• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SINERGITAS ORANGTUA SEKOLAH DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN SINERGITAS ORANGTUA SEKOLAH DALAM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN SINERGITAS ORANGTUA-SEKOLAH

DALAM MEMODERASI IMPLEMENTASI

MANAJEMEN PENJAMINAN MUTU

INTERNAL, DAN IMPLEMENTASI KONSEP

SIT (SEKOLAH ISLAM TERPADU) PADA

PEMBENTUKAN KARAKTER ISLAMI SISWA

DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU

PROPOSAL

TESIS

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Oleh

NOVA MEGA PERSDA

0102515022

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN

Dalam membangun generasi pemimpin masa depan, pemilik peradaban, pendidikanlah yang menjadi ujung tombak yang akan membentuknya. Pendidikan yang mereka lalui saat ini yang akan mengasah kemampuannya, akan mempertajam daya pikirnya, akan melejitkan kreativitasnya dan akan membimbing emosionalnya. Sebagaimana teori kecerdasan majemuk yang dicetuskan oleh Dr. Howard Gardner, keberhasilan sesorang tidak hanya diperoleh melalui kecerdasan intelektualnya saja tetapi ada banyak kecerdasan lain, dimana masing-masing individu memiliki kecenderungan pada kecerdasan yang berbeda. Dari semua kecerdasan tersebut ada hal yang paling mendasar yang akan menjadi pijakan dan pondasi bagi keselarasan kehidupan sesorang, yaitu bagaimana seseorang mampu beradaptasi dan diterima oleh lingkungannya dimanapun mereka berada, hal yang dapat membimbingnya selalu melalui jalan kebenaran, sejalan dengan keyakinan dan norma yang dianutnya serta dianut masyarakat beradab, hal tersebut adalah Karakter positif.

(3)

Muhammad Alwi mengatakan bahwa “karakter dimaknai sebagai kehidupan berperilaku baik/ penuh kebajikan terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta) serta terdapat diri sendiri”, selanjutnya beliau menuliskan bahwa “pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral dan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati”.

“Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini, pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi”. (Lickona, 2013;7), “Pendidikan karakter merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki degradasi moralitas atau degradasi karakter generasi muda saai ini dan di masa depan, khususnya peserta didik di sekolah. Kesadaran mengintegrasikan nilai-nilai karakter melalui pendidikan, karena pendidikan terbukti menjadi sarana efektif bagi penanaman tata nilai, budaya, ideologi, dan sebagainya. Pendidikan juga dipercaya menjadi sarana proses ‘memanusiakan’ manusia, manusia menjadi

insan kamil (manusia utama), dan investasi masa depan”. (Wibowo,2013;245).

(4)

berbagai media, seperti televisi, koran, dan media sosial, memperlihatkan hal yang sangat ironis terjadi di kalangan generasi muda Indonesia.

Menurut KPAI, saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat, dari 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. (Republika, Rabu 15 Oktober 2014, dalam www. Kpai.go.id/berita/kasus bullying). KPAI juga melaporkan bahwa data BNN 2010 menyebutkan, pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang. Rinciannya generasi muda dan usia produktif adalah pengguna narkoba terbanyak. Mereka terdiri dari mahasiswa dan pelajar berjumlah 921.695. Komisi perlindingan anak memperkirakan 21 juta anak Indonesia menjadi perokok dan meningkat setiap tahunnya. Kini usia Prevalensi anak merokok bergeser hingga usia tujuh tahun. (www.kpai.go.id/artikel/peta-permasalahan-perlindungan-anak-di-iindonesia/).

Di Samping itu, tidak kalah mencengangkan yakni hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah hati terhadap anak Indonesia diantaranya adalah catatannya mengenai pornografi pada anak, sekitar 67% dari 2.818 siswa SD kelas 4-6 sudah pernah mengakses pornografi, menurut Elly Risman, S.Psi direktur Yayasan kita dan buah hati “ padahal efeknya dapat merusak otak dan otomatis menghancurkan masa depan mereka”. (http://majalah.hidayatullah.com/2010/08/).

(5)

mengambil hak orang lain secara paksa, menyampaikan pendapat dengan cara yang anarkis dan lain sebagainya.

Dari paparan di atas menunjukkan ada sesuatu yang hilang dan terkikis dari diri seseorang yaitu karakter baik, sesuatu yang menggerakkan mekanisme tubuh dan cara berfikir dari dalam diri yang mampu membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk, karena sesungguhnya sangatlah tidak berarti pengetahuan yang dimiliki sesorang apabila digunakan dengan cara yang salah sehingga dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosinya, mengubah cara pandangnya dan membentuk kepribadiannya secara positif sangatlah diperlukan.

Dalam hal ini institusi pendidikan memiliki peran kunci yang dominan dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan pengaplikasian tentang karakter positif, sepatutnya sekolah bukan hanya tempat untuk mentransfer ilmu pengetahuan semata, tetapi lebih dalam lagi adalah bagaimana sekolah tersebut membentuk kepribadian yang baik, dimana kepribadian tersebut mengakar jauh dan kuat dalam jiwa seseorang sehingga apapun aktivitas dan perbuatannya akan mencerminkan kedalaman dan kekuatan kepribadian tersebut dan menjelma menjadi sebuah kebiasaan baik atau positive habitual.

(6)

jiwanya, serta menciptakan lingkungan yang penuh energi positif yang akan memberikan motivasi positif pula, demi kesuksesan dan keharmonisan seseorang dengan lingkungannya.

Untuk mengetahui determinan apasaja yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter ada pendapat yang bisa menjadi pertimbangan diantaranya adalah Campbell dan R. Obligasi (1982) menyatakan ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang yaitu 1). Faktor keturunan, 2). Pengalaman masa kanak-kanak, 3). Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua, 4) Pengaruh lingkungan sebaya, 5) Lingkungan fisik dan sosial, 6) Subtansi materi di sekolah atau lembaga pendidikan lain, 7) Media massa. (http//www.Membumikan-pendidikan.blogspot.com/2014/10)

(7)

sesuai dengan standar sekolah”. Sedangkan penjaminan mutu sendiri memiliki pengertian sebagai berikut “Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan”. (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, pasal 1 ayat 2).

Dalam riset yang dilakukan oleh Harli Trisdiono (2015) yaitu untuk mengetahui keefektifan dan dampak (effect size) diklat capacity building audit mutu internal tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta yang diselenggarakan oleh LPMP D.I. Yogyakarta tahun 2015, didapatkan hasil bahwa “Diklat capacity building audit mutu internal tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta yang diselenggarakan oleh LPMP D.I. Yogyakarta tahun 2015 memiliki dampak yang besar yang ditunjukkan dari nilai effect size sebesar 0,80, artinya diklat tersebut mempunyai efek yang besar terhadap perubahan pengetahuan dan keterampilan peserta, diharapkan pula akan terbentuk karakter positif dalam peningkatan kualitas kinerjanya”. Riset lainnya mengatakan bahwa “sekolah telah berperan dalam pembentukan karakter religius siswa, dengan pemberian bekal yang baik yang di ajarkan oleh guru seperti menanamkan nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran, memberi pengetahuan yang cukup di bidang pengetahuan umum maupun dalam pengetahuan teknologi.” (Agustina, Suntoro, dan Nurmalisa, 2013). Riset Agustinova (2012) dalam tesisnya mengatakan bahwa “budaya sekolah yang bermutu mendukung pelaksanaan penanaman karakter pada siswa, dengan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran yang bisa mengaktifkan peserta didik, mempermudah proses penanaman nilai-nilai karakter”. Riset Flurentin (2014), faktor self Awareness juga mempengaruhi pembentukan karakter siswa, selain itu, riset Juono (2014), konsep sekolah islam terpadu (integratif) dapat membentuk karakter positif pada siswa.

(8)

pengaruhnya masih terlihat fruktuatif, kadang dapat menguat dan kadang juga lemah, hasil yang ditemukan oleh Agustina, Suntoro dan Nurmalisa (2013) dari perhitungan dengan menggunakan rumus persentase maka hasil penelitian dikategorikan sangat berperan sehingga dari hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peran yang sangat kuat dan signifikan antara Peran Sekolah Islam terpadu dalam pembentukan karakter religius siswa. Pada riset Agustinova (2013), terdapat hambatan pada implementasi konsep SIT pada pembentukan karakter yaitu pendidik kurang bisa memahami karakteristik masing-masing siswa dan kurangnya partisipasi aktif orang tua dalam proses penanaman karakter, sedangkan Sulistiyowati (2015), pengendalian standar mutu dalam pendidikan karakter untuk memperbaiki faktor penyebab standar mutu dalam pendidikan karakter tidak tercapai, dan memberikan saran agar kepala sekolah sebaiknya meningkatkan komunikasi dengan orang tua dalam pengasuhan karakter siswa.

(9)

Lickona (2013), mengatakan bahwa “meskipun sekolah mampu meningkatkan pemahaman awal para siswanya ketika mereka ada di sekolah, kemudian bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa sekolah mampu melaksanakan hal tersebut, sikap baik yang dimiliki oleh anak-anak tersebut perlahan akan menghilang jika nilai-nilai yang diajarkan disekolah tersebut tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan rumah. Dengan alasan tersebut, sekolah dan keluarga harusnya seiring dalam menyikapi masalah yang mncul. Dengan adanya kerjasama antara kedua pihak, kekuatan yang sesungguhnya dapat dimunculkan untuk meningkatkan nilai moral sebagai seorang manusia dan untuk meningkatkan kehidupan sosial di negara ini”. Sumarsono (2015), dalam risetnya menulis, “Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Oleh karena itu, orang tua dan guru adalah mitra yang perlu bergandengan tangan saat menuntun tumbuh kembang peserta didik”. “The research literature is unequivocal in showing that parental involvement makes a significant difference to educational achievement”. (Bull, Brooking, and Campbell : New Zealand Council for Educational Research, 2008). Oleh karena itu, faktor sinergitas orang tua-sekolah menjadi sangat penting untuk dapat memoderasi proses pembentukan karakter islami siswa.

Dari seluruh bahasan mengenai fenomena, research gap, serta riset-riset yang telah ada sebelumnya yang melatarbelakangi penelitian ini, serta dengan memperhatikan variabel determinan dalam pembentukan karakter islami siswa maka riset ini akan menguji implementasi penjaminan mutu internal dan implementasi konsep sekolah islam terpadu terhadap pembentukan karakter islami siswa dengan sinergitas orang tua-sekolah yang memoderasinya. Apakah dapat dibuktikan bahwa sinergitas orang tua-sekolah akan mampu menjadi variabel moderating yang akan memperkuat peran implementasi penjaminan mutu internal terhadap karakter islami siswa dan implementasi konsep sekolah islam terpadu terhadap pembentukan karakter islami siswa? Demikianlah hal yang melatarbelakangi dilakukannya riset ini.

(10)

Dari seluruh paparan diatas, untuk lebih memperjelas arah penelitian ini maka dapat dituangkan dalam rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah secara signifikan implementasi manajemen penjaminan mutu internal berpengaruh terhadap pembentukan karakter islami siswa? 2. Apakah segara signifikan implementasi konsep sekolah islam terpadu

berpengaruh terhadap pembentukan karakter islami siswa?

3. Apakah secara signifikan Sinergitas orangtua-sekolah berpengaruh terhadap implementasi manajemen penjaminan mutu internal?

4. Apakah secara signifikan Sinergitas orangtua-sekolah berpengaruh terhadap implementasi konsep sekolah islam terpadu?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh implementasi manajemen penjaminan mutu internal terhadap pembentukan karakter islami siswa

2. Untuk menganalisis pengaruh implementasi konsep sekolah islam terpadu terhadap pembentukan karakter islami siswa

3. Untuk menganalisis peran Sinergitas orangtua-sekolah terhadap implementasi manajemen penjaminan mutu internal

4. Untuk menganalisis peran Sinergitas orangtua-sekolah terhadap implementasi konsep sekolah islam terpadu

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Dilakukannya penelitian ini adalah atas dasar mencari nilai kebaikan dan kemanfaatan yang akan memberikan jalan ataupun alternatif pilihan untuk dapat membenahi dan memperbaiki sistem pembentukan karakter yang telah ada saat ini, selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis a. Verifikasi Teori

(11)

implementasi konsep sekolah islam terpadu yang memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter tersebut.

b. Pengembangan Teori

Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan pengembangan teori, yaitu dengan menghadirkan variabel moderating berupa adanya peran sinergitas orangtua-sekolah yang dapat memperkuat pengaruh variabel-variabel independen terhadap dependennya, bahwa dengan hadirnya variabel moderating maka proses pembentukan karakter siswa akan jauh lebih efektif dan memberikan pengaruh yang signifikan.

2. Manfaat Praktis a. Perbaikan Kinerja

Peneliti mengharapkan bahwa dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pada adanya perbaikan kinerja manajemen dalam hal ini adalah sekolah, hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan dalam menerapkan pembentukan karakter islami pada siswa secara lebih efektif.

b. Perbaikan strategi

(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Teori Dasar (Grand Theory)

Dalam sebuah hadist Rasulullah Muhammad SAW, beliau bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR. Bukhari), hadits tersebut mengatakan bahwa karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana ia tinggal, sedangkan dalam Al Qur’an surat Ar Rum (30):30, Allah berfirman “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa, manusia lahir ke dunia telah membawa sifat-sifat positif (Fitrah), hal ini menjadi dasar teori pembentukan karakter manusia dalam islam yaitu manusia dilahirkan telah membawa sifat positif dan kemudian lingkungan akan memberikan peranan lebih dominan dalam pembentukannya. Dalam dunia pengetahuan modern yang berkiblat ke Barat, beberapa peneliti mencetuskan teori tentang pembentukan karakter ada yang sejalan dengan teori fitrah dalam islam, yaitu dikenal sebagai Teori Konvergensi (William Stern), Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan. Diakui bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa pembawaan. Namun pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu tugas pendidik adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin potensi anak sehingga kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsanya. ( http://muhammad-win-afgani.blogspot.co.id/2010/01/tiga-teori-yang-melandasi-pendidikan.html).

(13)

Karakter Islami Siswa Lingkungan (Pengalaman langsung atau observasi tak langsung)

Teori Kognitif Sosial (Albert Bandura)

Pengalaman langsung ataupun tak langsung seperti observasi yang dilakukan seseorang pada lingkungannya akan membentuk pengetahuan dan perilakunya yang menjadi dasar bagi pembentukan karakter orang tersebur proaktif, aspirasi, penilaian diri, dan reflesi diri? Bagaimana itu semua diperoleh?

(Bandura dalam Hargenhahn & Olson, 384, 2014).

Dalam pembentukan perilaku seseorang menurut Bandura dalam teori agen manusia memiliki ciri utama :

Pertama, agen anusia dicirikan oleh intentionality (intensionalitas) yangn didefinisakan Bandura (2001) sebagai “representasi arah tindakan yang akan dilakukan di masa depan“ (h.6). Dengan kata lain intensionalitas melibatkan arah perencanaan tindakan untuk tujuan tertentu. Jadi seseorang yang ingin belajar main golf atau piano akan membuat rencana untuk mengikuti kursus, berlatih setiap minggu, berlangganan majalah yang relevan, dan sebagainya. Tetapi, rencana itu sendiri tidak menjamin individu akan bisa menguasai keterampilan itu; ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai rencana.

Kedua, agan manusia ciririkan oleh forethrought (pemikiran ke depan), yang didefinisikan sebagai antisipasi atau perkiraan konsekuensi dari niat kita. Orientasi ke masa depan ini memandu perilaku kita ke arah akuisisi hasil positif yang menjauhkan diri dari hasil negatif, dan karenanya bertindak sebagai fungsi motivasi. Calon pegolf memperkirakan agan mengikuti liga golf, mendapat teman baru dan kursus golf, bermain di turnamen amatir, dan sebagainya. Repreentasi kognitif dari tujuan itulah yang akan memberikan motivasi dan pedoman serta tunduk pada regulasi-diri berdasarkan anggapan kecakapan diri, keyakinan, dan standar moral. Dalam contoh pegolf di atas, ia tidak membanyangkan dirinya akan bermain curang, atau menjadi pegolf proifesional tingkat dunia.

Ketiga, agen manusia dicirikan oleh self-reactiveness (kereaktifan-diri), yang menghubungkan pikiran dengan tindakan. Bandura (2001) menulis bahwa orang ‘melakukan hal-hal yang membuat mereka pua, rasa bangga, dan bermartabat, dan tak mau berbuat sesuatu yang menimbulkan kekecewaan, merendahkan diri, dan mempermalukan diri” (h.8). Ciri ini berfungsi memandu pelaksanaan perilaku aktual.

Terakhir, agen manusia dicirikan oleh self-reflectivenees (kereflektifan diri), kemampuan metakognisi untuk merenungkan arah, konsekuensi, dan makna dari rencana dan tindakan kita.

(Hargenhahn & Olson, 2014:384-385)

(14)

Penjaminan Mutu Internal Sekolah

Konsep Sekolah Islam Terpadu

Sinergitas Orang tua-Sekolah

Gambar 2.1

Peran Teori Kognisi Sosial menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

2.2 Kajian Variabel Penelitian

2.2.1 Implementasi Penjaminan Mutu Internal Sekolah

Mutu (Quality) merupakan sebuah faktor penting yang menentukan sebuah kegiatan dapat dikatakan baik atau tidak, ia merupakan alat ukur yang menggambarkan ‘derajat’ sebuah aktivitas. Agar mutu sebuah lembaga dabart berlangsung terus menerus secara konstan atau bahkan semakin meningkat, dibutuhkan adanya sebuah sistem yang menjamin hal tersebut. Oleh karena itu, untuk menghasilkan produk yang bermutu pada lembaga yang bersangkutan, dilakukan fungsi pengembalian mutu (Quality Control) berdasarkan kriteria mutu tertentu terhadap barang yang diproduksi sebelum masuk pasar, dengan menilai apakah termasuk katagori tidak bermutu atau bermutu tinggi. (Sani, dkk, 2015).

(15)

harapan para konsumennya, sistem manajemen mutu tersebut dikenal sebagai penjaminan mutu (Quality Assurance).

2.2.2 Implementasi Konsep Sekolah Islam Terpadu (SIT) 2.2.3 Sinergitas Orang Tua-Sekolah

2.2.4 Karakter Islami Siswa 2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

2.4 Kerangka Teoritik dan Model Teoritik

Gambar

Gambar 2.1Peran Teori Kognisi Sosial menjelaskan pengaruh variabel independen

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini juga mencakup kerangka pemikiran, penelitian sebelumnya, serta pengembangan hipotesis mengenai hubungan masing-masing variabel independen yang meliputi

Seluruh konselor harus mampu mengakomodasi segala potensi yang bersemayam dalam diri murid, guru dan orang tua serta harus mampu mengemasnya menjadi satu bentuk

Riset ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel manfaat nonmaterial, kedekatan geografis, dan kedekatan sosial pada komitmen relasional, serta menganalisis

( , yaitu metode penelitian yang menyajikan gambaran secara sistematis mengenai suatu variabel, keadaan / fenomena serta menganalisis data untuk menerapkan dalam

lebih tidak manipulatif, melainkan lebih koersif, (d) tidak melibatkan pengucilan sosial, serta (e) tidak unik pada manusia (dapat terjadi pada hewan). Bila ongkos untuk

Berdasarkan fenomena dan juga atas dasar teori serta hasil riset terdahulu maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas layanan, inovasi

Oleh karena itu, dengan adanya fenomena terkait disparitas gaji serta beragam hasil dari penelitian terdahulu mengenai pengaruh disparitas gaji terhadap kinerja perusahaan, maka penulis

Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya didapatkan hasil-hasil yang berbeda serta data fenomena bisnis yang menunjukkan naik turunnya nilai perusahaan pada sektor properti dan real