ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ALIRAN INFUS PADA PASIEN PASCA OPERASI MAYOR ELEKTIF
Agus Prasetyo¹*, Suko Pranowo2, Yuni Sapto Edhy Rahayu3
1,2,3
STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No.24, Sidanegara, Cilacap *
Alamat Korespondensi: prasetyoagus163@ gmail.com
ABSTRAK
Kesehatan manusia dapat dipertahankan dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa di dalam tubuh. Klien bedah sangat rentan mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada saat akibat asupan cairan preoperative yang tidak adekuat atau banyaknya kehilangan cairan intraoperative. Pemberian cairan pascaoperative yang bervariasi dapat berkontribusi pada kejadian morbiditas pasca bedah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dan faktor yang paling dominan, terhadap kelancaran aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif di RSUD Cilacap. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan dengan observasi gejala atau proses yang terjadi pada keadaan yang nyata dan di observasi langsung oleh peneliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kelancaran aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif yaitu tinggi botol infus dan kepatenan selang. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kelancaran tetesan infus pasien pasca operasi mayor elektif yaitu tinggi botol infus.
Kata Kunci: post operasi, cairan, infus
Human health can be maintained by the balance of fluid, electrolyte and acid base balance in the body. Clients are very susceptible to surgical fluid and electrolyte imbalance due to preoperative fluid intake or inadequate amount of fluid lost during surgery. Varying postoperative fluid administration may contribute to the incidence of postoperative morbidity. The purpose of this study is to identify the most dominant factor, to the smooth flow of infusion in patients after major elective surgery in RSUD Cilacap. This is a type of observational analytic study is conducted by observation of symptoms or processes that occur in a real situation and directly observed by obsever. The results of this study indicate that factors related to the smooth flow of infusion in patients after major elective surgery that is the high of infusion bottle and patency of the infusion set. The most dominant factor affecting the smooth drip major elective postoperative patients in hospitals is the high of infusion bottle.
PENDAHULUAN
Kesehatan manusia dapat dipertahankan
dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan
asam basa di dalam tubuh. Kesembangan ini
dipertahankan oleh asupan, distribusi dan
haluaran air dan elektrolit serta pengaturan
berbagai komponen – komponen tersebut oleh
sistem renal dan paru. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan, salah satunya
karena penyakit. (Potter Perry, 2005).
Klien bedah sangat rentan mengalami
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat
asupan cairan preoperative yang tidak adekuat
atau banyaknya kehilangan cairan selama
pembedahan. Klien biasanya puasa sejak tengah
malam sampai pagi sebelum pembedahan serta
efek anastesi juga bisa memperlambat gerakan
peristaltic gastrointestinal.
Prosedur pembedahan dapat menyebabkan
banyak kehilangan darah dan cairan tubuh lain.
Respon stress akibat pembedahan memperburuk
terjadinya ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Karena klien bedah beresiko
mengalami ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, maka salah satu tugas penting bagi
perawat adalah mengkaji status hidrasi dan
memonitor fungsi jantung dan neurologi untuk
melihat adanya tanda – tanda perubahan
elektrolit. (Potter Perry, 2005)
Pemberian cairan pascaoperasi yang
bervariasi dapat berkontribusi pada kejadian
morbiditas pascaoperasi. Pada penelitian yang
dilakukan oleh SR Walsh, CJ Walsh di
Colorectal Unit, Arrowe Park Hospital, Upton,
Wirral, UK pada tahun 2005 ditemukan bahwa
17% dari pasien mengalami gangguan cairan
dan elektrolit yang kemudian berujung dengan
angka morbiditas. Tujuh pasien terjadi
takiaritmia, yang dikaitkan dengan resep kalium
pemeliharaan yang tidak memadai, lima pasien
mengembangkan kelebihan cairan, terkait
dengan volume cairan yang berlebihan dan
pemberian natrium. Pada penelitian tersebut
disimpulkan bahwa staff rumah sakit tidak
menggunakan informasi keseimbangan cairan
dan elektrolit yang tersedia ketika melakukan
pemberian cairan dan elektrolit.
Tanggung jawab yang perlu diperhatikan
bagi perawat pada pasien pasca bedah adalah
mempertahankan kepatenan cairan intravena
melalui infus. Perawat menginspeksi tempat
pemasangan jarum infus untuk memastikan
bahwa kateter infus berada pada posisi yang
tepat dalam vena, sehingga cairan dapat
mengalir dengan lancar. Untuk memastikan
pemasukan cairan yang adekuat, perawat
menjaga jangan sampai infus cairan berjalan
lambat. Catatan asupan dan haluaran yang
akurat membantu mengkaji fungsi ginjal dan
sirkulasi. (Potter Perry, 2005)
Beberapa kasus pasien yang meninggal
dunia pasca operasi di RSUD Cilacap pada
tahun 2012 belum terungkap penyebabnya
sampai saat ini. Hasil observasi penulis juga
menemukan bahwa pasien – pasien pasca
operasi tidak mendapatkan perawatan hidrasi
cairan yang memadai di ruang recovery room
(RR). Ruang lingkup kerja perawat pasca
operasi yang meliputi mengobservasi
pasien yang secara definitive kehilangan cairan
saat menjalani operasi masih jarang
diperhatikan mulai dari ruang RR sampai ke
ruang rawat inap.
Pada studi pendahuluan yang dilakukan
penulis di RSUD Cilacap didapatkan bahwa dari
5 pasien pasca operasi ditemukan bahwa 3
pasien tidak mendapatkan cairan dan elektrolit
yang sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Dari
1 flabot infus yang seharusnya habis dalam 8
jam, ternyata baru bisa dihabiskan sampai
dengan 12 jam. 2 pasien lainnya mendapatkan
cairan dan elektrolit melebihi dosis. Dari 1
flabot infus yang seharusnya dihabiskan dalam
8 jam, ternyata dihabiskan dalam waktu 6 jam.
Penulis juga menemukan 4 dari 5 pasien pasca
operasi mengalami keadaan menggigil saat tiba
di ruang rawat inap, hal tersebut kemungkinan
juga disebabkan oleh ketidakseimbangan status
hidrasi pasca operasi.
Uraian diatas, melatarbelakangi
dilakukannya penelitian analisis faktor–faktor
yang mempengaruhi kecepatan aliran infus pada
pasien pasca operasi elektif mayor di RSUD
Cilacap tahun 2013.
METODE
Peneliti menggunakan jenis penelitian
observasional analitik. Peneliti melihat data
kondisi–kondisi yang mempengaruhi kecapatan
aliran infus meliputi posisi lengan bawah, posisi
dan kepatenan slang, tinggi botol infus, infiltrasi
atau kebocoran cairan, dan ukuran angiocath
kemudian melihat akibat yang terjadi pada
kecepatan aliran infus pasien pasca operasi
mayor elektif.
Pada penelitian ini yang menjadi populasi
target adalah seluruh pasien pasca operasi mayor
elektif di RSUD Cilacap tahun 2013. Tekhnik
yang digunakan dalam pengambilan sampel
adalah random sampling, dengan jumlah sampel
sebanyak 100 orang.
Pengumpulan data primer dilakukan
dengan cara melakukan observasi pada sampel
penelitian meliputi posisi lengan bawah, posisi
dan kepatenan slang, tinggi botol infus, infiltrasi
atau kebocoran slang. Sedangkan data sekunder
diperoleh dengan cara peneliti mempelajari
lembar status pasien meliputi dosis cairan yang
diberikan dan ukuran angiocath yang
digunakan. Observasi dilakukan langsung oleh
peneliti setelah sebelumnya antara peneliti
melakukan penyamaan persepsi tentang proses
dan hasil observasi masing–masing variabel.
Data dianalisis dengan analisis univariat,
bivariat dan multivariat. Berdasarkan hasil
analisis bivariat, faktor yang mempunyai p ≤
0.25 akan dilanjutkan ke analisis multivariat,
sedangkan faktor yang memiliki p ≥ 0.25 tidak
dilanjutkan ke analisis multivariat (Ummah,
2010). Analisis multivariat dengan uji regresi
logistik menggunakan metode backward
dilakukan untuk mengetahui faktor determinan
yang mempengaruhi kelancaran infus.
Digunakan metode ini dengan tujuan supaya
variabel yang mempunyai nilai p besar
(hubungan paling lemah) akan dikeluarkan
secara bertahap dari analisis, sehingga akan
diperoleh variabel yang mempunyai nilai p
paling kecil (hubungan paling kuat). Untuk
paling kecil disebut juga dengan determinan
(Ummah 2010).
HASIL
Hasil penelitian dijelaskan dalam
deskripsi di bawah ini.
Tabel 5.1 Hubungan antara faktor posisi lengan bawah dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Keadaan Kecepatan Aliran Infus
didapatkan bahwa 51% posisi selang infus pada
pasien adalah tidak paten, terjadi lekukan pada
selang, tertindih badan pasien, selang
melengkung dibawah punksi vena. Hasil analisa
bivariat didapatkan nilai p = 0.003 (p lebih kecil
daripada nilai α = 0.05), sehingga ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara posisi dan
kepatenan selang infus dengan kecepatan
Posisi Lengan Bawah
Tidak Lancar (%)
Lancar (%) Total (%) tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor
Salah 24 23 47
Benar 24 29 53
Sumber : diolah 2013, P value = 0.564, α=0.05
elektif.
Tabel 5.3 Hubungan antara faktor tinggi botol infus dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Keadaan Kecepatan Aliran Infus Hasil observasi pada posisi lengan bawah Tinggi Botol
Infus
Tidak Lancar (%)
Lancar (%) Total (%) pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan
bahwa 53% posisi lengan bawah yang terpasang
infus pada kondisi benar dengan daerah tempat
punksi vena berada pada bagian atas saat lengan
pasien diatas tempat tidur. Hasil analisa bivariat
didapatkan nilai p = 0.564 (p lebih besar
daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada
hubungan yang bermakna secara statistik antara
posisi lengan bawah pasien dengan kecepatan
tetesan infus pada pasien pasca operasi mayor
elektif.
Tabel 5.2 Hubungan antara faktor posisi dan kepatenan selang dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Keadaan Kecepatan Aliran Infus
Salah 32 15 47
Benar 16 37 53
Sumber : diolah 2013, P value = 0.000, α=0.05
Hasil observasi pada tinggi botol infus
pasien pasca operasi mayor elektif didapatkan
bahwa 53% tinggi botol infus pasien pada posisi
benar yaitu setinggi kurang lebih mendekati 1
meter diatas tempat punksi vena. Hasil analisa
bivariat didapatkan nilai p = 0.000 (p lebih kecil
daripada nilai α = 0.05), sehingga ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara tinggi
botol infus dengan kecepatan tetesan infus pada
pasien pasca operasi mayor elektif.
Tabel 5.4 Hubungan antara faktor infiltrasi dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Posisi dan Kepatenan
Tidak Lancar
Lancar (%)
Total (%)
Keadaan Kecepatan Aliran Infus
Slang (%) Infiltrasi Tidak Lancar (%) Total (%)
Salah 32 19 51
Lancar (%)
Benar 16 33 49
Sumber : diolah 2013, P value = 0.003, α=0.05
Tidak Ada Infiltrasi Ada Infiltrasi
28 27 55
20 25 45
Hasil observasi pada posisi dan kepatenan
Posisi selang 0,100 3,179 ada tanda infiltrasi seperti daerah punksi Tinggi infus 0,010 4,419
Hasil observasi pada infiltrasi atau
kebocoran selang infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif didapatkan bahwa 45%
ditemukan terjadi kebocoran yaitu cairan infus
mengalir ke jaringan interstitial sekitar punksi,
Tabel 5.6 Hasil pengujian regresi logistik model pertama antara variabel posisi selang kepatenan selang, tinggi botol infus dan ukuran angiocath dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Parameter Sig. OR
bengkak, dingin, pucat, tidak nyaman di tempat
punksi intravena. Hasil analisa bivariat
didapatkan nilai p = 0.520 (p lebih besar
daripada nilai α = 0.05), sehingga tidak ada
hubungan yang bermakna secara statistik antara
infiltrasi atau kebocoran selang infus dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif.
Tabel 5.5 Hubungan antara faktor ukuran angiocath pada vena dengan kecepatan aliran
Ukuran Angicath 0,417 1,468 Sumber : diolah 2013
Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa ukuran angiocath dikeluarkan dari model
karena p value paling tinggi. Kemudian
dilakukan uji dengan model kedua sebagai
berikut:
Tabel 5.7 Hasil pengujian regresi logistik model pertama antara variabel posisi selang kepatenan selang, tinggi botol infus dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
infus pada pasien pasca operasi mayor elektif.
Parameter Sig. OR
Ukuran Kecepatan Aliran Infus Posisi selang 0.010 3.182 Angiocath Tidak
Lancar (%)
Lancar (%) Total (%) Tinggi infus 0.001 4.609 Sumber : diolah 2013
Salah 20 15 35
Benar 28 37 65
Sumber : diolah 2013, P value = 0. 179 α=0.05
Hasil observasi pada ukuran angiocath
pada pasien pasca operasi mayor elektif
didapatkan bahwa 65% ukuran angiocath yang
digunakan dalam tindakan pemberian cairan dan
elektrolit melalui infus adalah benar. Ukuran
angiocath pada pasien dewasa pasca operasi
mayor elektif adalah ukuran 18, 20 dan 22.
Hasil analisa bivariat didapatkan nilai p = 0.179
(p lebih besar daripada nilai α = 0.05), sehingga
tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara ukuran angiocath dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif.
Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa p
value masing masing variabel dibawah 0.05,
nilai OR setelah variabel ukuran angiocath
dikeluarkan ternyata perubahannya tidak lebih
dari 10%. Sehingga hasil uji kedua sudah
merupakan hasil akhir yaitu posisi selang 0.010
dan tinggi botol infus 0.001, akan tetapi nilai
yang paling rendah adalah tinggi botol infus.
Dilihat dari nilai OR juga yang paling besar
adalah tinggi infus yaitu 4.609. Sehingga
dikatakan bahwa variabel yang paling
berhubungan dengan kecepatan aliran infus
pada pasien pasca operasi mayor elektif di
RSUD Cilacap Tahun 2013 adalah tinggi botol
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa
posisi lengan bawah tidak ada hubungan dengan
kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi
mayor elektif di RSUD Cilacap. Hasil penelitian
tersebut dimungkinkan bahwa posisi lengan
bawah pada klien tidak banyak yang berubah,
karena klien masih bedrest di tempat tidur.
Selain itu klien masih banyak dijaga oleh
keluarganya, sehingga posisi sangat
diperhatikan keluarganya. Tetapi jika
berubahpun posisinya tidak terlalu tinggi karena
kelemahan klien sehingga air tetap mengalir
dengan cepat.
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan
dengan pendapat Potter and Perry (2005) yang
mengatakan bahwa kadang kala perubahan
posisi lengan klien mengurangi kecepatan
aliran. Sedikit pronasi, supinasi, ekstensi atau
elevasi lengan bawah dapat merubah kecepatan
aliran infus.
Hasil penelitian juga menyimpulkan
bahwa posisi dan kepatenan slang ada
hubungannya dengan kecepatan aliran infus
pada pasien pasca operasi mayor elektif di
RSUD Cilacap. Hal tersebut dimungkinkan
karena posisi slang pasien banyak yang tertekan
tubuhnya atau posisi slang tidak lurus dengan
posisi vena sehingga aliran akan terhambat.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
pendapat Potter and Perry (2005) Slang dapat
tersumbat oleh berat badan klien, lekukan atau
klem yang dikencangkan terlalu keras.
Kecepatan aliran juga berkurang jika sebagian
sudut slang berada dibawah tempat punksi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
tinggi botol infus ada hubungannya dengan
kecepatan alian infus pada pasien pasca operasi
mayor elektif di RSUD Cilacap. Hal tersebut
dimungkinkan karena tinggi botol infus selalu
berada di atas posisi jantung atau tetap
tergantung dengan baik pada tempatnya,
sehingga aliran akan tetap baik. Tinggi botol
infus yang salah terjadi ketidaklancaran aliran,
hal itu dimungkinkan karena ada beberapa klien
dimana posisi slang infusnya mengalami ketidak
patenan (tertekuk, tertindih).
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
pendapat Potter and Perry (2005) Meninggikan
botol infus beberapa inchi dapat mempercepat
aliran dengan menciptakan tekanan yang lebih
besar.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara infiltrasi atau kebocoran selang
infus dengan kecepatan tetesan infus pada
pasien pasca operasi mayor elektif. Hal tersebut
kemungkinan terjadi karena kebocoran terjadi
tidak pada jarum di dalam pembuluh darah,
tetapi pada sambungan antara jarum dan selang
infus, sehingga cairan infus tetap mengalir
dengan lancar. Jadi walau terjadi kebocoran
maka aliran infus masih tetap baik.
Ketidaklancaran aliran infus walau terjadi
kebocoran lebih terpengaruh pada faktor lain
yaitu tingginya botol infus dan kepatenan selang
infus. Selain itu walau terjadi pembengkakan
tetapi kemampuan rongga interstisial untuk
menampung cairan masih memungkinkan
rongga tersebut, dan pembengakkan tersebut
masih ringan sehingga pasien tidak
menunjukkan adanya rasa nyeri.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara ukuran angiocath dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif. Hal ersebut dimunginkan
karena posisi selang memang paten dan tinggi
botol infus dalam posisi yang benar. Sehingga
tekanan tetap tinggi yang didukung patennya
selang maka aliran akan tetap lancar. Tidak
adanya pasien yang menggunakan slang besar
sehingga tekanan yang ada tetap tinggi. Tekanan
tinggi terjadi karena ukuran selang yang kecil.
Walau selang tertindih tapi dengan tekanan
yang tinggi maka aliran tetap akan lancar.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
pendapat Potter and Perry (2005) Sebuah
ukuran angiocath yang terlalu besar dapat
menghambat aliran cairan infus.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada UPT Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat STIKES Al Irsyad Al
Islamiyyah Cilacap atas terselenggara
penelitian ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari penelitian ini, maka dapat
dibuat kesimpulan semetara sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara posisi lengan bawah pasien
dengan kecepatan tetesan infus pada pasien
pasca operasi mayor elektif.
2. Ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara posisi dan kepatenan selang
infus dengan kecepatan tetesan infus pada
pasien pasca operasi mayor elektif.
3. Ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara tinggi botol infus dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif.
4. Tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara infiltrasi atau kebocoran
selang infus dengan kecepatan tetesan infus
pada pasien pasca operasi mayor elektif.
5. Tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara ukuran angiocath dengan
kecepatan tetesan infus pada pasien pasca
operasi mayor elektif.
6. Variabel yang paling dominan berhubungan
dengan kecepatan aliran infus pada pasien
pasca operasi mayor elektif di RSUD
Cilacap Tahun 2013 adalah tinggi botol
infus.
Berdasarkan dari penelitian ini, maka penulis
mengajukan saran sebagai berikut :
1. Perawat perlu memperhatikan faktor –
faktor yang mempengaruhi kelancaran
tetesan infus pada pasien post operasi
elektif mayor
2. Kelancaran tetesan infus adalah hal penting
yang harus diperhatikan perawat karena
kebutuhan rehidrasi cairan pasien pasca
operasi.
3. Pasien perlu diberikan pengetahuan hal –
hal apa saja yang dapat mempengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
Kozier Erb, (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses dan Praktik
vol.2. EGC; Jakarta.
Potter, Patricia A, (2005) Buku Ajar
Fundamental Keperawatan ; Konsep,
Proses dan Praktik, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2002) Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah; EGC; Jakarta
Price, Sylvia A, (2006) Patofisiologi; Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit; EGC;
Jakarta
S.R. Walsh, E.J. Cook, R.Bentley, N. Farooq, J.Gardner Thorpe, T. Tang, M.E. Gaunt, E.C. Coveney (2007) Perioperative fluid management: prospective audit. Journal compilation 2007 Blackwell Publishing Ltd Int J Clin Pract, March 2008, 62, 3, 492–497
S.R. Walsh, C.J. Walsh (2005) Intravenous fluid associated morbidity in postoperative patients. Ann R Coll Surg Engl 2005; 87
S.J. Warrilow, L. Weinberg, F. Parker, P.Calzavacca, E. Licari, A.Alys, S. Bagshaw, C. Chrisophi, R. Bellomo (2010) Perioperative fluid prescription, complications and outcomes in major elective open gastrointestinal surgery. Anaesthe.iia and Intensive Care, Vol 38, No. 2, March 2010
Sudjana, N, (2010) Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, pp.85
Suparyanto, (2010) Rancangan Penelitian
Ilmiah. Jogjakarta; Pustaka Ilmu, pp.122
Ummah, (2010) Metodologi Penelitian
Kesehatan, Lembaga Penelitian Pengabdian
Masyarakat, Gombong, pp.158