• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ALIRAN INFUS PADA PASIEN PASCA OPERASI MAYOR ELEKTIF Analysis of Factor Affecting The Flow Rate Infution In Patients After Elective Major Surgery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ALIRAN INFUS PADA PASIEN PASCA OPERASI MAYOR ELEKTIF Analysis of Factor Affecting The Flow Rate Infution In Patients After Elective Major Surgery"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ALIRAN INFUS PADA PASIEN PASCA OPERASI MAYOR ELEKTIF

Agus Prasetyo¹*, Suko Pranowo2, Yuni Sapto Edhy Rahayu3

1,2,3

STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No.24, Sidanegara, Cilacap *

Alamat Korespondensi: prasetyoagus163@ gmail.com

ABSTRAK

Kesehatan manusia dapat dipertahankan dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa di dalam tubuh. Klien bedah sangat rentan mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada saat akibat asupan cairan preoperative yang tidak adekuat atau banyaknya kehilangan cairan intraoperative. Pemberian cairan pascaoperative yang bervariasi dapat berkontribusi pada kejadian morbiditas pasca bedah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dan faktor yang paling dominan, terhadap kelancaran aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif di RSUD Cilacap. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan dengan observasi gejala atau proses yang terjadi pada keadaan yang nyata dan di observasi langsung oleh peneliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kelancaran aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif yaitu tinggi botol infus dan kepatenan selang. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kelancaran tetesan infus pasien pasca operasi mayor elektif yaitu tinggi botol infus.

Kata Kunci: post operasi, cairan, infus

Human health can be maintained by the balance of fluid, electrolyte and acid base balance in the body. Clients are very susceptible to surgical fluid and electrolyte imbalance due to preoperative fluid intake or inadequate amount of fluid lost during surgery. Varying postoperative fluid administration may contribute to the incidence of postoperative morbidity. The purpose of this study is to identify the most dominant factor, to the smooth flow of infusion in patients after major elective surgery in RSUD Cilacap. This is a type of observational analytic study is conducted by observation of symptoms or processes that occur in a real situation and directly observed by obsever. The results of this study indicate that factors related to the smooth flow of infusion in patients after major elective surgery that is the high of infusion bottle and patency of the infusion set. The most dominant factor affecting the smooth drip major elective postoperative patients in hospitals is the high of infusion bottle.

(2)

PENDAHULUAN

Kesehatan manusia dapat dipertahankan

dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan

asam basa di dalam tubuh. Kesembangan ini

dipertahankan oleh asupan, distribusi dan

haluaran air dan elektrolit serta pengaturan

berbagai komponen – komponen tersebut oleh

sistem renal dan paru. Banyak faktor yang dapat

menyebabkan ketidakseimbangan, salah satunya

karena penyakit. (Potter Perry, 2005).

Klien bedah sangat rentan mengalami

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat

asupan cairan preoperative yang tidak adekuat

atau banyaknya kehilangan cairan selama

pembedahan. Klien biasanya puasa sejak tengah

malam sampai pagi sebelum pembedahan serta

efek anastesi juga bisa memperlambat gerakan

peristaltic gastrointestinal.

Prosedur pembedahan dapat menyebabkan

banyak kehilangan darah dan cairan tubuh lain.

Respon stress akibat pembedahan memperburuk

terjadinya ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit. Karena klien bedah beresiko

mengalami ketidak seimbangan cairan dan

elektrolit, maka salah satu tugas penting bagi

perawat adalah mengkaji status hidrasi dan

memonitor fungsi jantung dan neurologi untuk

melihat adanya tanda – tanda perubahan

elektrolit. (Potter Perry, 2005)

Pemberian cairan pascaoperasi yang

bervariasi dapat berkontribusi pada kejadian

morbiditas pascaoperasi. Pada penelitian yang

dilakukan oleh SR Walsh, CJ Walsh di

Colorectal Unit, Arrowe Park Hospital, Upton,

Wirral, UK pada tahun 2005 ditemukan bahwa

17% dari pasien mengalami gangguan cairan

dan elektrolit yang kemudian berujung dengan

angka morbiditas. Tujuh pasien terjadi

takiaritmia, yang dikaitkan dengan resep kalium

pemeliharaan yang tidak memadai, lima pasien

mengembangkan kelebihan cairan, terkait

dengan volume cairan yang berlebihan dan

pemberian natrium. Pada penelitian tersebut

disimpulkan bahwa staff rumah sakit tidak

menggunakan informasi keseimbangan cairan

dan elektrolit yang tersedia ketika melakukan

pemberian cairan dan elektrolit.

Tanggung jawab yang perlu diperhatikan

bagi perawat pada pasien pasca bedah adalah

mempertahankan kepatenan cairan intravena

melalui infus. Perawat menginspeksi tempat

pemasangan jarum infus untuk memastikan

bahwa kateter infus berada pada posisi yang

tepat dalam vena, sehingga cairan dapat

mengalir dengan lancar. Untuk memastikan

pemasukan cairan yang adekuat, perawat

menjaga jangan sampai infus cairan berjalan

lambat. Catatan asupan dan haluaran yang

akurat membantu mengkaji fungsi ginjal dan

sirkulasi. (Potter Perry, 2005)

Beberapa kasus pasien yang meninggal

dunia pasca operasi di RSUD Cilacap pada

tahun 2012 belum terungkap penyebabnya

sampai saat ini. Hasil observasi penulis juga

menemukan bahwa pasien – pasien pasca

operasi tidak mendapatkan perawatan hidrasi

cairan yang memadai di ruang recovery room

(RR). Ruang lingkup kerja perawat pasca

operasi yang meliputi mengobservasi

(3)

pasien yang secara definitive kehilangan cairan

saat menjalani operasi masih jarang

diperhatikan mulai dari ruang RR sampai ke

ruang rawat inap.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan

penulis di RSUD Cilacap didapatkan bahwa dari

5 pasien pasca operasi ditemukan bahwa 3

pasien tidak mendapatkan cairan dan elektrolit

yang sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Dari

1 flabot infus yang seharusnya habis dalam 8

jam, ternyata baru bisa dihabiskan sampai

dengan 12 jam. 2 pasien lainnya mendapatkan

cairan dan elektrolit melebihi dosis. Dari 1

flabot infus yang seharusnya dihabiskan dalam

8 jam, ternyata dihabiskan dalam waktu 6 jam.

Penulis juga menemukan 4 dari 5 pasien pasca

operasi mengalami keadaan menggigil saat tiba

di ruang rawat inap, hal tersebut kemungkinan

juga disebabkan oleh ketidakseimbangan status

hidrasi pasca operasi.

Uraian diatas, melatarbelakangi

dilakukannya penelitian analisis faktor–faktor

yang mempengaruhi kecepatan aliran infus pada

pasien pasca operasi elektif mayor di RSUD

Cilacap tahun 2013.

METODE

Peneliti menggunakan jenis penelitian

observasional analitik. Peneliti melihat data

kondisi–kondisi yang mempengaruhi kecapatan

aliran infus meliputi posisi lengan bawah, posisi

dan kepatenan slang, tinggi botol infus, infiltrasi

atau kebocoran cairan, dan ukuran angiocath

kemudian melihat akibat yang terjadi pada

kecepatan aliran infus pasien pasca operasi

mayor elektif.

Pada penelitian ini yang menjadi populasi

target adalah seluruh pasien pasca operasi mayor

elektif di RSUD Cilacap tahun 2013. Tekhnik

yang digunakan dalam pengambilan sampel

adalah random sampling, dengan jumlah sampel

sebanyak 100 orang.

Pengumpulan data primer dilakukan

dengan cara melakukan observasi pada sampel

penelitian meliputi posisi lengan bawah, posisi

dan kepatenan slang, tinggi botol infus, infiltrasi

atau kebocoran slang. Sedangkan data sekunder

diperoleh dengan cara peneliti mempelajari

lembar status pasien meliputi dosis cairan yang

diberikan dan ukuran angiocath yang

digunakan. Observasi dilakukan langsung oleh

peneliti setelah sebelumnya antara peneliti

melakukan penyamaan persepsi tentang proses

dan hasil observasi masing–masing variabel.

Data dianalisis dengan analisis univariat,

bivariat dan multivariat. Berdasarkan hasil

analisis bivariat, faktor yang mempunyai p ≤

0.25 akan dilanjutkan ke analisis multivariat,

sedangkan faktor yang memiliki p ≥ 0.25 tidak

dilanjutkan ke analisis multivariat (Ummah,

2010). Analisis multivariat dengan uji regresi

logistik menggunakan metode backward

dilakukan untuk mengetahui faktor determinan

yang mempengaruhi kelancaran infus.

Digunakan metode ini dengan tujuan supaya

variabel yang mempunyai nilai p besar

(hubungan paling lemah) akan dikeluarkan

secara bertahap dari analisis, sehingga akan

diperoleh variabel yang mempunyai nilai p

paling kecil (hubungan paling kuat). Untuk

(4)

paling kecil disebut juga dengan determinan

(Ummah 2010).

HASIL

Hasil penelitian dijelaskan dalam

deskripsi di bawah ini.

Tabel 5.1 Hubungan antara faktor posisi lengan bawah dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

Keadaan Kecepatan Aliran Infus

didapatkan bahwa 51% posisi selang infus pada

pasien adalah tidak paten, terjadi lekukan pada

selang, tertindih badan pasien, selang

melengkung dibawah punksi vena. Hasil analisa

bivariat didapatkan nilai p = 0.003 (p lebih kecil

daripada nilai α = 0.05), sehingga ada hubungan

yang bermakna secara statistik antara posisi dan

kepatenan selang infus dengan kecepatan

Posisi Lengan Bawah

Tidak Lancar (%)

Lancar (%) Total (%) tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor

Salah 24 23 47

Benar 24 29 53

Sumber : diolah 2013, P value = 0.564, α=0.05

elektif.

Tabel 5.3 Hubungan antara faktor tinggi botol infus dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

Keadaan Kecepatan Aliran Infus Hasil observasi pada posisi lengan bawah Tinggi Botol

Infus

Tidak Lancar (%)

Lancar (%) Total (%) pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan

bahwa 53% posisi lengan bawah yang terpasang

infus pada kondisi benar dengan daerah tempat

punksi vena berada pada bagian atas saat lengan

pasien diatas tempat tidur. Hasil analisa bivariat

didapatkan nilai p = 0.564 (p lebih besar

daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada

hubungan yang bermakna secara statistik antara

posisi lengan bawah pasien dengan kecepatan

tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor

elektif.

Tabel 5.2 Hubungan antara faktor posisi dan kepatenan selang dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

Keadaan Kecepatan Aliran Infus

Salah 32 15 47

Benar 16 37 53

Sumber : diolah 2013, P value = 0.000, α=0.05

Hasil observasi pada tinggi botol infus

pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan

bahwa 53% tinggi botol infus pasien pada posisi

benar yaitu setinggi kurang lebih mendekati 1

meter diatas tempat punksi vena. Hasil analisa

bivariat didapatkan nilai p = 0.000 (p lebih kecil

daripada nilai α = 0.05), sehingga ada hubungan

yang bermakna secara statistik antara tinggi

botol infus dengan kecepatan tetesan infus pada

pasien pasca operasi mayor elektif.

Tabel 5.4 Hubungan antara faktor infiltrasi dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

Posisi dan Kepatenan

Tidak Lancar

Lancar (%)

Total (%)

Keadaan Kecepatan Aliran Infus

Slang (%) Infiltrasi Tidak Lancar (%) Total (%)

Salah 32 19 51

Lancar (%)

Benar 16 33 49

Sumber : diolah 2013, P value = 0.003, α=0.05

Tidak Ada Infiltrasi Ada Infiltrasi

28 27 55

20 25 45

Hasil observasi pada posisi dan kepatenan

(5)

Posisi selang 0,100 3,179 ada tanda infiltrasi seperti daerah punksi Tinggi infus 0,010 4,419

Hasil observasi pada infiltrasi atau

kebocoran selang infus pada pasien pasca

operasi mayor elektif didapatkan bahwa 45%

ditemukan terjadi kebocoran yaitu cairan infus

mengalir ke jaringan interstitial sekitar punksi,

Tabel 5.6 Hasil pengujian regresi logistik model pertama antara variabel posisi selang kepatenan selang, tinggi botol infus dan ukuran angiocath dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

Parameter Sig. OR

bengkak, dingin, pucat, tidak nyaman di tempat

punksi intravena. Hasil analisa bivariat

didapatkan nilai p = 0.520 (p lebih besar

daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada

hubungan yang bermakna secara statistik antara

infiltrasi atau kebocoran selang infus dengan

kecepatan tetesan infus pada pasien pasca

operasi mayor elektif.

Tabel 5.5 Hubungan antara faktor ukuran angiocath pada vena dengan kecepatan aliran

Ukuran Angicath 0,417 1,468 Sumber : diolah 2013

Berdasarkan hasil analisis didapatkan

bahwa ukuran angiocath dikeluarkan dari model

karena p value paling tinggi. Kemudian

dilakukan uji dengan model kedua sebagai

berikut:

Tabel 5.7 Hasil pengujian regresi logistik model pertama antara variabel posisi selang kepatenan selang, tinggi botol infus dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.

Parameter Sig. OR

Ukuran Kecepatan Aliran Infus Posisi selang 0.010 3.182 Angiocath Tidak

Lancar (%)

Lancar (%) Total (%) Tinggi infus 0.001 4.609 Sumber : diolah 2013

Salah 20 15 35

Benar 28 37 65

Sumber : diolah 2013, P value = 0. 179 α=0.05

Hasil observasi pada ukuran angiocath

pada pasien pasca operasi mayor elektif

didapatkan bahwa 65% ukuran angiocath yang

digunakan dalam tindakan pemberian cairan dan

elektrolit melalui infus adalah benar. Ukuran

angiocath pada pasien dewasa pasca operasi

mayor elektif adalah ukuran 18, 20 dan 22.

Hasil analisa bivariat didapatkan nilai p = 0.179

(p lebih besar daripada nilai α = 0.05), sehingga

tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara ukuran angiocath dengan

kecepatan tetesan infus pada pasien pasca

operasi mayor elektif.

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa p

value masing masing variabel dibawah 0.05,

nilai OR setelah variabel ukuran angiocath

dikeluarkan ternyata perubahannya tidak lebih

dari 10%. Sehingga hasil uji kedua sudah

merupakan hasil akhir yaitu posisi selang 0.010

dan tinggi botol infus 0.001, akan tetapi nilai

yang paling rendah adalah tinggi botol infus.

Dilihat dari nilai OR juga yang paling besar

adalah tinggi infus yaitu 4.609. Sehingga

dikatakan bahwa variabel yang paling

berhubungan dengan kecepatan aliran infus

pada pasien pasca operasi mayor elektif di

RSUD Cilacap Tahun 2013 adalah tinggi botol

(6)

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa

posisi lengan bawah tidak ada hubungan dengan

kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi

mayor elektif di RSUD Cilacap. Hasil penelitian

tersebut dimungkinkan bahwa posisi lengan

bawah pada klien tidak banyak yang berubah,

karena klien masih bedrest di tempat tidur.

Selain itu klien masih banyak dijaga oleh

keluarganya, sehingga posisi sangat

diperhatikan keluarganya. Tetapi jika

berubahpun posisinya tidak terlalu tinggi karena

kelemahan klien sehingga air tetap mengalir

dengan cepat.

Hasil penelitian tersebut tidak sejalan

dengan pendapat Potter and Perry (2005) yang

mengatakan bahwa kadang kala perubahan

posisi lengan klien mengurangi kecepatan

aliran. Sedikit pronasi, supinasi, ekstensi atau

elevasi lengan bawah dapat merubah kecepatan

aliran infus.

Hasil penelitian juga menyimpulkan

bahwa posisi dan kepatenan slang ada

hubungannya dengan kecepatan aliran infus

pada pasien pasca operasi mayor elektif di

RSUD Cilacap. Hal tersebut dimungkinkan

karena posisi slang pasien banyak yang tertekan

tubuhnya atau posisi slang tidak lurus dengan

posisi vena sehingga aliran akan terhambat.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan

pendapat Potter and Perry (2005) Slang dapat

tersumbat oleh berat badan klien, lekukan atau

klem yang dikencangkan terlalu keras.

Kecepatan aliran juga berkurang jika sebagian

sudut slang berada dibawah tempat punksi.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

tinggi botol infus ada hubungannya dengan

kecepatan alian infus pada pasien pasca operasi

mayor elektif di RSUD Cilacap. Hal tersebut

dimungkinkan karena tinggi botol infus selalu

berada di atas posisi jantung atau tetap

tergantung dengan baik pada tempatnya,

sehingga aliran akan tetap baik. Tinggi botol

infus yang salah terjadi ketidaklancaran aliran,

hal itu dimungkinkan karena ada beberapa klien

dimana posisi slang infusnya mengalami ketidak

patenan (tertekuk, tertindih).

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan

pendapat Potter and Perry (2005) Meninggikan

botol infus beberapa inchi dapat mempercepat

aliran dengan menciptakan tekanan yang lebih

besar.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara infiltrasi atau kebocoran selang

infus dengan kecepatan tetesan infus pada

pasien pasca operasi mayor elektif. Hal tersebut

kemungkinan terjadi karena kebocoran terjadi

tidak pada jarum di dalam pembuluh darah,

tetapi pada sambungan antara jarum dan selang

infus, sehingga cairan infus tetap mengalir

dengan lancar. Jadi walau terjadi kebocoran

maka aliran infus masih tetap baik.

Ketidaklancaran aliran infus walau terjadi

kebocoran lebih terpengaruh pada faktor lain

yaitu tingginya botol infus dan kepatenan selang

infus. Selain itu walau terjadi pembengkakan

tetapi kemampuan rongga interstisial untuk

menampung cairan masih memungkinkan

(7)

rongga tersebut, dan pembengakkan tersebut

masih ringan sehingga pasien tidak

menunjukkan adanya rasa nyeri.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara ukuran angiocath dengan

kecepatan tetesan infus pada pasien pasca

operasi mayor elektif. Hal ersebut dimunginkan

karena posisi selang memang paten dan tinggi

botol infus dalam posisi yang benar. Sehingga

tekanan tetap tinggi yang didukung patennya

selang maka aliran akan tetap lancar. Tidak

adanya pasien yang menggunakan slang besar

sehingga tekanan yang ada tetap tinggi. Tekanan

tinggi terjadi karena ukuran selang yang kecil.

Walau selang tertindih tapi dengan tekanan

yang tinggi maka aliran tetap akan lancar.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan

pendapat Potter and Perry (2005) Sebuah

ukuran angiocath yang terlalu besar dapat

menghambat aliran cairan infus.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih

kepada UPT Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat STIKES Al Irsyad Al

Islamiyyah Cilacap atas terselenggara

penelitian ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari penelitian ini, maka dapat

dibuat kesimpulan semetara sebagai berikut :

1. Tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara posisi lengan bawah pasien

dengan kecepatan tetesan infus pada pasien

pasca operasi mayor elektif.

2. Ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara posisi dan kepatenan selang

infus dengan kecepatan tetesan infus pada

pasien pasca operasi mayor elektif.

3. Ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara tinggi botol infus dengan

kecepatan tetesan infus pada pasien pasca

operasi mayor elektif.

4. Tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara infiltrasi atau kebocoran

selang infus dengan kecepatan tetesan infus

pada pasien pasca operasi mayor elektif.

5. Tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara ukuran angiocath dengan

kecepatan tetesan infus pada pasien pasca

operasi mayor elektif.

6. Variabel yang paling dominan berhubungan

dengan kecepatan aliran infus pada pasien

pasca operasi mayor elektif di RSUD

Cilacap Tahun 2013 adalah tinggi botol

infus.

Berdasarkan dari penelitian ini, maka penulis

mengajukan saran sebagai berikut :

1. Perawat perlu memperhatikan faktor –

faktor yang mempengaruhi kelancaran

tetesan infus pada pasien post operasi

elektif mayor

2. Kelancaran tetesan infus adalah hal penting

yang harus diperhatikan perawat karena

kebutuhan rehidrasi cairan pasien pasca

operasi.

3. Pasien perlu diberikan pengetahuan hal –

hal apa saja yang dapat mempengaruhi

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Kozier Erb, (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses dan Praktik

vol.2. EGC; Jakarta.

Potter, Patricia A, (2005) Buku Ajar

Fundamental Keperawatan ; Konsep,

Proses dan Praktik, EGC, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C, (2002) Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah; EGC; Jakarta

Price, Sylvia A, (2006) Patofisiologi; Konsep

Klinis Proses – Proses Penyakit; EGC;

Jakarta

S.R. Walsh, E.J. Cook, R.Bentley, N. Farooq, J.Gardner Thorpe, T. Tang, M.E. Gaunt, E.C. Coveney (2007) Perioperative fluid management: prospective audit. Journal compilation 2007 Blackwell Publishing Ltd Int J Clin Pract, March 2008, 62, 3, 492–497

S.R. Walsh, C.J. Walsh (2005) Intravenous fluid associated morbidity in postoperative patients. Ann R Coll Surg Engl 2005; 87

S.J. Warrilow, L. Weinberg, F. Parker, P.Calzavacca, E. Licari, A.Alys, S. Bagshaw, C. Chrisophi, R. Bellomo (2010) Perioperative fluid prescription, complications and outcomes in major elective open gastrointestinal surgery. Anaesthe.iia and Intensive Care, Vol 38, No. 2, March 2010

Sudjana, N, (2010) Penilaian Hasil Proses

Belajar Mengajar. Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya, pp.85

Suparyanto, (2010) Rancangan Penelitian

Ilmiah. Jogjakarta; Pustaka Ilmu, pp.122

Ummah, (2010) Metodologi Penelitian

Kesehatan, Lembaga Penelitian Pengabdian

Masyarakat, Gombong, pp.158

Gambar

Tabel 5.2 Hubungan antara faktor posisi dan kepatenan selang dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan untuk mengetahui rasio perputaran piutang (X1) dan perputaran modal kerja (X2) sebagai variable independen terhadap

Ia tidak memaparkan tafsir seluruh ayat al-Qur’an, akan tetapi hanya menuliskan ayat-ayat yang menjadi dasar hukum, atau yang menjadi pendukung pendapat dalam

Hasil analisis jalur tersebut menunjukkan bahwa variabel program keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kinerja

(2) me ngetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara pajak penerangan jalan umum dengan alokasi dana penerangan jalan umum tahun 2001-2005. Latar belakang penelitian ini adalah

Merupakan tugas pokok para pendidik atau guru untuk membangkitkan minat siswa dalam kegiatan belajar mereka, baik itu belajar yang bersifat formal yaitu proses belajar yang

Wahbah az-Zuhaili Ketika ayat-ayat yang mulia ini turun, dimana ayat-ayat tersebut mendorong untuk memusihi orang-orang kafir, maka kaum mumin mendapat pengaruh besar

digunakan sebagai biaya pendirian konsorsium proyek jalan tol Depok-Antasari. Hutang pemegang saham Perusahaan merupakan hutang Perusahaan atas pembelian saham Perusahaan dari