• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP (2)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KANDUNGAN

POLIFENOL PADA BIJI DAN PRODUK BERBASIS KAKAO

FACTORS AFFECTING THE POLYPHENOL CONTENTS IN

COCOA BEANS AND COCOA-BASED PRODUCTS

Edi Wardiana

BALAI PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR

INDUSTRIAL AND BEVERAGE CROPS RESEARCH INSTITUTE

Jl. Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357 Telp. (0266) 7070941/533283; Faks. (0266) 6542087

Email: ediwardiana@yahoo.com

ABSTRAK

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman neotropik tahunan yang memiliki manfaat penting, baik sebagai produk pangan maupun produk kesehatan. Khusus untuk produk kesehatan, biji dari tanaman kakao memiliki kandungan senyawa polifenol yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman penghasil polifenol lainnya, termasuk teh dan anggur. Kandungan polifenol pada biji kakao dapat mencapai 10% dari bobot keringnya. S alah satu sub-klas polifenol yang memegang peranan penting bagi kesehatan manusia adala h flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, antiradikal, antimikrobial, antiproliferasi, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Kandungan polifenol akan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas dan aktor yang terlibat pada setiap rantai nilai produksi cokelat, mulai dari periode pra panen (on-farm) sampai pasca panen dan pengolahan (off-farm). Tulisan ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa polifenol pada biji kakao dan produk akhir yang dihasilkannya. Pada periode pra panen, faktor yang mempengaruhi kandungan polifenol biji kakao adalah genetik (genotipe/varietas/klon) berinteraksi dengan faktor lingkungan biofisik maupun agronomis (budidaya). Selanjutnya pada periode pasca panen, interaksi terjadi antar komponen faktor pasca panen dan pengolahan yang meliputi proses pe nyimpanan buah, fermentasi, pengeringan, serta penyangraian biji. Komponen-komponen faktor pasca panen dan pengolahan memiliki pengaruh yang berlawanan untuk dua orientasi produk yang berbeda (produk pangan atau kesehatan). Semakin tinggi intensitas pengolahan, semakin menurun kandungan polifenol, tetapi citarasa semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu keseimbangan antara "kesehatan dan citarasa" melalui kombinasi perlakuan pada komponen-komponen pasca panen dan pengolahan dengan tujuan memproduksi cokelat yang dapat diterima secara baik oleh pasar.

Kata kunci: Kakao, polifenol, genetik dan lingkungan, pasca panen, pengolahan

ABSTRACT

Cocoa (Theobroma cacao L.) is a perennial neotropical plant that has important benefits, both for food and health products. Specially for the purpose as health products, cocoa beans contains polyphenol compounds which are much higher if compared to other crops as a producer of polyphenols including tea and wine. The content of polyphenols in cocoa beans can reach about 10% of their dry weight, and flavonoid which are a subclass of polyphenols have an important role for human health as an antioxidant, antiradical, antimicrobial, antiproliferative, antimutagenic, and anticarcinogenic. Polyphenol content will be influenced by various activities and actors involved in the value chain of chocolate production, starting from pre-harvest period (on-farm) to post-harvest and processing (off-farm) periods. This papers aims to identify and analyze several important factors affecting the polyphenol contents in cocoa beans and cocoa-based products. At the pre-harvest periods, the genetic factors (genotypes/varieties/clones) interacts with the biophysical environment and agronomic (cultivation) factors in influencing the polyphenols content of cacao beans. Furthermore, at the post-harvest periods, the interaction occurs among the various components of post-harvest and processing factors such as pods storage, fermentation, drying, and roasting of cacao beans. The components of post-harvest and processing factors has "an opposite effect" for two different products orientation (foods or healths product). T he higher the intensity of processing the lower the polyphenols content, but the flavor will increase. Therefore, we need a balance between "health and taste" through a combination of treatments on the components of post-harvest and processing to produce chocolate which can be received well by the market.

(2)

coke lat merupakan salah satu je nis pangan me wah dan yang biasa me ngkonsumsinya terbatas hanya pada orang-orang dari golongan atas . Namun de mikian, se jak akhir abad ke -19, coke lat mulai popule r dan berke mbang hampir ke se luruh dunia se hingga dapat dinikmati ole h banyak orang (Badrie , Be ke le , Sikora, & Sikora 2014). Bahan-bahan pe nyusun coke lat te rdiri dari kombinasi campuran pasta kakao (chocolate liquir), gula, le mak kakao, dan be berapa je nis bahan tambahan untuk daging biji (kotile don) kakao me ngandung 32-39% air, 2-3% se lulosa, 4-6% pati, 4-6% pe ntosans, 2-3% sukrosa, 30-32% le mak, 8-10% prote in, 2-3% theobromin, 1% kafe in, 1% asam, dan 5-6% polife nol, se dangkan pulpa me ngandung 82-87% air, 10-13% gula, 2-3% pe ntosans, 1-2% asam sitrat, dan 8-10% garam (Lope z & Dimick, 1995).

Di samping se bagai bahan dasar untuk produk pangan, kakao be rfungsi juga sebagai bahan dasar untuk produk ke sehatan. Pe rhatian publik te rhadap fungsi kakao sebagai bahan untuk produk ke se hatan bukan me rupakan hal yang baru, te tapi te lah dimulai se jak abad ke -16 sampai se karang. Di Be nua Eropa te lah banyak dipublikasi hasil pe ne litian yang me ngungkap te ntang

Aktiv itas farmakologi yang paling banyak dite liti adalah kandungan polife nol, dan salah satu sub-klasnya adalah flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami dan te lah dipe rcaya me miliki e fe k dalam mencegah dan mengurangi risiko pe nyakit jantung dan kanke r (Corti, Flamme r, Holle nbe rg, & Lüsche r, 2009; Colombo, Pinorin-Godly, & Conti, 2012; Visioli et al., 2012;

Martin, Goya, & Ramos; 2013; Ranneh, Ali, & Esa, 2013; Khan et al., 2014). Flavanol merupakan salah satu je nis se nyawa dari ke lompok flavonoid yang tersusun dari bebe rapa mole kul fe nol (polife nol) (Be rnaert, Blondee l, Alle gaert, & Lohmue lle r, 2012).

Kakao sebagai bahan dasar untuk produk pangan dan kese hatan, te ntunya meme rlukan ge notipe /varie tas/klon, lingkungan tumbuh, te knik budidaya, dan pasca pane n yang spesifik agar ke dua manfaat itu dapat dicapai de ngan baik. Se lanjutnya, dalam proses industrialisasi kakao me njadi produk akhir yang siap untuk dipasarkan, sarat de ngan pe nggunaan be rbagai je nis bahan kimia se rta pe rlakuan suhu tinggi yang dapat me mpe ngaruhi te rhadap kuantitas dan kualitas polife nol yang dipe rlukan untuk tujuan ke sehatan.

”erbagai aktivitas dan aktor/pemain yang ada

pada se tiap rantai nilai produksi coke lat akan be rkontribusi te rhadap naik-turunnya kandungan polife nol pada biji kakao maupun pada produk akhir yang akan dihasilkan. Pe ne lusuran te rhadap aktivitas-aktivitas terse but menjadi pe nting untuk dilakukan, se pe rti yang te la h dilakukan ole h Saltini, Akke rman, & Frosch (2013) te rhadap aspe k-aspe k kualitas dan aroma pada biji kakao dan pada be ragam produk akhir yang dihasilkan dari biji kakao.

Se jalan de ngan pe rnyataan-pe rnyataan di atas maka tulisan ini be rtujuan me ngide ntifikasi dan me nganalisis berbagai faktor yang me mpe ngaruhi kandungan se nyawa polife nol pada biji kakao dan pada produk yang te rbuat dari biji kakao. Pada bagian awal, disampaikan hal-hal yang be rkaitan de ngan se nyawa polife nol yang terdapat pada biji kakao yang me rupakan bahan dasar untuk produk ke sehatan. Se lanjutnya, pada bagian isi disampaikan analisis faktor-faktor yang be rpe ngaruh te rhadap kandungan polife nol, baik yang ada pada biji kakao maupun pada produk yang dihasilkannya. Ide ntifikasi faktor dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kondisi-kondisi pada pe riode sebe lum panen (pra pane n) dan pe riode se te lah pane n (pasca pane n dan pe ngolahan). Di bagian akhir, sebagai pe nutup, disampaikan intisari atau ringkasan dari pembahasan-pe mbahasan yang te lah dike mukakan sebe lumnya, se rta implikasi yang dapat dipe role h bagi ke pe ntingan pe ne litian dan pe ngembangannya di masa yang akan datang.

SENYAWA POLIFENOL PADA KAKAO

Struktur Kim ia dan Senyawa Turunannya

(3)

se nyawa fenol yang banyak dite mukan pada

berbagai jenis tanaman, dan flavonoid

me rupakan salah satu sub-klasnya yang me miliki pe ranan paling pe nting bagi ke sehatan dibandingkan senyawa lainnya (Wollgast, 2004; Robbins, Kwik-Uribe , Hamme rstone, & Schmitz, 2006). Pada Gambar 1, dipe rlihatkan skema klasifikasi polife nol be rdasarkan pada banyaknya jumlah sub-unit fe nol yang menyusunnya serta be rdasarkan pada hie rarki monome r dan polime r flavonoid. Se lanjutnya, berdasarkan pada pe rbe daan dari struktur cincin C-he te riosiklik pada se nyawa tersebut maka flavonoid te rbagi ke dalam be be rapa je nis di antaranya adalah isoflavones, flavonois, flavanone , flavanols, flavones, dan anthocyanidin. Dari kee nam je nis te rsebut, flavanols dinilai me miliki pote nsi yang paling pe nting dalam hal pe ncegahan pe nyakit kardiovaskular (pe nyakit jantung) (Robbins et al., 2006).

Kakao me ngandung be macam-macam se nyawa polife nol (Coune t, Ouwe rx, Rosoux, & Collin, 2004) yang tersimpan dalam se l-se l pigme n

kotile don (Woolgast, 2004). Jumlah polife nol pada biji kakao me ncapai se kitar 6-8% (Zumbe , 1998), bahkan dapat mencapai 10% dari bobot keringnya (Rusconi dan Conti, 2010; Badrie et al., 2014). Be berapa se nyawa polife nol yang dite mukan pada biji kakao di antaranya adalah (1) asam hydroxybe nzoat (gallic, siringic, protocantethic,

vanillic acid); (2) asam hydroxycinnamic (caffeic,

ferulic, p-coumaric, phloretic acids, clovamide,

dideoxyclovamide); (3) flavanols (quercetin); (4)

flavones (luteolin, apigenin); (5) flavanones

(naringenin); dan (6) flavanols (cathecin, epicatechin,

procyanidins/oligomers and polymers) (Coune t et al.,

. Dari sejumlah itu, ternyata flavanols dite mukan dalam jumlah yang paling tinggi pada biji kakao bila dibandingkan je nis flavonoid lainnya (Be rnae rt et al., 2012). Se nyawa flavanol monome rik le bih dike nal de ngan senyawa catechin dan e picatechin, se dangkan senyawa flavanol oligome rik le bih dike nal de ngan procyanidin. Susunan kimia se nyawa -se nyawa terse but dapat dilihat pada Gambar 2.

PHENOLICS (Secondary Plant Metabolites)

Simple phenolics Polyphenols

Coumarins (C6-C3) Phenolic acids

(C6-C1)

Tanninns (C6-C3-C6)n (3 phenolics or more)

Hydrolizable Tannins Non-hydrolizable

Tannins

Proanthocyanidins

Procya -nidins Hydroxycinnamic acids

Benzoic acids

Prodelphi -nidins

Propelar -gonins Flavonoids

(C6-C3-C6) (bi-phenolics)

Flavanones Flavonois

Isoflavones Flavanols Flavones Anthocya

-nidins

Epicathecin Gallocatechin

Epigallocatechin Alzelechin

Epialzelechin

Catechin

Gambar 1. Skema klasifikasi polife nol be rdasarkan jumlah sub-unit fe nol dan hie rarki monome r serta polimer se nyawa flavonoid (Sumber: Robbins et al., 2006)

(4)

4 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

Gambar 2. Flavanol yang banyak dite mukan pada kakao (Sumber: Wollgast, 2004)

Figure 2. Major flavanols found in cocoa (Source: Wollgast, 2004)

Polife nol pada kakao dan produk turunannya dapat dianalisis de ngan be rbagai me tode se pe rti: thin-layer crhomatography (TLC),

capillary electrophoressis (CE), high-perfomnace liquid

chromatography (HPLC), ultraviolet (UV), photo-diode

array (DAD), mass spectrometry (MS), tandem mass

spectrometry (LC-MS-MS), dan nuclear magnetic

resonance (NMR) (Rabe nda et al., 2003; Caligiani,

Acquotti, Cirlini, & Pall, 2010).

Manfaat dan Fungsinya

Se nyawa polife nol pada kakao dan coke lat te lah banyak dite liti me ngandung be rbagai kompone n bioaktif yang sangat bermanfaat bagi ke sehatan manusia karena memiliki sifat antioksidan, antiradikal, dan antikarsinoge nik (Wollgast & Anklam, 2000a; Re n, Qiao, Wang, Zhu, & Zhang, 2003), antimikroba se hingga dapat me nghambat patoge n pada makanan (Osawa et al., 1990; Fe rrazzano, Amato, Inge nito, De Natale , & Pollio, 2009), antiproliferasi dan antimutage nik

“ndujar, Recio, Giner, &. Rıos, , dapat

me nghambat terjadinya oksidasi se nyawa kolesterol be rkerapatan re ndah (LDL) pada se l e ndothe lial (Pearson, Schmitz, Lazarus, & Kee n, 2001; Corti et al., 2009), dapat me ningkatkan kolesterol be rkerapatan tinggi (HDL), dan dapat menurunkan

kandungan trigliserida (Vinson, Proch, & Bose, 2006).

Hasil pe ne litian yang te lah dilakukan ole h Re dovnikovic et al. (2009) dengan me nggunakan dua me tode pe ngukuran antioksidan yang be rbe da, yaitu ORAC (Oxygen Radical Antioxidant

Capacity/Kapasitas Antioksidan Radikal Oksige n)

(5)

dike mbangkan ole h Ve lioglu et al. (1998).Hal yang sama terjadi pada hasil pe ne litian yang me nguji kapasitas antioksidan pada pulpa kakao de ngan dua me tode be rbe da, yaitu ORAC dan CAA (Cellular

Antioxidant Assay), dan hasilnya menunjukkan hal

yang be rlawanan. Hasil yang berlawanan ini diduga kare na pada metode ORAC me ngabaikan proses se rapan dan metabolisma senyawa fe nolik bila dibandingkan de ngan me tode CAA (Endraiyani, 2011).

Tabe l 1. Produk pangan yang me ngandung antioksidan tinggi

Table 1. Top antioxidants food

No. Je nis Produk Pangan Kapasitas Antioksidan Radikal Oksige n (ORAC) (unit pe r 100 g) Coke lat Susu (milk chocolate) Buah Prune pe ne litian dan pe ngembangan sampai dipe role hnya suatu hasil yang dapat dipe rtanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat dite rima secara baik ole h sebagian besar para pe mangku ke pe ntingan

(stakeholder) di bidang komoditas kakao.

Me ningkatnya pe rhatian para konsumen terhadap kakao dan atau terhadap produk pangan yang dibuat dari kakao tidak hanya te rbatas karena adanya kandungan kimia yang baik untuk ke sehatan manusia, te tapi juga dikare nakan jumlah kandungannya jauh le bih tinggi dibandingkan je nis produk pangan lainnya. Coke lat Ge lap (dark

chocolate) memiliki Kapasitas Antioksidan Radikal

Oksige n (ORAC) se besar 2-30 kali lipat bila dibandingkan produk pangan lainnya (Tabe l 1). Hasil pe ne litian lainnya me nunjukkan bahwa kakao me miliki fitokimia fe nolik dan kapasitas antioksidan

le bih tinggi dibandingkan te h dan anggur (Lee , Kim, Lee , & Lee , 2003).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KANDUNGAN POLIFENOL

Periode Sebelum Panen (Pra panen)

(6)

6 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

produk yang dihasilkan dari biji kakao (misal: coke lat) sangat bervariasi kare na inte raksi berbagai faktor. Pada pe riode sebe lum panen (pra pane n), inte raksi faktor ge ne tik de ngan faktor agronomis dan atau faktor lingkungan biofisik akan me njadi faktor pe ne ntunya (Colombo et al., 2012). Pe ne lusuran lite ratur yang me nganalisis te ntang pe ngaruh be rbagai faktor te rhadap kandungan polife nol dan atau senyawa turunannya pada biji kakao maupun pada produk yang dihasilkannya disajikan pada Lampiran 1 di bagian akhir tulisan ini.

Hasil Pengujian antar Genotipe

Be berapa hasil pe ne litian me nunjukkan adanya variasi kandungan polife nol antar spesies dan atau genotipe /varie tas/klon kakao yang diuji (Martini, Figue ira, Le nci, & Tavares, 2008; Dadzie

et al., 2014). Spesies T. cacao memiliki kandungan

polife nol jauh lebih tinggi dibandingkan spesies

-spesies lainnya, se dangkan kakao jenis Foraste ro de ngan warna biji violet ge lap me miliki kandungan polife nol le bih tinggi (hampir dua kali lipat) dibandingkan je nis lain yang tidak dike tahui namanya (Tabe l 2). Hasil ini se jalan de ngan pe ne litian yang te lah dilakukan Efraim,Tucci, Pe zoa-Garcia, Haddad, & Ebe rlin (2006). Hasil pe ne litian lainnya me nunjukkan perbe daan kandungan polife nol dari bebe rapa ge notipe kakao terse le ksi di dae rah Ghana. Hasil pe ne litian yang dilakukan pada pe riode 2009-2012 me nunjukkan ge notipe GU 255 dan IMC 47 me miliki konse ntrasi polife nol paling tinggi, se da ngkan genotipe T 79/501 yang tere ndah. Se lanjutnya pada pe riode 2010-2012 de ngan me nggunakan ge notipe yang be rbe da, me nunjukkan genotipe ICS 1 dan ICS 43 me miliki konse ntrasi polife nol lebih tinggi, se dangkan ge notipe Amaz 15, ge notipe MO 20, dan ge notipe VENC 4-4 le bih re ndah dibandingkan ge notipe -ge notipe lainnya (Tabe l 3 dan 4).

Tabe l 2. Kandungan polife nol pada bebe rapa species kakao

Table 2. Polyphenols content in several species of cacao

Spe cies kakao Kandungan polife nol

(mg/g)

T. cacao je nis Foraste ro (warna biji violet ge lap)

T. cacao (je nis tidak dike tahui)

Tabe l 3. Konsentrasi polife nol dan kandungan lemak be berapa ge notipe kakao, 2009-2012

Table 3. Concentration of polyphenol and fat contents in several cacao genotypes, 2009-2012

(7)

Tabe l 4. Konsentrasi polife nol dan kandungan lemak be berapa ge notipe kakao, 2010-2012

Table 4. Concentration of polyphenol and fat contents in several cacao genotypes, 2010-2012

Ge notipe kakao Konse ntrasi polife nol (mg/g)

Kandungan le mak (%)

Amaz 15 ICS 1 ICS 43 MO 20 UF 676 VENC 4-4

69,3 151,0 141,8 82,2 101,8 89,2

51,4 56,0 48,9 50,8 51,8 43,1 LSD (0,05)

KK (%)

7,0 3,3

4,3 3,6 Sumber: Dadzie et al. (2014)

Source: Dadzie et al. (2014)

Gambar 3. Kandungan flavanol pada biji kakao je nis Criollo, Foraste ro, and Trinitario (Sumber: Elwe rs et al., 2009)

Figure 3. Flavanols content in Criollo, Forastero, and Trinitario cocoa seed (Source: Elwe rs et al., 2009)

Hasil pe ne litian yang te lah dilakukan ole h Elwe rs, Zambrano, Rohsius, & Lie be re i (2009) pada biji kakao dari je nis Criollo, Forastero, dan Trinitario me nunjukkan hasil yang sebagian be rbe da de ngan hasil pe ne litian yang te lah dike mukakan sebe lumnya. Kandungan flavanol (dalam hal ini e picatechin) pada ke tiga je nis kakao yang diuji me nunjukkan hasil tidak be rbe da nyata (Gambar 3a dan 3b). Se mentara itu, kandungan flavanol lainnya (dalam hal ini anthocyanin) pada je nis Criollo nyata le bih re ndah bila dibandingkan

je nis Foraste ro dan Trinitario (Gambar 3c dan 3d). Tidak adanya pe rbe daan kandungan e picatechin antar jenis kakao, juga dipe role h dari hasil pe ne litian Graziani de Farinas, Ortiz de Be rtore li, & Parra (2003).

(8)

8 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

indikasi bahwa faktor ge ne tik tidak dapat berdiri se ndiri, te tapi sangat dipe ngaruhi ole h berbagai faktor lingkungan lainnya. Hal ini se jalan de ngan pe ndapat yang me nyatakan bahwa kandungan polife nol biji kakao dan produk-produk yang dihasilkan dari biji kakao dipe ngaruhi ole h faktor pe rbe daan varie tas, kondisi pe rtumbuhan, dan proses pe ngolahan (Nazaruddin, Osman, Mamot, Wahid, & Aini, 2006; Nie me nak, Rohsius, Elwe rs, Ndoumou, & Lie be re i, 2006; Be rnaert et al., 2012). Pe rnyataan te rse but lebih dipe rkuat lagi me lalui hasil pe ngujian bebe rapa je nis kakao di bawah kondisi ling kungan yang le bih terke ndali (minimalisasi faktor lingkungan), dan hasilnya tidak mempe rlihatkan pe rbe daan kandungan se nyawa fe nol antar je nis yang diuji (Jonfia-Essie n, West, Alderson, & Tucker, 2008).

Genetik dan Lingkungan (Biofisik dan Agronomis)

Pe mbuktian ke mungkinan adanya pe ngaruh inte raksi antara faktor ge ne tik de ngan lingkungannya te rhadap kandungan polife nol pada kakao dapat dilihat dari hasil-hasil pe ne litian yang te lah dilakukan de ngan me nggunakan contoh (sampe l) dari be rbagai asal ge ografis (negara) se pe rti yang te lah dilakukan ole h Kim & Kee ncy (1984); Caligani, Cirlini, Palia, Ravaglia, & Arlorio (2007); Tomas-Barbe ran et al. (2007); Arlorio et al., (2008); Re dovnikovic et al. (2009); Chin, Mille r, Payne , Hurst, & Stuart (2013); Hii, Law, Suzannah, Misnawi, & Cloke (2013); se rta Yapo, Ouffoue , Okpe kon, & Kouakou (2013) (Tabe l 5 sampai 10).

Sampe l kakao yang diambil dari berbagai negara untuk bahan pe ne litian akan sangat be rvariasi se bagai akibat dari proses inte raksi be rbagai faktor, di antaranya faktor gene tik (ge notipe /varie tas/klon), kondisi lingkungan tempat tumbuh (biofisik), agronomis, perbe daan umur dan ke sehatan tanaman, serta kondis i sosial dan e konomi pe tani atau negara yang be rsangkutan. Konse kue nsi dari inte raksi berbagai faktor terse but akan mengakibatkan kebe ragaman dalam kualitas maupun kuantitas se nyawa polife nol yang menjadi bahan kajiannya. Wollgast & Anklam (2000a) mengemukakan kandungan polife nol pada kakao sangat dipe ngaruhi ole h asal ge ografis (ne gara). Tabe l 5 sampai 10 me mpe rlihatkan variasi kandungan polife nol pada biji kakao yang dipe role h dari asal geografis yang be rbe da.

Be rdasarkan Tabe l 5 dan 6 maka dapat dike tahui bahwa de ngan je nis kakao yang sama te tapi dipe role h dari asal geografis (ne gara) yang be rbe da me nghasilkan kandungan polife nol yang re latif berbe da. Dalam hal ini, faktor lingkungan untuk se tiap ne gara me mbe rikan pe ngaruh cukup nyata terhadap kandungan polife nol yang dipe role h se hingga karakter te rse but dipe ngaruhi ole h inte raksi anta ra ge notipe de ngan lingkungan. Secara umum, bila dibandingkan antar jenis yang digunakan te rnyata je nis Criollo me mpe rlihatkan kandungan polife nol total re latif re ndah dibandingkan je nis lainnya. Hasil ini se jalan de ngan hasil pe ne litian lainnya yang te lah dilakukan ole h Elwe rs et al. (2009).

Tabe l 5. Kandungan polife nol total pada biji kakao dari se mbilan asal ge ografis/negara

Table 5. Total polyphenols content in coco beans from nine geographical origins/countries

Asal ge ografis/negara Je nis Kandungan polife nol total (mgGAE/g) Pantai Gading

Kolumbia Guine a Ecuatorial Ekuador

Ve ne zue la Pe ru

Re publik Dominika Malaysia *

Kame run *

Forstero Amazon

Amazon Foraste ro Amazon hybrid Trinitario Criollo Criollo

Tidak dike tahui Tidak dike tahui

81,50 81,40 72,40 84,20 64,30 50,00 40,00 71,42–82,68 86,60–143,60 Sumber: Tomas-Barberan et al. (2007); * Hii et al. (2013)

(9)

Tabe l 6. Kandungan polife nol total pada biji kakao kering ta npa ferme ntasi yang dipe role h dari asal ge ografis/negara dan je nis yang be rbe da

Table 6. Total polyphenol content in unfermented and dried cocoa beans obtained from different of geographical origins/countries and types

Asal ge ografis/negara Je nis Kandungan polife nol total (mgGAE/100g) Ke te rangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak be rbe da nyata pada taraf 5% (Sumber: Tomas-Barberan et al., 2007)

Notes : Numbers followed by same letters are not significantly different at 5% levels

(Source: Tomas-Barberan et al., 2007)

Tabe l 7. Total polife nol, e picatechin, catechin, gallocatechin, dan e pigallocatechin pasta kakao dari e nam asal ge ografis/negara

Table 7. Total of polyphenol, epicatechin, catechin, gallocatechin, and epigallocatechin in cacao liquors from the six of gegographical origin/country

Ke te rangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak be rbe da nyata me nurut uji HSD 5%; (ta) = tidak terse dia data (Sumbe r: Re dovnikovic et al., 2009)

Notes : Numbers followed by same letters in each coloumn are not significantly different according to HSD test at

5% level; (ta) = not available (Source: Redovnikovic et al., 2009)

Tabe l 7 mempe rlihatkan kandungan total polife nol dan e mpa t se nyawa flavanol (e picatechin, catechin, gallocatechin, dan e pigallocatechin) pada pasta kakao yang dipe role h dari e nam negara pe nghasil kakao. Total polife nol te rtinggi dimiliki ole h pasta kakao yang be rasal dari Madagaskar (12,65 mg/g DCL), se dangkan yang te re ndah dimiliki ole h pasta kakao dari Ghana (4,01 mg/g DCL). Kandungan e picatechin, catechin, gallocate chin, dan e pigallocatechin terdapat juga variasi untuk ke e nam ne gara pe nghasil kakao.

Kandungan e picatechin biji kakao yang be rasal dari Samoa dan Kosta Rika ternyata cukup tinggi (masing-masing 10,64 dan 16,52 mg/g), seme ntara Ve nezue la, Trinidad, Ghana, Nige ria, dan Jamaica dapat dike gorikan re ndah, se dangkan Pantai Gading, Brasil, dan Ekuador dapat dikate gorikan se dang (Tabe l 8). Se menta ra itu,

hasil pe ne litian lain me nunjukkan kandungan e picatechin biji kakao dari Ekuador dan Ghana justru termasuk ke dalam kate gori tinggi, yaitu masing-masing 5,71 dan 4,05 mg/g, se dangkan negara lainnya jauh di bawah Ekuador dan Ghana (Tabe l 9).

(10)

10 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

lainnya merupakan hasil fe rme ntasi (Othman et al., 2010). Hal yang sama te rjadi pada hasil pe ne litian lainnya yang me nunjukkan variasi kandungan

polife nol pada bebe rapa sampe l kakao hibrida yang diperole h dari berbagai daerah pe rtanaman kakao di Pantai Gading (Yapo et al., 2013).

Tabe l 8. Konsentrasi e picatechin biji kakao dari be rbagai asal geografis/ne gara

Table 8. Concentration of epicatechin of cacao beans from various geographic origins/countries

Asal ge ografis/

Tabe l 9. Kandungan e picatechin dan catechin biji kakao dan produk kakao yang dipe role h dari asal ge ografis/ negara

Table 9. Epicatechin and catechin content of caacao beans and related products obtained from different of geographic origins/countries

Notes : Beans are a blend of brown, violet, and salty beans; chocolate were obtained from a blend of Equador, Ghana,

and Trinidad cocoa liquir (Source: Caligani et al., 2007)

Adanya variasi serta tidak konsiste nnya hasil-hasil pe ne litian te ntang kandungan polife nol pada biji kakao yang dipe role h dari berbagai negara me mbe rikan indikasi adanya pe ngaruh faktor lain, di luar faktor ge netik, yang dapat be rkontribusi te rhadap kandungan se nyawa terse but. De ngan kata lain, kandungan polife nol pada biji kakao sangat dipe ngaruhi ole h inte raksi faktor gene tik de ngan faktor lingkungan biofisik maupun agronomis.

Implikasi yang dapat dipe role h dari uraian terse but adalah bahwa setiap ne gara pe nghasil

(11)

Malaysia, de mikian juga yang die kstrak de ngan e tanol te rnyata tidak be rbe da de ngan biji kakao dari Ghana (Othman et al., 2007), walaupun ke tiga negara terse but tidak se pe nuhnya me nggunakan je nis kakao yang sama. Implikasi lain adalah terbukanya pe luang cukup besar untuk me ndapatkan suatu informasi te knologi me lalui ke giatan pe ne litian dan pe ngembangan te ntang lingkungan biofisik maupun agronomis yang dapat me ningkatkan kandungan polife nol pada biji kakao.

Periode Setelah Panen (Pasca panen dan Pengolahan)

Kandungan polife nol pada kakao di samping dipe ngaruhi ole h faktor gene tik serta lingkungan biofisik dan agronomis, juga dipe ngaruhi ole h faktor pasca pane n dan pe ngolahan yang me liputi proses pe nyimpanan buah (pod), fe rme ntasi, pe nge ringan, dan proses pe nyangraian, serta proses-proses industrialisasi lain untuk me njadi produk akhir yang siap dipasarkan.

Tabe l 10. Kandungan fe nolik kakao (e kivale n catechin dalam g/100g bobot ke ring bubuk kakao) dari asal ge ografis/negara yang berbe da

Table 10. Phenolic content (expressed as g catechin equivalents/100 g dry weight powder) from different geographical origins/countries

Contoh dari asal ge ografis/ negara

Tidak disangrai Disangrai

Ghana Arribia Pantai Gading

1,423 + 0,080 b 1,716 + 0,014 a 1,500 + 0,001 b

0,644 + 0,019 d 1,156 + 0,179 c 0,927 + 0,016 cd Ke te rangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbe da nyata pada taraf 5% (Sumber: Arlorio et al., 2008)

Notes : Numbers followed by same letters are not significantly different at 5% level (Source: Arlorio et al., 2008)

Tabe l 11. Aktivitas antioksidan contoh kakao dari asal ge ografis/negara yang berbe da

Table 11. A ntioxidant activity of cocoa samples from different geographical origins/countries

Asal ge ografis/ negara

Ekstrak me tanol (µg/ml)

Bobot ke ring bubuk (mg/ml)

Tidak disangrai Disangrai Tidak disangrai Disangrai Ghana

Arribia Pantai Gading

30,100 + 2,417 a 14,986 + 1,348 c 20,748 + 3,566 c

34,761 + 2,018 a 26,546 + 2,107 b 27,008 + 2,507 b

0,394 + 0,031 a 0,111 + 0.025 e 0,152 + 0,014 e

0,626 + 0,036 b 0,216 + 0,020 d 0,290 + 0,023 c Ke te rangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbe da nyata pada taraf 5%;

(Sumber: Arlorio et al., 2008)

Notes : Numbers followed by same letters are not significantly different at 5% level;

(Source: Arlorio et al., 2008)

Genetik dan Lingkungan (Pasca panen dan Pengolahan)

Biji kakao yang dipe role h dari asal ge ografis (ne gara) be rbe da tidak harus me lakukan proses pe ngolahan yang be rbe da pula untuk me nghasilkan kandungan polife nol yang diinginkan, kare na ke dua faktor ini be rsifat

independen. Hasil pe ne litian me nunjukkan tidak

terjadi inte raksi nyata antara perlakuan asal negara de ngan suhu pe nyangraian terhadap kandungan fe nol dan kapasitas antioksidan. Kandungan fe nol biji kakao yang berasal dari Arribia nyata le bih tinggi dibandingkan dari ne gara Ghana dan Pantai Gading, dan hasilnya konsiste n untuk biji yang disangrai maupun tidak disangrai (Tabe l 10),

se dangkan untuk kapasitas antioksidan, biji kakao asal Ghana nyata lebih tinggi dibandingkan asal negara Arribia dan Pantai Gading, dan hasilnya pun konsiste n untuk biji disangra i maupun tidak disangrai (Tabe l 11).

(12)

12 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

Penyimpanan Buah dan Fermentasi Biji

Salah satu kegiatan pasca pane n kakao sebe lum dilakukan fe rme ntasi di antaranya adalah ke giatan pe nyimpanan buah (pod). Hasil pe ne litian me nunjukkan pe nyimpanan pod dapat be rpe ngaruh te rhadap pe nurunan kandungan polife nol dan tingkat keasaman. Se lama proses pe nyimpanan, terjadi pe nurunan volume pulpa yang dapat me ndukung te rhadap me ningkatnya proses oksidasi dan polime risasi o-diphe nols. Proses oksidasi berlangsung mulai hari ke -14 sampai hari ke -21 pe nyimpanan (Nazaruddin, Se ng, Hassan, & Said, 2006).

Hasil pe ne litian lain me nunjukkan bahwa pe rlakuan pe nyimpanan buah berinte raksi de ngan pe rlakuan lamanya fe rmentasi yang dapat me ngakibatkan te rjadinya pe nurunan kandungan

polife nol pada biji. Kandungan polife nol biji kakao me nurun secara bertahap (<10%) sebagai akibat dari proses ferme ntasi yang dilakukan se lama e nam hari se te lah pod kakao disimpan se lama tujuh hari (Afoakwa, Quao, Takrama, Budu, & Saalia, 2012). Hasil analisis regresi antara kandungan total polife nol, o-diphe nol, dan anthocyanin de ngan waktu fe rmentasi biji dan lamanya pe nyimpanan pod serta interaksi dari ke duanya disajikan pada Tabe l 12. Berdasarkan pada tabe l tersebut dapat dike tahui bahwa semakin lama proses pe nyimpanan buah dan waktu fe rme ntasi biji maka se makin me nurun kandungan total polife nol dan o-diphe nol biji kakao, se dangkan untuk kadar anthocyanin hanya dipe ngaruhi ole h lamanya waktu fe rme ntasi.

Tabe l 12. Koe fisie n regresi dan nilai R2 te rkore ksi pada mode l untuk kandungan polyphe nols total, o-diphe nol

dan anthocyanin total pada biji kakao

Table 12. Regression coefficients and their adjusted R2 values in the models for total polyphenols, o-diphenol and

anthocyanin in cocoa beans

Hasil pe ne litian pe ngaruh fermentasi me nunjukkan bahwa kandungan polife nol serta aktivitas antibakte ri dan antioksidan pada biji kakao yang tidak dife rmentasi nyata le bih tinggi dibandingkan yang dife rmentasi (Prayoga , Murwani, & Anwar, 2013), kare na pada proses ferme ntasi kandungan polife nol banyak be rkurang me lalui proses oksidasi, polime risasi, dan pe ngikatan ole h prote in (Nazaruddin et al., 2006). Secara normal, proses ferme ntasi biji kakao me merlukan waktu 5 sampai 7 hari, dan te rdapat dua tahapan proses, yaitu fe rme ntasi e kste rnal dan inte rnal. Fe rme ntasi e ksternal adalah proses katabolisme gula ole h mikroorganisme , se dangkan ferme ntasi inte rnal me liputi proses -proses pe rubahan biokimia dalam kotile don biji. Se lama proses fermentasi, se nyawa polife nol me nye bar ke luar dari se l pe nyimpanannya dan kemudian

me ngalami oksidasi membe ntuk se nyawa be rmole kul tinggi (Be rnae rt et al., 2012).

(13)

Tabe l 13. Kapasitas antioksidan (KARO) dan kandungan flavanol biji kakao dari Pantai Gading dan Lavado de ngan te knik pe ngolahan yang berbe da

Table 13. Antioxidant capacity (ORAC) and flavanol content of cacao beans from Ivory Coast based on different processing technic

Tabe l 14. Kandungan procyanidin be rdasarkan lamanya proses fe rme ntasi

Table 14. Procyanidin content based on periods of fermentation process

Lamanya fermentasi

Tabe l 15. Pe ngaruh suhu pe nyangraian terhadap kandungan pe ntame r dan pryocianidin

Table 15. Effect of roasting temperature on the contents of pentamer and pryocianidin

Suhu Suhu produk

Kandungan pe ntame r dari bobot total

(µg/g)

Kandungan procyanidin total dari bobot total

(µg/g) Ke te rangan: * Suhu biji internal (Sumber: Kealey et al., 1998)

Notes : * Internal bean temperature (Source: Kealey et al., 1998)

Pengeringan dan Penyangraian Biji

Se te lah dilakukan ferme ntasi, maka se lanjutnya dilakukan proses pe ngeringan dan pe nyortiran. Pe ngeringan dilakukan de ngan tujuan untuk me nurunkan kadar air sampai se kitar 6-7% se hingga aman dalam transportasinya. Hasil pe ne litian me nunjukkan bahwa lamanya proses pe ngeringan biji berpe ngaruh nyata te rhadap kandungan polife nol (dalam hal ini procyanidin) dan aktivitas antiradikal (Di Mattia et al., 2013).

Se makin lama proses pe ngeringan maka proses pe rombakan se nyawa -senyawa kimia yang terkandung dalam biji akan semakin tinggi dan ce pat. Kondisi se pe rti ini dapat menurunkan kandungan procyanidin se rta menurunkan aktivitas antiradikalnya.

(14)

14 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

sangat berpe ngaruh terhadap pe nurunan kandungan polife nol kare na dalam proses ini me mbutuhkan suhu tinggi yang mengakibatkan terjadinya proses pe rombakan dan pe nguraian se nyawa polife nol. Kandungan pe ntame r dan procyanidin berkurang secara tajam se jalan de ngan semakin tingginya suhu pe nyangraian (Tabe l 15). Kandungan procyanidin dan kapasitas antioksidan biji kakao yang dilakukan pe nyangraian nyata le bih re ndah dibandingkan tidak disangrai (Arlorio et al., 2008). Proses penyangraian dan proses de bakte rsasi me rupakan proses pe nting dan utama yang dapat me mpe ngaruhi stabilitas kompone n kimia dari biji kakao kare na pada proses te rsebut meme rlukan suhu tinggi, dan reaksi-reaksi kimia se pe rti reaksi oksidasi berlangsung de ngan inte nsitas lebih tinggi dan lebih ce pat (Be rnaert et al., 2012).

Be rdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa proses pasca pane n dan pe ngolahan biji kakao yang me liputi pe nyimpanan buah, ferme ntasi, pe ngeringan, dan pe nyangraian biji be rpe ngaruh terhadap menurunnya kandungan polife nol pada

biji kakao. Se lanjutnya, proses industrialisasi biji kakao berpe ngaruh juga te rhadap menurunnya kandungan polife nol pada produk akhir yang dihasilkan. Wollgast & Anklam (2000b) me ngemukakan bahwa proses industrialisasi biji kakao menjadi produk akhir be rupa coke lat yang siap untuk dipasarkan berdampak te rhadap me nurunnya kandungan dan komposisi kimia, termasuk di dalamnya polife nol pada produk yang dihasilkan.

Gambar 4 me mperlihatkan cukup tajamnya pe nurunan kandungan se nyawa flavanol (dapat me ncapai 50%) se bagai akibat dari proses pe ngolahan (Be rnae rt et al., 2012), bahkan me nurut Rusconi & Conti (2000) proses industrialisasi biji kakao dapat me nurunkan kandungan polife nol dari 100 me njadi 10%. Hal yang sama dike mukakan juga ole h Thomas-Barbe ran et al. (2012), bahwa kandungan polife nol total biji kakao sangat be rvariasi sebagai akibat dari kombinasi pe rlakuan pada proses pe ngolahan yang me liputi fe rme ntasi, pe ngeringan, dan pe nyangraian.

0 1 2 3 4 5 6 7

8 biji segar, dengan plavanol tinggi

(terbaik, asal)

biji segar, dengan plavanol rata -ra ta

biji tidak difermentasi tetapi dikeringkan

biji dikeringkan setelah difermentasi

biji difermenta si da n disa ngra i secara medium

biji disangrai dan dialkalisasi secara medium

Gambar 4. Flavanol potensial dan ke hilangan flavanol se lama proses pe ngolahan konve nsional (Sumber: Be rnae rt et al., 2012)

(15)

Mengembalikan keseimbangan?

Gambar 5. Visualisasi kese imbangan a ntara citarasa dan kese hatan pada kakao (Sumber: Bernae rt et al., 2012)

Figure 5. Visualisation of balance between taste and health in cocoa (Source: Bernaert et al., 2012)

Apabila produk yang dihasilkan ditujukan hanya untuk ke pe rluan pangan (bukan kesehatan) maka terjadi kondisi yang se baliknya, bahwa proses pe ngolahan (fe rmentasi dan pe nyangraian) biji kakao sangat dipe rlukan karena ke dua proses terse but berpe ngaruh positif te rhadap pe ningkatan aroma (flavor) dan citarasa (taste) dari produk coke lat yang akan dihasilkan (Afoakwa , Pate rson, Fowle r, & Ryan, 2008; Misnawi, 2008). Ole h kare na itu, apabila produk yang akan dihasilkan ditujukan untuk produk pa ngan se kaligus produk ke sehatan maka dibutuhkan proses pasca pane n dan pe ngolahan yang spe sifik aga r mutu citarasa dan kandungan polife nol te tap dapat dipe rtahankan de ngan baik.

Be rdasarkan pada uraian-uraian terse but maka dipe rlukan suatu kombinasi perlakuan yang te pat dari berbagai komponen yang ada, mulai dari kompone n di tingkat hulu sampai tingkat hilir, de ngan tujuan untuk mempe rtahankan kandungan polife nol pada biji kakao dan atau pada produk be rbasis kakao. Sejalan de ngan itu, Wollgast & Anklam (2000b) me ngemukakan wa laupun se cara umum proses pasca panen dan pe ngolahan be rdampak te rhadap me nurunnya kandungan polife nol, te tapi pe rlu dite mukan suatu me tode variasi atau kombinasi dari be rbagai faktor yang dinilai be rpe ngaruh (misal: variasi atau kombinasi antara waktu de ngan suhu dalam proses pe nyangraian). Me lalui pe rlakuan kombinasi terse but maka masih me mungkinkan untuk dapat

me mpe rtahankan semaksimal mungkin kandungan polife nol pada biji kakao maupun pada produk yang dihasilkan dari biji kakao.

Se buah visualisasi yang disajikan pada Gambar 5 me ngindikasikan pe ntingnya ditemukan suatu me tode kombinasi dari be rbagai kompone n pe rlakuan, mulai dari kompone n pra pane n, pasca pane n, dan sampai kompone n pe ngolahan hasil. Kombinasi yang te pat dari berbagai komponen terse but akan menghasilkan suatu kese imbangan

antara citarasa vs kesehatan pada produk yang akan dihasilkan. Colombo et al, (2012) me ngemukakan bahwa akhir-akhir ini banyak

ditemukan berbagai jenis produk cokelat gelap

de ngan kandungan flavonoid tinggi yang te rse dia di pasaran. Coke lat-coke lat te rsebut diproduksi de ngan proses pe nge ndalian yang lebih baik mulai dari proses se le ksi biji, fe rme ntasi, serta de ngan pe rlakuan pe ngurangan suhu dan alkalisasi dalam proses pe ngolahannya. Me lalui proses pe nge ndalian yang lebih baik maka kandungan flavonoid pada produk akhir yang dihasilkan masih dapat dipe rtahankan hingga 70%.

PENUTUP

Pe ran kakao yang be rhubungan de ngan masalah ke sehatan tidak te rle pas dari te lah dite mukannya kandungan se nyawa polife nol yang terdapat dalam biji kakao de ngan jumlah bisa

Peningkatan pengolahan

Kesehatan

(16)

16 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

me ncapai 10% dari bobot keringnya. Kapasitas Antioksidan Radikal Oksige n (ORAC) se nyawa polifenol yang terkandung pada coke lat gelap ternyata jauh le bih tinggi, hingga me ncapai 2-30 kali lipatnya, bila dibandingkan produk pangan lainnya sebagai pe nghasil polife nol, termasuk te h dan anggur. Manfaat polife nol pada biji kakao sangat tinggi kare na me miliki sifat atau aktivitas antioksidan, antiradikal, antimikrobial, antiproli-ferasi, antimutage nik, dan antikarsinoge nik. Manfaat lainnya adalah dapat me nghambat terjadinya oksidasi se nyawa koleste rol be rkerapatan re ndah (LDL) pada se l e ndothe lial, dapat me ningkatkan koleste rol be rke rapatan tinggi (HDL), dan dapat me nurunkan kandungan inte raksi faktor ge netik (ge notipe/varie tas/klon) de ngan faktor lingkungan biofisik maupun agronomis (budidaya). Se lanjutnya pada pe riode se te lah panen, antar kompone n faktor pasca pane n dan pe ngolahan yang me liputi proses pe nyimpanan buah, ferme ntasi, pe ngeringan, dan pe nyangraian biji kakao saling berinte raksi antara satu de ngan yang lain dalam me mpe ngaruhi tinggi-re ndahnya kandungan polife nol.

Pada proses industrialisasi untuk me nghasilkan be ragam produk be rbasis kakao, di satu sisi sarat de ngan pe nggunaan bahan-bahan kimia dan pe rlakuan suhu tinggi yang akan be rdampak te rhadap menurunnya kandungan polife nol. Namun di sisi lainnya, proses industrialisasi yang dimaksud sangat diperlukan untuk me nghasilkan produk pangan berbasis kakao yang memiliki aroma dan citarasa yang baik se rta diminati ole h konsume n. Kompone n-kompone n pe rlakuan pasca panen, pe ngolahan, dan proses industrialisasi untuk tujuan me nghasilkan produk pangan dan kese hatan sesuai de ngan yang diinginkan pasar

menunjukkan pengaruh yang berlawanan . Oleh

kare na itu, dipe rlukan suatu kombinasi yang te pat dari kompone n-komponen yang ada se hingga terjadi suatu kese imbangan untuk me nghasilkan suatu produk yang dapat dite rima se cara baik ole h sebagian besar pasar yang meme rlukannya .

Implikasi yang dapat dipe role h adalah terbukanya pe luang cukup besar bagi kegiatan pe ne litian dan pe ngembangan kakao secara terintegrasi dari be rbagai bidang ke ilmuan de ngan tujuan me ndapatkan informasi te knologi te ntang lingkungan biofisik maupun agronomis untuk me ningkatkan kandungan polife nol pada biji

kakao. Se bagai contoh, Yapo et al. (2013) me nganjurkan untuk pe ne litian ke de pan he ndaknya salah satunya diarahkan pada pe ngujian hubungan antara kualitas tanah (kandungan mineral) de ngan kandungan polife nol dan antioksidan pada biji kakao me lalui kajian me mpe rtahankan kandungan senyawa polife nol se tinggi mungkin, dan di sisi lainnya untuk dapat me ningkatkan aroma dan citarasa terhadap produk akhir yang akan dihasilkan. Sejalan de ngan itu, Saltini et al. (2013) menganjurkan untuk pe ne litian ke de pan hendaknya diarahkan pada pe ngujian berbagai parame te r produksi untuk me nghasilkan suatu produk coke lat de ngan kandungan polife nol tinggi se pe rti yang te lah dilakukan ole h Tomas-Barberan et al. (2007) de ngan me ngkombinasikan berbagai perlakuan pada proses fe rme ntasi, pe nge ringan, dan pe nyangraian biji. De mikian juga halnya de ngan pe ne litian yang te lah dilakukan ole h Afoakwa et al.

(2012) dalam me ngkombinasikan be rbagai pe rlakuan lamanya pe riode pe nyimpanan buah (pod) de ngan lamanya fermentasi biji.

DAFTAR PUSTAKA

Afoakwa, E.O., Paterson, A., Fowle r, M., & Ryan, A. (2008). Flavor formation and character in cocoa and chocolate : A critical re vie w.

Critical Reviews in Food Science and Nutrition 48(9), 840-857. doi: 10.1080/1040839070171 9272.

Afoakwa, E.O., Quao, J., Takrama, F.S. Budu, A.S. & Saalia, F.K. (2012). Changes in total polyphe nols, o-diphe ol and anthocyanin conce ntrations during fe rme ntation of pulp pre -conditione d cocoa (Theobroma cacao) beans. Internat. Food Res. J. 19(3), 1071-1077. Aikpokpodion, P.E., & Dongo, L.N. (2010). Effe cts

of ferme ntation inte nsity on polyphe nols and antioxidant capacity of cocoa beans. Int.

J. Sustain. Crop Prod,5(4), 66-70.

(17)

Arlorio, M., Locate li, M., Travagila, F., Coisson, J.D., De l Grosso, E., Minassi, ...Marte lli, A. (2008). Roasting impact on the contents of clovamide (N-caffeoyl-L- DOPA) and antioxidant activity of cocoa beans

(Theobroma cacao L.). Food Chem,106, 967-975.

Badrie , N., Be ke le , F., Sikora, E., & Sikora, M. (2014). Cocoa agronomy, quality, nutritional, and health aspe cts. Crtitical Review in Food Science

and Nutrition, 55, 620-659. doi: 10.1080/

10408398.2012.669428.

Be rnaert, H., Blondee l, L., Alle gaert, L., & Lohmue lle r, T. (2012). Industrial treatme nt of cocoa in chocolate production: Health implication. In Paole tti et al. (Eds). Chocolate

and health (pp. 17-31). Italia: Springe

r-Ve rlag. doi: 10.1007/978-88-470-2038-2. Caligani, A., Cirlini, M., Palia, G., Rgavlia, R., &

Arlorio, M. (2007). GC-MS de tection of chiral marke r in coco beans of differe nt quality and ge ographic origin. Chirality,19, 329-334. Caligiani, A., Acquotti, D., Carlini, M., & Palla, G.

(2010). N HMR study of ferme nte d cocoa

(Theobroma cacao L.) beans. J. Agric. Food Che,

58, 12105-12111.

Chin, E., Mille r, K.B., Payne , M.J., Hurst, W.J., & Stuart D.A. (2013). Comparison of antioxidant activity and flavanol content of cacao beans processe d by modern and traditional Mesoamerican methods. Heritage Science, 1(9). cardiovascular health. Contemporary Re vie ws in Cardiovascular Me dicine .

Circulation, 119, 1433-1441. doi: 10.1161/

CIRCULATIONAHA.108.827022.

Coune t, C., Ouwerx, C., Rosoux, D., & Collin, S. (2004). Re lationship be twee n procyanidin and flavor conte nt of cocoa liquors from diffe re nt origins. J. of Agric. and Food Chem, 52(20), 6243-6349. doi: 10.1021/jf040105b. Dadzie , A.M., Opoku, S.Y., Ofori, A., Lowor, S.,

Takrama, J.F., Padi, F.K., & Ye boah, J. (2014). Evaluation of major chemical compone nts in beans of some se lecte d inte rnational cocoa clones in Ghana. J. of Agric. Sci. & Tech, B 4, 200-208.

Dillinge r, T.L., Barriga, P., Escarcega, S., Jime ne z, M., Lowe , D.S., & Grive tti, L.E. (2000). Food of the Gods: cure for humanity?. A cultural history of the me dicinal and ritual use of chocolate . J. Nutr., 130, 2057S-2072S.

Di Mattia, C., Martusce lli, M., Sacche tti, G., Sche irlinck, I., Be heydt, B., Mastrocola, D. & Pittia, P. (2013). Effe ct of fe rmentation and drying on procyanidins, antiradical activity and re ducing prope rties of cocoa beans. Food

Bioprocess Technol.,6, 3420-3432. doi: 10.1007/

s11947-012-1028-x. phe nolic compounds in Criollo, Forastero and Trinitario cocoa see d (Theobroma cacao

L.) Eur. Food. Res. Technol. 12p. Springe

r-Ve rlag. doi: 10.1007/s00217-009-1132-y. Endraiyani, V. (2011). Total phenolics and antioxidant

capacity of cocoa pulp: Processing and storage

study. (Thesis The Graduate School - Ne w

Brunswick Rutge rs, The State Unive rsity of Ne w Je rse y).

Fe rrazzano, G.F., Amato, I., Inge nito, A., De Natale , A, & Pollio, A. (2009). Anti-carioge nic e ffects of polyphe nol from stimulant be verages (cocoa, coffee, tea). Fitoterapia,80, 255-262. Graziani de Farinas, L., Ortiz de Be rtore lli, L., &

(18)

18 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

Kealey, K.S., Snyde r, R.M., Romanczyk, L.J., Geye r, H.M., Mye rs, M.E., Withcare , E.J., ...Schmitz, H.H. (1998). Cocoa components, e dible products having e nhance d polyphe nol conte nt, me thod of making some and me dina uses. Patent Cooperation Treaty (PCT)

WO 98/09533, Mars Incorporate d, USA.

Kelishadi, R.M.D. . Cacao to cocoa to chocolate : healthy food?. ARYAJ,1(1), 28-34.

Khan, N., Khyme ne ts, O., Urpí-Sardà, M., Tulipani, T., Garcia-Aloy, M., Monagas, M., ...Andres-Lacueva, C. (2014). Cocoa polyphe nols and inflammatory marke rs of cardiovascular disease . Nutrients, 6, 844-880. doi: 10.3390/nu6020844.

Kim, H. & Ke nncy, P.G. (1984). (-)Epicatechin conte nt in ferme nte d and unfe rme nte d cocoa beans. J. of Food Sci., 49, 1090-1092.

Lee , K.W., Kim, Y.J., Lee , H.J., & Lee , C.Y. (2003). Cocoa has more phe nolic phytochemical and a highe r antioxdant capacity than tea and wine . J. of Agric. Food Chem.,51, 7292-7295. Lope z, A.S. & Dimick, P.S. (1995). Cocoa

ferme ntation. In Re hm, H.J. & Ree d, G.D. (Eds.). Biotechnology . 2nd e d (pp. 5620-5667).

We inhe im: CVH.

Martin, M.A., Goya, L., & Ramos, S. (2013). Potential for preventive effects of cocoa and cocoa

polyphenols in cancer (p. 66). De partme nt of

Me tabolism and Nutrition, Institute of Food Scie nce and Technology and Nutrition (ICTAN-CSIC), José Antonio Novais 10, Ciudad Unive rsitaria, 28040, Madrid, Spain. Martini, M.H., F igue ira, A., Le nci, C.G., & Tavares,

B.D.Q. (2008). Polyphe nol ce lls and the ir inte rre lation with cotyle don ce lls in se ve n species of Theobroma (Sterculiaceae ). Revista

Brasil. Bot,31(3), 425-431.

Mille r, K.B., Stuart, D.A., Smith, N.L., Lee , C.Y., Mchale , N.L., Flanagan, J.A., ...Jeffre y, H.W. (2006). Antioxidant activity and polyphe nol and procyanidin conte nts of se lecte d comme rcially available cocoa -containing and chocolate products in the Unite d States.

J. of Agric. and Food Chem,54, 4062-4068.

Misnawi (2008). Physico-chemical changes during cocoa fermentation and ke y e nzymes involve d. Review Penelitian Kopi dan Kakao, 24(1), 47-64.

Nagai, T., Re iji, I., Hachiro, I., & Nobutaka, S. (2003). Pre paration and antioxidant prope rties of wate r e xtract of propolis. Food

Chem,80, 29-33.

Nazaruddin, R., Osman, H., Mamot, S., Wahid, S., & Aini, N. (2006). Influe nce of roasting conditions and volatile plavor of roaste d Malaysian cocoa beans. J. of Food Process.

And Preser,30, 280-298.

Nazaruddin, R., Se ng, L. K., Hassan, O. & Said, M. (2006). Effe ct of pulp pre conditioning on the conte nt of polyphe nols in cocoa beans

(Theobroma cacao L.) during fe rme ntation.

Indust. Crops Prod,24, 87-94.

Nie me nak, N., Rohsius, C., Elwe rs, S., Ndoumou, D.O., & Lie be re i, R. (2006). Comparative study of differe nt cocoa (Theobroma cacao L.) clones in te rms of the ir phe nolics and anthocyanins conte nts. J. od Food Compos. and

Anal,19, 612-619.

Ninfali, P., Me a, G., Giorgini, S., Rocchi, S., & Bacchiocca, M. (2005). Antioxidant capacity of vege tables, spices and dressings re le vant to nutrition. British J. of Nutr,93, 257-266. Osawa, K., Matsumoto, T., Mayurama, T., Naito, Y.,

Okuda, K., & Takozoe , I. (1990). Inhibitory e ffects of aquos e xtract of cocoa bean husk on collage nose of Bacteriodes gingivalis.

Bull.of Tokyo Dent. Coll,31, 125-128.

Othman, A., Ismail, A., Ghani, N.A., & Ade nan, I. (2007). Antioxidant capacity and phe nolic conte nt of cocoa beans. Food Chem,100, 1523-1530.

Othman, A., Jalil, A.M., We ng, K.K., I smail, A., Ghani, N.A., & Ade nan, I. (2010). Epicatechin content and antioxidant capacity of cocoa beans from four diffe rent countries.

Afric. J. of Biotech,9(7), 1052-1059.

Pearson, D.A., Schmitz, H.H., Lazarus, S.A., & Kee n, C.L. (2001). Inhibition of in vitro low de nsity lipoprote in oxidation by oligomeric procyandins prese nt in chocolate and cocoas. Methos Enzymol,335, 350-360. Prayoga, R.D., Murwani, R., & Anwar, S. (2013).

(19)

Rabenda, F.S., Jaure gui, O., Casals, I., Andrea -Lacueva, C., Izquie rdo-Pulido, M., & Lamue la-Rave ntos, R. (2003). Liquid chromatography/e lectrospray ionization te ndem mass spe ctrome tric studi of the phe nolic compositon of cocoa (Theobroma

cacao L.). J. Mass Spectrom,38, 35-42.

Ranne h, Y. Ali, F., & Esa, N.M. (2013). The prote ctive e ffect of cocoa (Theobroma cacao L.) in colon cance r. J. of Nutr. & Food Sci, 3(2), 1-3. doi: 10.4172/2155-9600.1000191-3.

Re dovnikovic, I.R., De longa, K., Mazor, S., Dragoniv-Uze lac, V. Caric, M., & Vorkapic-Furac, J. (2009). Polyphe nolic conte nt and composition and antioxidative activity of diffe re nt cocoa liquors. Czech J. of Food. Sci, 27(5), 330-337.

Re n, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu, L. & Zhang, L. (2003). Flavonoid: Promosing anticance r agents. Med. Res. Rev,23, 519-534.

Rizza, R.A., Liang, V., McMohan, M., & Harrison, G. (2000). Encyclopedia of foods: A guide to

healthy nutrition. London: Academic Press.

Robbins, R.L., Kwik-Uribe , C., Hammerson, J.F., & H.H. Schmitz. (2006). Analysis of flavanols in foods: What methods are re quire d to e nable meaningful health recommendation?.

J. Cardiovasc. Pharmacol, 47, S110-S118.

Rusconi, M. & Conti, A. (2010). Theobroma cacao L. The food of the Gods: A scie ntific approach be yond myths and claims. Pharmacol. Res,

61(1), 5-13.

Saltini, R., Akke rman, R., & Frosch, S. (2013). Optimizing chocolate production through traceability: A re vie w of the influe nce of farming practices on cocoa bean quality.

Food Control,29, 167-187.

Tomas-Barbe ran, F.A., Cie nfuegos -Jove llanos, E.,

Marın, “., Muguerza, ”., Gil-izquie rdo, A., Ce rda, B., ...Espın, J.C. 7 . “ new process to de ve lop a cocoa powder with highe r flavonoid monomer conte nt and e nhance d bioavailability in healthy humans. J. Agric.

Food Chem., 55, 3926-3935.

Ve lioglu, Y.S., Mazza, G., Gao, L., & Oomah, B.D. (1998). Antioxidant activity and total phe nolics in se le cte d fruits, vege tables, and grain products. J. of Agric. and Food Chem, 46, 4113-4117.

Vinson, J.A., Proch, J., & Bose , P. (2006). Chocolate is powe rfull e x vivo and in vivo antioxdant, an antiatherosclerotic age nt in animal mode l and signficant contributor to antioxidants in European and Ame rican die ts . J. of Agric.

Food Chem,54, 8071-8076.

Visioli, F., Be rnardini, E., Poli, A., & Paole tti, R. (2012). Chocolate and health: A brie f re vie w of the e vide nce. In Paole tti et al. (Eds).

Chocolate and Health (pp. 63-75). Italia:

Springe r-Verlag. doi: 10.1007/978-88-470-2038-2.

Wollgast, J. (2004). The contents and e ffects of polyphe nols in chocolate (qualitative and quantitative analyses of polyphe nols in hocolate and chocolate raw products as we ll as e valuation of pote ntial implications of chocolate consumption in human health) (PhD, Justus Liebig Unive rsity, Giesse n). Wollgast, J., & Anklam, E. (2000a). Polyphe nol in

chocolate : is the re a contribution to human health?. Food Res.Int,33, 449-459.

Wollgast, J., & Anklam, E. (2000b). Re vie w on polyphe nol in Theobroma cacao : Changes in composition during the manufacture of chocolate and me thodology for ide ntification and quantification. Food Res.

Internat,33, 423-447.

Yang, J.H., Lin, C.H., & Mau, J.L. (2002). Antioxidant properties of se veral comme rcial mushroom. Food Chem, 77, 229-235.

Yapo, K.D., Ouffoue , S.K., Okpe kon, T.A., & Kouakou, T.H. (2013). Soil e ffect on polyphe nol conte nt and antioxidant capacity of ne w hybrid varie ty of cocoa from Cŏte d’Ivoire . Int. J. Biol. Chem. Sci, 7(5), 1794-1803.

Zumbe , A. (1998). Polyphe nol in cocoa: Are the re health be ne fits?. British National Formulary.

(20)

20 Bunga Rampai Inovasi T eknologi Bioindustri Kak ao

Lampiran 1. Pe ne lusuran literatur te ntang pe ngaruh berbagai faktor terhadap kandungan polife nol dan senyawa turunannya pada kakao

Appendix 1. Literature search about the effect of various factros on polyphenol contents and their derivative compounds in cacao

Pe ngaruh faktor Polife nol total Flavanol Cate chin Epicatechin Procyanidin Gallocatechin Epigallo-catechin

Anthocyanin

Periode Pra panen :

1. Spe cies kakao

2. Ge notipe /varie tas/ klon/tipe kakao

3. Asal ge ografis/ negara

Martini et al. (2008).

Graziani de Farinas

et al. (2003); Efraim et al. (2006); Nie me nak et al. (2006); Jonfia-Essie n et al. (2008); Martini

et al. (2008); Elwe rs

et al. (2009); Dadzie

et al. (2014).

Wollgast & Anklam (2000a); Othman et al. (2007); Tomas-Barberan et al. (2007);

Re dovnikovic et al. (2009); Gu et al. (2013); Hii et al. (2013); Yapo et al. (2013).

-

-

Chin et al. (2013).

-

-

Caligani et al. (2007); Arlorio

et al. (2008); Re dovnikovic

et al. (2009).

-

Graziani de Farinas et al. (2003); Elwe rs

et al. (2009).

Kim & Kee ncy (1984); Caligani et al. (2007); Re dovnikovic

et al. (2009); Othman et al. (2010).

-

-

Coune t et al. (2004).

-

-

Re dovnikovic

et al. (2009).

-

-

Re dovniko vic et al. (2009).

-

Nie me nak et al. (2006); Elwe rs et al.

(2009).

(21)

Lampiran 1 (lanjutan)

Appendix 1 (continued)

Pe ngaruh faktor Polife nol total Flavanol Cate chin Epicatechin Procyanidin Gallocatechin Epigallo-catechin

Anthocyanin

Periode Pasca Panen dan Pengolahan :

1. Pe nyimpanan buah

2. Fe rme ntasi biji

3. Pe ngeringan biji

4. Pe nyangraian biji

5. Pe ngolahan akhir (proses

industrialisasi)

Nazaruddin

et al. (2008).

Tomas-Barbe ran

et al. (2007); Nazaruddin

et al. (2008); Aikpokpodion & Dongo (2010); Prayoga et al. (2013).

Tomas-Barbe ran

et al. (2007); Di Mattia et al. (2013).

Wollgast & Anklam (2000b); Tomas-Barberan et al. (2007).

Rusconi & Conti (2000); Wollgast & Anklam (2000b); Chin et al. (2013).

-

Be rnaert

et al. (2012); Chin et al. (2013).

Be rnaert

et al. (2012).

Be rnaert

et al. (2012).

Be rnaert

et al. (2012).

Afoakwa et al. (2012).

Caligani et al. (2007); Chin et al. (2013).

Arlorio et al. (2008); Afoakwa et al. (2012).

Be rnaert

et al. (2012).

-

-

Be rnaert

et al. (2012); Chin et al. (2013).

-

-

Kim & Kee ncy (1984).

-

Kealey et al. (1998).

Kealey et al. (1998).

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Afoakwa et al. (2012).

-

Afoakwa

et al. (2012).

-

(22)

Gambar

Gambar 1.  Skema klasifikasi polifenol berdasarkan jumlah sub-unit fenol dan hierarki monomer serta polimer   senyawa flavonoid  (Sumber: Robbins et al., 2006)
Gambar 2. Flavanol yang banyak ditemukan pada kakao (Sumber: Wollgast, 2004) Figure 2
Tabel 1. Produk pangan yang mengandung antioksidan tinggi Table 1. Top antioxidants food
Tabel 3. Konsentrasi polifenol dan kandungan lemak beberapa genotipe kakao, 2009-2012 Table 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada form ini ditunjukan beberapa tabel, yang paling atas merupakan tabel dari bobot penilaian dari setiap indikator sebuah aspek, tabel yang berada pada sebelah kiri bawah

Formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut: Struktur aktiva :  Aktiva Total Tetap  Aktiva Total (Syamsudin 2001:9) Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

M enurut Sutarman (2003, p4), internet berasal dari kata interconnection networking yang mempunyai arti hubungan sebagai komputer dan berbagai tipe komputer yang merupakan

Program Usaha Pengembangan Masyarakat pada Program KIP-K yang meliputi Pembinaan Usaha Kecil, Peningkatan Keterampilan dan Pemberian kredit usaha, berpengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel komunikasi dengan variabel prestasi kerja pegawai pada Kantor

Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB Kota (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau