• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SALAM DAN ISTISHNA DI LKS D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI SALAM DAN ISTISHNA DI LKS D"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FIQIH KONTEMPORER

PERBANKAN

IMPLEMENTASI SALAM DAN

ISTISHNA’ DI LKS DITINJAU DARI

PERSPEKTIF FIQIH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun Oleh:

Muhamad Darwis Rolan

NPM. 1602100257P

Kelas : D

Jurusan S1 Perbankan Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

(2)

1

Konsep Dasar Salam dan Istishna’

A. Pendahuluan

Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih

muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai

belasan bahkan sampai puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak

itu, ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok

dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu

murabahah, salam, dan istishna’.

Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah

penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas

resiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual

beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan

bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang

yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk

pembayarannya dan waktu penyerahan barang.

Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan salam dan istishna’.

Jual beli dengan salam dan istishnaini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas, dan keamanannya juga jelas. Maka jual beli salam dan istishnawajar jika masih banyak diminati.

B. Konsep Dasar Salam

1. Pengertian Salam

Salam sinonim dengan salaf. Dikatakan aslama ats-tsauba

lil-khiyath, artinya ia membeikan atau menyerahkan pakaian untuk dijahit.

Dikatakan Salam karena orang yang memesan menyerahkan harta

pokoknya dalam majelis. Dikatakan salam karena ia menyerahkan

uangnya terlebih dahulu sebelum barang daganganya.1 Dalam pengertian

sederhana, salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian

hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.2

1

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 113.

2Muhammad Syafi’i Antonio,

Bank Syariah : dari Teori ke Prktik,(Jakarta : Gema Insani,

(3)

2

Salam secara etimologi artinya pendahuluan, sedangkan secara

muamalah adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya

sebagai persyaratan jual beli dan barang yang dibeli masih dalam

tanggungan penjual, dimana syaratnya ialah mendahulukan pembayaran

pada waktu akad.3

Berikut ini beberapa pendapat ulama fiqih dan ilmuwan mengenai

pengertian Salam:

a. Menurut Atang Abd. Hakim dalam bukunya Fiqih Perbankan Syariah

mengatakan bahwa Salam adalah akad pembiayaan barang dengan cara

pemesanan danpembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu

dengan syarat tertentu yang disepakati.4

b. Menurut Wahbah al-Zuhailī yang dikutip dalam buku Imam Mustafa

yang berjudul Fiqih Muamalah Kontemporer mengatakan baswa jual

beli salam atau salaf adalah jual beli dengan sistem pesanan,

pembayaran dimuka, sementara barang yang diserahkan di waktu

kemudian. Dalam hal ini pembeli hanya memberikan rincian spesifikasi

barang yang dipesan.5

c. Menurut Ascarya dalam bukunya mengatakan bahwa salam adalah

bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang di

kemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future

sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat

penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.6

d. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Salam adalah jasa

pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya

dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.7

e. Menurut Ismail dalam bukunya menyatakan bahwa salam adalah akad

jual beli pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran

3

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 152.

4

Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h.233.

5

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer,(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.86.

6

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.90.

7

(4)

3

dilakukan di muka pada saat akad dan pengiriman barang dilakukan

pada saat kontrak. Barang pesanan harus jelas spesifikasinya.8

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa

salam adalah adakd jual beli barang dengan cara pemesanan berdasarkan

persyaratan dan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta pembayaran tunai

terlebih dahulu secara penuh.

2. Dasar Hukum Salam

Dasar hukum atau legalitas akad salam terdapat pada Quran,

Al-Hadis, Fatwa DSN MUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah:

a. Al-Quran

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

menuliskannya dengan benar,...” (QS. Al-Baqarah : 282)9

Menurut tafsir Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tuhan

memerintahkan kita, para mukmin, agar setiap mengadakan perjanjian

utang-piutang dilengkapin dengan perjanjian tertulis (membuat surat

perjanjian). Hal ini penting, apabila pelunasan utang dilakukan dalam

jangka waktu yang berselang lama. Apabila jangka waktu utang telah

jatuh tempo, penagihan utang bisa dilakukan secara baik dan sekaligus

menghindari persengketaan.10

8

Ismail, Perbankan Syariah, h. 152-153.

9

QS. Al-baqarah(2): 282.

10

Teungku Muhammad Hasbu ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nūr,

(5)

4 Madinah dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa setahun dan dua tahun. Lalu beliau bersabda: "barang siapa yang melakukan salaf (salam) yang dijamin hendaklah ia melakukan dengan yang jels dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang

diketahui.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari: "Barangsiapa meminjamkan sesuatu."11

c. Fatwa DSN MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam.

Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI

No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang JUAL BELI SALAM ini adalah sebagai

berikut:12

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:

1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa

uang, barang, atau manfaat.

2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.

3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua : Ketentuan tentang Barang:

1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.

2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

3) Penyerahannya dilakukan kemudian.

11Muhammad Syafi’i Antonio,

Bank Syariah, h. 108.

12

DSN MUI, Fatwa 05/DSN-MUI/IV/2000: Jual Beli Salam, http://mui.or.id/index.php/

(6)

5

4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan.

5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan.

Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel:

Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua

terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.

Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:

1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan

kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih

tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.

3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih

rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh

menuntut pengurangan harga (diskon).

4) 4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang

disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai

dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu

penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela

menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:

6) membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,

7) menunggu sampai barang tersedia.

Kelima : Pembatalan Kontrak:

Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak

(7)

6 Keenam : Perselisihan

Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya

diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

d. Salam dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Berikut ini isi Salam dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah :13

1) BAB V Akibat Bai’ Bagian Kedua Bai’Salam a) Pasal 100

(1) Akad bai’salam terikat dengan adanya ijab dan kabul seperti dalam penjualan biasa.

(2) Akad bai’ salam sebafai mana yang dimaksud pada ayat (1) dilakuan sesuai dengan kebiasaan dan kepatutan.

b) Pasal 101

(1) Bai’ salam dapat dilakukan dengan syarat kuantitas dan kualitas barang sudah jelas.

(2) Kuantitas barang dapat diukur dengan takaran atau timbangan

dan/atau meteran.

(3) Spesifikasi barang harus diketahui secara sempurna oleh para

pihak

c) Pasal 102

Bai’ salam harus memenuhi syarat bahwa barang yang dijual, waktu, dan tempat penyerahan di nyatakan dengan jelas.

d) Pasal 103

Pembayaran barang dalam bai’salam dapat dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.

13

(8)

7 3. Rukun dan Syarat Salam

a. Rukun Salam

Dalam pelaksanaan akad salam harus memenuhi rukun salam

seperti berikut ini:14

1) Muslam (Pembeli)

2) Muslam Ilaih (Penjual)

3) Modal atau Uang

4) Muslam fiihi (Barang)

5) Sighat (Ucapan)

b. Syarat Salam

Dalam pelaksanaan akad salam harus memenuhi syarat salam

seperti berikut ini:15

1) Pembeli harus cakap hukum dan tidak ingkar janji atas transasksi

yang telah disepakati.

2) Penjual merupakan pihak yang menyediakan barang. Penjual

disyaratkan harus cakap hukum dan tidak boleh ingkar janji.

3) Hasil produksi merupakan objek barang yang akan diserahkan pada

saat akhir kontrak oleh penjual sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditetapkan dalam akad. Hasil produksi tidak termasuk dalam

kategori barang yang dilarang.

4) Harga disepakati pada saat awal akad antara pembeli dan penjual,

dan pembayaranya dilakukan pada saat awal kontrak. Harga barang

harus ditulis jelas dalam kontrak, serta tidak boleh berubah selama

akad.

5) Shigat atau ijab qabul ini biasanya telah dituliskan dalam formulir

yang disiapkan oleh bank syariah, sehingga dalam praktiknya bank

dapat membacakan ijab qabul atau dengan menandatanganinya.

14Muhammad Syafi’i Antonio,

Bank Syariah, h. 109.

15

(9)

8 4. Ketentuan – Ketentuan Salam di LKS.

Berikut ini ketentuan-ketentuan umum salam di LKS adalah sebagai

berikut ini:16

a. Pembeli hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas

seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya.

b. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan

akad, maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara

mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang

yang sesuai pesanan.

c. Mengingat bang tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya

sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk

melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti

BULOG, pedagang pasar induk atau rekan. Mekanisme ini disebut

salam paralel.

C. Konsep Dasar Istishna’ 1. Pengertian Istihna’

Istishna secara etimologis merupakan mashdar dari istashna

asy-syai, artinya meminta membuat sesuatu, yakni meminta kepda seseorang

pembuat untuk mengerjakan sesuat berdasarkan pesanan.17 Adapun

Istihna’ secara terminologis adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam tanggungan yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek

transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaan

pembuatan barang itu.18

Istishna adalah akad jual beli dimana produsen ditugaskan untuk

membuat suatu barang pesanan dari pemesan. Istishna adalah akad jual

beli atas dasar pesanan antar nasabah dan bank dengan spesifikasi tertentu

yang diminta oleh nasabah. Bank akan meminta produsen untuk

16

Mardani, Fiqh Ekonomi, h.123.

17

M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis,

(Bandung : CV Pustaka Setia, 2012), h. 159.

18

(10)

9

membuatkan barang pesanan sesuai dengan permintaan nasabah. Setelah

selesai nasabah akan membeli barang tersebut dari bank dengan harga

yang telah disepakati bersama.19 Sedangkan menurut Kopilasi Hukum

Ekonomi Syariah, istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk

pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara

pihak pemesan dan pihak penjual.20

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa

istishna’ sebagai akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak pertama dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak

kedua, agar pihak kedua, membuatkan suatu barang sesuai yang

diinginkan oleh pihak pertama dengan harga yang disepakati antara

keduanya, yakni pembiayaan yang dicirikan oleh pembayaran di muka dan

penyerahan barang secara tangguh.

2. Dasar Hukum Istishna’

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa qiyas dan kaidah-kaidah umum

tidak memperbolehkan Istishna’. Karena Istishna’ merupakan jual beli barang yang belum ada. Sementara jual beli semacam ini dilarang oleh

rasulullah, karena barang yang menjadi objek jual beli tidak ada atau

belum ada pada waktu akad. Selain itu tidak bisa dinamakan Ijarah,

karena bahan yang digunakan untuk membuat barang adalah milik si

penjual atau sani’. Hanya saja bila berdasarkan pada istihsan, ulama

Hanafiyah memperbolehkan. Karena, akad semacam ini sudah menjadi

budaya yang dilaksanakan oleh hampir seluruh masyarakat. Bahkan telah

disepakati (Ijma’) tanpa ada yang mengingkari. Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad berpendafat bahwa Istishna’ diperbolehkan berdasarkan diperbolehkanya akad salam, dimana barang yang menjadi objek transaksi

19

Gita Danupranata, Manjaemen Perbankan Syariah, (Jakarta : Salemba Empat, 2013),

h.112

20

(11)

10

atau akad belum ada. Rasulullah juga pernah memesan sebuah cincin dan

mimbar.21

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam akad Istishna’,

yaitu:22

a. Kepemilikan barang objek akad adalah pada pemesan, hanya saja

barang tersebut masih dalam tanggungan penerima pesanan, atau

pemuat barang. Sementara penerima pesanan atau penjual mendapatkan

kompensasi materi sesuai dengan kesepakatan, bisa uang bisa barang.

b. Sebelum barang yang dipesan jadi, maka akad Istishna’ bukanlah akad yang mengikat.

c. Apabila pihak yang menerima pesanan datang dengan membawa

sebuah barang kepada pemesan, maka penerima pesanan tersebuttidak

mempunyai hak (khiyar), karena secra otomatis ia merelakan barang

tersebut bagi pemesan.

Berikut ini dasar hukum akad Istishna’ berdasarkan Fatwa DSN

MUI dan Kompilasi Hukum Ekomomi Syariah:

a. Fatwa 06/DSN-MUI/IV/2000 :Jual Beli Istishna’.23

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:

1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa

uang, barang, atau manfaat.

2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua : Ketentuan tentang Barang:

1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.

2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

3) Penyerahannya dilakukan kemudian.

21

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, h.86.

22

Ibid, h.95-96.

23

DSN MUI, Fatwa 06/DSN-MUI/IV/2000 :Jual Beli Istishna’, /, http://mui.or.id/index.p

hp/2010/03/26/fatwa-dsn-mui-no-no-06dsn-muiiv2000-tentang-jual-beli-istishna, diunduh

(12)

11

4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan.

5) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan.

7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan

kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk

melanjutkan atau membatalkan akad.

Ketiga : Ketentuan Lain:

1) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,

hukumnya mengikat.

2) Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di

atas berlaku pula pada jual beli istishna’.

3) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah

setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

b. istishna’ dalam Kompilasi Hukum Ekomomi Syariah

Berikut ini isi istishna’ dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah :24 1) BAB V Akibat Bai’ Bagian Ketiga Bai’istishna’

a) Pasal 104

Bai’ istishna’ mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang yang dipesan.

b) Pasal 105

Bai’istishna’ dapat dilakukan pada barang yang dipesan. c) Pasal 106

24

(13)

12

Dalam Bai’ istishna, identitas dan deskrifsi barang yang dijual harus sesuai permintaan pemesan.

d) Pasal 107

Pembayaran dalam Bai’ istishna’ dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.

e) Pasal 108

(1) Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satu pihak

pun boleh tawar-menawar kembali terhadap isi akad yang

sudah di sepakati.

(2) Apa bila objek dari barang yang dipesan tidak sesuai

dengan spesifikasinya, maka pemesan dapat menggunakan

hakpilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan

pesanan.

3. Rukun dan Syarat Istishna’ a. Rukun Istishna’

Dalam pelaksanaan akad Istishna’ harus memenuhi rukun

Istishna’ seperti berikut ini:25

1) Pelaku akad, yaitu Mustashni’ (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan shani’ (penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan.

2) Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu’) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman).

3) Shighat, yaitu Ijab dan qabul.

b. Syarat Istishna’

Dalam pelaksanaan akad Istishna’ harus memenuhi syarat

Istishna’ seperti berikut ini:26

1) Istishna’ mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang yang dipesan.

25

M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan, h.159.

26

(14)

13

2) Istishna’ dapat dilakukan pada barang yang bisa dipesan.

3) Dalam Istishna’, identifikasi dan deskrifsi barang yang dijual harus sesuai permintan pemesan.

4) Pembayaran dalam Istishna’ dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.

5) Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satupun boleh tawar

menawar kembali terhadap isi akad yang sudah disepakati.

6) Jika objek dari barang yang dipesan tidak sesuai dengan spesifikasi,

maka pemesan dapat menggunakan hak pilihan (khiyar) untuk

melanjutkan ataau membatalkan pemesanan.

4. Ketentuan – KetentuanIstishna’ di LKS.

Berikut ini ketentuan-ketentuan umum salam di LKS adalah sebagai

berikut ini:27

a. Barang pesanan harus jelas, macam ukuran, mutu dan jumlahnya.

b. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.

c. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga

setelah akad ditanda tangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung

nasabah.

D. Kesimpulan.

Dari penjelasan yang telah diuraikan pada sebelumnya, kami dapat

menarik kesimpulan Salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya

ditunda, pembayaran modal lebih awal. Rukun dan syarat jual beli salam

yaitu Mu’aqidain yang meliputi Pembeli dan penjual, Obyek transaksi, Sighat

ijab qabul, dan alat tukar.

Istishna adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem

pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir. Rukun dan

27

(15)

14

syarat istishna mengikuti salam. Hanya saja pada bai’ istishna’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya

penentuan waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya

barang pada umumnya.

Perbedaan salam dan istishna’ adalah cara penyelesaian pembayaran salam dilakukan diawal saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran

(16)

15

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: Refika Aditama, 2011.

DSN MUI, Fatwa 05/DSN-MUI/IV/2000: Jual Beli Salam, http://mui.or.id/index. php/2010/03/26/fatwa-dsn-mui-no-no-05dsn-muiiv2000-tentang-jual-beli-sa lam/, diunduh tanggal 8 maret 2017

____________, Fatwa 06/DSN-MUI/IV/2000 :Jual Beli Istishna’, /, http://mui.or. id/index.php/2010/03/26/fatwa-dsn-mui-no-no-06dsn-muiiv2000-tentang-jual-beli-istishna, diunduh tanggal 8 maret 2017.

Gita Danupranata, Manjaemen Perbankan Syariah, Jakarta : Salemba Empat, 2013.

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II tentang Akad, Bab I Pasal 20 ayat (10).

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II tentang Akad, Bab I Pasal 20 ayat (34).

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II tentang Akad, Bab V Pasal 100-103.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II tentang Akad, Bab V Pasal 104-108.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : dari Teori ke Prktik, Jakarta : Gema Insani, 2001.

M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis, Bandung : CV Pustaka Setia, 2012.

QS. Al-baqarah(2): 282.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memilih salah satu model estimasi yang dianggap paling tepat dari tiga jenis model data panel, maka perlu dilakukan serangkaian uji, yaitu: (1) Uji F statistik untuk

Bapak Rudy, S.Kom, MM, selaku dosen Pembimbing Sistem Informasi atas waktu, pikiran, pengarahan serta kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses penyusunan dan

Adapun lembaga pondok pesantren masa depan dan mencerahkan minimal mempunyai lima fungsi, pertama sebagai lembaga keagamaan yang mengajarkan ilmu-ilmu agama: kedua, sebagai

Bertanggung jawab terhadap hal-hal yang menyangkut keuangan perusahaan padac. basecamp pengolahan aspal baik operasional sehari-hari ataupun

Ketua : Muhammad Reza Destianto A1C114018 / Angkatan 2014 Anggota : Fathia Nazhofa A1C114004 / Angkatan 2014 Anggota : Lazuardi Abdurrahman W A1C114007 / Angkatan 2014 Anggota :

Adanya sebagian besar data yang menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel telah mengadopsi IFRS sejak tahun 2011, sehingga data sampel menjadi tidak bervariasi

Ayam broiler memiliki kelebihan antara lain adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian

Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita.. Biasanya, pembengkakan disertai dengan