Mengapa harus Taat?
October 28, 2010 No Comments
Ketaatan, adalah sebuah kata yang paling tidak menyenangkan bagi manusia pada umumnya. Mengapa? karena ketaatan selalu berbicara tentang
penundukan diri. Dengan kata lain ketaatan selalu berbicara tentang penundukan ego dan kehendak kita. Sedangkan dalam natur kita sebagai manusia berdosa, kita tentu lebih suka jika dapat menentukan segala sesuatu yang baik bagi kita, dan memilih jalan yang kita anggap baik untuk kita.
Namun tidak dapat kita sangkali, didalam kehidupan ini, kita harus tuntuk pada otoritas diatas kita. Jika kita adalah seorang murid, maka kita harus tunduk pada aturan sekolah dan tuntuk pada guru. Jika kita adalah karyawan, maka kita harus tuntuk pada atasan kita. Dan karena kita adalah
warganegara Indonesia, kita juga harus tunduk pada undang-undang
Indonesia. Suka atau tidak suka, pada kenyataannya kita juga tidak dapat lari dari penundukan diri.
Lalu bagaimankah kita dengan Tuhan. Tunduk pada perintah-perintah Tuhan dan kehendak Tuhan, bukanlah sesuatu yang mudah. Sebab Natur manusia yang sudah jatuh kedalam dosa akan lebih memilih untuk menjadi Tuhan atas diri dan hidup kita. Namun kita juga tidak dapat menghindari untuk taat
kepada Tuhan. Dan kenyataannya ada banyak orang taat dengan berbagai motivasi, diantara lain:
1. Agar dapat berkat Tuhan.
kita karena ada maksud tertentu, apakah kita senang dengan sikap manis dan kebaikannya?
2. Taat karena terpaksa
Mengapa taat? ya karena ga bisa lari.. heheh ini mirip dengn Yunus. Dia taat karena sudah tidak bisa lari ke Tarsus dan sudah berada di perut ikan. Ya mau tidak mau harus taat, daripada di perut ikan terus. Makanya ketika kota Niniwe bretobat, Yunus bukannya bersukacita tetapi malahan jengkel.
Nah sebagian orang seperti Yunus, taat karena sudah tidak bisa lari.
hehehehe jujur, aku juga pernah seperti ini. Tepatnya ketika menjawab untuk menjadi ketua Pemuda. sudah lari, tidak bisa, akhirnya menjawab juga, tapi masih sambil bergulat dengan Tuhan.
Menurut saya, Yunus tidak mau ke kota Niniwe, bukan karena tidak mau susah, atau bukan karena Tarsus adalah kota yang lebih baik daripada Niniwe. Yunus tidak mau ke Niniwe, karena dia tidak sependapat dengan Tuhan, bahwa kota Niniwe layak untuk mendapatkan belas kasihan dan pengampunan.
Disatu sisi, konsep tuan dan hamba itu juga dapat membuat kita taat dengan terpaksa. Mengapa Taat? ya.. karena kita adalah hamba yang harus taat. kita adalah ciptaan yang harus tunduk kepada sang Pencipta. Tentu saja konsep ini tidak salah. tetapi jujur, saja, pada akhirnya kita memiliki kekhawtiran tertentu. Kekhawtiran ini muncul karena konsep kita sebagai manusia
berdosa. Jika kita memiliki benda, tentu kita bebas memperlakukan benda itu. Mau kita pakai dengan baik, atau mau kita banting hingga hancur, itu adalah hak kita dan tidak ada yang melarang. Secara tidak sadar, mungkin itu juga yang terbesit didalam hati kita. Karena kita ini miliknya Tuahn, maka Tuhan dapat memakai kita dengan “seenaknya” , mau di buat jadi martir di desa pedalaman kek, atau apapun yang ga enak, asalkan itu mencapai maksud dan tujuann-Nya ya.. sah-sah aja. Akibatnya, orang yang punya konsep ini kalai imannya kuat ya taat, kalau ga kuat ya mendingan kabur.. tapi mau kabur kok juga ga bisa. ya uda taat tapi terpaksa. huhuhu jadi sambil ngenjalani sambil ngedumel en nangis bombai..
3. Taat karena relasi
Konsep ini saya dapatkan di bible Converece yang diadakan oleh RBC kemarin. Biil Crowder menyampaikan konsep ini.
Ketika Tuhan menyebut kita sebagai ” domba-Ku” itu memiliki makna yang berbeda dengan kata “buku-Ku” Tuhan juga menyebut kita dengan sebutan anak, mempelai, sahabat, dll. semuanya itu menunjukan sebuah relasi, bukan sekedar kepemilikan. Artinya Tuhan ingin agar ketika kita taat, itu adalah karena kita mengasihi Dia dan ingin menyenangkan hati-Nya. Sama seperti ketaatan kita pada ayah kita. Tentu saja, tidak ada ayah yang senang jika anaknya taat kepadanya karena terpaksa. Tidak ada ayah yang senang jika anaknay bersikap baik kepadanya hanay demi wrisannya. Seorang ayah tentu akan senang jika anaknya taat karena mengasihi dan respek dengan dirinya. Ketaatan yang lahir dari relasi, itulah yang diinginkan Tuhan dari kita. Yoh 14:15 “Kalau kalian mengasihi Aku, kalian akan menjalankan perintah-perintah-Ku
Masalahnya , terkadang perintah Tuhan itu terasa tidak masuk akal kita. Kadang kehendak Tuhan itu terkesan tidak menyenangkan. Ketika kita tidak mengerti jalan Tuhan, percayalah pada hati Tuhan.
untuk mempercayai karakter Tuhan. Kita ragu apakah Tuhan mengasihi kita. Sekalipun berita keselamatan melalui pengorbanan Yesus Kristus dikatu salib sudah melekat di benak kita, namun kenyataanya ketika kita
diperhadapkan dengan situasi yang tidak kita sukai, kita mulai meragukan akan kasih Tuhan. Sungguhkah Tuhan mengasihi saya? jika Tuhan mengasihi saya, mengapakah Dia mengijinkah hal yang buruh terjadi? Memang
dibutuhkan iman untuk dapat melihat kebaikan Tuhan ditengah badai kehidupan.
Kegagalan akan ketaatan kita juga, diakibatkan kerena kita meragukan akan hikmat Tuhan. Sering kali kita menganggap kita lebih tau apa yang terbaik bagi kita. Terkadang kita merasa Tuhan itu salah, dan kita yang benar. Namun jika itu yang kita lakukan, berarti sesungguhnya kita merasa lebih bijak dari Tuhan. Siapakah kita? dan siapakah Tuhan? Apakah mungkin kita lebih bijak dari Tuhan?Kegagalan mempercayai bahwa Tuhan itu tentu lebih berhikmat, itu juga membuat kita gagal untuk taat, terutama untuk perintah Tuhan yang tidak masuk di akal kita.
Pada akhirnya, seberapa besar ketaatan kita, bergantung pada sejauh mana kita mengenal Tuhan kita. mengenal bukan sekedar pengetahuan di otak kita, tetapi mengenal Dia dari pengalaman kita berjalan bersama dengan Dia. Ketaatan lahir dari relasi yang intim dengan Tuhan. Semakin kita mengenal Dia, semakin kita percaya pada karakter Dia, semakin kita mampu untuk taat dengan segenap hati kita. Tentu saja yang namanya relasi, itu memputuhkan proses dan membutuhkan waktu untuk dapat berkembang. tidak ada ketaatan yang instan. Abraham, bapak orang berimanpun membutuhkan proses agar dapat benar-benar taat dengan mempersembahkan ishak anaknya yang tunggal. Apalagi kita?
Permasalahan yang terakhir, seberapa jauhkah kita bertumbuh untuk mengenal Tuhan kita? Sejauh itulah kita dapat percaya pada karakter-Nya dan pada akhirnya sejauh itu pula kita dapat taat kepada-Nya.