• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANFAAT EKONOMI DAN EKOLOGIS KAWASAN TAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANFAAT EKONOMI DAN EKOLOGIS KAWASAN TAM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Oleh : Edi

MANFAAT EKONOMI DAN EKOLOGIS KAWASAN TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (TNBG) DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN

LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN

Pembangunan berbasis masyarakat merupakan perdebatan antara pemikiran strukturalis dengan poststrukturalis berkenaan dengan penggunaan kekuasaan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Pada pemikiran strukturalis, negara sebagai pemegang kekuasaan lebih mengutamakan pembangunan dengan konsep pertumbuhan ekonomi yang secara otomatis menimbulkan efek ganda (multiplier effects) terhadap kegiatan ekonomi di tingkat masyarakat.

Pembangunan di Indonesia di masa yang lalu ternyata seringkali berpijak pada paradigma pembangunan yang menekankan pada efisiensi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara agregat. Paradigma yang dikembangkan dari pemikiran Kuznet (1966) tersebut menyatakan bahwa bagi negara sedang berkembang yang pendapatan rendah dapat tumbuh perekonomiannya, dengan cara terlebih dahulu mengorbankan aspek pemerataannya (trade off). Oleh karena pada tahap awal ekonomi

nasional didominasi oleh pemerintah, maka wajar apabila pemerintah lebih memusatkan perhatiannya untuk mengalokasikan sumberdaya pembangunan yang ada kepada

sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi, yang pada umumnya berlokasi di kawasan darat dan perkotaan.

(2)

pemulihan secara cepat (economic recovery). Proses pemulihan ekonomi nasional akan semakin bertambah berat jika ternyata Indonesia juga mengalami kesulitan dalam mengejawantah pada arus utama globalisasi (perdagangan bebas).

Di era perdagangan bebas seperti sekarang, tantangan yang dihadapi oleh Indonesia ke depan akan semakin besar. Diperkirakan, negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dalam jangka pendek justru akan menerima kerugian, karena hanya negara-negara maju yang paling siap melakukan perdagangan bebas. Kata kunci untuk dapat mengambil manfaat dari keterlibatan dalam ekonomi global adalah daya saing, produktivitas dan efisiensi. Untuk itu, dalam konteks perdagangan bebas (WTO), diperlukan strategi jitu agar perekonomian nasional cepat pulih dan mampu mengambil manfaat dari skenario integrasi ekonomi dunia tersebut. Karenanya diperlukan sinthesis untuk memproduksi paradigma baru pembangunan yang diarahkan pada terjadinya pemerataan (equity), mendukung pertumbuhan (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi.

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas mata kuliah teori pembangunan dan untuk memahami bagaimana pendekatan pengelolaan lingkungan

hidup dan pembangunan berkelanjutan khususnya Puncak Sorikmarapi.

II. PERMASALAHAN

(3)

melakukannya untuk kebutuhan ekonomi keluarga dan jauh dari niat untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya seperti perusak hutan (illegal logging).

III. PEMBAHASAN

3.1. Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)) diresmikan di Panyabungan, Ibukota Kabupaten Mandailing Natal pada tanggal 31 Desember 2003 yang ditandai dengan penandatangan Naskah Pencanangan Budaya Kerja Keras di Kabupaten Mandailing Natal dan Deklarasi Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Naskah selanjutnya dibuat dalam sebuah prasasti yang dibubuhi tanda-tangan dari perwakilan Pemerintah Daerah Kabupaten, DPRD, Unsur Muspika, Tokoh LSM, Tokoh Pemuda, Lembaga Adat dan Pelajar yang menunjukkan kesepakatan masing-masing pihak untuk membentuk Taman Nasional dan menyetujui deklarasi budaya kerja keras. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tentang

Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120

(tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar dimana

403.451,78 ha (60,94 persen dari total wilayah ini) dan 108.000 ha merupakan TNBG.

Prakarsa ideal dan niat luhur tersebut, setelah berjalan hampir satu dekade, ternyata menimbulkan berbagai masalah khususnya di Kawasan Puncak Sorik Marapi.

Konsep ideal untuk memberdayakan ekonomi lokal sebagai kompensasi atas penetapan kawasan sebagai kawasankonservasi ternyata sama sekali belum berjalan. Pemberdayaan masyarakat lokal juga menjadi pertanyaan besar karena nihilnya program yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun lembaga swadaya masyarakat yang ada di kawasan.

(4)

pertanian di wilayah serta sangat minim peluangnya untuk berinvestasi atau memperoleh modal usaha melalui kredit mikro ke lembaga keuangan bank dan non bank. Potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, demikian halnya dengan status kepemilikan lahan yang secara administratif tidak bisa ditingkatkan menjadi lahan sertifikat kepemilikan.

3.2. Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Berbasis Masyarakat

Perencanaan dalam pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan memperhitungkan dampak social ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, masyarakat diajak berdiskusi dan sosialisasi tentang kajian lingkungan hidup strategis

(KLHS). Masyarakat harus dilibatkan sejak perencanaan pembentukan TNBG, memperhatikan aspirasi dan pendapat masyarakat, luas kawasan ditetapkan sesuai

dengan kesepakatan dengan masyarakat dan tanah ulayat tetap diakui, tidak ada pemaksaan kepada masyarakat dan secara jelas ditetapkan hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam kawasan TNBG.

Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal melibatkan pemilik tanah, pemerintah daerah (dinas teknis) meminta pendapat masyarakat bagaimana tanah adat agar ditetapkan menjadi kawasan konservasi (lindung) untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Penetapan kawasan lindung dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, penetapan tersebut tidak menyebabkan timbulnya masalah sosial baru, misalnya hilangnya mata pencaharian masyarakat. Perencanaan model Social Mobilization (Advocacy Planning) dimana dalam kasus ini merupakan kristalisasi politik berdasarkan pada ideologi “kolektivisme komunitarian”. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan TNBG, perencanaan advokasi, perencanaan ekuitas, perencanaan partisipatif, dan perencanaan lingkungan.

(5)

sebagai mitra strategis dalam pengelolaan hutan dan lingkungan yang berkelanjutan. Pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing (Conservation International) merupakan tim advokasi bagi mitra lokal dalam pengelolaan TNBG.

Pengelolaan Berbasis Masyarakat atau biasa disebut Community Based Management (CBM). Di Indonesia Pengelolaan Sumberdaya berbasis Masyarakat

sebenarnya telah di tetapkan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat kawasan.

Strategi pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non struktural. Kedua pendekatan tersebut harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara integratif.

a. Pendekatan Struktural.

Sasaran utama pendekatan struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan, baik di wilayah Hutan

Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) maupun komponen pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik.

Pendekatan struktural membutuhkan langkah-langkah strategi sebagai berikut:

- Aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya alam; aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya alam merupakan salah satu isu penting dalam rangka membangun perekonomian masyarakat lokal. Langkah tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk dapat menikmati peluang pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan (sustainable).

(6)

- Peningkatan aksebilitas masyarakat terhadap informasi; informasi merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan kawasan hutan. Kesediaan informasi mengenai potensi dan perkembangan kondisi wilayah dan sumber daya alamnya sangat berharga untuk penyusunan kebijakan, program dan kegiatan di wilayah tersebut.

- Pengembangan kapasitas kelembagaan; untuk meningkatkan peran masyarakat dalam perlindungan wilayah dan sumber daya alam, diperlukan kelembagaan sosial, untuk mendorong peranan masyarakat secara kolektif. Semangat kolektif akan mendorong upaya pemberdayaan masyarakat untuk melindungi wilayahnya dari kerusakan yang dapat mengancam perekonomian. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan lembaga sosial diharapkan untuk memperkuat posisi masyarakat dalam menjalankan fungsi manajemen wilayah hutan.

- Pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat; keberadaan sistem pengawasan yang efektif merupakan syarat utama keberhasilan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan wilayah Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Sistem pengawasan yang berbasis pada

masyarakat adalah suatu sistem yang dilandasi oleh kepentingan, potensi dan peranan masyarakat lokal.

- Pengembangan jaringan pendukung; Pengembangan koordinasi tersebut mencakup

pembentukan sistem jaringan manajemen yang dapat saling membantu. Koordinasi melibatkan seluruh unsur terkait (stakeholders), baik jaringan pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha.

b. Pendekatan Subyektif.

Pendekatan subyektif (non struktural) adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam.

(7)

Pengembangan ekonomi masyarakat sekitar Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) menjadi tanggungjawab pemerintah mengingat berkurangnya lapangan usaha yang bisa dikembangkan karena keterbatasan akses terhadap lahan dikawasan. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan mengubah status hutan lindung (eks hutan adat) menjadi hutan kemasyarakatan.

Dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis ekonomi-ekologi, pengelolaan sumber daya alam melalui kegiatan investasi berbasis lahan di kawasan budidaya di Kabupaten Madina belum maksimal dirancang sebagai bagian yang sangat bergantung pada keberlanjutan jasa ekologis yang diberikan oleh kawasan lindung, khususnya kawasan lindung di daerah hulu, khususnya eksistensi TNBG. Akibatnya, hingga saat ini belum ada jaminan bahwa ekstensifikasi lahan pertanian oleh masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah hulu tidak akan meluas ke arah lahan di kawasan hutan lindung atau kawasan konservasi. Hal ini ditunjukan dengan adanya ekspansi kegiatan pertanian masyarakat di beberapa desa dalam kecamatan-kecamatan Bukit Malintang, Batang Natal, Lembah Sorik Merapi, Muara Sipongi dan Kotanopan. Sekitar 79 % masyarakat di Kabupaten Madina adalah petani. Mereka lebih banyak menggantungkan hidup dari

hasil pertanian tanaman pangan dan perekebunan. Sekitar 17 persen penduduk Madina hidup dari perkebunan dan 62 persen dari pertanian tanaman pangan.

Menurut penelitian oleh Anonim (2005), kehidupan ekonomi beberapa

komunitas desa yang menjadi lokasi penelitian mereka sangat bertumpu pada sektor pertanian, yaitu tanaman pangan dan perkebunan. Penguasaan lahan pertanian menjadi persoalan yang krusial ke Pencarian alternatif pengembangan ekonomi untuk mengurangi ketergantungan warga desa terhadap sumberdaya alam yang akan bersinggungan kepentingan dengan TNBG, misalnya persinggungan karena ekspansi lahan pertanian dan pemanfaatan produk-produk ekstraktif dari hutan menjadi sebuah pekerjaan besar bagi Pemda dan Unit Pengelola TNBG. Pelibatan warga dalam sistem pengelolaan kolaboratif barangkali menjadi kunci utama dalam hal ini.

Berkaitan dengan itu setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, sedapat mungkin alternatif-alternatif pengembangan ekonomi (ekonomi

(8)

sejauh ini adalah pengembangan ekonomi berbasis pertanian. Solusi yang mungkin paling ideal adalah upaya untuk mengintensifkan sistem produksi dan meningkatkan produktivitas lahan-lahan pertanian yang ada, sembari secara perlahan mengenalkan inovasi-inovasi baru yang sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk itu diperlukan modal material, pengetahuan, bimbingan dan pendampingan untuk memfasilitasi warga membangun jaringan kerja sama yang lebih luas, termasuk dalam konteks pemasaran hasil nantinya. Patut diperhatikan bahwa posisi tawar petani selama ini selalu berada di bawah elit-elit penguasa ekonomi setempat (terutama para toke). Namun harus pula diingat bahwa kelanggengan hubungan patron-klien yang terbangun antara petani dan toke selama ini juga merupakan sebuah ‘katup pengaman’ bagi petani khususnya dalam

menghadapi masa-masa sulit. Oleh karena itu, upaya untuk melepaskan mereka dari belitan penguasaan ekonomi tersebut harus dilakukan secara cermat (Anonim, 2005).

Kedua, pengelolaan TNBG mungkin juga tidak boleh terlalu ‘kaku’ untuk memberlakukan larangan-larangan pemanfaatan hasil-hasil ekstraktif dari hutan TNBG, paling tidak untuk suatu periode waktu tertentu menunggu mapannya pengelolaan pertanian yang berciri intensif atau tumbuhnya alternatif-alternatif ekonomi baru. Perlu

diingat bahwa pemberlakuan larangan-larangan secara kaku pada masa awal-awal pengelolaan TNBG akan menumbuhkan sikap resisten dari warga. Ungkapan mereka yang mengatakan “kami mendukung TNBG, tapi tidak bisa menjamin keamanannya”

mencerminkan adanya kebutuhan yang besar di kalangan warga untuk substitusi sumber-sumber pendapatan yang bisa menjamin terpenuhinya kebutuhan ekonomi mereka (Anonim, 2005).

Ketiga, meskipun pada kenyataannya ketergantungan warga terhadap

(9)

Dari hasil penelitian yang dilakukan Conservation International Indonesia (Midora, 2006), berdasarkan hasil analisis dari manfaat dan biaya ekonomi menunjukan bahwa pilihan menetapkan kebijakan konservasi TNBG merupakan pilihan yang tepat untuk Kabupaten Madina, karena memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar, jika dibandingkan dengan manfaat dari kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstraktif dan lebih banyak pihak yang diuntungkan secara ekonomi, seperti masyarakat setempat yang tergantung pada sektor pertanian, pemerintah daerah, pihak swasta penyelenggara pariwisata, dan komunitas internasional.

Tabel 1. Valuasi Fungsi Taman Nasional Batang Gadis

No Fungsi Nilai (Rp/Ha) Nilai Seluruh

IV Manfaat Tidak Langsung Das 229,629.63 24,800,000,000

V Simpanan Karbon 19,444.44 2,100,000,000

VI Manfaat non konsumtif keanekaragaman

hayati 7,490.74 809,000,000

Total Manfaat 225,509,000,000

Sumber: Midora (2006) diolah penulis.

Diperkirakan nilai manfaat ekonomi bersih atau subsidi ekologis dari adanya pembentukan Kawasan TNBG adalah sebesar Rp. 67 Triliun. Diperkirakan nilai manfaat ekonomi dari pembentukan TNBG sebesar Rp. 66,8 Triliun. Nilai potensi ekowisata (Rp. 64 Triliun), dan manfaat tidak langsung berupa Daerah Aliran Sungai (Rp. 24,8 Milyar) dan simpanan karbon (Rp. 2,1 Triliun), serta manfaat non konsumtif keanekaragaman hayati (Rp. 809 Milyar) dan total manfaat keseluruhan fungsi sebesar 225,5 Triliun. Sedangkan, nilai kerugian ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya

(10)

hasil hutan non kayu dan biaya pengelolaan taman nasional diestimasikan sebesar Rp. 0,203 Triliun (Midora, 2006). Nilai manfaat ekonomi bersih TNBG akan lebih besar, karena belum mencakup nilai manfaat ekonomi dari hasil hutan non kayu lainnya berupa sarang burung walet dan nilai kerugian yang ditimbulkan kegiatan ekstraktif eksplorasi pertambangan emas.

Adanya nilai manfaat ekonomi yang sangat tinggi dari TNBG menunjukan adanya suatu keharusan TNBG untuk terus dilindungi, diamankan dan dilestarikan fungsi-fungsi ekologis dan kandungan nilai ekonomi di dalamnya, sehingga secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai modal alam tanpa bayar (unchanged natural capital) untuk mendukung serangkaian aktifitas perekonomian lokal secara jangka

panjang, seperti pertanian, perkebunan, pariwisata alam, perikanan atau peternakan. Pemerintah kabupaten akan memetik manfaat dalam bentuk, pertama meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten serta, kedua, penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau terciptanya efisiensi APBD. Kedua petikan manfaat diatas dapat dijadikan indikator adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua hal manfaat ini, dikarenakan Pemertah Daerah tidak perlu mengeluarkan biaya ‘mubazir’ (oppotunity cost) dari

APBD, ketika munculnya pengeluaran biaya pemulihan bencana alam sebagai konsekuensi rusaknya hutan alam TNBG. Dengan pengertian, karena biaya pemulihan

bencana alam akan mengalihkan biaya sektor produktif dalam APBD (pendidikan, perumahan, kesehatan, pengadaan pangan) menjadi biaya yang tidak produktif berupa biaya rehabilitasi sosial atau perbaikan infrastruktur paska bencana alam.

IV. KESIMPULAN

1. Pembentukan Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) setelah berjalan hampir satu dekade, ternyata menimbulkan berbagai masalah. Konsep ideal untuk memberdayakan ekonomi lokal sebagai kompensasi atas penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi sama sekali belum berjalan.

(11)

kesejahteraan masyarakat dikawasan ini melalui perencanaan dan pembangunan partisipatif dengan melibatkan masyarakat lokal dan pendekatan local wisdom.

3. Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang berasal dari sumberdaya wilayah hutan dapat dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga konsep pembangunan yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. Bersama Membangun Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Tim Inisiator Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis.

Anonim, 2012. Investigasi Pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Jaringan Masyarakat Puncak Sorikmarapi.

Anonim, 2012. Peluang dan Tantangan Keberadaan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Di Puncak Sorikmarapi (Studi Kasus Pembentukan Taman Nasional di Kecamatan Puncak Sorik Marapi), Presentasi Jaringan Masyarakat Puncak Sorikmarapi.

Fainstein, Susan S. and Norman Fainstein, 1996. “City Planning and Political Values: An Updated View.” Chapter 12 in Campbell, Scott and Susan Fainstein, eds. Readings in Planning Theory. Cambridge, Massachusetts: Blackwell Publishers. Didalam Johnny Patta,“A Search for New Directions of Planning in Indonesia, The Theory Development, the Indonesian Context, and Future Directions”. Friedmann, John. 1998. Planning Theory Revisited. European Planning Studies 6 (3):

245- 253. Didalam Flyvbjerg, Bent. 2002. “Bringing Power to Planning Research: One Researcher’s Praxis Story”.

Midora, L (2006) : Total Nilai Ekonomi (TEV) Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Madina. Conservation International. Medan

(12)

Lampiran 1.

Gambar

Tabel 1. Valuasi Fungsi Taman Nasional Batang Gadis

Referensi

Dokumen terkait

Metode simulasi merupakan induk dari metode soiodrama, bermain peran ( role playing ), psikodrama, dan permainan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan

Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah

alam Fana Qalbi, Khatrah hati dapat dihindarkan. Sesudah itu setelah menyedari lintasan Khatrah tersebut, dari manakah datangnya? Maka mulailah datang kehairanan

telur, jumlah telur berkisar 4-50 butir per kantong telur, mampu menghasilkan telur-telur yang fertil untuk periode waktu yang lama selama 3-7 kali pembentukan kantong

Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan

Sebelum waktu pensiun itu, semuanya harus bekerja, tetapi sesudah pensiun malah semuanya terjamin, ya itu yang menyebabkan saya ingat bahwa orang lain tidak pernah makan roti

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap pengaruh lama waktu pemberian tepung testis sapi yang berbeda