• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS SOSIOLOGI gender kekerasan di dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS SOSIOLOGI gender kekerasan di dalam "

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SOSIOLOGI

Informasi Tentang Permasalahan Gender Yang Terdapat Dalam

Masyarakat Dikaitkan Dengan Adat Istiadat, Agama, dan Pendidikan

Oleh :

Aullia Rahma P.

071311533096

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan tentang gender memang tidak pernah ada habisnya. Khususnya diskriminasi terhadap kaum perempuan. Sekalipun R.A Kartini sudah memperjuangkan hak-hak wanita, namun tetap saja seiring berubahnya zaman, hal tersebut tidak dihiraukan lagi keberadaannya. Sangat disayangkan sekali apabila perjuangan R.A. Kartini tersebut menjadi sia-sia belaka. Walaupun hukum menjamin hak-hak wanita, tetapi tetap saja perlakuan diskriminasi terhadap wanita menjadi merajalela.

Tidak dapat dipungkiri bahwa wanita mengambil peranan yang sangat penting dalam masyarakat. Tanpa wanita seorang presiden tidak akan lahir di dunia. Bahkan Nabi Isa A.s dapat diahirkan dari rahim ibunya, Maryam, tanpa adanya seorang ayah. Betapa besarnya pengaruh seorang wanita dalam kehidupan ini. Tetapi kemudian mereka dilecehkan, dirusak martabatnya, dan terkadang juga dikesampingkan haknya. Sungguh sangat ironis sekali nasib wanita.

Salah satu tindakan diskriminasi wanita yang sangat populer adalah tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tindakan semena-mena suami yang terkadang mempunyai maksud benar tetapi caranya yang salah. Atau ada yang bahkan memang mempunyai niat untuk melakukan kekerasan kepada kaum wanita. Rata-rata alasan mereka melakukan KDRT sebenarnya mulai dari masalah yang sepele dan akhirnya ada yang sampai berujung pada kematian. Hal ini tentunya menjadi tugas bagi bangsa Indonesia untuk memberikan solusi-solusi atas permasalahan tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja informasi tentang gender dan permasalahan gender? 2. Apa saja informasi tentang KDRT?

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Gender dan permasalahan gender

Secara etimologis kata ‘gender’ berasal dari bahasa Inggris yang berarti ‘jenis kelamin’ (Echols dan Shadily, 1983: 265). Secara terminologis, Hilary M. Lips mengartikan

gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men) ( http://eprints.uny.ac.id/9812/2/BAB%202%20-%2008110241024.pdf). Dalam Concise Oxford Dictionary of Current English Edisi 1990, kata ‘gender’ diartikan sebagai ‘penggolongan gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lain yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin (atau kenetralan)’.

Gender merupakan perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya ( http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-studi-tentang-kesetaraan-gender-dalam-berbagai-aspek.pdf). Dan kemudian hal itu dapat berubah sewaktu-waktu sesuai konstruksi masyarakat yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan. Gender semacam fungsi seseorang berdasarkan jenis kelaminnya yang dipengaruhi oleh budaya.

Permasalahan gender adalah ketidakadilan gender atau kesenjangan gender, yaitu berbagai tindak keadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Diskriminasi berarti setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang di buat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai tujuan mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebasan pokok di bidang politik, ekonomi, dll oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki ( http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/15/gender-463085.html).

2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(4)

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga ( http://jatim.kemenkumham.go.id/attachments/article/686/uu-no-23-2004-pkdrt-indonesia.pdf).

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orangtua, atau pasangan. KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di antaranya: Kekerasan fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan seksual, setiap aktivitas seksual yang dipaksakan; kekerasan emosional, tindakan yang mencakup ancaman, kritik dan menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan untuk memperoleh uang dan menggunakannya

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,%20M.Pd.,MA.%20Dr. %20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20TANGGA(Final).pdf ).

Lau dan Kosberg, (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada empat tipe kekerasan dalam rumah tangga, yaitu (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat %20Wahab,%20M.Pd.,MA.%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH

%20TANGGA(Final).pdf ) :

a. Kekerasan fisik (physical abuse) adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.

b. Kekerasan psikologis (psychological abuse) adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.

(5)

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya

d. Kekerasan seksual (violation of right) adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

3. Kaitannya dengan adat istiadat, agama, dan pendidikan

A. ADAT ISTIADAT

Kasus kekerasan dalam rumah tangga jika dikaitkan dengan adat istiadat, tentu saja melanggar norma adat. Namun ada juga hukum adat yang membenarkan hal tersebut boleh terjadi. Dalam hukum adat Jawa, seorang istri harus patuh terhadap suaminya. Suami adalah pemimpin keluarga, sehingga seorang istri harus mengikuti suaminya dengan setia. Nilai tradisional yang dianut sebagian besar masyarakat Jawa menyatakan bahwa bila seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki, maka ia menjadi milik suaminya dan orang tuanya tidak punya kekuasaan lagi terhadap dirinya, sehingga kaum pria lebih berkuasa dalam rumah tangga dengan begitu kaum pria akan merasa benar jika dalam mengaturnya menggunakan kekerasan. Sama halnya dengan hukum adat papua, suami melakukan kekerasan terhadap istri adalah sesuatu yang sah-sah saja.

(6)

http://mvpivanaputra-show.blogspot.com/2013/03/kdrt-dari-sudut-pandang-hukum-nasional.html). Mekanisme adat dipilih karena prosesnya cepat dan pelaku segera mendapat sanksi sosial. Selama ini kasus yang banyak ditangani oleh peradilan adat adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), pemerkosaan, kekerasan dalam pacaran, pengambilan harta gono-gini oleh suami setelah proses cerai, penelantaran ekonomi serta persoalan tenaga kerja wanita (TKW). Dalam masyarakat adat, peradilan adat dianggap lebih efektif karena dampak putusan dan sanksi sosial bisa langsung dirasakan. Sehingga harapan agar ke depan terbangun sinergi antara hukum adat dan hukum formal untuk menciptakan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan.

B. AGAMA

Dalam agama, suami memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak-anaknya agar taat kepada Allah Swt. Hal ini sesuai firman Allah Swt yang artinya: “Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (Qs. at-Tahrim [66]: 6). Dalam mendidik istri dan anak-anak ini, bisa jadi terpaksa dilakukan dengan “pukulan” yang dalam konteks pendidikan atau ta’dib ini dibolehkan dengan batasan-batasan dan kaidah tertentu yang jelas.

Rasulullah Saw menyatakan: “Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya : Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” [HR. Ahmad 1/191, di-shahih-kan asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami' No 660, 661).

Seorang istri apabila tidak taat kepada suami, tidak mau melayani suami, atau lalai akan tugasnya sebagai seorang istri, maka suami berhak menegur, mengingatkan atau bahkan memukul apabila sudah keterlaluan. Pukulan yang diberikan bukan pukulan yang menyakitkan, apalagi sampai mematikan. Pukulan hanya diberikan jika tidak ada cara lain dan semua cara sudah ditempuh, untuk memberi hukuman/pengertian. Tidak diperbolehkan memukul ketika dalam keadaan marah sekali karena dikhawatirkan akan membahayakan.

(7)

Jika masing-masing, baik suami maupun istri menyadari perannya dan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai syariat Islam, maka harusnya tidak dibutuhkan kekerasan dalam menyelaraskan rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat terhindarkan apabila rumah tangga dibangun dengan pondasi syariat Islam, dikemudikan dengan kasih sayang dan diarahkan oleh peta iman.

C. PENDIDIKAN

KDRT bisa juga terjadi apabila memang masing-masing suami istri tidak pernah mengemban dunia pendidikan. Biasanya hal seperti ini dialami oleh penduduk yang ada di desa. Namun biasanya penduduk desa masih terikat dengan hukum adat. Maka persoalan tersebut dapat diselesaikan menggunakan hukum adat setempat.

BAB III

(8)

1. KESIMPULAN

Dalam suatu tatanan masyarakat, pria dan wanita mempunyai peranan masing-masing yang terbentuk secara umum dan diakui oleh masyarakat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pria dan wanita dapat bertukar peran sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Kemudian pria dan wanita membentuk suatu komunitas baru seperti keluarga. Dalam pembentukan itu, diperlukan berbagai macam adaptasi untuk menyesuaikan. Pastinya dalam proses adaptasi tersebut, akan timbul beberapa ketidakcocokan. Tergantung bagaimana pihak-pihak dalam keluarga itu menyikapi perbedaan tersebut.

Dalam sudut pandang apapun, tidak ada yang menginginkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Selain melanggar hukum, agama, dan hak asasi manusia, hal tersebut adalah hal hewani, sangat tidak manusiawi. Sedangkan manusia mempunyai beribu-ribu bahkan berjuta-juta akal pikiran untuk berfikir dengan jernih untuk menyikapi segala sesuatu yang terjadi.

2. SARAN

Salah satu penyebab populernya diskriminasi perempuan dalam KDRT adalah tidak efisiennya hukum yang berlaku. Ada baiknya pemerintah memberi penegasan dan menegakkan hukum setegak-tegaknya. Agar jaminan perlindungan terhadap korban-korban tersebut jelas dan oknum-oknum yang melakukan KDRT menjadi jera. Sehingga akhirnya tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut. Sudah cukup banyak kasus-kasus KDRT yang terbengkalai dan korbannya pun tidak dijamin perlindungannya. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak merusak moral-moral penerus bangsa.

Peran wanita dewasa ini sebenarnya sangat rawan. Jika langkahnya benar maka akan menjadi sebuah inspirasi untuk kesetaraan gender di Indonesia. Namun jika salah langkah, maka hal tersebut menjadi momok bagi wanita-wanita di seluruh Imdonesia. Berfikir jernih dan berfikir kedepan adalah salah satu kuncinya.

(9)

Echols, John M. dan Hassan Shadily. (1983). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XII.

http://eprints.uny.ac.id/9812/2/BAB%202%20-%2008110241024.pdf Diakses pada tanggal 9 Juni 2014

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-studi-tentang-kesetaraan-gender-dalam-berbagai-aspek.pdf Diakses pada tanggal 9 Juni 2014

http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/15/gender-463085.html Diakses pada tanggal 9 Juni 2014

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,%20M.Pd.,MA.%20Dr. %20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20TANGGA(Final).pdf Diakses pada tanggal 10 Juni 2014

http://mvpivanaputra-show.blogspot.com/2013/03/kdrt-dari-sudut-pandang-hukum-nasional.html Diakses pada tanggal 11 Juni 2014

(10)

LAMPIRAN

Contoh Kasus

Kejam! Suami Gunting Lidah Istri Gara-gara Ditegur

http://m.liputan6.com/news/read/819398/kejam-suami-gunting-lidah-istri-gara-gara-ditegur

PERISTIWA · 06 Feb 2014 03:26

Kejam benar kelakuan Gumalang Beatus Tamba alias Beatus ini. Gara-gara tidak diterima ditegur karena membuang puntung dan abu rokok, Beatus tega menggunting lidah istrinya, Debora Darmauli br Situmorang.

Kejadian itu dipaparkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam (JPU) sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, Sumatera Utara, Rabu 2 Februari 2014.

Dalam surat dakwaan itu, Beatus yang juga penduduk Jalan Bona-Bona Nagori Dolok Marlawan itu menggunting lidah Debora pada 6 November 2013.

Jaksa Julius Michael menguraikan pada waktu itu Debora menegur Beatus yang membuang puntung rokok dan abu di dalam kamar secara sembarangan. Tidak terima dengan teguran itu, Beatus marah sehingga terjadi pertengkaran.

Pertengkaran itu berujung pada penganiayaan. Beatus memegang mulut Debora. Saat lidah Debora keluar, Beatus mengguntingnya hingga berdarah.

"Terdakwa kita kenakan Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44 ayat 20 dan 1," kata Julius.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengkaji hubungan antara jumlah kehadiran anggota Persatuan Diabetes Indonesia RSU Banyumas dengan Perilaku Promosi Kesehatan dalam komponen pemahaman manfaat

Pada penelitian ini komponen sosial pada kualitas hidup berupa hubungan dengan keluarga atau teman di PSTW berbanding lurus dengan kualitas hidup, ini dikarenakan

 Berdasarkan analisis lingkungan pengendapan dan sikuenstratigrafi, didapatkan bahwa Formasi Telisa memiliki porositas yang lebih tinggi dari Formasi Bekasap apabila

Persaingan dunia bisnis semakin ketat terutama bisnis ritel salah satunya adalah Matahari Department Store sebagai salah satu perusahaan ritel yang menjawab dan

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Khoirun Nisa salah satu konsumen pengguna member card Rabbani bahwa, Saya kan punya member card, saya akan mendapatkan diskon 10%

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahasa sebagai alat komunikasi bermakna bahwa bahasa merupakan deretan bunyi yang bersistem, berbentuk

Penyediaan jasa pekerja atau buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Dalam tahap ini, penulis melakukan analisa terhadap kebutuhan sistem, serta menganalisa sistem seperti apa yang dibutuhkan dalam mebangun aplikasi Web Point of