• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Penyakit Menular id. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Penyakit Menular id. docx"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas : Kelompok

Mata Kuliah : Epid. Penyakit Menular Dosen : Irwan, SKM.,M.Kes.

JURNAL PENYAKIT MENULAR YANG SANGAT BERBAHAYA DENGAN ANGKA KEMATIAN TINGGI

KELOMPOK 1

ASIS D 12.101.469

SRI HASTUTI HASRI 12.101.479

ASRIYANI 12.101.678

SITI RAFIGA HALAA 12.101.596

GUSTINA 12.101.473

NURMALA DEWI 12.1O1.591

SUMARLIN 12.101.681

FIRMAN 12.101.687

AMRESIUS ALYONA 12.101.070 SYAMSUDDIN 12.101.422 FERDIANSYAH 12.101.444

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan merampungkan tugas pembuatan jurnal ini yang berjudul “Penyakit Menular Yang Sangat Berbahaya Dengan Angka Kematian Yang Cukup Tinggi” . Jurnal ini dibuat sedemikian rupa sebagai tugas yang diberikan oleh Dosen pembimbing kami.

Harapan kami sebagai penyusun adalah semoga jurnal ini dapat diterima dengan baik oleh Dosen pembimbing serta dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan jurnal yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan jurnal ini.

Makassar, 23 November 2014

(3)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Penyakit Ebola 3

1. Tinjauan Umum Penyakit Ebola 3 2. Epidemiologi Penyakit Ebola 5

3. Patofisiologi Penyakit Ebola 8

4. Tahap Pencegahan Penyakit Ebola 9 B. Penyakit HIV/AIDS 11

1. Pengertian HIV/AIDS 11

2. Etiologi Penyakit HIV/AIDS 12

3. Patofisiologi Penyakit HIV/AIDS 13

4. Komponen Utama Siklus Hidup Virus HIV/AIDS 15 5. Penularan HIV/AIDS 18

6. Manifestasi Klinis 21 7. Tata laksana HIV/AIDS 22 C. Penyakit Rabies 25

(4)

2. Etiologi Penyakit Rabies 25 3. Penyebab Virus Rabies26

4. Tahapan Rabies 28

5. Manifestasi Klinis 30

6. Diagnosis Penyakit Rabies 32 7. Penanganan Penyakit Rabies 33 D. Penyakit Sapi Gila/Mad Cow 37 1. Pengertian Penyakit Sapi Gila 37 2. Penyebab Penyakit Sapi Gila 39 3. Gejala Penyakit Sapi Gila 44 4. Penularan Penyakit Sapi Gila 44

5. Pengobatan Penyakit Sapi Gila 46 E. Penyakit MERS 47

1. Bahaya Penyakit MERS 47

2. Ciri-ciri dan Penyebaran Penyakit MERS 49 3. Penyebab Penyakit MERS 51

4. Cara Mengatasi Penyakit MERS 54 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 57 B. Saran 60

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap era sejarah kehidupan manusia selalu disertai kemunculan dari suatu penyakit yang baru. Perubahan sosial dan ekologi yang berkaitan dengan penyebaran populasi manusia, perubahan lingkungan dan globalisasi dapat berimplikasi pada kemunculan suatu penyakit zoonosis. Peningkatan populasi manusia dan globalisasi menyebabkan perpindahan manusia dari satu benua ke benua lainnya. Seiring dengan hal tersebut maka juga akan terjadi perpindahan hewan antar wilayah, bahkan benua, melalui perusakan habitat, perdagangan, permintaan pribadi dan kepentingan teknologi, dimana mikroorganisme, termasuk mikroorganisme patogen, juga mengalami perpindahan ke daerah yang baru. Pada dasarnya, penyakit yang ada di dunia juga mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan dunia yang cukup pesat. Sehingga dapat memunculkan berbagai penyakit yang berbahaya dan sangat mematikan.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran tinjauan umum penyakit ebola? 2. Bagaimana epidemiologi penyakit HIV/AIDS?

3. Bagaimana cara penanganan penyakit rabies? 4. Bagaimana cara pengobatan penyakit sapi gila? 5. Bagaimana gejala penyakit MERS?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas diketahui tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui gambaran tinjauan umum penyakit ebola 2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit HIV/AIDS

(7)

BAB II PEMBAHASAN A. PENYAKIT EBOLA

1. Tinjauan Umum Penyakit Ebola

Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia Filoviridae, dan juga nama dari penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit Ebola sangat mematikan. Gejala-gejalanya antara lain muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, dan demam. Tingkat kematian berkisar antara 50% sampai 90%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo. Penyakit Ebola dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai 21 hari, umumnya antara 5 sampai 10 hari. Saat ini telah dikembangkan vaksin untuk Ebola yang 100% efektif dalam monyet, namun vaksin untuk manusia belum ditemukan.

(8)

Virus ini masih berada di dataran Afrika dan kabarnya juga telah sampai ke Filipina. Suatu ketika Negeri Eropa melakukan pengimporan kera dari kongo, ketika mengetahui virus ini akhirnya seluruh kera ini dimusnahkan agar tidak menyebar kemana-mana, dan sampai saat ini belum ditemukan Vaksin yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Transmisi antar manusia terjadi akibat kontak langsung dengan cairan tubuh yang berasal dari diare, muntah dan pendarahan, kulit atau membran mukosa. Periode inkubasi virus berlangsung selama 2 sampai 21 hari. Kejadian epidemik Ebola banyak terjadi pada rumah sakit yang tidak menerapkan higiene yang ketat.infektivitas virus Ebola cukup stabil pada suhu kamar (20 ° C) tetapi hancur dalam 30 menit pada 60 ° C.Infektivitas juga dihancurkan oleh dan iradiasi ultraviolet, pelarut lemak, b-propiolactone, and commercial hypochlorite and phenolic disinfectants. b-propiolactone, dan hipoklorit komersial dan desinfektan fenolik.

(9)

Nukleokapsid berdiameter 40-50 nm dan berisi suatu chanel pusat berdiameter 20-30 nm. Suatu glikoprotein sepanjang 10 nm yang sebagian berada di luar sarung viral dari virion berfungsi membuka jalan masuk ke dalam sel inang. Diantara sarung viral dan nukleokapsid terdapat matriks yang berisi protein VP40 dan VP24. 2. Epidemiologi Penyakit Ebola

(10)

Ebola merupakan salah satu kasus emerging zoonosis yang paling menyita perhatian publik karena kemunculannya yang sering dan memiliki angka mortalitas yang tinggi pada manusia. Virus Ebola pertama kali diidentifikasi di provinsi Sudan dan di wilayah yang berdekatan dengan Zaire (saat ini dikenal sebagai Republik Congo) pada tahun 1976, setelah terjadinya suatu epidemi di Yambuku, daerah Utara Republik Congo dan Nzara, daerah Selatan Sudan. Sejak ditemukannya virus Ebola, telah dilaporkan sebanyak 1850 kasus dengan kematian lebih dari 1200 kasus diantaranya (Anonimous 2004). Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Ebolavirus yang tergolong famili Filoviridae. Inang atau reservoir dari Ebola belum dapat dipastikan, namun telah diketahui bahwa kelelawar buah adalah salah satu hewan yang bertindak sebagai inang alami dari Ebola. Virus Ebola juga telah dideteksi pada daging simpanse, gorila, Macaca fascicularis dan kijang liar.

(11)

untuk mengkonsumsi daging hewan liar. Daging hewan liar yang terkontaminasi akan menjadi media yang efektif dari penularan Ebola pada manusia.Gejala klinis dari penyakit ini adalah demam secara tiba-tiba, kelemahan, nyeri otot, sakit kepala dan tenggorokan kering. Kemudian diikuti dengan muntah, diare, ruam pada kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati serta pada beberapa kasus terjadi pendarahan internal dan eksternal. Hasil temuan laboratoris menunjukkan penurunan jumlah butir darah putih dan platelet serta peningkatan kadar enzim hati.

(12)

3. Patofisiologi Penyakit Ebola

Penyakit ebola menyebar dan masuk ke dalam tubuh host melalui berbagai macam cara antara lain melalui jarum suntik , donor darah , dan melalui kontak lanmgsung tangan.

Tahapan penularan virus ebola dari penderita satu ke penderita lainnya antara lain :

1. Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan tubuh atau sekret dari pasien yang terinfeksi dan didistribusikan melalui sirkulasi. melalui lecet di kulit selama perawatan pasien, ritual penguburan dan mungkin kontak dengan daging secara terinfeksi, atau di permukaan mukosa.Terkadang jarum suntik merupakan rute utama dari eksposur kerja.

2. Target awal dari replikasi adalah sel-sel retikuloendotelial, dengan replikasi tinggi dalam beberapa tipe sel di dalam hati, paru-paru dan limpa.

(13)

dan penularan penyakit ebola di dalam masyarakat. Karena kita tidak bias menghindari kontak secara individu .sebab, hal itu terjadi tanpa kita tahu kondisi dan sifat yang sebenarnya.

4. Tahap Pencegahan Penyakit Ebola

Virus Ebola mampu menular dari satu manusia ke manusia lain hanya dengan kontak langsung saja. Untuk itu pencegahan terhadap penyakit infeksi Ebola ini pun cukup sulit.Yang paling terutama adalah menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi virus Ebola sebisa mungkin. Apabila ada anggota keluarga terinfeksi virus ini sangat dianjurkan agar orang tersebut dirawat di rumah sakit. Begitu juga apabila ada teman anda yang meninggal akibat penyakit ini, usahakan jangan ada kontak langsung dengannya. Adapun 5 tahapan pencegahan penyakit ebola dalam lingkungan masyarakat antara lain :

a. Health Promotion

Pendidikan kesehatan pada masyarakat untuk melakukan perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat serta meningkatkan higien pribadi dan sanitasi lingkungan dalam lingkungan masyarakat dan sekitarnya

b. Early Diagnosis

(14)

c. Spesifik protection

Menghindari diri dari gigitan serangga ,berusaha untuk tidak pergi ke daerah yang kurang penyinaran matahari dan terdapat binatang ataupun serangga yang menjadi sumber penularan penyakit tersebut untuk menghindari terjadinya komplikasi penyakit dan penyebar luasnya penyakit tersebut dalam masyarakat.

d. Disability limitation

Terapi kompleks pada penderita ebola agar tidak terjadi kematian dengan menambah konsentrasi minum penderita agar tidak terjadi dehidrasi serta upaya peningkatan kekebalan tubuh kelompok.

e. Rehabilitation

(15)

B. Penyakit HIV/AIDS 1) Pengertian HIV/AIDS

AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu,

virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit. Secara structural

(16)

yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

2) Etiologi Penyakit HIV/AIDS

HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV. HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.

(17)

sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.

3) Patofisiologi Virus HIV/AIDS

1) Mekanisme system imun yang normal

(18)

infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.

 Sel B

Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik. Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi).

 Limfosit T

Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu : a. Regulasi sitem imun

b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.

Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang membedakannya

dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu

(19)

antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang

terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.  Fagosit

 Komplemen

2) Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

Siklus Hidup HIV

(20)

Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.

Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :  Masuk dan mengikat

 Reverse transkripstase  Replikasi

 Budding  Maturasi

3) Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.

Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:

Sub tipe A: Afrika tengah

Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan

Sub tipe D: Afrika tengah

(21)

Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand Sub tipe H: Zaire,gabon

Sub tipe O: Kamerun,gabon

Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d seluruh dunia.

4) Efek dari virus HIV terhadap system imun

a. Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A)

Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.

(22)

atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.

Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam

darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus.

Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil

positif.

5) Cara penularan HIV/AIDS

Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu : 1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

(23)

untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).

2. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).

3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

(24)

atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).

5. Alat-alat untuk menoleh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.

6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang di pakai secara bersama-sama, berpelukan di pipi ,berjabat tangan ,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain.

(25)

Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :

a. Infeksi HIV Stadium Pertama

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. b. Persisten Generalized Limfadenopati

Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.

c. AIDS Relative Complex (ARC)

(26)

ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.

d. Full Blown AIDS.

Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

5. Tata Laksana HIV

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin

dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah

hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang

(27)

4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. 5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru

(28)

memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

a) Didanosine b) Ribavirin

c) Diedoxycytidine

d) Recombinant CD 4 dapat larut 4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

1. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat

terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat

mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

C. Penyakit Rabies

(29)

Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang menular yang disebakan oleh virus dan dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Pada hewan yang menderita Rabies, virus ditemukan dengan jumlah banyak pada air liurnya. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan . Oleh karena itu bangsa Karnivora (anjing,kucing, serigala) adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar Rabies. Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian.

Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit

anjing gila.

2. Etimologi Penyakit Rabies

Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas yang artinya melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut yang berasal dari bahasa

(30)

marah. Dalam bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari

kata benda robere yang artinya menjadi gila.

Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau. Tahun 1889 oleh Penning dilaporkan terjadi pada seekor anjing, dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat.

3. Penyebab Virus Rabies

Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus

keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis

hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia,

(31)

dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas ataupun rabies jinak/ tenang.Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos

(32)

Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini memularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah. Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.

4. Tahapan Rabies Pada Hewan

Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap):

(33)

berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bias langsung ke fase Paralisa. b. Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa

saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.

c. Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.

5. Tanda - Tanda Rabies Pada Hewan Dan Manusia a. Pada Hewan

Pada anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi 2 bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas (Furious Rabies).

Tanda tanda Rabies bentuk diam :

1. Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh

2. Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes berlebihan.

3. Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan mati dalam beberapa jam.

Tanda tanda Rabies bentuk ganas:

(34)

3. Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya .

4. Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam.

b. Pada Manusia

Tanda- tanda penyakit rabies pada manusia:

1. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara.

2. Airmata dan air liur keluar berlebihan 3. Pupil mata membesar.

4. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan

5. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.

6. Manifestasi Klinis

(35)

Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.

Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium :

a. Stadium prodromal

Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.

b. Stadium sensoris

Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi

c. Stadium eksitasi

(36)

rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air

d. Stadium paralitik

Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.

Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas.Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut. 7. Diagnosis

(37)

spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi. Namun, kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak memberikan

keakuratan 100%.Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya

tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali diagnosis post mortem setelah hewan atau manusia yang terinfeksi meninggal.

8. Penangan Penyakit Rabies

a) Penanganan terhadap orang yang digigit (korban)

(38)

b) Penanganan terhadap hewan yang menggigit

Anjing, kucing dan k era yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya , maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan , setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi.

9. Pengobatan Penyakit Rabies

(39)

menginfeksi otak dan menimbulkan gejala.Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini.Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama. Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun

terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin.Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang.Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan.Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin. 10. Pencegahan Penyakit Rabies

(40)

Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus diperhatikan.

Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak dapat mematikan (letal) Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terkena gigitan Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu: Dokter hewan ,Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan para penjelajah gua kelelawar.

(41)

D. Penyakit Sapi Gila/Mad Cow 1. Pengertian Penyakit Sapi Gila

Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE) adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru dikenal dan disebut prion. BSE menyerang sapi dan tanda-tanda BSE itulah yang baru-baru ini ditemukan pada seekor sapi di Washington, Amerika Serikat sehingga menyebabkan kepanikan di seluruh dunia.Mengapa kepanikan itu muncul ? Karena Amerika Serikat adalah produsen besar daging sapi dan turunannya dan diduga prion yang menyebabkan BSE , dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).

Penyakit sapi gila / mad cow atau dalam dunia kedokteran hewan dikenal sebagai bovine spongiform encephalopathy (BSE) adalah penyakit yang menyerang otak dan bersifat fatal (fatal neurological disease). Kalau selama ini secara umum dikenal

agen-agen penyakit yang infeksius diklasifikasikan dalam kelompok virus, bakteri, parasit, dan cendawan, maka agen penyebab BSE adalah suatu jenis agen penyakit lain yang selama ini belum dikenal yang disebut Prion (Proteinaceous infectious).

(42)

BSE. BSE merupakan salah satu penyakit yang disebabkan prion dan tergolong dalam kelompok penyakit transmissible spongiform encephalopathy (TSE). Pada manusia dikenal beberapa penyakit

yang disebabkan oleh prion, yaitu penyakit kuru, CJD (Creutzfeld Jakob Disesase), vCJD (Variant Creutzfeld Jakob Disesase),

Gerstmann-Staussler-Sheinker Disease (GSS), dan FFI (Fatal

Familial Insomnia). Beberapa teori tentang asal timbulnya BSE

(43)

2. Penyebab Penyakit Sapi Gila

(44)

degenerasi menjadi benda yang berlubang - lubang kecil seperti layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy, keadaan itu sejalan dengan gangguan pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi yang semakin lama semakin berat dan akhirnya menimbulkan kematian.

(45)
(46)

kemungkinan BSE sebagai penyebab CJD.Prion dapat menimbulkan penyakit sapi gila yang disebut dengan Bovine Spongiform Encephalopathy(BSE). Prion dapat menyebabkan

kerusakan pada organ otak hewan yang terinfeksi. Jaringan otak dapat mengalami degenerasi karakteristik menjadi bentuk yang berpori-pori menyerupai sponge. Pada jaringan otak juga ditemukan bentukan menyerupai benang-benang (fibril) (Handoyo, 2007). Sapi yang terinfeksi prion ini dapat diketahui pada sapi yang berusia antara tiga sampai lima tahun. Penyakit ini dapat menular dari hewan ke hewan lain maupun dari hewan ke manusia, mekanisme penularannya adalah sebagai berikut:

1. Dari hewan ke hewan, dapat ditularkan sebagian besar karena pemberian pakan ternakdari daging atau tulang yang telah terinfeksi oleh penyakit sapi gila melalui pakan, juga dapat melalui peralatan kandang, kendaraan pengangkut maupun alat penggiling makanan. Selain itu penyebaran penyakit ini juga dapat ditularkan dari induk yang bunting kepada anaknya (Wawunx, 2008).

(47)

3. Manusia ke manusia, dapat terjadi melalui donor darah. Penggunaan peralatan medis yang terkontaminasi prion juga dapat dijadikan penyebab, misalnya melalui operasi transplantasi kornea mata dan penggunaan elektroda perak pada stereotaktik elektroensefalografi operasi otak.

Menurut Handoyo salah satu hipotesis (dugaan) mengenai bagaimana mekanisme prion dapat menular pada manusia adalah sebagai berikut:

1. Pada setiap DNA sel individu normal terdapat gen yang disebut PrP (for Prion Protein). Gen tersebut terletak pada kromosom nomor 20 pada manusia. Pada manusia normal, PrP disebut PrPc (c= seluler). PrP abnormal disebut PrPsc ditemukan pada hewan yang terkena sindrom sapi gila.

2. Injeksi gen abnormal pada hewan eksperimen normal dapat menyebabkan penyakit sapi gila.

3. Ketika gen abnormal mengalami kontak dengan gen normal, maka gen PrP normal akan berubah menjadi gen abnormal.

(48)

3. Gejala Penyakit Sapi Gila

Gejala Penyakit Sapi Gila yaitu jaringan otak manusia maupun hewan yang terinfeksi mengalami degenerasi menjadi benda yang berlubang-lubang kecil seperti spons dan oleh karena itu disebut spongiform encephalopathy, keadaan itu sejalan dengan

gangguan pergerakan anggota tubuh atau kelumpuhan yang terjadi yang semakin lama semakin parah yang akhirnya menimbulkan kematian.

Penyakit ini memiliki karakteristik dengan masa inkubasi yang panjang hingga beberapa tahun, Inkubasi BSE pada sapi berlangsung antara tiga tahun hingga delapan tahun, sedangkan pada manusia masa inkubasinya belum diketahui, tetapi diperkirakan sekitar 5 tahun hingga 20 tahun. Selama masa inkubasi tidak ada tanda-tanda penyakit yang kasatmata. Gejala atau tanda penyakit sapi gila : kejang, halusinasi, cacat jantung, paralisis pernafasan, infeksi, kesulitan menelan, menyentak (tiba-tiba), kecemasan, depresi, lemah, kehilangan ingatan dan gangguan tidur.

4. Penyebaran Penyakit Sapi Gila

(49)
(50)

dengan penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD)-bentuk manusia dari BSE.Alat-alat medis yang terkontaminasi juga menyebarkan CJD karena prion sulit untuk dibunuh. Produk tubuh, seperti mata dan jaringan otak dari mayat manusia, telah dikaitkan dengan transmisi CJD. Sayangnya, saat ini tidak ada cara praktis untuk menentukan apakah sapi memiliki infeksi prion sampai memasuki tahap akhir dari penyakit, karena masa inkubasi yang panjang BSE yang khas. Hal ini juga disayangkan bahwa sapi mungkin memiliki BSE bahkan jika perubahan spongiform-tanda otak tidak ditemukan pada otopsi. Ini berarti bahwa perkiraan penyakit di kedua sapi (dan manusia) dapat terlalu diremehkan karena prion penyakit seperti CJD dan BSE memiliki periode-up seperti inkubasi yang panjang hingga 30 tahun dengan CJD dan sampai enam atau delapan tahun untuk BSE

5. Pengobatan Penyakit Sapi Gila

Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan progresifitasnya tidak dapat diperlambat. Bisa diberikan obat-obatan untuk mengendalikan perilaku yang agresif (misalnya obat

(51)

struktur sekundernya adalah alpha-heliks, sedangkan pada PrP yang menyebabkan penyakit, terdapat perubahan struktur pada daerah tertentu. Dari hasil studi ini-heliks menjadi  dari -heliks menjadi beta-sheet inilah yangmenyarankan bahwa perubahan menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP.

E. Penyakit MERS

1. Bahaya Penyakit Mers

(52)
(53)

meninggal. Hingga saat ini belum ditemukan suatu vaksin untuk pencegahan penyakit ini maupun terapi yang spesifik untuk mengobatinya.

2. Ciri-Ciri Dan Cara Penyebaran Virus Mers a. Ciri-ciri

(54)

untuk mencegah perkembangan penyakit semakin luas. Masa inkubasi dari virus hingga menyebabkan penyakit adalah dua hingga 14 hari. Sehingga mungkin saja seseorang terinfeksi virus corona MERS di Timur Tengah dan kemudian gejala baru timbul begitu sudah kembali ke negara asal.

Ada beberapa hal yang bisa kita ketahui dalam rangka mengenali apa saja yang menjadi tanda-tanda orang terkena virus yang satu ini. Karena menyerang saluran pernafasan maka berikut tanda-tanda penyakit MERS antara lain adalah sebagai berikut :

a) Gangguan pernapasan (napas pendek dan susah bernapas) b) Demam tinggi di atas 38 derajat celcius, bukan panas dalam

yang biasa

c) Batuk-batuk dan bersin-bersin berkelanjutan

d) Keluar mucus (lendir) yang berlebihan dari hidungnya e) Sakit dada dan sering terasa nyeri

f) Mengalami pneumonia g) Mengalami diare h) Gagal ginjal

(55)

lansia, orang yang mudah lelah, anak kecil, serta mereka yang sedang dalam perjalanan. Sampai saat ini, masih terus dilakukan investigasi mengenai pola penularan MERS-Cov. Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui media sebagai berikut yaitu :

a. Langsung melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau bersin.

b. Kontak langsung dengan penderita

c. Tidak Langsung melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.

3. Penyebab Penyakit Mers

(56)

yang belum pernah terlihat pada manusia sebelumnya. Pada kebanyakan kasus,virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah, bahkan setengah dari kasus yang tercatat mengalami kematian. Hingga kemudian, corona virus ini dikenal sebagai Middle East Respiratory Syndrome Coronaviruses (MERS-Cov). Nama itu diberikan Coronavirus Study Group of the International Committee di Taxonomy of Viruses pada May 2013. Karena penyebarannya yang semakin meluas sejak April 2012 hingga awal tahun 2013, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan sejak Mei lalu untuk mewaspadai ancaman penyebarannya. Arab Saudi adalah sumber penularan pertama, dengan jumlah kasus mencapai 378 dan 107 kematian. Tetapi sedikitnya ada 14 negara yang juga melaporkan kasus penyakit ini, antara lain Mesir, Jordania, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Tunisia, Malaysia, Oman, Perancis, Yunani, Italia, Inggris, Filipina, dan kini Amerika Serikat.

(57)

terbaru dari CDC menunjukkan bahwa MERS terbukti bisa ditularkan antar manusia. Meski begitu, tampaknya penyakit ini tak bisa menyebar sangat cepat seperti SARS pada tahun 2003. Virus MERS terus mendapatkan pengawasan ketat dari para ahli untuk berjaga-jaga jika virus ini berkembang menjadi ancaman yang semakin berbahaya. Peneliti belum mengetahui secara pasti cara virus MERS ditularkan ke manusia, namun virus ini sudah ditemukan pada kelelawar dan unta. Para pakar mengatakan unta kemungkinan besar menjadi binatang pembawa, yang kemudian menularkannya pada manusia. Belum diketahui dengan jelas asal mula virus ini menyebar, namun, beberapa peneliti menduga bahwa penyebaran virus berasal dari salah satu jenis Kelelawar yang banyak ditemukan di kawasan Timur Tengah. Unta hampir dipastikan menjadi sumber virus korona MERS di Timur Tengah. Hasil penelitian di negara tersebut menunjukkan kebanyakan unta, meski tidak semua, terinfeksi jenis virus yang secara genetik hampir identik dengan virus yang menginfeksi manusia. Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Universitas Columbia, Universitas King Saud, dan EcoHealth Alliance.

(58)

virus itu. Kesimpulan dicapai setelah para peneliti menemukan adanya kecocokan genetik 100 persen pada virus yang menginfeksi kelelawar jenis tersebut dengan manusia pertama yang terinfeksi. Spekulasi lain yang terdapat di kalangan para peneliti menyebutkan bahwa selain Kelelawar, Unta juga diduga kuat berkaitan dengan asal mula dan penyebaran virus Corona, dimana ditemukan antibodi terhadap virus ini dalam tubuh hewan khas Timur Tengah itu. Mekanisme penyebaran virus Corona dari hewan ke manusia masih diteliti sampai saat ini, meskipun ada dugaan bahwa manusia pertama yang terinfeksi mungkin pernah secara tidak sengaja menghirup debu kotoran kering Kelelawar yang terinfeksi. Saat ini, para peneliti masih menyelidiki kemungkinan hewan lain yang menjadi mediator penularan virus Corona guna menangani meluasnya penyebaran penyakit ini, mengingat bahwa jenis virus ini dikatakan lebih mudah menular antar-manusia dengan dampak yang lebih mematikan dibandingkan SARS.

4. Cara Mengatasi Penyakit Mers

(59)

berada di luar rumah untuk sementara untuk mencegah penularan terhadap orang lain. Selain itu sering-seringlah berkunjung ke dokter untuk melakukan cek kesehatan terutama jika mengalami gejala penyakit seperti batuk, demam, dan kesulitan bernapas dalam jangka waktu empat belas hari khususnya jika dalam waktu dekat akan berkunjung ke tempat wabah MERS berada periksalah ke dokter setiap 6 minggu sekali dan melakukan vaksinasi meningitis terlebih dahulu. Namun sampai saat ini belum ada vaksin atau obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini, yang ada hanyalah obat untuk meringankan gejala atau akibat yang ditimbulkan dari penyakit MERS. Salah satu cara mengobati MERS adalah dengan pemberian obat vaksin untuk pengobatan hepatitis C yang secara klinis telah teruji mampu mengurangi frekuensi pertambahan replica virus MERS di dalam tubuh yang diujikan terhadap 6 kera yang telah terinfeksi penyakit MERS.

(60)

pasien yang tidak tertolong karena tidak kuatnya kondisi tubuh untuk mencapai masa batas virus yang dikarenakan virus ini menyerang system kekebalan tubuh sehingga banyak yang mengalami komplikasi penyakit lainnya seperti pneumonia dan bronkhitis yang mempercepat pengrusakan imun tubuh sampai tidak kuat lagi menahan hingga akhirnya meninggal dunia. Virus ini tidak mudah menular jika hanya bersimpangan. Mers-Cov berpeluang besar menular pada kontak yang intens, seperti keluarga dari pengidap yang tinggal serumah, atau tenaga medis yang merawat pengidap.

(61)

1. Virus Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus , familia Filoviridae . Virus Ebola adalah sejenis virus Dari Ebolavirus

genus, familia Filoviridae. Virus ini pertama kali ditemukan di Afrika, daerah selatan Sudan dan Zaire pada tahun 1976 pada tubuh seekor monyet. Virus Suami Pertama kali ditemukan di Afrika, Sudan selatan Daerah dan Zaire years PADA 1976 PADA tubuh seekor monyet. Serangan sakit virus Ebola sangat tiba-tiba. Gejala yang ditimbulkan adalah demam, sakit kepala, sakit sekitar persendian dan otot, sakit tenggorokan dan tubuh lemah. Gejala ini diikuti juga oleh diare, sakit perut dan muntah-muntah. Ruam-ruam, mata memerah, tersedak, serta adanya pendarahan luar dan dalam ditemukan pada beberapa pasien.

(62)

panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu,

virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.

3. Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang menular yang disebakan oleh virus dan dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus .Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50

(63)

yang mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih. Luka kemudian diberi obat luka yang tersedia (misalnya betadin) lalu dibalut dengan pembalut atau kain yang bersih. Korban secepatnya dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

4. Penyakit sapi gila merupakan salah satu penyakit yang menyerang syaraf pusat pada sapi yang berupa degenerasi sel sel syaraf sapi dewasa hingga jaringan otak mengalami perubahan mirip spons. Penyakit sapi gila ini tidak ditularkan secara langsung oleh sapi kepada ternak lainnya. penyebaran penyakit ini dengan cara sapi memakan atau mengkonsumsi bahan pakan yang mengandung bibit penyakit / prion. Yaitu suatu molekul protein tubuh yang telah mengalami perubahan konfigurasinya, di tandai dengan perubahan perangai, bisa dalam bentuk ketakutan ataupun nampak agresif, hilangnya koordinasi, tidak mampu untuk bangun, dan akhirnya menyebabkan kematian hewan penderita penyakit sapi gila.Penyakit ini bisa menular ke hewan lain dan juga manusia sendiri.

(64)

mulai dalam tingkat keparahan seperti flu biasa hingga Sindroma Pernapasan Akut atau SARS. Sampai saat ini, masih terus dilakukan investigasi mengenai pola penularan MERS-Cov, karena telah ditemukan adanya penularan dari manusia ke manusia yang saling kontak dekat dengan penderita. Belum diketahui dengan jelas asal mula virus ini menyebar, namun, beberapa penelitimenduga bahwa penyebaran virus berasal dari salah satu jenis Kelelawar yang banyakditemukan di kawasan Timur Tengah. B. Saran

Adapun saran dari kami dengan adanya jurnal ini, para pembaca dapat dapat mengetahui penyakit yang berbahaya dan sangat mematikan dan dapat mencegah penyakit tersebut serta dapat melakukan tindakan lebih lanjut jika seseorang terjangkit penyakit ini.

Kami juga berharap saran masukan dari pembaca agar jurnal yang kami buat ke depannya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

(65)

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

http://endinelsonluturmas.blogspot.com/2014/01/makalah-penyakit-rabies-endi-nelson.html

http://katakana22.blogspot.com/2012/04/anthrax-penyakit-sapi-gila.html

Referensi

Dokumen terkait