 70

dengan kondisi kepala tiang terjepit pada (a) tanah

non-kohesif dan b) tanah kohesif

(Sumber : Broms, 1964)

2.35 Variasi jenis bentuk unit tahanan friksi (kulit) alami 73

terdistribusi sepanjang tiang tertanam ke dalam

tanah (Bowles, 1993)

3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian 80

3.2 Denah Lokasi Titik Sondir dan SPT 81

4.1 Kelompok tiang 103

4.2 Grafik hubungan antara sudut geser dalam tanah dan nilai 106

N-SPT

4.3 Broms solution for estimating deflection of pile 110

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Hubungan D ,ϕ dan N dari pasir 15

(Peck, Meyerhoff) 2.2 σilai faktor ω 41

2.3 Hal - hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk 45

Penentuan Harga N 2.4 Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan 46

Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir 2.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah 46

2.6 Hubungan antara k1 dan cu 58

2.7 Kriteria Jenis Perilaku Tiang 60

2.8 Nilai-nilai ηh untuk tanah granuler (c = 0) 60

2.9 Parameter Elastik Tanah 74

2.10 Nilai Tipikal Cp (dari Design pf pile foundation 75

by A.S. Vesic, 1977) 4.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan 84

Data Sondir 1 4.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan 89

(16)

4.3 Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan 93

Data Sondir 3

4.4 Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan 97

Data Sondir 4

4.5 Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan SPT 102

4.6 Hasil Analisis Program CAPWAP 102

4.7 Perbandingan Perhitungan Daya Dukung Kelompok 104

Tiang Converse-Labore

4.8 Perbandingan Perhitungan Daya Dukung Kelompok 104

Tiang Los Angeles

4.9 Korelasi N-SPT dengan γ untuk pasir (Meyerhoff, 1λ56) 106

4.10 Korelasi N-SPT dengan γ untuk lempung (Meyerhoff, 1λ56) 107

4.11 Penurunan elastik tiang untuk data sondir dan SPT 112

tiang D4(P4)02

(17)

DAFTAR NOTASI

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

A = Total luas efektif penampang piston (cm2)

s = Luas penampang selimut tiang (cm

2

)

B = Faktor alat = Luas konus/luas torak = 10 cm

B = Diameter atau sisi tiang (m)

Cp = koefisien empiris

CS sebuah konstanta empiris =

c = Kohesi tanah (Kg/cm2)

c

u = Kohesi Undrained (kN/m

2

)

D = Diameter tiang

Eg = Efisiensi kelompok tiang

Ep = modulus elastisitas tiang (ton/m2)

Es = modulus young tanah

FK = Faktor Keamanan

f

s = Tahanan gesek dinding tiang (Kg/cm

2

)

(18)

H = Gaya Horizontal yang bekerja (ton)

min = Jari-jari inersia batang/tiang

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (Kg/m)

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (Kg/cm2)

K = Keliling tiang (cm)

ks = modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)

L = Panjang batang/tiang

L

i = Panjang lapisan tanah (m)

l

k = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)

M = Momen yang bekerja di kepala tiang

m = Jumlah baris tiang

Mu = Momen ultimit dari penampang tiang

N

1 = Harga Rata-rata dari Dasar ke 10D ke atas

N

2 = Harga Rata-rata dari Dasar ke 4D ke bawah

n = Jumlah tiang pancang

(19)

P = Bacaan manometer (Kg/cm 2)

P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

PK = Perlawanan penetrari konus, qc (Kg/cm2)

P = Keliling tiang (m)

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( Ton)

Qa = Beban maksimum tiang tunggal

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan

Q

ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)

Q

p = Tahanan Ujung Ultimate (kN)

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (Kg/cm 2)

Q

ult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)

qwp = beban titik persatuan luas ujung tiang

R = Faktor kekakuan

S = Penurunan total

s1 = Penurunan batang tiang

s2 = Penurunan tiang akibat beban titik ujung tiang

s3 = Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang

s = Jarak masing- masing antar tiang

se = penurunan elastik tiang tunggal

Su = kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif

T = Faktor kekakuan

(20)

x = Kedalaman yang ditinjau (m)

Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah x (m)

yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah y (m)

z = kedalaman titik yang ditinjau

V = Jumlah beban vertical (ton)

x2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah x (m2)

y2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah y (m2)

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (Kg/cm 2)

α = Koefisien Adhesi antara Tanah dan Tiang

ϕ = Sudut geser tanah (Kg/cm2)

s = nisbah Poisson tanah

ξ = Koefisien dari skin friction

= Kekuatan geser tanah (Kg/cm2)

= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (Kg/cm2)

= Tegangan dasar

ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan ( ))

= Angka kelangsingan

= konstanta modulus subgrade tanah

(21)

ABSTRAK

Pondasi bertujuan sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban

bangunan di atasnya ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk

itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan

bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar

seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain dan tidak boleh terjadi

penurunan melebihi batas yang diijinkan. Pondasi tiang pancang merupakan salah

satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan. Untuk menghitung kapasitas

tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing- masing rumus

tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda beda.

Tujuan studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung dan

penurunan kelompok mini pile dari hasil Sondir, Standard Penetration Test

(SPT), dan membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil dari test Pile

Driving Analizer (PDA)

Hasil perhitungan daya dukung ultimit (Qu)tiang pada kedalaman yang

sama yaitu 18,8 m, untuk sondir diperoleh 98,225 ton, data PDA 42,8 ton, dan

data SPT 83,885 ton pada kedalaman 18,45 m. Sedangkan untuk penurunan pada

kedalaman yang sama yaitu 18,8 m, untuk sondir 6,67 mm, untuk data PDA 6,9

mm, dan data SPT 6,1 mm pada kedalaman 18,45 m.

Terdapat perbedaan daya dukung dan penurunan tiang dari 4 titik sondir,

satu titik SPT dan berdasarkan hasil test PDA. Perbedaan hasil tersebut dapat

disebabkan oleh perbedaan jenis tanah yang terdekat sekalipun, kedalaman tanah

yang ditinjau, dan cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Bentuk dan struktur tanah merupakan suatu peranan yang penting dalam

suatu pekerjaan konstruksi yang harus dicermati karena kondisi ketidaktentuan

dari tanah berbeda-beda. Sebelum melaksanakan suatu pembangunan konstruksi

yang pertama-tama dilaksanakan dan dikerjakan di lapangan adalah pekerjaan

pondasi (struktur bawah).

Pondasi merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting dalam suatu

pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan beban

yang bekerja pada konstruksi di atasnya. Pondasi ini akan menyalurkan

tegangan-tegangan yang terjadi pada beban struktur atas kedalam lapisan tanah yang keras

yang dapat memikul beban konstruksi tersebut.

Dalam perencanaan pondasi ada beberapa kegiatan yang dilakukan antara

lain : soil investigation, perencanaan desain pondasi dan pemancangan. Adapun

tujuan dilaksanakan soil investigation adalah untuk mendapatkan karakteristik dan

parameter-parameter tanah yang mempengaruhi keadaan tanah lokasi gedung

tersebut. Karena pada prinsipnya suatu gedung tidak akan dapat dibangun di tanah

yang tidak mampu menerima beban gedung tersebut karena akan menyebabkan

terjadinya settlement (penurunan) dari konstruksi gedung tersebut,atau dengan

kata lain stabilitas gedung tersebut akan terganggu.

Settlement (penurunan) pondasi dapat terjadi apabila kekuatan tanah sudah

(23)

harus dihindari oleh perencana, karena penurunan pada pondasi dapat

menimbulkan kerusakan vatal pada struktur yang berada di atasnya. Oleh sebab

itu dalam merencanakan suatu pondasi harus mengevaluasi daya dukung tanah

dan penurunan nya.

Oleh sebab itu penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini

dalam suatu Analisa Penurunan Pondasi Tiang Pancang Proyek Pembangunan

Gedung Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

I.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang menjadi dasar penulisan tugas akhir ini adalah

menganalisa perbedaan daya dukung aksial dari pondasi mini pile dengan

menggunakan hasil pengujian dilapangan, yaitu hasil Cone Penetration Test

(CPT), Standart Penetration Test (SPT) dan Pile Driving Analizer (PDA), serta

menghitung daya dukung horizontal dan penurunan pondasi mini pile.

I.3 Tujuan Penulisan

Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk :

1. Menghitung dan membandingkan daya dukung aksial pondasi mini pile

dengan menggunakan data dari hasil Cone Penetration Test (CPT),

Standart Penetration Test (SPT) dan Pile Driving Analizer (PDA).

2. Menghitung kapasitas daya dukung ijin kelompok tiang.

3. Menghitung daya dukung lateral tiang.

(24)

I.4 Manfaat Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Penulis sendiri, menambah pengetahuan dan pengalaman menghitung

dan membandingkan daya dukung dan penurunan tiang pancang dengan

beberapa metode, dan mampu melaksanakan dan mengembangkan ilmu

tersebut pada proses kegiatan yang sama pada saat kerja atau terjun di

lapangan.

2. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang sama.

3. Pihak – pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang

dibahas dalam laporan Tugas Akhir

I.5 Pembatasan Masalah

Untuk menyelesaikan tulisan ini, penulis membatasi masalah dengan

asumsi-asumsi sebagai berikut:

a) Tiang yang ditinjau adalah tiang yang dipancang tegak lurus.

b) Dilakukan peninjauan untuk kelompok tiang.

c) Hanya menghitung daya dukung berdasarkan data CPT,SPT, serta

membandingkannya dengan data uji PDA, tanpa menggunakan data-data

hasil test laboratorium.

d) Tidak menghitung efisiensi daya dukung kelompok mini pile terhadap

gaya horizontal.

e) Hanya menghitung penurunan elastis saja.

f) Tidak menghitung penurunan konsolidasi dikarenakan kekurangan data

(25)

I.6 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang pemilihan judul, tujuan

penulisan, pembatasan masakah dan sistematika penulisan.

BAB II Teori Dasar

Bab ini berisi tentang uraian pondasi, jenis, karakteristik dan

keadaan tanah sebagai media pendukung pondasi, penyelidikan

tanah (soil investigation), pengujian tiang dinamis PDA, penurunan

(settlement) pondasi tiang pancang dan faktor aman.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan uraian lokasi pengambilan data, proses

pengumpulan data, cara atau metode menganalisis data dan

penguraian data dari penyelidikan tanah yang dilaksanakan.

BAB IV Perhitungan dan Pembahasan

Bab ini menguraikan perhitungan daya dukung tiang berdasarkan

data sondir, SPT, penurunan (settlement) tiang tunggal berdasarkan

metode elastic settlement serta hubungannya terhadap daya dukung

dan kedalaman pondasi tiang yang diuraikan dalam tabel dan grafik

/ kurva. Juga membandingkannya dengan hasil data PDA.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan menyimpulkan hasil analisa sesuai dengan

pembatasan masalah, maksud dan tujuan penulisan serta

memberikan saran terhadap hal-hal yang telah dibahas dan

(26)

BAB II

STUDI PUSTAKA

II.1 Pengertian Umum

Konstruksi yang direncanakan secara keteknikan dibangun bertumpu pada

tanah, harus didukung oleh pondasi. Pondasi adalah bagian dari sistem struktur

yang meneruskan beban yang ditopang oleh upper struktur serta berat sendiri dari

struktur tersebut kedalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya. (Braja M.

Das, 1941).

Pondasi tiang adalah pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal

kedalam umbu tiang dengan cara menyerap lenturan, dibuat menjadi satu kesatuan

yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah

konstruksi, dengan tumpuan pondasi (Sosrodarsono-K. Nakazawa, 1983). Daya

dukung tiang adalah kombinasi tahanan selimut dan tahanan ujung tiang, untuk

mendukung konstruksi, bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam, juga untuk

mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama bangunan

tingkat yang dipengaruhi gaya-gaya penggulingan akibat beban angin

(Hardiyatmo, 2002).

Maksud dan tujuan penggunaan pondasi tiang pancang adalah untuk

meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ketanah

pendukung uang kuat, dimana letaknya yang relatif sangat dalam; untuk

meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu

(27)

oleh gesekan dinding tiang dengan tanah sekitarnya;untuk mengikat bangunan

atas yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas oleh gaya hidrostatis atau momen

penggulingan; untuk menahan gaya horizontal dan gaya arah miring (hardiyatmo,

2002).

II.2 Penyelidikan Tanah

Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan

tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium

dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan

mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang

dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan - bangunan lain

yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa. Penyelidikan tanah (soil

investigation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sifat - sifat

dan karakteristik tanah untuk keperluan rekayasa (engineering).

Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada umumnya mencakup maksud –

maksud sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan - lapisan tanah di lokasi

yang ditinjau dalam Tugas Akhir ini lokasi yang ditinjau adalah Proyek

Pembangunan Gedung Pasca Sarjana Unimed Medan.

2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturbed) dan tidak asli

(disturbed) untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk

keperluan pengujian laboratorium;

(28)

4. Untuk melakukan uji lapangan (in - situ field test) seperti uji rembesan, uji

geser vane dan uji penetrasi baku;

5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah kedalam dari lokasi tanah

tersebut;

6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku

bangunan yang sudah ada di sekitar lokasi tersebut.

Jenis penyelidikan tanah yang pada umumnya dilakukan dalam merencanakan

sistem pondasi adalah :

1. Boring Investigation (pengeboran menggunakan tenaga manusia atau

mesin)

2. SPT (Standard Penetration Test)

3. CPT (Uji Sondir)

4. Vane Shear

5. Sampling: Undisturbed dan Disturbed Sample

6. Uji laboratorium : untuk menentukan index properties dan engineering

properties

II.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian Cone Penetrometer Test atau sondir adalah pengujian dengan

menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 600 dan

dengan luasan ujung 1, 54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke

dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu

(29)

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan

untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m,

dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan

pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2Tujuan dari

pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan

hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga

dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda. atau kedalaman

maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari

lempung padat, lanau padat dan pasir kasar. Keuntungan utama dari penggunaan

alat ini adalah tidak perlu diadakan pengeboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi

tidak seperti pada pengujian Standarsd Penetration Test, dengan alat sondir

sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji

laboratorium.

Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan

penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari

kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah

yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai

selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi

tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan

geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah.

(30)

Gambar 2. 1 Tipe ujung konus pada sondir mekanis

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya

digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya

kecil;

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan

lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam

bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah

dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan

tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas.

Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang

dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai

jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan

(31)

1. Hambatan Lekat (HL)

HL = ( JP –PK ) x ( A/B……….…………...……..……….2.1

2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

JHL = Σ HL... 2.2

dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut

(kg/cm2)

PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

(32)

Gambar 2. 3. Cara Penetrasi Sondir Mekanis

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil

tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan

menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung

tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu

dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada

kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan

untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan

jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,

maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan

(33)

Gambar 2. 4. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir

II.2.2 Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan

daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode Standard Penetration Test

merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan

memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm

dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas

dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan

tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

(34)

Gambar 2.5. Skema Uji Standart Penetration Test

Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk

menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan

tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman

tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah

serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit

diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

split spoon sampler, hammer, dan lain – lain.

2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari

kotoran hasil pengeboran dari tabung, segera dipasangkan pada bagian

dasar lubang bor.

3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.

4. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

(35)

tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm

(N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

N2 = 5 pukulan/15 cm

N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13

pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm

pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada

dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi

gangguan;

5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan

dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi

komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam

botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 60 untuk 4x interval

pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m.

Uji Standard Penetration Test ini dapat dilakukan untuk hampir semua

jenis tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris

dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari

pengujian standard penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif

(36)

Tabel 2.1. Hubungan D ,ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

Menurut Peck Menurut Meyerhof

0-4 Sangat

Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir, 1983

II.2.3 Pile Driving Analyzer

Pile Driving Analyzer adalah alat untuk mengukur kekuatan sebuah

pondasi selama pemancangan, yang dikembangkan selama tahun 1960an dan

diperkenalkan pada tahun 1972. Menurut Coduto dalam Foundation Design

Principles and Practices, pengujian daya dukung pondasi tiang dengan

menggunakan alat PDA ini metodologinya telah distandarisasi dan diuraikan

dalam ASTM D4945. Peralatan ini memilikitiga komponen sebagai berikut:

1. Sepasang strain transducers yang diletakkan di dekat kepala tiang,

2. Sepasang accelerometers yang diletakkan di kepala tiang,

3. Sebuah Pile Driving Analyzer (PDA).

Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain transducers

dan accelerometers pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai

berikut:

1. Data strain dikombinasi dengan modulus elastisitas dan luas penampang

(37)

2. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil partikel percepatan

perjalanan gelombang melalui tiang,

3. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil perpindahan pondasi

selama pemukulan hammer.

(38)

Gambar 2.7 Pile Driving Analyzer

Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan

menghasilkan gelombang tegangan (stress wave) yang bergerak ke bawah

sepanjang tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA dengan

alat sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat menganalisa

gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang dengan metode Case.

Dalam analisa persamaan gelombang (wave equation) impact yang

diberikan pada kepala tiang adalah simulasinya, maka dengan PDA ini impact

tersebut adalah benar terjadi.

Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk menghasilkan

gelombang tegangan keseluruh panjang tiang. Dengan menempatkan sepasang

sensor yaitu transducer di bagian atas tiang pada sisi yang berlawanan untuk

mencegah pengaruh lentur tiang, maka pengukuran kecepatan partikel (particle

(39)

accelerometer, serta pengukuran gaya (force) sebagai hasil perkalian besaran

regangan terukur dari transduser regangan (strain transducer) dapat dilakukan.

Dimana hasil pengukuran inilah yang menjadi dasar dalam perhitungan daya

dukung pondasi tiang dengan metode Case.

II.2.3.1 Case Method

Case method merupakan cara pengukuran dan interpretasi terhadap

pengaruh tanah, tegangan pada tiang, kondisi integritas tiang dan kinerja hammer

dengan menggunakan PDA.

Perhitungan daya dukung tiang Case method berdasarkan pada perambatan

gelombang satu dimensi, dengan asumsi bahwa tiang seragam dan ideal plastis

maka dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:

F(turun) = zv (turun)

Keterangan :

, impedansi atau faktor kekakuan dinamis.

Untuk tiang dengan impedansi Z pada saat tiang ditumbuk, gelombang tumbukan

( impact wave) menjalar ke bawah (downward wave), dimana akan terjadi juga

gaya tekan (compression force) yang menyebabkan kecepatan kebawah

(downward particle velocity).

Setelah waktu t = L/c, gelombang akan mencapai ujung tiang (pile tip),

maka gelombang yang merupakan gelombang tekan (compression wave)

dipantulkan keatas sebagai gelombang tarik (tension wave).

Berarti pada ujung tiang gelombang tekan dan tarik saling menghapuskan.

Akan tetapi gelombang pantul yang merupakan gelombang tarik juga akan

(40)

gelombang tarik, arah kecepatan partikel dan penyebaran gelombang berlawanan,

sedangkan pada gelombang tekan arah kecepatan dan penyebaran gelombang

sama.

Bila ada tahanan tanah di sepanjang tiang sebesar R, akan diperoleh

persamaan sebagai berikut:

2.3

Rt = tahanan tanah total

F1 = gaya pada waktu t1 (pukulan maksimum)

F2 = gaya pada waktu t2

Prinsip inilah yang dilakukan oleh PDA, yaitu mengukur F1, F2, V1, V2,

pengukuran dilakukan untuk setiap pukulan yang diberikan. Selain memberikan

hasil perhitungan daya dukung tiang, PDA juga menghasilkan perhitungan dari

transfer energi tumbukan yang terekam, menghitung gaya maksimum yaitu gaya

tekan maupun gaya tarik dilokasi penempatan transducer, serta mengukur kondisi

global integritas tiang.

II.2.3.2 CAPWAP

Case pile Wave Analysis Program (CAPWAP) adalah program aplikasi

untuk menganalisa gelombang gaya (F) dan kecepatan (V) yang diukur oleh PDA.

Program CAPWAP digunakan untuk memperkirakan distribusi dan besarnya gaya

perlawanan tanah sepanjang tiang berdasarkan modelisasi yang dibuat dan

memisahkannya menjadi bagian dinamis dan bagian statis.

Program CAPWAP menggunakan model matematis sistem tiang tanah

(41)

gelombang (wave equation), namun hanya merupakan fungsi dari pergerakan

tiang saja, sedang tanah sendiri adalah pasif. Sehingga parameter tanah yang perlu

diketahui adalah tahanan batas (Ru), perpindahan elastis dari tahanan statis

(quake), faktor redaman tanah (Jc).

Analisa CAPWAP dilakukan dengan mencocokkan kurva (F dan V)

simulasi yang karakteristiknya diketahui, dengan kurva hasil redaman PDA secara

iterasi (trial and error). Jika belum mendapatkan suatu kecocokan, dapat diiterasi

lagi dengan mengubah parameter tanahnya. Jika sudah cocok, artinya model tanah

yang dicari sudah selesai, maka perlawanan tanah (Ru) dapat dipisah menjadi

bagian dinamis dan statis sehingga karakteristik bagian statisnya dapat

didefenisikan.

Termasuk hasil dari CAPWAP adalah dengan model tanah sudah dapat

disimulasikan untuk setiap elemen tiang yaitu fungsi kedalaman, maka dapat

disimulasikan perilaku sistem tiang tanah di bawah pembebanan yaitu kurva

hubungan beban dengan penurunan kepala tiang (load-settlement curve).

Kemudian dengan pengetahuan karakteristik hubungan beban dan

penurunan dalam setiap elemen, maka daya dukung batas tiang dapat diketahui

(42)

Gambar 2.8 Tampilan Program CAPWAP

II.3 Pondasi

II.3.1 Jenis dan Kriteria Pemakaian Pondasi

Kasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:

1. Pondasi dangkal (shallow foundation)

Adalah pondasi dengan perbandingan kedalaman dan lebar telapak

kurang dari satu (D/B 1), disebut juga pondasi alas, pondasi

telapak-tersebar (spread footing) dan pondasi rakit. Terbuat dari beton dan

memakai tulangan yang berguna memikul momen lentur yang bekerja.

Pondasi dangkal mendukung :

a) Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung

kolom (Gambar 2.9b).

b) Pondasi memanjang: digunakan mendukung sederetan kolom berjarak

dekat, dengan telapak, sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar

(43)

c) Pondasi rakit (raft foundation): digunakan di tanah lunak atau susunan

jarak kolomnya sangat dekat disemua arahnya, bila memakai telapak,

sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.9c).

(a) (b)

(c)

Gambar 2.9 Pondasi dangkal (a) pondasi memanjang; (b) pondasi telapak; (c) pondasi rakit

2. Pondasi dalam (deep foundation)

Perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari empat

(D/B 4), meneruskan beban ke tanah keras atau batu, terletak jauh dari

permukaan. Adapun jenis-jenis pondasi dalam :

a) pondasi sumuran (pier foundation); peralihan pondasi dangkal dan

(44)

b) Pondasi tiang (pile foundation); digunakan bila lapisan di kedalaman

normal tidak mampu mendukung bebannya dan lapisan tanah kerasnya

sangat dalam, terbuat dari kayu, beton dan baja. Diameter lebih kecil

dan lebih panjang dari pondasi sumuran (Bowles, 1991).

II.3.2 Pondasi tiang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk

berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang

perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari

tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan

teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan

dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan

dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.

II.3.2.1 Berdasarkan material yang digunakan

Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 jenis,yaitu

tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang

komposit

1.Tiang pancang kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang

pancang kayu sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan

biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu

tidakdiizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk

(45)

keadan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat

busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti -ganti. Tiang

pancang kayu tidak tahan terhadap benda -benda agresif dan jamur yang bisa

menyebabkan pembusukan.

a.Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

1) Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam

pengangkutan;

2) Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk

pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang

pancang beton precast;

3) Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat

masuklagi ke dalam tanah;

4) Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end

bearing pile karena tekanannya relatif kecil.

b.Kerugianpemakaian tiang pancang kayu :

1) Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air

tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah

terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk

penggalian;

2) Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan

dengan tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang

tinggi air tanahnya sering naik turun.

3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang

(46)

Gambar 2.10 Tiang Pancang Kayu

2. Tiang Pancang Beton

a.Precast reinforced concrete pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang

yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup

kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat

memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada

dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran,

segi empat dan segi delapan.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu:

1) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar

tergantung pada mutu beton yang digunakan;

2) Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile

3) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan – bahan

korosifasal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya;

4) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan

galian tanah yang banyak untuk poernya

(47)

1) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal,

oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;

2) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini

berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang

beton ini bisa digunakan;

3) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan

membutuhkan waktu yang lebih lama juga;

4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat

pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk penyambungan

dan memerlukan alat penyambung khusus;

5) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom

terhadap beban vertical dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap

beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.

Gambar 2.11 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile

b.Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton

(48)

1) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi;

2) Tiang pancang tahan terhadap karat;

3) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.

Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile adalah :

1) Sukar ditangani;

2) Biaya pembuatannya mahal;

3) Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung.

c. Cast in place

Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat

pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara

mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas;

2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi

dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah.

Keuntungan pemakaian cast in place :

1) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan;

2) Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam

pengangkutan;

3) Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

Kerugian pemakaian cast in place :

1) Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;

2) Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus;

(49)

Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun prinsip

kerjanya adalah sebagai berikut :

1) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di

dalam ujung pipa dan telah mengeras;

2) Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton

dan pipa masuk ke dalam tanah;

3) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi

dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas.

Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast in place, yaitu solid –

point pipe piles, steel pipe piles, Raymond concrete pile, simplex concrete pile,

based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete

pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.

Gambar.2.12 Tiang Pancang Cast In Place

3. Tiang pancang baja

Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat

(50)

transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang

pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat jika

dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda - beda terhadap texture

(susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan

keadaan kelembaban tanah (moisture content).

Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hampir

mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka karena adanya sirkulasi

air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang mengandung oksigen akan

menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang terjadi karena

terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah

lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan

pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Keuntungan pemakaian tiang pancang baja :

a. Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan;

b. Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi;

c. Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya

patah.

Kerugian pemakaian tiang pancang baja :

a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi;

b. Tiang pancang H dapat mengalami kerusakan besar saat menembus

tanah keras dan yang mengandung batuan, sehingga diperlukan penguatan

(51)

Gambar 2. 13. Tiang Pancang Baja

4. Tiang pancang komposit

Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang

terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama - sama sehingga

merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun

beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

a. Water proofed steel pipe and wood pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka air

tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah tempat

sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang

permanen. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1) Casing dan core dipancang bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai

kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu

tersebut dan harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah;

2) Kemudian core di tarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukkan ke

(52)

3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan

core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing

sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam

casing.

Gambar 2. 14. Water proofed steel pipe and wood pile

b. Composite dropped in - shell and wood pile

Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama dengan water

proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai shell

yang terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral.

Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1) Casing dan core dipancang bersamaan sampai mencapai kedalaman

yang telah ditentukan di bawah muka air tanah;

2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu

(53)

keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus benar – benar

diperhatikan agar kepala tiang tidak rusak;

3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, core ditarik keluar dari casing;

4) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk

bujur sangkar;

5) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik keluar sambil shell yang berisi beton tadi ditahan

dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.

Gambar 2. 15. Composite dropped in - shell and wood pile

c. Composite ungased – concrete and wood pile

Dasar pemilihan tiang ini adalah :

1) Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak

memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile.

Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile akan terlalu panjang

sehingga akan sulit dalam pengangkutan dan biayanya juga akan lebih

(54)

2) Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita

menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat

besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah terendah.

Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :

1) Casing baja dan core dipancang ke dalam tanah hingga mencapai

kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah;

2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu

dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan

tanah keras;

3) Setelah sampai pada tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan

beton dicor sebagian ke dalam casing, kemudian core dimasukkan lagi

ke dalam casing;

4) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak

tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola

di atas tiang pancang kayu tersebut;

5) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi

sampai padat setinggi beberapa cm di atas permukaan tanah. Kemudian

beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas

(55)

Gambar 2. 16. Composite ungased – concrete and wood pile

d .Composite dropped – shell and pipe pile

Dasar pemilihan tiang ini adalah :

1) Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place

concrete pile;

2) Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan

tiang composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu.

Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :

1) Casing dan core dipancang bersamaan sehingga casing hampir

seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari

casing;

2) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan

dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah;

3) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali;

4) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

(56)

baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dapat dimasukkan

dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat;

5) Shell yang terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing

ditarik keluar dari tanah.

e. Franki composite pile

Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja pada

Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang beton precast

biasa atau tiang profil H dari baja.

Cara pelaksanaan tiang ini adalah :

1) Pipa dengan sumbat beton yang dicor lebih dahulu pada ujung pipa baja

dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras;

2) Setelah pemancangan mencapai kedalaman yang telah direncanakan

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

seperti bola;

3) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah;

4) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

(57)

Gambar 2. 17. Franki composite pile

II.3.2.2 Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam

tanah

Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan

menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke

lapisan tanah pendukung.

(58)

2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui

gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah

sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat,

sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin

padat.

Gambar 2.19. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S.,1988)

3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai

kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh

lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.

(59)

II.3.3 Perencanaan Pondasi Tiang

Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan

tiang – tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang.

Dalam pengaturan tiang – tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut :

1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter

berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama;

2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada

kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal;

3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60

sampai 2, 0 meter.

Pada umumnya gaya – gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada kepala

tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah

dan tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang yaitu meliputi

berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat

getaran ketika tiang tersebut melentur.

(60)

Gambar 2. 22. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang

Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan

prosedur sebagai berikut :

1. Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban – beban yang bekerja

pada dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan

di sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari

bahan – bahan pondasi;

2. Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang;

3. Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal (single pile);

4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung

vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang;

5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam

kelompok tiang;

6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam

batasan daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan

diameter, jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus

dihitung kembali kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya;

7. Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok;

8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam

(61)

9. Menghitung penurunan;

10.Merencanakan struktur tiang.

II.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang

II.4.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal

Daya dukung aksial pondasi tiang pada umumnya terdiri atas dua bagian

yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung tiang.

Secara umum kapasitas ultimit pondasi tiang terhadap beban aksial dapat dihitung

dengan persamaan sederhana yang merupakan penjumlahan tahanan keliling

dengan tahanan ujung, yang disampaikan pada persamaan berikut :

Qu = Qs + Qp 2.4

dan

Qall = Qult / SF 2.5

Dengan,

Qu = kapasitas ultimit tiang terhadap beban aksial (ton)

Qp = kapasitas ultimit tahanan ujung tiang (end bearing) (ton)

Qs = kapasitas ultimit geser selimut tiang (skin friction) (ton)

Qall = daya dukung ijin (ton)

SF = faktor keamanan

II.4.1.1 Berdasarkan Hasil Cone Penetration Test (CPT)

Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk

memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang fs. Untuk tanah non –

(62)

kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Meyerhoff juga menyarankan penggunaan persamaan 2. 3 tersebut, yaitu

dengan qc rata – rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang sampai 4d di bawah dasar

tiang. Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah

yang meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor ω untuk tahanan

ujung sebesar 0, 5.

Qb= ω x Ab x qc 2.7

Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen (1974),

DeRuiter dan Beringen (1λ7λ) menyarankan nilai faktor ω seperti padaTabel 2. 2

berikut ini.

Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Pondasi 2

Vesic menyarankan bahwa tahanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding

tiang beton adalah 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir (qf), atau :

Gambar

Gambar 2. 1 Tipe ujung konus pada sondir mekanis
Gambar 2. 2. Dimensi Alat Sondir Mekanis
Gambar 2. 3. Cara Penetrasi Sondir Mekanis
Gambar 2. 4. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang pada proyek pembangunan jembatan sei deli – belawan medan.Kapasitas daya

Manoppo, j, Fabian., Pengaruh jarak antar tiang pada daya dukung tiang pancang. kelompok di tanah lempung lunak akibat

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang pancang tunggal dan kelompok dari hasil sondir (CPT), standard penetration test (SPT), dan bacaan

Untuk menghitung dan membandingkan daya dukung fondasi tiang pancang dengan mengguna- kan data SPT, Kalendering dan PDA serta menghitung penurunan elastik yang terjadi pada

Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan data kalendering (Modified New ENR) Perhitungan kapasitas daya dukung dari pengambilan kalendering di lapangan dengan

Pondasi tiang pancang beton berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada struktur atas.Untuk menghasilkan daya dukung yang

Hasil perhitungan nilai kapasitas daya dukung ultimit tiang tunggal sebesar 19,965 ton dan 131,644 ton berdasarkan data sondir dengan menggunakan metode Aoki de Alancer dan untuk data

Daya dukung selimut tiang pancang berdasarkan data N-SPT dan PDA Data N-SPT merupakan data yang diperoleh dari penyelidikan tanah yang dilakukan terlebih dahulu.. Daya dukung selimut